4 minute read

Antonius Sutatno: “Ketika Senyum Memberikan Kepastian

KETIKA SENYUM MEMBERIKAN KEPASTIAN

ntonius Sutatno adalah nama saya. Saya lahir di

Advertisement

Jlegong, Wonogiri pada 5 Agustus 1987. Orang tua saya bernama

Markus Tukarmo Kasdi dan Susana Tinah. Saya memiliki saudara yang bernama Yohanes Sugeng dan saudari Cicilia Susini. Kami dibesarkan dalam kesederhaan keluarga petani. Saya sebagai anak bungsu merasa bangga bisa mendapatkan cinta dan perhatian dari orang tua dan kakakkakak saya. Di sanalah saya belajar untuk mencintai seperti mereka mencintai saya.

Kami sebagai keluarga pemeluk hidup Katolik yang baru saat itu, memiliki kebiasaan untuk mengikuti misa dan ibadat sabda setiap ada kesempatan di stasi kami, St. Thomas Rasul Jlegong. Di sana pula hidup panggilan saya sebagai Romo muncul dan berkembang. Saya masih ingat dengan baik, pada saat itu kami sekeluarga mengikuti misa dan kami menyanyikan doa Bapa Kami setelah doa Syukur Agung, saya yang terbilang masih kecil karena baru kelas tiga SD dan tidak hafal doa Bapa Kami sempat berhenti untuk beryanyi.

Saya masih ingat, ada dua orang suster yang datang bersama dengan Romo tersenyum dan memberikan semangat untuk bernyayi lagi, dan saya lakukan. Senyuman dua orang suster membuat saya sungguh ternganga dan jatuh hati untuk hidup seperti mereka dalam biara.

Bagi saya pengalaman ini adalah pengalaman jatuh cinta untuk menjadi seorang Romo bukan karena susternya tetapi dibalik senyum itulah ada yang lebih besar berkarya untuk hidup saya. Saya sungguh berterima kasih kepada mereka yang telah tersenyum untuk saya dan saya akan melanjutkan ini kepada yang lainnya, sebab di balik senyum itulah, saya percaya Tuhan berkarya.

BIODATA

05 Agustus 1987 2000-2003 2003-2006

PENGALAMAN BEKERJA

2007-2008 2008-2010 2010-2014 2014-2015 2015-2016 2016-2017 2017-2020 29 Juni 2019 01 Desember 2019 Masa diakonat

TEMPAT KERASULAN

Perjalanan untuk menjadi seorang Romo sangatlah berliku, sebab setelah perjumpaan saya dengan senyuman suster itu, beberapa minggu kemudian keinginan menjadi seorang Romo itu pun hilang. Selain itu, dibesarkan dalam keluarga sederhana membuat saya harus belajar mandiri, dewasa, dan lepas dari orang tua untuk melanjukan pendidikan

ANTONIUS SUTATNO

1993-1994 1994-2000 : Lahir di Wonogiri, Jawa Tengah : TK Bakti : SD Gemawang II Glogok : SMP\SLTP Kanisius Wonogiri : SMK Giri Wacana Eromoko

: Tunas Xaverian Jogyakarta : Pra-Novis dan Novis Xaverian Bintaro : Sekolah Tinggi Filsafat Driyarkara, Jakarta : Tahun Bahasa, Philippines : Loyola School of Theology, Ateneo : Tahun Pastoral, Philosophy House Project 8 : Loyola School of Theology, Ateneo : Kaul Kekal, Gereja St. Francis Xavier, Maligaya : Tahbisan diakonat oleh Roberto O. Gaa D D, Uskup Novaliches, Quezon City-Philippines : St. Francis Xavier Parish, Maligaya-Quezon City

saya. Ketika saya selesai SD, saya hidup

Tunas Xaverian 2007-2008: BIA Perumahan Percetakan Kanisius, Yogjakarta Pra-Novis 2008-2009 : BIA Kaplo, Gereja St. Stefanus Cilandak, dan BIA SanMaRe (Santa Maria Regina), Bintaro Jaya Novis 2009-2010 : BIA Sathora, St. Thomas Rasul, Bojong Indah dan BIA Pondok Domba St. Matius Penginjil Bintaro. Filsafat (1) 2010-2011 : Karya sosial bersama Puteri Kasih, Cilincing (mengajar) Filsafat (2) 2011-2012 : Karya sosial Stasiun Senen (mengajar) Filsafat (3) 2012-2013 : Katekumen BINUS (Bina Nusantara) (mengajar) dan dialogue antar agama “Pojok Gusdur” Filsafat (4) 2013-2014 : Karya sosial bersama Puteri Kasih Warakas (mengajar dan Kunjungan orang sakit) Tahun Bahasa di Philippines dan theology (1) :2014-2016: Ave Maria Youth Ministry Zone 1, St. Francis Xavier Parish (SFXP). Pastoral year 2016-2017 : OLPH (Our Lady of Perpetual Help) Sitio Militar Chapel, Project 8. Theology (2,) 2017-2018 : Bario dan Catleya Youth Ministry Zone 4, (SFXP). Theology (3) 2018-2019 : Prison/penjara, Station 10, Kemuning. Theology (4) 2019-2020 : Servant of Charity, Guanella (Special Children), Tandang Sora.

dengan para suster CB di Wonogiri, bekerja dan belajar, dan selanjutnya hidup dengan keluarga dr. Bambang Sugiarto di Wuryantoro yang sangat mencintai saya. Di sanalah saya bisa melanjutkan pendidikan saya sampai SMK.

Selesai SMK, bayangan dan kenangan senyum dua orang suster kembali dalam lamunan saya. Saya mulai memikirkan kembali “ada apa dengan senyum itu? Akhirnya keinginan untuk menjadi seorang Romo semakin kuat setelah saya merenungkan pertanyaanpertanyaan selanjutnya dalam hati saya; apa artinya hidup? Ke mana kita akan pergi setelah mati? Saya memutuskan masuk seminari setelah merenungkan ini semua selama satu tahun. Keluarga dr. Bambang sangat berjasa dalam hal ini, karena mereka yang membantu saya untuk merenungkan dan menemukan hidup panggilan saya.

Ketika saya menyampaikan keinginan saya untuk masuk seminari pada orang tua, bapak saya hanya terdiam dan ibu saya tidak setuju dengan saya. Saya tahu perasaan ibu saya bagaimana saat itu, ibu saya adalah orang yang sangat mencintai saya. Dia begitu dekat dengan saya karena saya anak yang paling lemah dan mudah sakit pada waktu ini.

Akhirnya saya urungkan keinginan saya dan mencoba mencari jalan hidup yang lain. Akan tetapi, suatu hari orang tua saya datang menemui saya di

Wuryantoro di mana saya tinggal dengan keluarga Pak dokter Bambang. Mereka mengizinkan saya masuk seminari, tetapi yang dekat dengan rumah supaya mudah dikunjungi.

Keinginan saya dan ibu ternyata berbeda, saya menginkan sebagai seorang misionaris dan ibu saya mengharapkan saya masuk ke seminari keuskupan dengan alasan mudah dikunjungi. Pada akhirnya setelah berdiskusi, ibu saya setuju dengan saya. Ada beberapa pesan yang saya ingat dengan jelas dari orang tua saya, khususnya ibu saya dalam menjalani panggilan ini, “kalau

kamu ingin pulang, tidak usah malu, pulang saja, pintu di rumah selalu terbuka untuk kamu” dan “kebaha

gianmu adalah kebahagianku.” Dua pesan ini selalu hadir dan memberikan semangat tatkala saya mengalami pergolakan dan perjuangan dalam menghadapi kesulitan.

Saya masuk Xaverian, karena saya ingin menjadi seorang misionaris. Saya sangat terinspirasi dari perutusan Yesus, Markus 15:16, “pergilah ke seluruh dunia, beritakanlah Injil kepada segala makhluk.” Bagi saya, Yesus harus diwartakan sampai ke seluruh dunia supaya semua merasakan cinta-Nya sebagaimana saya telah merasakan cinta-Nya dari orang-orang sekeliling saya.

This article is from: