4 minute read
Dicari: Anak-Anak Terbaik dari Keluarga Terbaik
Foto bersama Profesi Pertama Novis Angkatan XXXII di Wisma Xaverian, Bintaro.
DICARI: Anak-Anak Terbaik dari Keluarga Terbaik!
Advertisement
Ketika para uskup Indonesia mengadakan kunjungan ad limina ke Roma, mereka menyempatkan diri untuk mengunjungi salah satu Kuria Romana yaitu mengunjungi Kongregasi untuk Tarekat Hidup Bakti dan Serikat Hidup Kerasulan. Dalam kunjungan ini para uskup Indonesia mendapat apresiasi karena termasuk lima negara besar yang menyumbang jumlah imam, bruder dan suster.
entu saja bagi kita yang mendengar pujian yang datang langsung dari Vatikan ini merupakan sebuah kegembiraan dan penghormatan yang luar biasa, apalagi mengingat bahwa Indonesia merupakan negara dengan penduduk muslim terbesar di dunia. Jumlah umat Katolik Indonesia hanya sekitar 3% saja. Prestasi ini tentu saja sesuatu yang sangat membanggakan. Jumlah umat Katolik Indonesia tidak begitu banyak namun mempunyai keberanian untuk menyumbangkan putra-putrinya untuk Gereja. Dari sudut pandang statistik, para religius di Indonesia saat ini merupakan penyumbang terbesar dalam beberapa tarekat dari luar negeri yang berkarya di Indonesia.
Namun dengan makin bertumbuhnya kualitas hidup dalam bidang ekonomi, studi, pembangunan yang makin merata di seluruh tanah air, kenyamanan fasilitas yang mulai dirasakan oleh semua orang, teknologi yang makin berkembang dan menjanjikan penghidupan yang cerah, serta berbagai perkembangan lainnya yang menawarkan kenyamanan dan
Penampilan para Novis dalam vokal grup di Wisma Xaverian, Bintaro.
stabilitas dalam hidup di masa depan, maka muncul pertanyaan yang menggelitik ini: sampai kapan Gereja Indonesia dapat mempertahankan prestasi ini?
Mempertimbangkan situasi dalam dunia pendidikan para imam dan religius, ternyata jumlah calon dari Indonesia yang mau membaktikan diri menjadi anggota hidup bakti mulai menurun secara perlahan. Jumlah seminaris yang masuk dan menyelesaikan jenjang pendidikan mulai berkurang. Sudah sangat bersyukur bila ada 20% saja yang menyelesaikan program pembinaan mereka dan membaktikan diri sepenuhnya dalam kehidupan imamat dan religius. Kalau hal ini tidak disikapi dengan cermat bukan tidak mungkin bahwa situasi ini bisa terbalik. Gereja Katolik di Indonesia pun juga bisa memasuki masa krisis panggilan seperti yang sudah di alami oleh banyak negara di belahan dunia barat.
Apa yang harus kita lakukan sekarang? Ada 2 kelompok utama yang perlu berperan aktif untuk tetap menggiatkan lahirnya panggilan-panggilan baru di masa depan. Pertama adalah keluarga. Keluarga adalah dasar dari semua kehidupan bermasyarakat termasuk Gereja. Istilah yang umum digunakan adalah Keluarga sebagai Gereja rumah tangga (ecclesia domestica).
Penyebab utama kurangnya panggilan hidup bakti saat ini tentu saja adalah manusianya, dalam arti berkurangnya orang-orang yang ingin membaktikan diri untuk hidup bakti. Keberhasilan program dua anak cukup telah menekan laju pertumbuhan penduduk serta makin meningkatkan kualitas hidup banyak keluarga di Indonesia. Hanya saja, jumlah umat Katolik tetap stabil dan makin sedikit juga mereka yang bersedia untuk mempersembahkan dirinya kepada Allah sebagai imam atau religius.
Menyikapi hal ini, para orang tua diharapkan untuk sejak dini mengungkapkan keprihatinan ini kepada anak-anak mereka sekaligus berusaha
untuk memperkenalkan dan mendorong mereka untuk mau membaktikan diri mereka menjadi anggota hidup bakti. Semoga tidak terjadi bahwa para orang tua yang sudah mengetahui menurunnya jumlah orang yang mau bergabung menjadi imam atau religius, mereka justru melarang anak-anaknya untuk bergabung di dalamnya. Semoga tidak terjadi bahwa orang tua menjadi penghalang bagi Allah yang memanggil anak-anak yang telah dianugerahkan kepada mereka.
Gereja adalah tanggung jawab kita bersama. Masa depan Gereja, kualitas para imam dan religius di dalam Gereja juga tergantung pada pendampingan orang tua terhadap anak-anak. Pendampingan ini terwujud melalui pendidikan iman dasar serta keteladanan. Tidak cukup hanya mempercayakan pendidikan agama anak-anak kepada para guru agama di sekolah, maupun para katekis di paroki masing-masing. Semua sarana itu hanyalah pelengkap dari pendidikan agama di rumah. Tugas ini mengandaikan bahwa para orang tua hendaknya mempunyai bekal pengetahuan iman yang cukup dalam pendampingan kepada anak-anak mereka serta memberikan teladan berdoa bersama, membaca kitab suci dan berbagi pengalaman iman bersama di rumah. Mari kita ingat bahwa buah tidak pernah jauh dari pohonnya. Demikian orang tua, demikian pula anaknya. Oleh sebab itu, semoga tidak terjadi bahwa kita mengharapkan memiliki imam atau religius yang baik, kalau sejak dini anak-anak tidak mendapatkan pembinaan dan keteladanan yang baik.
Kelompok kedua yang memegang peranan penting adalah para imam dan religius itu sendiri. Mereka juga perlu merefleksikan kehadiran mereka di tengah-tengah umat terutama orang muda saat ini. Jangan sampai bahwa salah satu faktor yang membuat menurunnya jumlah panggilan saat ini adalah kare
na gaya hidup yang terpisah jauh dari umat, pembawaan yang selalu murung, suka marah-marah, atau tertutup dan mengurung di kamar, ketidakmampuan untuk berdialog dengan orang muda atau bahkan keteladanan hidup mereka yang kurang meyakinkan. Untuk apa saya menjadi imam atau religius bila masa depanku nanti seperti itu?
Cara hidup mereka yang tidak lagi menarik bagi orang muda menjadi tanda tumpulnya kesaksian hidup Injili di tengah-tengah Gereja. Tidak ada bedanya kehidupan imam dan religius dengan kehidupan seorang single atau berkeluarga yang membahagiakan lainnya. Dengan kata lain kaum imam dan tertakdis sudah kehilangan “keradikalannya” di dalam aspek kesaksian hidup mereka.
Oleh sebab itu, marilah kita doakan ketika anak-anak melangkahkan kaki mereka ke seminari menengah, ke tahun rohani atau ke novisiat. Perjalanan mereka masih panjang. Niat tulus mereka di awal perjalanan ini masih perlu diuji kesungguhannya dengan berbagai macam pengalaman. Kalau mereka gagal, hendaknya keluarga menerima mereka kembali di rumah apa adanya. Kalau mereka berhasil, marilah kita berdoa agar mereka tetap setia kepada anugerah Allah yang telah dipercayakan kepada mereka sampai akhir. Dengan demikian, marilah kita -para Romo, Suster, Bruder dan keluarga-keluarga muda-, bersama-sama membangun Gereja kita di masa depan mulai dari sekarang. (Rm.