4 minute read
Handrianus Masri: “Tuhan Tidak Bosan Memanggil
TUHAN TIDAK BOSAN MEMANGGIL (BENAR MEMILIH, BUKAN ASAL PILIH, APALAGI SALAH PILIH)
ungguh merupakan sebuah anugerah yang tak terkira atas diri saya bahwasanya Tuhan memperkenankan saya mengambil bagian dalam misi-Nya mewartakan Kabar Gembira dengan cara istimewa; menjadi seorang imam Misionaris Xaverian. Ketika melihat kembali perjalanan panggilan saya sejak pertama kali tertarik menjadi imam hingga saat ini, saya tidak dapat memungkiri bahwa hanya karena Kasih Tuhanlah saya bisa teguh ‘berdiri’.
Advertisement
Sebelum melanjutkan, saya mau memperkenalkan diri. Nama saya Handrianus Masri (Rian), buah hati pertama dari pasangan Bapak Matheus Habat dan Ibu Maria Surya. Saya mempunyai dua saudara, Ephifanius Paloti dan Eugenius Besli. Saya berasal dari bumi nusantara bagian timur, tepatnya di Manggarai Timur, Flores.
Ketertarikan saya menjadi seorang imam bermula ketika saya aktif menjadi putera altar pada hampir setiap hari Minggu. Saat itu saya masih duduk di bangku kelas IV SD. Saya bersyukur juga karena saya dilahirkan dan dibesarkan dalam keluarga Katolik yang bersahaja. Kebiasaan hidup doa bersama dalam keluarga yang ditanamkan oleh kedua orang tua saya turut membantu menyemai bibit panggilan dalam hati saya. Keinginan saya menjadi imam dan ikut tes masuk SMP seminari sangat didukung oleh kedua orang tua dan guru-guru saya di SD. Saya mengikuti
tes masuk SMP seminari dan syukur kepada Tuhan saya lulus. Akan tetapi saya bertahan cuma satu tahun. Setelah meninggalkan seminari saya melanjutkan kelas 2 sampai kelas 3 di SMP Katolik. Keinginan untuk masuk kembali ke seminari saat itu sudah mulai pudar. Entahlah, Tuhan punya kehendak yang kadang hadir dengan cara sederhana dan tak diduga. Saya masih ingat persis, saya mengikuti tes masuk SMA seminari waktu itu hanyalah sebuah kebetulan. Kebetulan karena jatuh pada hari Senin yang mana mata pelajarannya sangat membosankan. Saya memilih ikut masuk tes masuk seminari daripada mengikuti les. Tak disangka saya lulus. Akan tetapi aral lagi-lagi menghadang di tahun kedua SMA seminari, saya keluar. Pengalaman keluar dari seminari untuk kali yang kedua ini toh tidak membuat saya
BIODATA
kapok atau mengubah haluan.
Sepertinya Tuhan tidak pernah bosan memanggil dan tidak peduli dengan kelemahan saya. Dia malah justru menguatkan hasrat hati saya dan tetap memanggil saya untuk menjadi pelayan-Nya.
Setelah tamat SMA, saya mengikuti animasi panggilan Serikat Xaverian, dan pertama kali bertemu dengan P. Ciroi Rodolfo, SX dan P. Rony Harum, SX (saat itu masih frater sedang belajar di Kamerun). Ketika saya mengutarakan niat saya untuk masuk kembali ke seminari, ibu saya sepertinya tidak menolak sedikit pun atas pilihan saya, tetapi ayah saya sedikit tidak setuju. Betul seperti kata orang ‘di mana ada kemauan di situ ada
jalan’. Ayah akhirnya mendengarkan
HANDRIANUS MASRI
01 Maret, 1988 Lahir di Lengko Elar, Manggarai Timur- Flores, Nusa Tenggara Timur. 1994-2000 Sekolah Dasar Katolik (SDK) Mano II, Manggarai Timur- Flores 2000-2003 SMP St. Fransiskus Xaverius, Ruteng – Manggarai 2003-2007 SMA Seminari Yohanes Paulus II dan SMAK St. Ignatius Loyola, Labuan Bajo- Manggarai Barat 2007-2008 Tunas Xaverian- Yogyakarta 2008-2010 Pranovisiat - Novisiat di Wisma Xaverian, Bintaro – Jakarta (Sambil menjalankan kerasulan di Sektor 8-Bintaro, Paroki Sta Maria ReginaBintaro, Paroki Sta. Maria-Tangerang dan Stasi Kampung Pulo-Cilandak) 2010-2014 Sekolah Tinggi Filsafat Driyarkara – Jakarta – Indonesia (Menjalankan kerasulan di Cilincing mengajar anak-anak SD di Poncol, Mendampingi BIR di paroki St. Andreas Kedoya, Mengajar di SMAN 45 Kelapa Gading-Jakarta Utara, Mendampingi para katekumen di BINUS dan UNTAR, dan Dialog Antar-agama di Abdurrahman Wahid Center, Universitas Indonesia-Depok. 2014-2015 Belajar Bahasa Inggris di komunitas Teologi Internasional SX di Manila
2015-2016
2016-2017
2017-2020 29 Juni 2019 01 Desember 2019 Studi Teologi (Tingkat I) di Loyola School of Theology (LST), Ateneo de Manila University-Philippines Menjalakan masa Pastoral di St. Francis Xavier Parish- Maligaya, Quezon City, Manila. Melanjutkan Studi Teologi di LST (tingkat II-IV) Kaul kekal di Paroki St. Francis Xavier-Maligaya, Quezon City Ditahbiskan Diakon di gereja Paroki St. Francis Xavier, Maligaya-Quezon City.
keinginan hati saya. Saat itu saya cukup yakin bahwa Tuhan yang memilih untuk memanggil saya, saya hanya menjawab panggilan-Nya. Setelah mengikuti tes, saya akhirnya diterima sebagai calon Misionaris Xaverian.
Perjalanan panggilan saya mungkin terbilang unik dan tak biasa. Setelah tamat SD saya masuk seminari, cuma bertahan 1 tahun lalu keluar pindah ke SMP Katolik, masuk lagi SMA seminari dan hanya bertahan 2 tahun, namun setelahnya keluar lagi.
Semua ini bagian dari lika-liku jawaban “YA” saya kepada Tuhan. Bukan karena saya ‘gemar’ atau punya ‘hobi’ masuk dan keluar seminari. Pengalamanpengalaman itu justru mendewasakan saya untuk benar memilih, bukan asal pilih apalagi salah pilih. Pengalaman itu membuat saya sedikit demi sedikit memahami arti jawaban atas panggilan hidup yang Tuhan percayakan.
SX menjadi tambatan hati saya yang terakhir. Perjalanan masa pendidikan menjadi saat-saat yang penuh rahmat. Saya dibentuk “seperti tanah liat di tangan tukang periuk” (Yer. 18:61). Saya mengalami kehadiran Tuhan yang nyata lewat kehadiran para formator,
komunitas, para frater dan sahabat yang dengan caranya masing-masing turut membantu membentuk saya. Saya juga bangga menjadi seorang Xaverian yang punya kekhasan dan berbeda dari yang lain. Tentu saja ini terletak pada unsur kekeluargaan yang berpanjikan moto “menjadikan dunia satu keluarga” dan misi “mewartakankan Kristus kepada orang yang belum mengenal Kristus” yang menjadi warisan St. Guido Conforti pendiri Serikat Xaverian.
Akhirnya, moto hidup dari almarhum P. Aniceto Morini, SX selalu saya simpan dalam hati dan coba hidupi dalam perjalanan panggian saya: “Donec Formetur Christus in me, sampai Kristus terbentuk dalam diri saya (bdk. Gal 4:19). Ini menandakan perjalanan iman dan panggilan saya akan selalu berada dalam proses pencarian. Satu keyakinan saya, saya tidak berjalan sendiri. Terima kasih untuk semua pihak yang dengan caranya masing-masing telah dan akan selalu mengambil bagian dalam perjalanan panggilan saya sebagai seorang imam Misionaris Xaverian. Terima Kasih.