2 minute read
2.4. Umat Pilihan Allah
manusia lalu ditempatkan di kuil, dan dari pohon yang sama sebagian kayu dibakar untuk memanaskan diri dan membakar roti dan daging yang mereka makan. Jadi, ilah yang mereka sembah di dalam kuil itu dibuat oleh manusia (sama seperti yang menyembahnya) dari kayu (sama seperti yang mereka gunakan untuk membakar roti dan daging). Jelas bahwa dewa-dewi itu hanyalah benda mati yang tidak memiliki kemampuan apa pun. Sebaliknya, YHWH, Allah Israel, adalah Allah yang hidup dan berkuasa. Dia adalah satu-satu Allah, dan tidak ada yang lain. YHWH menjadikan langit dan bumi dan menciptakan manusia (Yes. 45:12). Karena itu, Dia berkuasa atas semua manusia dan perjalanan sejarah manusia di atas bumi. Lebih lanjut nabi menyampaikan secara panjang lebar bagaimana Allah sedang bekerja menggerakkan sejarah. Ia sedang menggerakkan Koresh, raja Persia, untuk membebaskan orang Israel dari pembuangan Babel. Ia menyertai Koresh untuk menaklukkan bangsa-bangsa, termasuk Babel, sehingga semuanya tunduk kepada raja Persia itu. Dengan kata lain, YHWH yang Mahakuasa itu menggunakan Koresh untuk melakukan kehendak-Nya, yaitu membawa orang Israel kembali ke tanah air mereka dan mendirikan kembali Bait Allah (Yes. 44:28).
2.4. Umat Pilihan Allah
Advertisement
Pemahaman tentang Allah yang diterima oleh orang Israel di tanah pembuangan ini membuat mereka sadar akan identitas mereka. Mereka adalah Umat yang percaya kepada YHWH, satu-satunya Allah. Kesadaran akan identitas mereka inilah yang menyatukan kaum buangan dan dengan berbagai cara menegaskan bahwa mereka tidak seperti bangsa-bangsa lain yang ada di sekitar mereka. Para imam yang bertindak sebagai pemimpin umat harus berjuang keras untuk mempertahankan identitas Bangsa Israel. Mereka tidak menginginkan kepercayaan dan identitas mereka sebagai umat Allah hilang karena percampuran dengan bangsa-bangsa lain. Paling tidak ada dua hal yang dilakukan oleh para pemimpin umat Allah itu untuk menjaga kepercayaan dan identitas mereka di tengah bangsa-bangsa lain: 1.
Menciptakan menggantikan praktik-praktik
keagamaan yang baru untuk praktik ibadah yang tidak dapat mereka kerjakan lagi. Misalnya, upacara kurban digantikan dengan ibadah
2. kelompok (sinagoga): umat berkumpul untuk berdoa dan membaca Kitab Suci.
Memberikan arti baru pada praktik keagamaan yang sudah ada.
Hari Sabat dan sunat, yang sudah menjadi kebiasaan di antara orang Yahudi, diangkat menjadi tanda yang memberikan ciri khas kepada anggota umat pilihan Allah. Pembuangan yang dialami oleh Umat Israel juga merintis jalan baru menuju pandangan yang lebih rohani mengenai kehadiran Allah. Pengalaman pembuangan itu membuat Umat Israel percaya bahwa Allah tidak terikat pada tempat tertentu. Bait Allah telah dihancurkan dan Tabut Perjanjian telah lenyap. Kehadiran YHWH tak dapat lagi dikaitkan dengan bangunan dan barang jasmani itu. Bait Allah tempat tabut itu disimpan bukanlah tempat mereka ‘mempunyai’ Allah, melainkan tempat Allah berkenan menyatakan diri dan bertemu dengan mereka (bdk. Kel. 33:9-11; Bil. 11:25; 12:5-10). Di tanah pembuangan itu mereka justru menyadari bahwa Allah hadir dalam umat yang bersekutu dan beribadah kepada-Nya. Keyakinan akan kehadiran Allah ini berkaitan erat dengan sinagoga. Kata “sinagoga” mempunyai dua arti: 1). bangunan tempat ibadah orang Yahudi dan 2). persekutuan orang-orang Yahudi yang berkumpul di tempat itu. Setelah Bait Allah dibangun kembali (pada masa sesudah Pembuangan), Bait Allah dan sinagoga menjadi tempat ibadah mereka. Sinagoga tidak menggantikan Bait Allah. Rumah Allah hanya ada satu di Yerusalem dan hanya di tempat ini orang dapat mempersembahkan kurban kepada Allah. Selama sekitar 50 tahun orang Yehuda tinggal di pembuangan. Identitas mereka sebagai warga sebuah kerajaan telah sirna, tetapi mereka tetap mempertahankan identitas mereka sebagai umat YHWH.