7 minute read
5.1. Allah Adalah Kasih (1Yoh. 4:7 21
4. Tuhan. Tetapi, Tuhan justru mengutus kita yang berdosa ini untuk mengajak sesama percaya kepada Tuhan.
Persekutuan Orang Beriman (Kis. 2:37-47).
Advertisement
Melalui perikop ini kita akan diajak untuk menyadari bahwa kita adalah orang yang telah dibaptis dan masuk dalam persekutuan orang yang percaya kepada Yesus. Kita akan melihat apa yang harus kita lakukan sebagai anggota persekutuan ini.
5.1. Allah Adalah Kasih (1Yoh. 4:7-21)
Allah adalah Kasih. Inilah kebenaran utama mengenai Allah yang terdapat dalam Alkitab. Ajaran mengenai Allah inilah yang menjadi dasar dari semua ajaran lain yang terkandung di dalam Alkitab. Ada banyak perikop yang menyampaikan ajaran tentang Allah yang mengasihi manusia, tetapi dalam Pertemuan I ini kita akan membaca salah satu di antaranya, yaitu 1Yohanes 4:7-21. Dalam perikop ini Yohanes menyampaikan ajakan untuk saling mengasihi dan dasar dari ajakan ini, yaitu Allah adalah kasih (ay. 7-12). Selanjutnya ia menyatakan bahwa orang yang percaya akan kasih Allah bersatu
dengan Dia (ay. 13-16). Akhirnya, ia menyatakan bahwa
kasih Allah sempurna di dalam kita jika kita berani percaya pada hari penghakiman (ay. 17-21).
Yohanes
mengajak para pembaca untuk saling mengasihi. Kasih itu bukan soal kata, melainkan soal perbuatan (1Yoh. 3:18). Orang yang mengasihi memiliki dua ciri: 1). menghendaki orang yang dikasihinya berbahagia dan 2). berani berkurban demi kebahagiaan orang yang dikasihinya. Kasih itu tampak dalam diri orang Samaria yang baik hati yang menolong orang telah dirampok itu. Ia mengasihi korban perampokan itu dengan menolongnya. Ia hanya mengharapkan agar orang itu bisa sehat kembali. Ia rela mengurbankan banyak hal yang dimilikinya supaya keadaan orang itu bisa pulih. Kasih menjadi tanda apakah seseorang mengenal Allah atau tidak. Setiap orang yang mengasihi, lahir dari Allah dan mengenal Allah tetapi siapa yang tidak mengasihi, ia tidak mengenal Allah. Karena, Allah adalah kasih dan setiap orang yang mengasihi ambil bagian dalam kasih Allah. Apa sebenarnya maksud pernyataan bahwa Allah adalah kasih?
Allah tidak hanya mengasihi atau memiliki kasih, tetapi Ia sendiri adalah kasih. Segala aktivitas Allah adalah laku kasih dan Ia menyatakan diri dalam kasih kepada manusia. Kemudian Yohanes menyatakan bagaimana Allah menyatakan kasihNya kepada manusia. Bukan kita yang telah mengasihi Allah, tetapi Allah yang telah mengasihi kita. Kasih Allah dinyatakan kepada manusia dengan mengutus anak tunggal-Nya ke dunia “supaya kita hidup oleh-Nya.” Besarnya kasih Allah itu ditekankan dengan menyatakan bahwa Ia menyerahkan anak tunggal-Nya demi manusia (bdk. Yoh. 3:16-17). Allah menghendaki kita berbahagia, yaitu supaya kita hidup. Hidup yang dimaksudkan di sini bukanlah hidup duniawi, melainkan kehidupan kekal di surga. Tuhan Yesus menggambarkan kehidupan surgawi itu sebagai sebuah kerajaan, yang seringkali disebut Kerajaan Surga atau Kerajaan Allah. Di dalamnya manusia akan menikmati kebahagiaan abadi bersama Allah, yang tiada tara. Kebahagiaan itu datang dari Allah yang hadir di tengah mereka. Hidup dalam surga adalah hidup dalam persekutuan kasih yang sempurna dengan Allah. Kebahagiaan itu adalah kebahagiaan yang tertinggi karena di dalamnya manusia akan melihat Allah yang menciptakan dan mengasihinya. Kehidupan surgawi berarti “hidup bersama dengan Kristus” (bdk. Yoh. 17:3; Flp. 1:23; 1Tes. 4:17; KGK 1025) dan mengambil bagian dalam kemuliaan-Nya. Allah menghendaki manusia berbahagia bersama Dia di surga. Tetapi, dosa menghalangi manusia untuk bersatu dengan Allah. Dosa membuat mereka tidak layak untuk bersatu dengan Allah yang kudus di dalam kehidupan surgawi. Allah “berani berkurban” supaya manusia menikmati kebahagiaan surgawi itu, yaitu dengan mengutus Putra-Nya untuk menyelamatkan mereka dari kekuasaan dosa. Untuk memahami hal ini, kita perlu melihat Upacara Pendamaian yang dilakukan untuk menghapus dosa Umat Israel (Im. 16). Dalam upacara ini Imam Besar memercikkan darah binatang kurban itu pada Tutup Pendamaian (tutup Tabut Perjanjian). Ia juga mempersembahkan lembu jantan dan domba jantan sebagai kurban untuk menghapus dosa para imam dan dosa seluruh umat. Dengan cara demikian, dosa imam dan umat dihapuskan dan semuanya didamaikan kembali dengan Allah. Gereja melihat bahwa semua ini adalah kiasan dari kurban yang
dipersembahkan oleh Kristus di kayu salib untuk menghapus dosa manusia. Di kayu salib Kristus bertindak sebagai Imam Besar yang mencurahkan darah-Nya sendiri mempersembahkan diri-Nya sebagai
kurban untuk menghapus dosa semua
manusia (Ibr. 9:13-14,25-28). Karena dosanya telah dihapus dan ia sendiri telah didamaikan dengan Allah, manusia dipandang layak untuk tinggal bersama dengan Allah di surga. Selanjutnya, Yohanes mengingatkan, “… jikalau Allah sedemikian mengasihi kita, maka haruslah kita juga saling mengasihi.” Kesadaran dan sukacita yang kita alami karena Allah telah mengasihi kita akan mendorong kita untuk mengasihi sesama. Jika para anggota Jemaat saling mengasihi, Allah hadir dalam diri mereka. Hal ini tidak berarti bahwa Allah tinggal dalam diri kita karena kita saling mengasihi, tetapi kita saling mengasihi karena Allah tinggal dalam kita. Allah memang tidak tampak, tetapi kehadiran-Nya dapat dialami. Kita mengalami kehadiran-Nya ketika kita saling mengasihi. Kasih kepada sesama, bukan kasih kepada Allah, yang menjadi bukti bahwa Allah tinggal dalam diri kita. Allah tersembunyi, namun dalam diri orang yang percaya Ia hadir dan berkarya.
Allah telah mencurahkan Roh Kudus kepada kita untuk terus membawa kesaksian akan kehadiran Allah dalam hidup kita. Dengan Roh yang telah dikaruniakan Allah, kita dapat mengetahui bahwa Allah tinggal di dalam kita (1Yoh. 3:24). Sementara terus berdoa dan berjalan dalam Roh Kudus, kita memiliki jaminan bahwa kita berada dalam Allah dan Allah di dalam kita. Pernyataan “kita berada di dalam Allah dan Dia di dalam kita” mengungkapkan persatuan kita dengan Allah. Orang yang bersatu dengan Allah memandang segala sesuatu menurut pandangan Allah. Ia berkata dan bertindak semata-mata menurut kehendak Allah karena Ia menguasai seluruh hidupnya. Ia tidak berkata atau bertindak menurut keinginannya sendiri tetapi selalu menyesuaikannya dengan kehendak Allah. Pencurahan Roh Kudus (ay. 13) itu akan mendorong orang untuk memberi kesaksian tentang apa yang telah dilakukan Allah Bapa lewat anak-Nya, yang telah diutus sebagai penyelamat dunia. Alasan pengutusan itu adalah untuk membebaskan manusia dari dosa dan
kematian. Semua manusia telah berdosa dan dosa mereka telah memisahkan mereka dari Allah. Yesus mati demi dosa seluruh umat manusia. Berkat Kristus manusia dapat selamat dan menerima hidup baru dari Allah. Tindakan Allah ini mengungkapkan betapa besarnya kasih Allah kepada manusia. Allah tinggal dalam diri orang-orang yang percaya bahwa Yesus adalah anak Allah, bahwa Allah telah mengutus-Nya datang ke dunia untuk menyelamatkan umat manusia. Bila orang percaya pada Tuhan Yesus mereka akan menerima hidup baru, yakni hidup dalam Allah. Mereka yang percaya pada Kristus dan pada kasih Allah akan memberikan kesaksian tentang kehadiran Kristus di dalam dunia dan mewartakanNya sebagai penyelamat dunia. Hidup dan kata kita akan membawa kesaksian tentang inkarnasi Yesus, karena hidup dan kasih-Nya akan dinyatakan lewat kita. Ketika kita berbicara, kita mengungkapkan kebijaksanaan Kristus, ketika kita bertindak kita mengungkapkan ketaatan pada bimbingan-Nya. Kita percaya bahwa kasih Allah itu nyata dan kita dapat menyerahkan diri pada kasih Allah itu. Kita mengetahui bahwa Allah mengasihi kita dan kasih-Nya tak pernah pudar. Ia mengasihi kita tidak secara umum, tetapi secara personal. Allah mengasihi setiap orang dan masingmasing sama berharganya di hadapan-Nya. Sekali lagi dinyatakan bahwa Allah adalah kasih (lihat ay. 8). Segala yang dilakukannya adalah laku kasih. Konsekuensinya, setiap orang yang tetap berada dalam kasih, yakni hidup dalam semangat kasih, “tetap berada dalam Allah dan Allah di dalam dia.” Allah yang tinggal dalam dirinya membuatnya sanggup mengasihi sesamanya. Ia akan mengasihi sesamanya seperti Allah sendiri telah mengasihinya dan mengasihi setiap orang.
Kasih Allah akan menjadi sempurna di dalam diri kita kalau
kita mempunyai keberanian untuk percaya pada hari penghakiman. Kalau memang kita sudah merasa dikasihi oleh Allah dan telah mengasihi sesama dalam kehidupan kita, kita tidak takut untuk menghadap pengadilan Allah. Kita siap untuk “dinilai” oleh Allah karena semua yang dilakukannya di dunia dilakukan karena ia mengasihi Allah. Pertemuan dengan Allah dalam penghakiman itu tidak membuatnya takut karena pada saat itulah Allah akan menyatakan bahwa dia adalah
orang yang benar di hadapan-Nya. Orang takut menghadapi pengadilan Allah bila ia tidak mengasihi Allah, yang berkuasa untuk menjatuhkan hukuman kepadanya. MewartaJelas bahwa “bukan kita yang telah mengasihi Allah, tetapi Allah yang telah mengasihi kita.” Allah tidak menunggu manusia mengasihi diri-Nya dan baru kemudian Ia mau mengasihi mereka. Kasih Allah kepada manusia sama sekali bukan balasan atau imbalan atas kasih manusia kepada Allah, tetapi kasih manusia merupakan tanggapan atas kasih Allah yang tak terbatas dan abadi. Tanggapan ini hanya mungkin diberikan bila manusia mengerti bahwa Allah telah mengasihinya dengan kasih yang sedemikian besar. Kita mengasihi sesama karena Allah sudah lebih dahulu mengasihi kita. Jika orang mengatakan bahwa ia mengasihi Allah tetapi membenci saudaranya, ia berdusta karena tidak mungkin mencintai Allah yang tidak kelihatan tanpa mencintai sesama yang kelihatan (ay. 20). Siapa yang mengasihi Allah, ia harus juga mengasihi saudaranya (ay. 21).
Perikop ini menyampaikan kabar baik bagi manusia, yang menyangkut kebenaran mengenai Allah, yaitu siapa Dia sesungguhnya. Dia adalah
Allah yang mengasihi manusia.
Kesadaran akan kebenaran mengenai Allah ini membuat orang beriman sadar akan identitasnya di hadapan Allah. Orang beriman adalah orang-orang yang menyadari bahwa mereka dikasihi oleh Allah. Pengenalan diri dalam hubungannya dengan Allah ini akan mendatangkan kegembiraan. Pengenalan akan identitas di hadapan Allah yang diwarnai dengan kegembiraan ini akan menggerakkan orang untuk melakukan kehendak Allah, yaitu mengasihi sesama.
Allah adalah Kasih
Allah adalah kasih.
Terdorong oleh kasih-Nya, Allah menghendaki manusia berbahagia bersama Dia di surga. Tetapi, dosa menghalangi manusia untuk bersatu dengan Allah. Dosa membuat mereka tidak layak untuk bersatu dengan Allah yang kudus di dalam kehidupan surgawi. Allah “berani berkurban” supaya manusia menikmati kebahagiaan surgawi itu, yaitu dengan mengutus Putra-Nya untuk