Harapan di Tengah Badai

Page 1

H arapan di tengah Badai

Leslie Leyland Fields

pengantar

Harapan di Tengah Badai

Selamatkanlah aku, ya Allah, sebab air telah naik sampai ke leherku! Aku tenggelam ke dalam rawa yang dalam, tidak ada tempat bertumpu; aku telah terperosok ke air yang dalam, gelombang pasang menghanyutkan aku. Lesu aku karena berseru-seru. (MAZMUR 69:2-4)

Sayasudah sering mengalami badai di perairan Alaska, tetapi ada satu badai luar biasa, yang membuat saya yakin akan mati. Waktu itu bulan September, ketika badai sering tiba-tiba mengamuk. Kami bertiga—suami, ayah mertua, dan saya— menumpang kapal cepat berukuran panjang 7 meter lebih. Setelah musim yang panjang untuk menangkap ikan berakhir, kami bermaksud menempuh perjalanan lebih dari 160 kilometer untuk pulang ke rumah. Walaupun kami sudah menunggu sampai pagi yang tenang untuk pulang, langit tiba-tiba berubah gelap dua puluh menit setelah kami berangkat. Ombak yang sangat besar menggunung dan menggulung di sekitar kapal kecil kami. Angin menderu-deru di telinga kami.

1

K emudian, salah satu mesin kapal kami mogok. Terombang-ambing dalam gemuruh laut, kapal kami kemasukan air setiap kali ombak besar menerjang. Sementara kapal semakin tenggelam, kami buruburu mengenakan baju pelampung. Saya ketakutan, karena sadar bahwa kami semua bisa mati. Kapal kami yang lumpuh sempat berjuang melawan lautan yang mengamuk selama tiga jam, hingga kami hanyut ke dalam sebuah teluk dan disambut oleh seorang pria lansia yang menampung kami di rumahnya.

K itab-kitab Injil bercerita tentang dua badai ganas di Danau Galilea yang membuat para murid ketakutan setengah mati. Dalam kedua peristiwa tersebut, di tengah badai, perasaan mereka campur aduk, seperti yang juga saya alami di tengah badai tadi. Yesus menyertai mereka, tetapi kehadiran-Nya tidak serta-merta mengakhiri bahaya. Mereka sangat membutuhkan perlindungan dari-Nya, tetapi tidak yakin akan kasih-Nya. Pergulatan batin yang timbul bahkan lebih menyesakkan daripada badai itu sendiri.

B adai pasti datang menerpa semua orang, bukan para penjala ikan saja. Kita semua pasti pernah mengalami pergumulan dan ujian sepanjang hidup kita. Adakalanya kita merasa seolah-olah tidak pernah berhenti diuji. Mungkin sekarang ini Anda sedang mengalaminya—berjuang menghadapi sakit-penyakit, ancaman perceraian, masalah keuangan, konflik dengan anak, hingga krisis iman. Namun bertahanlah, karena Yesus sanggup menghadirkan pengharapan sejati dan kabar baik di tengah badai dahsyat yang menerjang hidup Anda.

2 HARAPAN DI

isi

Allah tidak meminta kita berjalan di atas air

Meski tampak “tidur”, Yesus tetap menyertai

menunda untuk berseru kepada Yesus

Tidak ada badai yang kebetulan

Kita dimampukan Allah untuk mengasihi dan mengampuni

tenggelam, kita tetap aman

EDITOR: Monica Brands, Tim Gustafson, J.R. Hudberg, Peggy Willison

GAMBAR SAMPUL: © Shutterstock.com / Bruno Ismael Silva Alves

PERANCANG: Steve Gier

PENERJEMAH: Arvin Saputra

EDITOR TERJEMAHAN: Monica Dwi Chresnayani

PENYELARAS BAHASA: Dwiyanto Fadjaray

PENATA LETAK: Mary Chang

GAMBAR ISI: (hlm.1) © Shutterstock.com / Bruno Ismael Silva Alves; (hlm.5) Smokedsalmon via Shutterstock.com; (hlm.11) Terry Bidgood; (hlm.15) US Army photo by Sgt. 1st Class Andrew Porch (Public Domain); (hlm.19) Andrejs Polivanovsvia Shutterstock.com; (hlm.23) Patricia Alexandre via Pixabay.com; (hlm.27) Majaranda via Pixabay.com

Kutipan ayat diambil dari teks Alkitab Terjemahan Baru Indonesia, LAI © 1974

© 2022 Our Daily Bread Ministries, Grand Rapids, MI

Hak Cipta dilindungi Undang-Undang. Dicetak di Indonesia.

Indonesian Discovery Series “Clinging to Hope in the Storm”

daftar
satu
.............. 5 dua
........... 11 tiga Jangan
....... 15 empat
..................................... 19 lima
.................................................................... 23 enam Sekalipun
....................... 27

satu Allah tidak meminta kita berjalan di atas air

Kira-kira jam tiga malam datanglah Yesus kepada mereka berjalan di atas air. Ketika murid-murid-Nya melihat Dia berjalan di atas air, mereka terkejut dan berseru: “Itu hantu!”, lalu berteriakteriak karena takut. Tetapi segera Yesus berkata kepada mereka: “Tenanglah! Aku ini, jangan takut!”

Lalu Petrus berseru dan menjawab Dia: “Tuhan, apabila Engkau itu, suruhlah aku datang kepada-Mu berjalan di atas air.” Kata Yesus: “Datanglah!” Maka Petrus turun dari perahu dan berjalan di atas air mendapatkan Yesus. (MATIUS 14:25-29)

Malam

itu memang gelap dan berangin kencang. Sudah barang tentu para murid cemas. Bisakah kita sampai di seberang? Sudah sembilan jam mereka mendayung, sebagian besar dilakukan dalam kegelapan. Mereka pasti ingin pulang kepada keluarga dan tempat tidur mereka, tetapi hanya bermodalkan lengan dan dayung melawan angin dan ombak yang menggelora, perahu mereka sama sekali tidak mampu bergerak maju.

5

Namun, mereka juga tidak mungkin menyerah. Berhenti mendayung berarti membiarkan perahu terombang-ambing oleh ombak, yang pada akhirnya akan menenggelamkan mereka. Akan tetapi, mereka tidak lagi punya kekuatan. Pelaut paling berani sekalipun bisa tenggelam pada malam seperti itu.

L alu, Injil Matius menceritakan bahwa dari dalam badai muncullah seseorang, berjalan di atas air ke arah mereka. Ataukah itu hantu? Nyali para murid yang sudah ketakutan setengah mati itu semakin ciut saja. Namun, tentu saja, itu Yesus. Dia berseru dan menyatakan diriNya untuk menenangkan mereka. Lalu, terjadilah hal yang tidak terduga. Petrus melakukan sesuatu yang tidak pernah terpikirkan: ia minta berjalan di atas air juga seperti Yesus. Setelah dipersilakan, ia turun dari perahunya ke dalam ombak yang mengamuk. Petrus ingin meniru Yesus dalam aksi ajaib tersebut. Namun, ia tidak bisa melakukannya. Kisah dalam Matius berakhir begini:

Tetapi ketika dirasanya tiupan angin, takutlah ia dan mulai tenggelam lalu berteriak: “Tuhan, tolonglah aku!” Segera Yesus mengulurkan tangan-Nya, memegang dia dan berkata: “Hai orang yang kurang percaya, mengapa engkau bimbang?” Lalu mereka naik ke perahu dan anginpun redalah. (14:30-32)

Kitab-kitab Injil mencatat dua peristiwa terpisah tentang Yesus meredakan angin kencang di laut. Secara kronologis, ini adalah kejadian kedua. Catatan paralel tentang kisah ini terdapat dalam Matius 14:24-33, juga dalam Markus 6:47-52 dan Yohanes 6:17-21.

K ita sering memandang turunnya Petrus ke air sebagai teladan iman yang hebat. Toh ia sempat berjalan di atas air!

6 HARAPAN

Namun, mungkin kita melewatkan gambaran yang lebih besar. Yesus justru menegur Petrus karena imannya yang kurang. Jadi, mengapa kita memandang peristiwa ini sebagai teladan iman?

Yesus sudah meyakinkan para murid yang ketakutan itu dengan setiap pernyataan-Nya di tengah badai: “Tenanglah! Aku ini, jangan takut!” Petrus meminta bukti. Barangkali murid-murid lainnya terlalu ketakutan untuk berkata-kata, tetapi Kitab Suci mencatat bahwa Petrus sendirilah yang meminta Yesus untuk membuktikan pernyataan-Nya. “Kalau Engkau memang Yesus, suruhlah saya datang berjalan di atas air.” (ay.28 bis, penekanan ditambahkan).

Bukan Yesus yang mengajak Petrus turun dari kapal. Bukan Kristus juga yang memintanya berjalan di atas air. Begitu Petrus meminta, memang, Yesus memberikan izin— dan kuasa. Namun, Yesus meminta Petrus dan murid-murid yang lain untuk melakukan sesuatu yang lebih tenang dan tidak begitu dramatis: Dia meminta mereka meneguhkan hati. Dia meminta mereka untuk percaya saja, bahwa Dia sungguh-sungguh hadir menyertai mereka. Dia meminta mereka untuk tidak takut.

Yesus sedang mengajak mereka untuk percaya dan meyakini kuasa serta kehadiran-Nya, bahkan di tengah angin yang menderu-deru, ombak yang bergelora, dan segala hal yang tidak mereka ketahui—tetapi mereka justru menyangka Dia hantu. Yesus ingin kedua belas murid— dan kita—mengetahui bahwa Allah kita yang Mahakuasa,

Allah tidak meminta kita berjalan di atas air

7
Dia ingin kehadiran-Nya menghibur dan meredakan ketakutan kita.

Mahakasih, jauh lebih besar daripada badai apa pun yang kita alami. Dia ingin kehadiran-Nya menghibur dan meredakan ketakutan kita. Dia menghendaki kita tahu bahwa tidak ada satu hal pun—baik angin, ombak, badai maupun ketakutan—yang sanggup menghentikan Dia datang kepada kita.

Dalam Yesaya 43, Allah memfirmankan kata-kata penghiburan yang serupa kepada umat-Nya: “Apabila engkau menyeberang melalui air, A ku akan menyertai engkau, atau melalui sungai-sungai, engkau tidak akan dihanyutkan; apabila engkau berjalan melalui api, engkau tidak akan dihanguskan, d an nyala api tidak akan membakar engkau.

Sebab Akulah Tuhan, Allahmu, Yang Mahakudus, A llah Israel, Juruselamatmu.” (ay.2-3)

Dalam kelelahan dan kebingungan mereka berjuang melawan angin dan ombak dahsyat, para murid tidak mengenali Yesus. Ketika Dia mendekati mereka, yang mereka lihat hanyalah ancaman berikutnya terhadap keselamatan mereka.

B arangkali keadaan yang Anda hadapi saat ini telah menggiring Anda kepada respons yang sama: “Ya ampun, apa lagi yang terjadi?” Ingatlah, Yesus berkuasa atas angin dan ombak. Dia berjalan melintasi air yang mengancam akan menenggelamkan kita. Dia berjalan melewati terpaan angin yang dapat menjungkirbalikkan kita. Dari dalam perahu Anda, dengarkanlah suara yang berseru, “Teguhkanlah hatimu.” Yesus mendekat dari dalam kegelapan, dan berkata, “Ini Aku.” Yesus berjalan di atas ombak, dan menenangkan Anda, “Jangan takut.”

Jangan takut.

8 HARAPAN DI TENGAH BADAI

Renungkan

1. Di manakah dapat Anda temukan contoh-contoh lain dalam Kitab Suci yang mencatat Allah mengucapkan perkataan yang sama, “Jangan takut”?

2. Apakah ketakutan Anda yang terbesar sekarang ini?

3. Cobalah ingat-ingat dan sebutkan pengalaman Anda diluputkan dan diselamatkan oleh Tuhan Yesus di masa lalu.

Allah tidak meminta kita berjalan di atas air

9

dua

Meski tampak “tidur”, Yesus tetap menyertai

Sebelum

Yesus berjalan di atas air, ada peristiwa lain yang pernah terjadi di Danau Galilea—badai yang mengerikan sekaligus menggetarkan. Berikut adalah bagian tersulit dari kisah dalam Markus 4: “Lalu mengamuklah taufan yang sangat dahsyat dan ombak menyembur masuk ke dalam perahu, sehingga perahu itu mulai penuh dengan air. Pada waktu itu Yesus sedang tidur di buritan di sebuah tilam .” (ay.37-38, penekanan ditambahkan). Pa ra murid yakin mereka akan ditenggelamkan “taufan yang sangat dahsyat” itu, tetapi Yesus malah tidur?

11

Pernahkah Anda bertanya-tanya tentang hal itu? Para murid pasti sangat kebingungan. Seberapa lelahkah Dia? Tidakkah Dia tahu apa yang sedang terjadi?

Adakalnya kita merasa Yesus “tidur” selama badai kencang mengamuk dalam hidup kita, apalagi ketika hal itu terus berlangsung hingga bertahun-tahun. Bagaimana kita dapat memahaminya?

Dari kedua kisah tentang Kristus meredakan angin kencang di Danau Galilea, yang satu ini lebih dahulu terjadi. Selain terdapat dalam Markus 4:35-41, kisah ini secara paralel dicatat dalam Matius 8:18,23-27 dan Lukas 8:22-25.

Di sini kita mempelajari kebenaran berharga yang tidak boleh kita lewatkan. Memang, Yesus itu sepenuhnya Allah. Hari itu, sebelum mereka menyeberangi danau, Yesus seharian penuh mengajarkan firman Allah kepada kerumunan orang yang sangat besar. Namun, Yesus juga sepenuhnya manusia. Energi-Nya terkuras setelah melayani ribuan orang yang berkumpul untuk mendengarkan-Nya. Dia tidur dalam perahu yang sedang terombang-ambing itu sebab seluruh kekuatan-Nya telah terkuras. Yesus datang sebagai salah seorang dari kita! Dia menjadi manusia, darah dan daging seperti kita, dan hidup dalam kondisi yang sama seperti yang kita jalani. Dia bisa lapar, haus, dan kelelahan. Secara harfiah, Yesus benar-benar seperahu dengan kita. Dia mengenal kita, dan memahami kelemahan fisik kita, betapa terbatasnya tubuh dan jiwa kita. M alam itu, saat menyeberangi danau, Yesus “seperahu” dengan kedua belas orang yang ketakutan tersebut. Ketika akhirnya murid-murid membangunkan Yesus dan mempertanyakan kepedulian-Nya, Dia menanggapi dengan mempertanyakan iman mereka. Mengapa Yesus menegur

12 HARAPAN DI TENGAH

mereka karena kurang beriman? Sebab Yesus menyertai mereka. Dia tidak meninggalkan perahu mereka. Dia juga tidak akan meninggalkan Anda. Sekali-kali tidak. S alah seorang murid-Nya, yang lebih sering dipenjara, dipukuli, dan dianiaya daripada murid-murid yang lain, tahu tentang hal ini. Sekalipun harus mengalami penderitaan yang terberat, Paulus tahu bahwa Yesus selalu menyertainya, dan Yesus sepenuhnya mengasihi dirinya. Ia menulis:

Siapakah yang akan memisahkan kita dari kasih Kristus? Penindasan atau kesesakan atau penganiayaan, atau kelaparan atau ketelanjangan, atau bahaya, atau pedang?

Tetapi dalam semuanya itu kita lebih dari pada orangorang yang menang, oleh Dia yang telah mengasihi kita. Sebab aku yakin, bahwa baik maut, maupun hidup, baik malaikat-malaikat, maupun pemerintah-pemerintah, baik yang ada sekarang, maupun yang akan datang, atau kuasa-kuasa, baik yang di atas, maupun yang di bawah, ataupun sesuatu makhluk lain, tidak akan dapat memisahkan kita dari kasih Allah, yang ada dalam Kristus Yesus, Tuhan kita. (Roma 8:35,37-39)

Kesadaran bahwa Yesus menyertai kita akan menguatkan iman kita, dan iman itu menuntun kita kepada damai sejahtera. Badai apa pun yang sedang Anda alami sekarang, yakinlah bahwa Yesus menyertai Anda di dalamnya. Tidak ada yang dapat memisahkan kehadiran dan kasih-Nya dari Anda.

eski tampak “tidur”, Yesus tetap menyertai

13M

Renungkan

1. Yesus membandingkan diri-Nya dengan Nabi Yunus, yang juga mengalami badai dahsyat di tengah laut (baca matius 12:38-41). Bagaimana kisah Yunus itu menggemakan kebenaran dari peristiwa badai yang dialami para murid dan juga kebenaran yang diyakini Rasul Paulus di atas?

2. Kapan Yesus terasa paling dekat dengan Anda? Kapan pula Dia terasa paling jauh?

3. Tidak ada yang “dapat memisahkan kita dari kasih Allah,” kata Paulus. Namun, adakalanya kita merasa seperti terpisah dari kasih-Nya. Apa saja cara konkret untuk tetap berakar dalam kasih Allah, bagaimanapun keadaan Anda?

14 HARAPAN DI TENGAH BADAI

tiga

Jangan menunda untuk berseru kepada Yesus

Lalu mengamuklah taufan yang sangat dahsyat dan ombak menyembur masuk ke dalam perahu, sehingga perahu itu mulai penuh dengan air. Pada waktu itu Yesus sedang tidur di buritan di sebuah tilam. Maka murid-murid-Nya membangunkan Dia dan berkata kepada-Nya: “Guru, Engkau tidak perduli kalau kita binasa?” Iapun bangun, menghardik angin itu dan berkata kepada danau itu: “Diam! Tenanglah!” Lalu angin itu reda dan danau itu menjadi teduh sekali. (MARKUS 4:37-39)

Kedua

belas murid yang ketakutan itu berusaha sendiri melawan badai tersebut. Yang mereka punyai untuk melawan laut yang berombak hanyalah lengan dan dayung. Mereka tidak membangunkan Yesus ketika ombaknya semakin tinggi. Mereka tidak membangunkan Dia ketika airnya menutupi mata kaki mereka di dalam perahu. Mereka menunda hingga mereka merasa akan tenggelam, baru mereka membangunkan Yesus. Ini

15

tideak mengherankan, karena mereka mengira bisa menyelamatkan diri mereka sendiri. Bukankah demikian watak kita sebagai manusia? Kita ingin merasa kuat dan mampu. Kita merasa sanggup menyelamatkan diri sendiri. K etika sedang menghadapi badai, kita mudah sekali menjadi seperti kedua belas murid itu, yang mengira bahwa mereka sedang melakukan hal yang benar dengan tidak membangunkan Yesus. Padahal sikap diam kita, kesombongan kita, dan perasaan bahwa diri kita mampu, hanya memperpanjang dan memperparah penderitaan kita, sehingga bahayanya semakin besar. Raja Daud menulis dalam Mazmur 32, “Selama aku berdiam diri, tulangtulangku menjadi lesu karena aku mengeluh sepanjang hari” (ay.3). Meski konteksnya adalah Daud yang tak kunjung mengakui dosanya, intinya sama: menunda datang kepada Allah hanya memperparah dan memperpanjang penderitaan kita.

Ketika Daud menulis nyanyian pertobatannya yang agung (MAZMUR 51), ia meminta kepada Allah: “Bangkitkanlah kembali padaku kegirangan karena selamat yang dari pada-Mu . . . Maka aku akan mengajarkan jalan-Mu kepada orang-orang yang melakukan pelanggaran” (AY.14-15). Mazmur 32 menjadi ungkapan Daud untuk memenuhi komitmen yang dibuatnya kepada Allah.

Mudah bagi kita menghakimi kedua belas murid itu, dan mempertanyakan mengapa mereka menunda begitu lama. Namun, ingatlah, waktu itu mereka tidak tahu akhir kisah mereka seperti kita sekarang. Mereka masih menjalani kisah tersebut. Mereka masih mencoba mengenali diri Yesus. S aya curiga mereka membangunkan Yesus agar Dia bisa bergantian mendayung. Yang jelas, mereka tidak mengira Dia bakal menghardik angin dan danau! Keheranan mereka

16 HARAPAN DI TENGAH BADAI

begitu murni, sehingga tidak terbayangkan oleh mereka bakal ada mukjizat, apalagi mukjizat sebesar itu. Namun, dengan penundaan itu, mereka pun menderita lebih lama daripada yang seharusnya. Ketika akhirnya membangunkan Yesus, mereka juga tidak yakin Dia masih mengasihi mereka: “Guru, Engkau tidak perduli kalau kita binasa?” tanya mereka (markus 4:38).

Jangan menunda sampai perahu kehidupan Anda sudah mau tenggelam dan Anda baru berseru kepada Yesus. Dia selalu menyertai Anda, bahkan sebelum angin mengamuk. Tetaplah berseru kepada-Nya. Seperti Raja Daud, renungkan apakah ada dosa dalam hidup Anda yang perlu diakui. Dalam Mazmur yang sama seperti di atas, Daud menulis: Aku berkata: “Aku akan mengaku kepada Tuhan pelanggaran-pelanggaranku,” dan Engkau mengampuni kesalahan karena dosaku. (mazmur 32:5)

B adai ketakutan dan rasa bersalah yang dialami Daud pun berlalu ketika ia berseru dan mengakui dosa-dosanya. Bagian kedua dari mazmurnya berisi nyanyian keyakinan dan pujian yang berkemenangan. Ia mendorong kita semua untuk berdoa kepada Tuhan sekarang juga, agar kita dapat diselamatkan dari badai yang mengamuk:

Sebab itu hendaklah setiap orang saleh berdoa kepada-Mu, selagi Engkau dapat ditemui; sesungguhnya pada waktu banjir besar terjadi, itu tidak melandanya. Engkaulah persembunyian bagiku, terhadap kesesakan Engkau menjaga aku, Engkau mengelilingi aku, sehingga aku luput d an bersorak. (ay.6-7)

B erserulah kepada Yesus hari ini, sekarang juga . Biarlah Dia mendengar seruan itu dan menjawab Anda.

Jangan menunda untuk berseru kepada Yesus

17

Renungkan

1. Bacalah beberapa mazmur ratapan, seperti Mazmur 3, 4, 7, dan 10. Apa yang dapat kita pelajari dari mazmur-mazmur tersebut tentang perbuatan berseru kepada Allah?

2. Keinginan untuk merasa mampu mengatasi semuanya sendiri sudah menjadi watak kita sebagai manusia. Kapan Anda pernah berusaha sendiri mencari jalan keluar dari suatu situasi yang buruk, tanpa berseru kepada Allah? Apa yang terjadi?

3. Tulislah daftar cara Allah menjawab doa-doa Anda di masa lalu. Tuliskanlah doa Anda sekarang tentang badai yang sedang Anda alami. Jangan lupa untuk menuliskan juga jawaban Allah atas pergumulan tersebut kelak.

18 HARAPAN DI TENGAH BADAI

empat

Tidak ada badai yang kebetulan

Pada pagi hari dalam perjalanan pulang kami yang nyaris berakhir fatal, saya sempat heran melihat angin dan awan gelap yang tiba-tiba muncul. Saya yakin para murid Yesus juga naik ke perahu dan mendorongnya ke perairan yang tenang, bukan ke danau yang bergelora diterjang badai.

S ering kali kita terkaget-kaget ketika badai kehidupan dan masa-masa sulit melanda. Namun, mengapa demikian? Saat membaca Alkitab, kita akan menemukan bahwa ternyata penderitaan bukanlah hal yang asing atau tidak lazim. Dalam Perjanjian Lama, umat Allah sangat menderita, terutama para nabi yang menyampaikan firman Allah kepada umat-Nya. Para murid, orang-orang yang dipilih Allah menjadi utusan-Nya, menanggung kesukaran besar

19

karena iman mereka, seperti penganiayaan, kehilangan tempat tinggal, rajam, penjara, dan kematian. Rasul Petrus menulis kepada umat Kristen di zamannya, yang sedang mengalami penganiayaan yang mengerikan: “Saudarasaudara yang kekasih, janganlah kamu heran akan nyala api siksaan yang datang kepadamu sebagai ujian, seolah-olah ada sesuatu yang luar biasa terjadi atas kamu” (1 petrus 4:12).

Dari mana pun badai itu berasal, Allah sedang bekerja di dalamnya. Badai yang saya hadapi dan kedua badai di Danau Galilea itu membawa kami bertiga dan para murid kepada penghujung kemampuan kami. Dalam ketidakberdayaan dan keputusasaan itulah kami menyaksikan kuasa dan kasih Yesus. Dia meredakan air yang bergelora, menyatakan diri-Nya sebagai Tuhan yang berkuasa atas angin dan laut, dan sebagai Penolong dan Juruselamat kami.

A llah juga mempunyai maksud-maksud lain atas beragam ujian yang kita hadapi. Barangkali tidak ada rasul yang lebih banyak berbicara tentang ini daripada Paulus. Ia sudah menanggung penderitaan lebih besar daripada rasul mana pun. Dalam 2 Korintus, Paulus membuka suratnya dengan pujian yang tulus kepada Allah, sambil menyatakan maksud Allah atas penderitaannya:

Terpujilah Allah, Bapa Tuhan kita Yesus Kristus, Bapa yang penuh belas kasihan dan Allah sumber segala penghiburan, yang menghibur kami dalam segala penderitaan kami, sehingga kami sanggup menghibur mereka, yang berada dalam bermacam-macam penderitaan dengan penghiburan yang kami terima sendiri dari Allah. (2 korintus 1:3-4)

S egala hal yang kita terima dari Allah lewat beragam ujian yang kita hadapi dimaksudkan untuk diteruskan kepada orang lain dalam pergumulan mereka.

20 HARAPAN DI TENGAH BADAI

Paulus juga menulis tentang bagaimana kesukarankesukaran kita menjadikan kita serupa Yesus. Ia rindu “mengenal [Kristus] dan kuasa kebangkitan-Nya dan persekutuan dalam penderitaanNya, . . . menjadi serupa dengan Dia dalam kematian-Nya,” supaya akhirnya ia “beroleh kebangkitan dari antara orang mati” (filipi 3:1011). Turut serta dalam penderitaan Kristus berarti kita juga akan turut serta dalam kebangkitan-Nya.

L ewat berbagai ujian yang mengancam nyawanya, Paulus belajar untuk bersandar sepenuhnya pada Yesus. Ia mengalami prinsip luar biasa yang akan kita alami juga: sekalipun tubuh jasmaniahnya “merosot,” tetapi secara batiniah, dalam rohnya, ia “dibaharui dari sehari ke sehari” (2 korintus 4:16).

Lebih dari itu, secara ajaib, ujianujian yang kita hadapi sebenarnya mempersiapkan kita untuk kekekalan. “Sebab penderitaan ringan yang sekarang ini, mengerjakan bagi kami kemuliaan kekal yang melebihi segala-galanya, jauh lebih besar dari pada penderitaan kami” (2 korintus 4:17).

S aya tidak tahu apa yang sedang Anda hadapi saat ini. Namun, yakinlah, Allah adalah “Bapa yang penuh belas kasihan”. Ketahuilah bahwa penderitaan Anda pasti akan berlalu. Hingga saat itu tiba, tidak ada yang sia-sia. Semua penderitaan yang Anda alami akan menghasilkan buah, bagi Anda dan bagi orang lain, pada masa kini maupun kelak dalam kekekalan, jika Anda mengizinkannya.

Tidak ada badai yang kebetulan

21
Secara ajaib, ujian-ujian yang kita hadapi sebenarnya mempersiapkan kita untuk kekekalan.

Renungkan

1. Yesus adalah teladan utama kita tentang bagaimana Allah memakai penderitaan seseorang demi kebaikan orang lain. Dapatkah Anda menemukan dalam Alkitab contoh-contoh lain dari berlakunya prinsip ini?

2. Ceritakanlah pengalaman hidup Anda tentang bagaimana pergumulan Anda justru mendekatkan Anda kepada Kristus.

3. Terkadang ketika berada di tengah badai, kita hanya berusaha untuk bertahan. Setelah badai itu berlalu, apa yang dapat Anda lakukan untuk membantu dan menghibur orang lain yang sedang mengalami badai kehidupannya sendiri?

22 HARAPAN DI TENGAH BADAI

lima

Kita dimampukan Allah untuk mengasihi dan mengampuni

Sebagian

badai kehidupan yang terbesar terjadi dalam keluarga dan di antara teman-teman dekat kita sendiri. Kita tidak selalu bisa mengendalikan perbuatan dan respons orang lain, tetapi kita dapat mengendalikan perbuatan dan respons kita sendiri. Ketika ibu Anda tidak lagi mengakui Anda sebagai anak, ketika ayah Anda gagal mengasihi Anda, ketika anak Anda memberontak, ketika seorang teman mengkhianati Anda, ketika pasangan meninggalkan Anda, Allah sanggup memampukan kita untuk mengasihi dan mengampuni mereka.

Mengampuni orang yang berbuat salah tidak sama dengan mendukung atau membenarkan tindakannya. Itu juga tidak berarti bahwa Anda wajib berdamai dengan orang-

23

Mengampuni seseorang berarti Anda melepaskan hak untuk menghakimi orang yang bersalah tersebut, dan menyerahkan penghakiman itu kepada Allah.

orang yang mengancam Anda atau membahayakan kesejahteraan dan keamanan keluarga Anda. Pengampunan tidak berarti kita membiarkan perlakuan yang sewenang-wenang. Kalau begitu, apa arti pengampunan? Mengampuni seseorang berarti Anda melepaskan hak untuk menghakimi orang yang bersalah tersebut, dan menyerahkan penghakiman itu kepada Allah. Rasul Paulus menulis, “Saudarasaudaraku yang kekasih, janganlah kamu sendiri menuntut pembalasan, tetapi berilah tempat kepada murka Allah, sebab ada tertulis: Pembalasan itu adalah hak-Ku. Akulah yang akan menuntut pembalasan, firman Tuhan” (roma 12:19).

Orang yang telah melukai Anda belum tentu mempunyai sumber daya di luar dirinya, tetapi kita mempunyainya. Kristus telah menunjukkan caranya. Kita harus mengampuni orang lain sebagaimana Bapa kita telah mengampuni kita: “Hendaklah kamu ramah seorang terhadap yang lain, penuh kasih mesra dan saling mengampuni, sebagaimana Allah di dalam Kristus telah mengampuni kamu” (efesus 4:32).

Bagaimana cara kita melakukannya? Bukan dengan kekuatan kita sendiri, melainkan dengan kuasa Allah, yang dicurahkan ke dalam kita. “Kuasa Allah itu sama seperti kuasa luar biasa yang dipakai-Nya ketika menghidupkan kembali Kristus dari kematian dan memberikan kepada-Nya

24 HARAPAN DI TENGAH BADAI

kedudukan tertinggi bersama-sama Allah di surga” (efesus 1:19-20 BIS). Itulah kuasa yang telah diberikan kepada kita untuk mengampuni sesama.

Di tengah pergumulannya sendiri, Rasul Paulus menyatakan, “Sebab jika aku lemah, maka aku kuat” (2 KORINTUS 12:10). Itu berkat “kuasa Kristus” yang tinggal di dalam dirinya. JIka ia tidak menjadi lemah, Paulus tidak akan sampai pada sikapnya yang semakin menjunjung kuasa Kristus.

K etika kebencian dan perasaan sakit hati dibalas dengan kasih dan pengampunan, mungkin badai tidak langsung berlalu, tetapi kita akan menemukan ketenangan dan damai sejahtera.

Renungkan

1. Bacalah Lukas 7:36-50. Prinsip pengampunan apa yang Yesus ajarkan kepada kita di sini?

2. Yesus meminta kita untuk mengampuni sebagaimana kita sendiri telah diampuni. Apakah yang telah Yesus ampuni dalam hidup Anda?

Kita dimampukan Allah untuk mengasihi dan mengampuni

25

3. Jika Anda sedang mengalami kesulitan saat ini karena perbuatan orang lain yang menyakitkan dan merugikan Anda, cobalah membuat daftar hal apa saja yang akan Anda terima bila Anda menaati Yesus dan mengampuni orang tersebut.

26 HARAPAN DI TENGAH BADAI

enam

Sekalipun tenggelam, kita tetap aman

Ketika kami bertiga menghadapi badai dan kapal kami semakin tenggelam di tengah lautan yang mengamuk, saya merasa ngeri. Akan tetapi, saya baru benar-benar merasa takut ketika suami saya mendekat dan berbisik di telinga saya, “Leslie, seandainya kita tidak selamat, aku mau kamu tahu aku mencintaimu!” Saat itulah saya mulai panik, memandang berkeliling ke arah angin dan ombak yang bergelora, persis seperti yang Petrus lakukan sebelum ia mulai tenggelam.

L alu, mendadak saya teringat pada kebenaran yang bersinar terang di atas ombak yang gelap: apa pun yang

27

terjadi, bahkan seandainya kami harus mati, kami tetap aman. Kami bertiga dalam kapal yang terombang-ambing tersebut sudah mengenal Yesus. Kami tahu, Dia menyertai kami. Kami tahu, maut sekalipun takkan dapat memisahkan kami dari Sang Juruselamat. Bahkan kami tahu, seandainya kami harus mati, kami akan tetap aman bersama Dia. Saya belum siap mati hari itu, dan saya akan berjuang semampu saya untuk bertahan hidup, tetapi saya memegang erat pengharapan tersebut seperti saya memegang ban penyelamat dengan erat-erat.

Namun, para murid dalam kisah kedua badai di Alkitab tadi belum aman, sebab mereka belum mengenal diri Yesus. Saya percaya bahwa Yesus menyelamatkan mereka pada kedua peristiwa itu, bukan saja agar mereka selamat dari maut, melainkan juga selamat dari hal yang lebih buruk: ketidakpercayaan.

Dalam hidup ini, kita tahu, tidak semua hal akan dipulihkan. Tidak semua orang terbebas dari kanker. Tidak semua mobil terluput dari kecelakaan. Tidak semua penyakit sembuh. Tidak semua kapal yang karam akan selamat. Kematian sering terlihat sebagai akhir terburuk yang bisa terjadi. Namun, sesungguhnya tidak demikian. Musuh kita yang sesungguhnya bukanlah hal yang dapat mematikan tubuh, melainkan hal yang membinasakan jiwa. Dosa, keterasingan dari Allah, itulah yang membinasakan jiwa. “Sebab upah dosa ialah maut; tetapi karunia Allah ialah hidup yang kekal dalam Kristus Yesus, Tuhan kita” (Roma 6:23).

K ematian Yesus di kayu salib telah meredakan satusatunya badai yang tidak mungkin kita taklukkan: badai dosa dan maut. Yesus telah mengalahkan si jahat. Ia telah mati demi melunasi harga seluruh dosa kita. Jika kita percaya kepada Yesus, ketika tubuh kita mati, dan itu pasti

28 HARAPAN DI TENGAH BADAI

terjadi suatu hari nanti, kita akan beralih kepada kehidupan yang sejati dan seutuhnya:

Karena yang dapat binasa ini harus mengenakan yang tidak dapat binasa, dan yang dapat mati ini harus mengenakan yang tidak dapat mati. Dan sesudah yang dapat binasa ini mengenakan yang tidak dapat binasa dan yang dapat mati ini mengenakan yang tidak dapat mati, maka akan genaplah firman Tuhan yang tertulis: “Maut telah ditelan dalam kemenangan.

Hai maut di manakah kemenanganmu?

Hai maut, di manakah sengatmu?” (1 korintus 15:53-57).

Apakah Anda mengenal Yesus? Tahukah Anda bahwa Dia adalah Allah atas langit dan bumi, yang telah datang untuk Anda? Dia telah datang untuk mengakhiri badai dosa dan maut dalam hidup Anda. Ketika kita mengakui kesalahankesalahan kita yang melawan Allah, dan memilih untuk mengikut Yesus daripada kemauan kita sendiri, badai hidup kita akan diredakan-Nya. Apa pun yang terjadi, kita tetap aman. Selalu dan selamanya.

Renungkan

1. Bacalah Yohanes 14. Bagaimana mengenal Yesus juga berarti mengenal Bapa?

ekalipun tenggelam, kita tetap aman

29S

2. Bagaimana pertama kalinya Anda mengenal Yesus? Apa yang telah Anda pelajari tentang diri-Nya sejak saat itu?

3. Hal apa tentang diri Yesus yang paling membuat Anda takjub, dan hal apa pada diri-Nya yang Anda coba teladani dalam hidup Anda?

30 HARAPAN DI TENGAH BADAI

ANDA DAPAT MEMBERI DAMPAK YANG BERARTI!

ANDA DAPAT MEMBERI DAMPAK YANG BERARTI!

Materi kami tidak dikenakan biaya. Pelayanan kami didukung oleh persembahan kasih dari para pembaca kami.

Materi kami tidak dikenakan biaya. Pelayanan kami didukung oleh persembahan kasih dari para pembaca kami.

Jika Anda ingin mendukung pelayanan kami, Anda dapat mengirimkan persembahan kasih melalui rekening “Yayasan ODB Indonesia”

Jika Anda ingin mendukung pelayanan kami, Anda dapat mengirimkan persembahan kasih melalui rekening “Yayasan ODB Indonesia”

BCA Green Garden A/C 253-300-2510

BCA Green Garden A/C 253-300-2510

BNI Daan Mogot A/C 0000-570-195

BNI Daan Mogot A/C 0000-570-195

Mandiri Taman Semanan A/C 118-000-6070-162

Mandiri Taman Semanan A/C 118-000-6070-162

Yayasan

Yayasan

ODB Indonesia

ODB Indonesia

QR Code Standar Pembayaran Nasional

QR Code Standar Pembayaran Nasional

Scan QR code ini untuk donasi dengan aplikasi e-wallet berikut:

Scan QR code ini untuk donasi dengan aplikasi e-wallet berikut:

Silakan konfirmasi persembahan kasih Anda melalui nomor kontak kami di halaman belakang buklet ini.

Silakan konfirmasi persembahan kasih Anda melalui: WhatsApp: 0878.7878.9978 E-mail: indonesia@odb.org SMS: 081586111002

Anda juga dapat mendukung kami dengan meng-klik tautan ini.

Turn static files into dynamic content formats.

Create a flipbook
Issuu converts static files into: digital portfolios, online yearbooks, online catalogs, digital photo albums and more. Sign up and create your flipbook.