8 minute read

• Lewat Kayu Putih Perhutani KPH Kuningan Tingkatkan Peran LMDH

Lewat Kayu Putih

Perhutani KPH Kuningan Tingkatkan Peran LMDH

Advertisement

Sudah menjadi komitmen Perum Perhutani untuk selalu berkolaborasi dengan masyarakat yang tinggal di sekitar hutan dalam pengelolaan hutan. Termasuk dengan LMDH (Lembaga Masyarakat Desa Hutan). Begitu pula yang dilakukan Perhutani Kesatuan Pemangkuan Hutan (KPH) Kuningan. Mereka memberdayakan masyarakat sekitar hutan dan Lembaga Masyarakat Desa Hutan (LMDH) sebagai tenaga petik dan pungut Daun Kayu Putih (DKP). Bukan sekadar untuk mengejar target raihan daun kayu putih, tetapi hal itu dilakukan sebagai langkah untuk memberikan manfaat yang besar kepada masyarakat dalam hal meningkatkan pendapatan dan perbaikan kesejahteraan mereka.

Aktivitas petik dan pungut Daun Kayu Putih (DKP) itu terlihat pada Kamis, 8 September 2022. Perhutani Kesatuan Pemangkuan Hutan (KPH) Kuningan melakukan upaya pemberdayaan masyarakat sekitar hutan dan LMDH untuk aktif sebagai tenaga petik dan pungut Daun Kayu Putih (DKP). Hal itu salah satunya dilakukan di wilayah Resort Pemangkuan Hutan (RPH) Bantarpanjang, Bagian Kesatuan Pemangkuan Hutan (BKPH) Ciledug, KPH Kuningan.

Adalah masyarakat sekitar Hutan dan tiga LMDH yang ada dI wilayah kerja BKPH Ciledug yang diberdayakan sebagai tenaga petik daun kayu putih. Hal itu dituturkan oleh Administratur/KKPH Kuningan, Benny Suko Triatmoko. Benny mengatakan, jajaran BKPH Ciledug memberdayakan masyarakat dan LMDH itu dalam rangka memenuhi target raihan daun kayu putih pada tahun 2022, sekaligus meningkatkan peran serta masyarakat dalam pengelolaan hutan.

“Ini merupakan salah satu bentuk kolaborasi antara Perhutani dan LMDH, dimana Perhutani dalam pengelolaan hutan, khususnya dalam kegiatan petik dan pungut Daun Kayu Putih, melibatkan peran serta masyarakat sekitar hutan dan LMDH,” katanya.

Benny menambahkan, selain meningkatkan peran serta masyarakat dalam pengelolaan hutan, peningkatan peran serta masyarakat itu juga dalam upaya untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat yang tinggal di sekitar hutan. Sehingga, mereka bisa merasakan manfaat hutan yang ada di sekitar tempat tinggal mereka, dan selanjutnya mereka pun turut menjaga kelestarian hutan itu.

“Kegiatan petik dan pungut daun kayu putih memberikan manfaat yang besar kepada masyarakat dalam hal meningkatkan pendapatan dan perbaikan kesejahteraan masyarakat secara berkelanjutan,” tambah Benny.

Sementara itu, Ketua LMDH Bantarpanjang, Aip Heriana, mengucapkan terima kasih kepada pihak Perhutani yang sudah memberikan pekerjaan kepada masyarakat. Dilibatkannya masyarakat untuk bekerja di hutan itu akan dapat meningkatkan pendapatan masyarakat di sekitar

Foto: Kompersh KPH Kuningan

hutan. Apalagi, Perhutani KPH Kuningan juga memberikan kesempatan bagi masyarakat untuk ikut dalam pengelolaan hutan.

“Selain dapat upah dari hasil pemungutan daun kayu putih, kami juga diberi peluang untuk melakukan kegiatan tumpangsari dengan menanam tanaman palawija di bawah tegakan kayu putih,” tuturnya.

Dua Wilayah Kabupaten

Perhutani KPH Kuningan merupakan salah satu dari 14 KPH yang berada di Divisi Regional Jawa Barat dan Banten. Luas wilayah pengelolaan KPH Kuningan adalah 29.684,35 hektare. Secara geografis, wilayah kerja KPH Kuningan berada di koordinat 6o 51’ – 7o LS dan 108o - 96o BT. Wilayah kerja KPH Kuningan di sebelah Utara berbatasan dengan wilayah Kabupaten Cirebon, di Sebelah Timur berbatasan dengan KPH Balapulang, di sebelah selatan berbatasan dengan KPH Ciamis, dan di sebelah barat berbatasan dengan KPH Majalengka.

Secara administratif, keberadaan KPH Kuningan terletak di 2 (dua) Kabupaten. Dari 29.684,35 hektare luas wilayahnya, seluas 25.644,38 hektare masuk wilayah administratif Kabupaten Kuningan, dan seluas 4.039,97 hektare masuk wilayah Kabupaten Cirebon.

Pada awalnya, KPH Kuningan bernama KPH Ciledug. Di tahun 1968, KPH Ciledug berubah menjadi KPH Kuningan. Tahun 1982-1984, terhadap wilayah KPH Kuningan telah dilaksanakan penataan, dimana pengelolaannya terbagi ke dalam enam Bagian Kesatuan Pemangkuan Hutan (BKPH), yaitu BKPH Ciledug, BKPH Waled, BKPH Luragung, BKPH Cibingbin, BKPH Garawangi, dan BKPH Linggarjati.

Berdasarkan Keputusan Menteri Kehutanan Nomor 424/MenhutII/2004 tentang Perubahan Fungsi Kawasan Hutan Lindung Pada Kelompok Hutan Gunung Ciremai Seluas Lebih Kurang 15.500 hektare terletak di Kabupaten Kuningan dan Majalengka, serta berdasarkan BAST (Berita Acara Serah Terima) Nomor 05/SJ/ DIR/2009 dan Nomor BA.4/IVSET/2009 mengenai Pengelolaan Kawasan Hutan Lindung Yang Diubah Menjadi Kawasan Konservasi Taman Nasional Gunung Ciremai. Selanjutnya pengelolaan kawasan hutan pada BKPH Linggarjati (Kelompok Hutan

Foto: Kompersh KPH Kuningan Gunung Ciremai) seluas 8.638,30 hektare pengelolaannya menjadi tanggung jawab Balai Taman Nasional Gunung Ciremai (BTNGC).

Berdasarkan sebaran potensi sumber daya hutan, pengusahaan kawasan hutan Perhutani KPH Kuningan terbagi dalam dua Kelas Perusahaan. Yang pertama, Kelas Perusahaan Jati, terdapat 4 BKPH dan 17 RPH. Yang kedua, Kelas Perusahaan Pinus, terdapat 2 BKPH dan 8 RPH.

Wilayah pengelolaan Perhutani KPH Kuningan seluas kurang lebih 29.684,35 hektare, terbagi dalam Kelas Perusahaan Jati seluas 15.313,61 hektare dan Kelas Perusahaan Pinus seluas 14.370,74 hektare. Wilayah pengelolaan Perhutani KPH Kuningan itu terbagi ke dalam lima BKPH. Pertama, BKPH Ciledug seluas 5.931,54 hektare yang terdiri dari 6 RPH, yaitu RPH Tonjong, RPH Bantarpanjang, RPH Dukuhbadag, RPH Margamukti, RPH Cikeusal, dan RPH Gunungsari. Kedua, BKPH Waled seluas 3.304,03 hektare yang terdiri dari 4 RPH, yaitu RPH Sumurkondang, RPH Cihirup, RPH Ambit, dan RPH Cipancur.

Ketiga, BKPH Cibingbin seluas 4.738,68 hektare yang terdiri dari 5 RPH, yaitu RPH Cileuya, RPH Cibeureum, RPH Cimara, RPH Ciangir, dan RPH Cipondok. Keempat, BKPH Luragung seluas 7.941,42 hektare yang terdiri dari 6 RPH, yaitu RPH Ciwaru, RPH Karangkancana, RPH Sukasari, RPH Segong, RPH Sumberjaya, dan RPH Legokherang. Dan kelima, BKPH Garawangi seluas 7.768,68 hektare yang terdiri dari 6 RPH, yaitu RPH Haurkuning, RPH Cipakem, RPH Lebakwangi, RPH Pakembangan, RPH Ciniru, dan RPH Subang.

Daun Kayu Putih

Kayu putih (Melaleuca leucadendra) merupakan pohon anggota suku jambu-jambuan (Myrtaceae) yang dimanfaatkan sebagai bahan dasar minyak kayu putih (cajuput oil). Namanya diambil dari warna batangnya yang memang putih. Minyak kayu putih dihasilkan dengan cara diekstrak (biasanya disuling dengan uap), terutama dari daun dan ranting kayu putih tersebut.

Di dalam bahasa Melayu, kayu putih dikenal sebagai gălam. Di Ternate ia disebut sebagai bajule. Di Seram disebut sakelan. Dan di Ambon, kayu putih dikenal dengan berbagai nama, yaitu kilam, elan, dan ilan.

Tumbuhan ini terutama tumbuh baik di Indonesia bagian timur dan Australia bagian utara. Namun, dapat pula diusahakan untuk tumbuh di daerah-daerah lain yang memiliki musim kemarau yang jelas.

Minyak kayu putih mudah menguap. Pada hari yang panas, orang yang berdekatan dengan pohon ini akan dapat membauinya dari jarak yang cukup jauh. Sebagai tumbuhan industri, kayu putih dapat diusahakan dalam bentuk hutan usaha (agroforestry). Perhutani memiliki beberapa hutan kayu putih untuk memroduksi minyak kayu putih. Minyak kayu putih yang diambil dari penyulingan biasa dipakai sebagai minyak balur atau campuran minyak pengobatan lain (semisal minyak telon), atau campuran parfum serta produk rumah tangga lain.

Kayu putih merupakan salah satu jenis tanaman produktif di sektor Kehutanan. Produk utama yang sekarang dikembangkan adalah minyak atsiri dari bagian daunnya yang berupa ceniol yang banyak dimanfaatkan sebagai minyak untuk kesehatan, yaitu minyak angin (medical oil). Produk lain yang cukup potensial adalah kayu untuk konstruksi maupun kerajinan.

Kulit kayu, batang, dan daun pohon kayu putih memang tak bisa dicerna. Akan tetapi, daun pohon kayu putih dapat dijadikan teh yang aman untuk dikonsumsi. Daun dari pohon kayu putih ini juga terbukti secara ilmiah dapat menghasilkan minyak esensial atau minyak kayu putih yang dapat melancarkan pernapasan.

Kayu putih juga dapat dimanfaatkan untuk kerajinan, karena jaringan kayunya memiliki tingkat kepadatan yang cukup (kompak), kuat, warna pink merata, dan tekstur kayu yang cukup halus. Pemanfaatan lainnya kayu putih

yang pernah dilakukan adalah memanfaatkan bagian kulit batang untuk perpak pada sambungan kayu pada pembuatan sampan dan kapal tradisional.

Secara taksonomis, kayu putih termasuk dalam familia mirtaceae. Satu famili dengan Eucalyptus dan Eugenia (jambu biji), yang dicirikan dengan kulit kayunya yang mengelupas. Nama ilmiah tanaman kayu putih adalah Melaleuca leucadendron. Ciri lain yang cukup khas pada famili mirtaceae adalah bentuk bunganya yang bertipe cawan. Untuk melaleuca leucadendron dan ecalyptus sp, tipe cawan ini juga terjadi pada buahnya.

Species kayu putih memiliki varian dalam level varietas di bawah species, karakter utama. Secara fisik yang sangat membedakan antar varietas ini adalah bentuk dan ukuran daun. Untuk ciri morfologi lainnya semisal bentuk dan warna bunga, bentuk dan warna buah, bentuk batang, maupun warna kulit, cenderung sama.

Manfaat Minyak Kayu Putih

Minyak kayu putih atau eucalyptus dikenal masyarakat Indonesia sejak lama sebagai minyak yang sangat besar manfaatnya untuk kesehatan. Pertama, minyak kayu putih bermanfaat sebagai komponen terapi untuk flu hingga asma. Masyarakat Indonesia sejak dulu terbiasa menggunakan minyak kayu putih untuk meredakan gejala flu. Berbagai penelitian menunjukkan, khasiat minyak kayu putih itu untuk meredakan gejala flu memang terbukti.

Kandungan eucalyptol atau cineole dalam kayu putih bermanfaat untuk meredakan batuk, hidung tersumbat, dan sakit kepala dengan mengurangi peradangan serta lendir. Bahkan, kandungan cineole dalam kayu putih terbukti bermanfaat untuk terapi pasien Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK), yang rentan menjangkiti perokok.

Cienole atau eucalyptol juga bisa meredakan gejala asma dan peradangan hidung serta sinus (rhinosinusitis). Sebuah penelitian di Rumah Sakit Norderney, Jerman, berhasil membuktikan bahwa cienole dapat memerbaiki kondisi paru-paru pasien bronkitis akut secara signifikan hanya dalam waktu 4 hari.

Kedua, kayu putih kaya antioksidan. Penelitian menunjukkan, daun eucalyptus tersebut kaya akan antioksidan, terutama flavonoid. Jurnal Nutritional Science mencatat, flavonoid memiliki sifat anti-peradangan hingga antikarsinogenik. Karena itu, daun pohon kayu putih bermanfaat melawan kanker, penyakit jantung dan demensia.

Daun kering pohon kayu putih memang dapat diseduh menjadi teh. Akan tetapi, masyarakat perlu membedakan teh dari daun kayu putih dengan minyak kayu putih. Minyak kayu putih dapat meracuni tubuh jika dikonsumsi dengan meminumnya. Biasanya produk teh kayu putih memberi label “daun teh eucalyptus”.

Ketiga, dapat mengurangi nyeri. Sebab, seperti diketahui, kayu putih atau eucalyptus mengandung cineole yang memiliki sifat antiperadangan. Selain itu, kayu putih juga mengandung senyawa limonene. Kandungan limonene ini bermanfaat meredakan nyeri tubuh. Sebuah penelitian di Fakultas Perawatan Universitas Korea membuktikan, minyak kayu putih terbukti meredakan nyeri dan peradangan pada pasien mereka.

Jadi, banyaknya manfaat yang terkandung dalam kayu putih menjadikannya komoditas yang menjanjikan secara bisnis. Maka, tak salah jika Perhutani mengembangkan tanaman kayu putih sebagai salah satu produk unggulan. Dan tak salah juga jika Perhutani memberdayakan masyarakat sekitar hutan untuk turut serta dalam pengelolaan tanaman kayu putih, terutama dalam kegiatan petik dan pungut daun kayu putih. Sebab, dengan begitu maka masyarakat dan Perhutani akan sama-sama merasakan manfaat pengelolaan tanaman kayu putih di kawasan hutan Perum

Foto: Kompersh KPH Kuningan

Perhutani. • DR/Kng/Ddi

This article is from: