8 minute read
• Hargai Budaya dan Kearifan Lokal Lewat Gelaran Sedekah Bumi di Indramayu
Hargai Budaya dan Kearifan Lokal Lewat Gelaran Sedekah Bumi
di Indramayu
Advertisement
Setiap tempat dan masyarakat selalu memiliki budaya. Sebagai hasil budi daya dan pola pikir serta kebiasaan masyarakat setempat, selanjutnya terbentuklah nilai-nilai luhur yang disebut kearifan lokal. Nilai-nilai kearifan lokal itu perlu terus dipelihara agar selalu hidup dan menjiwai setiap langkah masyarakat setempat. Perhutani pun senantiasa menghargai kearifan lokal tersebut. Hal itu pun terlihat tatkala Perhutani KPH Indramayu bersama Masyarakat Penyangga Hutan (MPH) melaksanakan acara adat ‘Sedekah Bumi’ di Kabupaten Indramayu. Seperti apa wujud penghargaan atas budaya dan kearifan lokal tersebut?
Wujud menghargai budaya dan kearifan lokal itu ditunjukkan Perhutani Kesatuan Pemangkuan Hutan (KPH) Indramayu bersama Masyarakat Penyangga Hutan (MPH) dalam pergelaran acara adat “Sedekah Bumi”, pada Rabu, 12 Oktober 2022. Sedekah Bumi tersebut dilaksanakan di Petak 23, Bagian Kesatuan Pemangkuan Hutan (BKPH) Jatimunggul, KPH Indramayu. Secara administratif, kawasan itu termasuk wilayah administratif Desa Jatimunggul, Kecamatan Terisi, Kabupaten Indramayu, Jawa Barat.
Sedekah Bumi merupakan upacara yang biasanya dilaksanakan setiap menjelang atau awal dimulainya para petani mengolah sawah. Kegiatan ‘Sedekah Bumi’ tersebut merupakan bukti komitmen Perhutani dalam melestarikan adat budaya dan kearifan lokal masyarakat yang merupakan peninggalan nenek moyang warga Indramayu.
Asisten Perhutani Jatimunggul, Karsim, beserta jajarannya hadir dalam acara tersebut. Hadir pula para tokoh masyarakat, tokoh agama, beserta Masyarakat Penyangga hutan.
Kegiatan itu menarik perhatian masyarakat. Khususnya para petani. Mereka dengan seksama membawa sesaji atau hidangan untuk melakukan ritual dan doa bersama di kesempatan itu.
Melalui Karsim, Administratur Perhutani KPH Indramayu mengatakan, masyarakat penyangga hutan atau petani setempat rutin mengadakan acara adat Sedekah Bumi. Wujud kearifan lokal itu dilaksanakan setiap menjelang dimulainya pengolahan sawah musim tanam.
“Perhutani KPH Indramayu menghormati adat dan budaya masyarakat yang merupakan warisan leluhur. Acara Sedekah Bumi merupakan kegiatan rutin yang dilaksanakan Perhutani bersama masyarakat dalam melestarikan adat istiadat masyarakat setempat, khususnya di wilayah kerja Perhutani,” ujarnya.
Menurut Karsim, selain menghargai kearifan lokal, acara sedekah bumi juga menjadi sarana komunikasi antar elemen masyarakat setempat. “Sedekah Bumi dilaksanakan Perhutani KPH Indramayu dengan melibatkan berbagai elemen masyarakat,
sehingga dapat terjalin komunikasi langsung di antara petugas dengan masyarakat dalam menyampaikan program Perhutani juga pendapat masyarakat,” tambah Karsim.
Permohonan Kepada Tuhan
Di kesempatan itu, Rustam Lubis mewakili Tokoh Masyarakat, mengucapkan terima kasih kepada pihak Perhutani KPH Indramayu yang telah bersama-sama masyarakat mengadakan acara adat ini. Ia menyebut, upacara adat yang diselenggarakan itu menjadi wujud permohonan kepada Tuhan yang Maha Esa agar pengolahan sawah dapat berjalan dengan baik.
“Makna dari penyelenggaraan upacara adat Sedekah Bumi adalah memohon kepada Allah SWT agar para petani yang akan melaksanakan pengolahan sawah pada musim tanam rendeng selamat dan hasil panen berlimpah, sehingga menjadi berkah bagi keluarga petani, dan Perhutani tetap lestari hutannya,” ungkapnya.
Tradisi sedekah bumi merupakan salah satu bentuk ritual tradisional yang hidup di masyarakat di Pulau Jawa. Tradisi itu sudah berlangsung dan dilakukan secara turuntemurun dari nenek moyang orang Jawa terdahulu hingga sekarang. Biasanya, ritual sedekah bumi dijalankan oleh masyarakat Jawa yang berprofesi sebagai petani atau nelayan, yang menggantunggkan hidup keluarga dan sanak famili mereka dari mengais rizki dengan memanfaatkan dan mengolah kekayaan alam yang ada di bumi.
Bagi masyarakat Jawa, khususnya kalangan petani dan para nelayan, tradisi ritual setahun sekali semacam sedekah bumi bukan hanya merupakan budaya yang diselenggarakan sebagai rutinitas atau ritual yang sifatnya tahunan belaka. Tradisi sedekah bumi bagi mereka memiliki makna yang lebih dalam daripada itu. Upacara tradisional Sedekah Bumi sudah menjadi salah satu bagian dari pola hidup masyarakat yang tidak akan mampu untuk dipisahkan dari budaya masyarakat Jawa.
Sebenarnya, tidak banyak peristiwa dan kegiatan yang dilakukan pada gelaran upacara tradisi Sedekah Bumi. Umumnya, pada waktu penyelenggaraan acara tradisi tersebut, biasanya seluruh masyarakat yang tinggal sekitar akan ikut turun merayakannya. Di dalam tradisi Sedekah Bumi, biasanya mereka membuat tumpeng, lalu berkumpul menjadi
Foto: Saeful Hakim/Kompersh KPH Indramayu satu di suatu tempat. Biasanya di tempat tinggal sesepuh kampung, di balai desa, atau tempat-tempat lain yang telah disepakati. Seluruh masyarakat setempat lantas ikut serta dalam pergelaran acara ritual Sedekah Bumi.
Setelah itu, masyarakat kemudian membawa tumpeng tersebut ke balai desa atau tempat lain yang disepakati masyarakat setempat untuk didoakan oleh sesepuh adat. setelah didoakan oleh sesepuh adat, kemudian tumpeng tersebut kembali diserahkan kepada masyarakat setempat yang tadi membuatnya.
Nasi tumpeng yang sudah didoakan oleh sesepuh adat setempat itu kemudian dimakan secara berramai-ramai oleh masyarakat yang merayakan acara Sedekah Bumi itu. Ada yang langsung memakannya di tempat itu, ada juga yang membawa nasi tumpeng bagian mereka pulang untuk dimakan bersama sanak keluarganya di rumah masingmasing. Intinya, tumpeng itu telah didoakan dan sebagai wujud permohonan kepada Tuhan dan pemberian sedekah dari mereka.
Pembuatan nasi tumpeng itu merupakan salah satu syarat yang harus dilaksanakan pada saat penyelenggaraan upacara tradisional itu. Nasi tumpeng dan ayam panggang menjadi dua jenis makanan yang menjadi bsgian pokok yang harus ada di dalam tradisi dan penyelenggaraan ritual Sedekah Bumi. Sedangkan menu yang lainnya semisal minuman, buah-buahan, dan lauk-pauk, hanya bersifat tambahan saja. Tidak menjadi prioritas yang utama.
Pada akhir acara, biasanya para petani menyisakan sebagian makanan itu untuk diletakkan di sudut-sudut petak sawah masingmasing. Hal itu dilakukan sebagai bentuk rasa syukur mereka. Di dalam acara puncak, ritual Sedekah Bumi lantas diakhiri dengan lantunan doa. Masyarakat setempat bersama-sama melantunkan doa tersebut dengan dipimpin oleh sesepuh adat.
Doa yang dilantunkan dalam ritual Sedekah Bumi tersebut umumnya dipimpin oleh sesepuh kampung yang sudah sering dan terbiasa mamimpin jalannya ritual tersebut. Ada yang sangat menarik dalam lantunan doa yang ada yang dilanjutkan dalam ritual tersebut. Yang menarik, di dalam lantunan doa tersebut terdapat kolaborasi antara lantunan kalimat-kalimat Jawa yang dipadukan dengan doa yang bernuansa Islami.
Kabupaten Indramayu
Kabupaten Indramayu adalah sebuah kabupaten di Provinsi Jawa Barat. Ibu kota Kabupaten Indramayu adalah Kecamatan Indramayu Kota. Nama Indramayu sendiri berasal dari kecantikan Istri Raden Arya Wiralodra yang bernama Nyi Endang Darma Ayu. Raden Arya Wiralodra yaitu salah satu pendiri Indramayu di abad 1527 M. Nyi Endang Darma Ayu dikenal oleh masyarakat sebutan Darma Ayu. Lama kelamaan, pengucapan nama Darma Ayu menjadi Dermayu, lalu menjadi In Darmayu, kemudian berubah menjadi Indramayu.
Wilayah Indramayu meliputi Indramayu timur (Sukagumiwang), Tukdana, Bangodua, Widasari, Arahan, Santigi (Cènthigi), Sindang, Balongan, Kedokanbuder, Juntinyuat, Krangkeng, Celeng (Lohbener), Kandanghaur (sebagian wilayah), Losarang, Patrol, Sukra (Sakra), Anjatan, Bongas, Haurgeulis, Bantawaru, dan Plasa Kerep. Wilayah Indramayu tersebut
masuk ke wilayah kerajaan galuh purwa (Jawa Kuno) abad 1 Masehi, yang letak pemerintahannya di kaki Gunung Slamet.
Secara geografis, Kabupaten Indramayu berada pada koordinat 107”51’-108”36’ Bujur Timur dan 6”15’–6”40’ Lintang Selatan. Wilayahnya terletak di bagian utara provinsi Jawa Barat yang berbatasan langsung dengan Laut Jawa. Kabupaten Indramayu berjarak sekitar 52 kilometer arah barat laut dari Kota Cirebon, 144 kilometer dari Kota Bandung melalui Sumedang, serta 205 kilometer dari Jakarta ke arah timur.
Seluruh wilayah Kabupaten Indramayu merupakan dataran rendah hingga pesisir. Ada sebagian daerah yang memiliki perbukitan, terutama di perbatasan Kabupaten Sumedang, yaitu Dusun Ciwado Desa Cikawung, Kecamatan Terisi, Kabupaten Indramayu. Sebagian wilayah Sanca, Kecamatan Gantar juga memiliki kawasan perbukitan.
Batas-batas wilayah Kabupaten Indramayu adalah, di bagian utara dan timur dengan Laut Jawa, di sebelah barat dengan Kabupaten Subang, serta di bagian selatan dengan Kabupaten Cirebon, Kabupaten Majalengka dan Kabupaten Sumedang.
Wilayah Kabupaten Indramayu beriklim tropis basah dan kering, dengan dua pola musim, yaitu musim penghujan dan musim kemarau. Musim penghujan biasanya berlangsung antara bulan Desember hingga Maret. Musim kemarau berlangsung pada bulan Mei hingga Oktober. Rata-rata curah hujan di wilayah Kabupaten Indramayu adalah 1300–1800 mm per tahun dengan jumlah hari hujan berkisar antara 90–140 hari hujan per tahun.
Suhu udara rata-rata tahunan wilayah Kabupaten Indramayu cukup tinggi, karena wilayahnya yang berada di pesisir pantai. Rata-rata suhu udara di Kabupaten Indramayu berkisar antara 23°–32°C. Sedangkan tingkat kelembaban di sebagian besar wilayah kabupaten Indramayu berkisar antara 70–85% per tahun.
Bahasa Daerah
Secara umum, bahasa daerah yang digunakan masyarakat Kabupaten Indramayu adalah Bahasa Jawa dengan Dialek Indramayu. Mayoritas masyarakat Indramayu menggunakan Bahasa Jawa Indramayu (Dialek Indramayu). Selain bahasa Jawa Indramayu (dialek Indramayu), masyarakat Indramayu yang tinggal di wilayah selatan dan barat daya menggunakan bahasa Sunda.
Bahasa Jawa di Kabupaten Indramayu sekarang ada tiga dialek. Mayoritas adalah dialek Dermayu (Indramayu). Tetapi ada pula bahasa Jawa dialek Cerbon (Cirebon), misalnya di Desa Krangkeng, Kalianyar, dan sekitarnya yang berada di Kecamatan Krangkeng. Wilayah tersebut berbatasan dengan Kabupaten Cirebon.
Bahasa Jawa dialek TegalBrebes juga ada, khususnya digunakan masyarakat di wilayah barat Kabupaten Indramayu. Sebab, pada tahun 1920-an terdapat migrasi dari Tegal-Brebes ke wilayah tersebut. Khususnya di beberapa desa atau blok di Kecamatan Haurgeulis, Anjatan, Patrol, Sukra, dan Bongas.
Memang mayoritas masyarakat Indramayu menggunakan Bahasa Jawa Dermayu. Yaitu kira-kira 1,5 juta penduduk Kabupaten Indramayu. Ada dua tingkatan dalam bahasa Jawa dialek Dermayu yang merupakan dialek sosial (sosiolek), yaitu tingkatan bagongan atau ngoko dan tingkatan bebasan atau besiken atau kromo. Diperkirakan, warga yang menguasai bahasa tingkat bebasan itu sekitar 20%-40%.
Sedangkan masyarakat yang menggunakan bahasa Sunda umumnya menggunakan Bahasa Sunda standar dengan dua tingkatan. Pertama, bahasa Sunda Priangan atau bahasa Sunda fase baru, yang digunakan masyarakat di Kecamatan Gantar dan sebagian Haurgeulis (berbatasan dengan Kabupaten Subang), Kecamatan Terisi bagian selatan (yang berbatasan dengan Kabupaten Majalengka dan Sumedang), serta di Blok Karangjaya di Desa Mangunjaya di Kecamatan Anjatan.
Ada pula Bahasa Sunda Indramayu fase Sunda kuno asli di wilayah Indramayu. Yakni di Desa Ilir, Bulak, dan Parean Girang di Kecamatan Kandanghaur, serta Desa Lelea dan Tamansari di Kecamatan Lelea. Bahasa Sunda yang digunakan di sana dikenal sebagai bahasa Sunda Lelea atau bahasa Sunda Parean.
Bahasa Sunda fase Sunda Kuno agak berbeda dengan fase Sunda baru, karena perbedaan dialek temporal. Perbedaan yang paling kentara adalah, dalam bahasa Sunda Parean-Lelea tidak dikenal undak-usuk (tingkatan berbahasa). Bahasa Sunda Parean-Lelea juga tidak mengenal vokal /eu/. Di Bahasa Sunda Parean-Lelea, vokal /eu/ digantikan oleh vokal /u/, /i/, atau /ə/ saja. Selain itu, juga terdapat sejumlah perbedaan pada kosa kata.
Begitu banyak kekayaan budaya di masyarakat Kabupaten Indramayu. Maka, upaya menghargai budaya dan kearifan lokal yang dilakukan Perhutani KPH Indramayu layak dihargai. Salah satunya dengan menggelar ritual Sedekah Bumi. • DR/Idr/SH