6 minute read

• Biaya Penebangan dan Pengangkutan Biomassa Hutan Tanaman Energi

Penulis: Zacheus Yunianto, Iwan Gunawan dan Kelompok Peneliti Produksi, Industri dan Pemasaran PeFI

Peneliti Muda IX Perhutani Foresty Institute & Peneliti Madya VI Perhutani Foresty Institute

Advertisement

Program redesain pengelolaan sumber daya hutan yang dilakukan Perhutani tertuang dalam

Rencana Jangka Panjang Perusahaan

Tahun 2020–2024. Tujuannya untuk membangun portofolio baru yang bersifat quick yield, yang selanjutnya diturunkan dalam bentuk kebijakan pengembangan tanaman energi, yaitu Gamal dan Kaliandra. Tindak lanjut dari pengembangan tanaman energi itu adalah dimulainya sinergi kerja sama antara PT PLN, Perum

Perhutani, dan PTPN, dalam rangka pemenuhan bahan baku biomassa untuk mendukung kebijakan nasional untuk mencapai target bauran energi 23% pada tahun 2025.

Pengembangan Hutan Tanaman

Energi (HTE) biomassa di Perum

Perhutani dimulai sejak tahun 2013. Dilaksanakan secara mandiri maupun kerja sama dengan pihak ketiga. Sampai tahun 2021, luas areal tanaman yang telah dibangun adalah sekitar 32.000 hektare, tersebar di 16 KPH dengan jenis Gamal dan

Kaliandra. Di dalam Rencana Jangka

Panjang Perusahaan (RJPP) 20202024, pembangunan hutan tanaman energi biomassa kayu direncanakan seluas 56.984 hektare.

Penentuan harga keekonomian biomassa merupakan salah satu hal yang krusial untuk menjamin kesuksesan program PLTU cofiring dengan biomassa. Harga keekonomian yang dihitung dapat menjadi acuan yang dapat digunakan untuk mendukung produksi biomassa HTE dengan skala yang besar. Biaya tebangan dan pengangkutan biomassa merupakan salah satu bagian dari penentu Harga Pokok Produksi (HPP) dalam bisnis biomassa. Kajian biaya tebangan dan pengangkutan biomassa dapat digunakan sebagai dasar dalam perencanaan dan penyusunan strategi bisnis biomassa di Perhutani.

Prestasi Kerja dan Biaya Penebangan HTE

Kegiatan uji coba penebangan biomassa dilakukan pada tanaman Gliricidae tahun tanam 2019 yang berada di Petak 193-g3, RPH Mliwang, BKPH Tanggung, KPH Semarang. Umur tanaman pada saat dilakukan uji coba penebangan tersebut adalah 27 bulan. Sistem pemanenan biomassa atau penebangan pohon gamal yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari 2 jenis, yaitu sistem pemanenan tanpa bucking (full tree) dan sistem pemanenan dengan pembagian batang (bucking) panjang maksimal 2 m.

Sistem pemanenan full tree dilakukan oleh satu regu kerja yang terdiri dari 4 orang (1 orang tenaga tebang dengan chainsaw dan 3 orang tenaga lansir/sarad). Sistem pemanenan dengan bucking panjang maksimal 2 m dilakukan oleh satu regu kerja yang terdiri dari 5 orang (1 tenaga tebang+bucking dengan chainsaw, 1 orang bucking dengan parang, 3 orang tenaga lansir/pikul). Hasil pengamatan prestasi kerja dan biaya kedua sistem pemanenan biomassa disajikan dalam Tabel 1.

Berdasarkan Tabel 1, terlihat bahwa prestasi kerja tebang biomassa antara sistem full tree dengan sistem bucking menunjukkan hasil yang sangat berbeda. Sistem full tree memiliki prestasi kerja hingga 3 kali lebih cepat dibandingkan dengan sistem bucking. Hal ini karena dalam sistem full tree tidak ada kegiatan pembagian batang (bucking), kegiatan hanya tebang pohon saja menggunakan chainsaw. Setelah pohon roboh, langsung ditarik/disarad keluar menuju jalan angkutan, sehingga waktu yang

dipergunakan untuk menyelesaikan proses pemanenan satu pohon menjadi lebih cepat dibandingkan dengan sistem bucking.

Pada sistem bucking, setelah pohon ditebang dengan chainsaw, selanjutnya dilakukan pembagian batang dengan panjang potongan maksimum 2 meter. Setelah dilakukan bucking, potongan batang dibongkok untuk diangkut/dipikul keluar menuju jalan angkutan, sehingga waktu yang dipergunakan untuk menyelesaikan proses pemanenan satu pohon menjadi lebih lama.

Pemanenan dengan sistem full tree memiliki kelemahan dalam hal pengangkutan dengan truk, karena panjang kayu tanpa bucking melebihi panjang bak truk. Sehingga, kayu tidak dapat dimuat dalam bak truk.

Oleh karena itu, disarankan apabila pemanenan menggunakan sistem full tree, harus tersedia mesin chipper portable di lokasi pemanenan, sehingga biomassa dapat langsung diproses menjadi chip dan dapat dimuat dalam bak truk. Pemanenan dengan sistem full tree lebih tepat dilakukan pada lokasi-lokasi dengan topografi datar dengan jarak lansir kayu ke jalan angkutan tidak terlalu jauh, sehingga biaya sarad dapat ditekan seminimal mungkin.

Uji coba pemanenan dengan sistem bucking maksimal 1 meter pernah dilakukan pada tahun 2019 di Petak 184e, RPH Mliwang, BKPH Tanggung, KPH Semarang, pada tanaman Gliricidae berumur 3 tahun dengan rata-rata berat produksi/pohon 8,7 kg. Salah satu perlakuan pada penelitian ini adalah tebang dan bucking menggunakan chainsaw yang dilakukan oleh satu regu kerja yang terdiri dari 2 orang, yaitu 1 operator chainsaw dan 1 tenaga pembantu (helper). Hasil pengamatan prestasi kerja dan biaya tebangan, tidak termasuk lansir/pikul ke jalan angkutan masih terlalu rendah dan biaya sangat tinggi jika dibandingkan dengan pemanenan system full tree dan bucking panjang maksimal 2 m, yaitu 1.010 kg/org/hari dengan biaya Rp 248/kg.

Biaya Tebang dan Angkut Biomassa

Setelah kegiatan penebangan, bucking dan lansir/sarad biomassa ke jalan angkutan, rangkaian kegiatan pemanenan selanjutnya adalah pengangkutan hasil panen biomassa ke pabrik. Kegiatan pengangkutan kayu merupakan kegiatan yang menentukan, karena biaya pengangkutan kayu merupakan bagian terbesar, yaitu sekitar 50%–90% dari biaya pembalakan (Sukadaryati, 2009). Besarnya biaya pemanenan dan pengangkutan biomassa dari ketiga sistem pemanenan disajikan pada Tabel 2.

Berdasarkan Tabel 2, terlihat bahwa biaya pemanenan dan pengangkutan biomassa dengan sistem full tree maupun bucking panjang maksimal 2 meter hampir sama besarnya, yaitu Rp 412/kg. Kedua sistem pemanenan tersebut lebih efisien jika dibandingkan dengan pemanenan sistem bucking panjang maksimal 1 meter.

Meskipun biaya pemanenan dan pengangkutan biomassa antara sistem full tree dengan bucking panjang maksimal 2 meter hampir sama, namun dalam operasional di lapangan lebih mudah dengan pemanenan sistem bucking panjang maksimal 2 meter. Hasil panen sistem full tree memiliki kesulitan dalam hal pengangkutan menggunakan truk, karena ukurannya yang terlalu panjang bahkan sampai melebihi panjang bak truk, sehingga tidak memungkinkan untuk melakukan pengiriman pada jarak yang jauh.

Tabel 2. Biaya Pemanenan & Pengangkutan Biomassa pada Berbagai Sistem Panen

No Sistem pemanenan Biaya tebang dan/bucking (Rp/kg) Biaya sarad/ pikul (Rp/kg) Biaya angkutan truk (Rp/kg) Jumlah biaya tebangan dan angkutan (Rp/kg)

1 2 3 4 5

1 Full tree 18,4 49,5 2 Bucking panjang maks 2 m 38 85,4

3 Bucking panjang maks 1 m 248 85,4 344,2 289,2

199,1

6 (3+4+5) 412,1 412,6

532,5

Keterangan: Biaya sarad/pikul sistem pemanenan bucking panjang maksimal 1 m diasumsikan sama dengan biaya sarad/pikul sistem pemanenan bucking panjang maksimal 2 m

Penutup

Pemanenan dengan sistem bucking panjang maksimal 2 meter paling efektif dan efisien dari segi biaya pemanenan (tebang, bucking, pikul/lansir) dan pengangkutan, serta mudah dalam operasionalnya. Pemanenan biomassa dengan sistem full tree lebih tepat dilakukan pada lokasi-lokasi dengan topografi datar dengan jarak lansir kayu ke jalan angkutan tidak terlalu jauh (0-100 m), assesibilitas mudah, dan harus didukung dengan ketersediaan mesin chipper portable di lokasi pemanenan, sehingga biomassa dapat langsung diproses menjadi chip dan dapat dimuat dalam bak truk. • DR

Gambar 1. Penebangan dengan sistem full tree, (a) Penebangan dengan chainsaw; (b) Penyaradan biomassa ke jalan angkutan

Gambar 2. Penebangan dengan sistem bucking panjang maks 2 meter, (a) Pembagian batang (bucking); (b) Lansir/pikul biomassa ke jalan angkut

Tabel 1. Prestasi Kerja & Biaya Pemanenan Biomassa Sistem Full tree dan Bucking

No Uraian Satuan Sistem Full Tree Sistem Bucking 2m Sistem Bucking 1m (Gunawan, 2019)

1 2 3 4

5

1 Tebang dan/bucking kg/org/hari 14.942 4.840

2 Tebang dan/bucking phn/org/hari 952 308

3 Sarad/Pikul kg/org/hari 1.867 1.083

4 Sarad/Pikul phn/org/hari 119 69

5 Biaya tebang dan/bucking Rp/kg 18,4 38

6 Biaya sarad/pikul Rp/kg 49,5 85,4

7 Kapasitas angkutan kg/truk 2.324 2.766

8 Rata-rata berat/pohon kg 15,7 15,7

6 1.010

116

248

4.018

8,7

9 HOK 7 jam Rp 92.450 92.450 90.000

10 Sewa chainsaw +operator Rp 275.000 367.450 250.000 11 BSR Pemanenan (tebang+sarad/pikul) Rp/kg 67,9 123,4

Rp/ton 67.900 123.400

Keterangan:

Besaran HOK menggunakan UMR Kabupaten Semarang tahun 2022.

Uji coba sistem pemanenan bucking panjang maksimal 1 m dilakukan pada tahun 2019 di petak 184e, RPH Mliwang, BKPH Tanggung, KPH Semarang, pada tanaman Gliricidae umur 3 tahun dengan rata-rata berat produksi/pohon 8,7 kg (Sumber: Laporan Penelitian, Prestasi Kerja dan Standar Biaya Penebangan Biomassa Kayu Gamal (Gliricidia sepium), Puslitbang Perhutani Tahun 2019).

Pengamatan prestasi kerja dan biaya tebangan sistem bucking panjang maksimal 1 m hanya pada kegiatan tebang dan pembagian batang, tidak termasuk lansir/ pikul ke jalan angkutan. Satu regu kerja 2 orang, 1 operator chainsaw 1 tenaga pembantu (helper ).

This article is from: