4 minute read

Pertama di Indonesia

Foto: Nanjar Munandar/Kompersh Kanpus

Perhutani Adalah

Advertisement

FSC® Certificated Holder Pertama di Indonesia

sebuah rekor diukir Perum Perhutani medio desember 2020. menjelang akhir tahun 2020 itu, Perhutani dinyatakan sebagai pemegang sertifikat FsC pertama di indonesia. diterimanya trophy Penghargaan Forest stewardship Council® (FsC®) yang diselenggarakan oleh FsC® indonesia itu menunjukkan pengakuan atas kinerja Perhutani. tentu hal itu sangat membanggakan. sebab, hal itu menjadi bukti suatu proses yang panjang dan tidak mudah yang telah dilalui Perhutani untuk mencapai posisinya saat ini.

Institut Pertanian Bogor (IPB) menjadi tempat pemberian penghargaan itu. Pada Selasa, 15 Desember 2020, Perum Perhutani menerima trophy penghargaan Forest Stewardship

Council® (FSC®). Ajang pemberian penghargaan itu diselenggarakan oleh FSC® Indonesia, bertempat di

Science Park IPB, Ruang Mahoni,

Jalan Taman Kencana Nomor 3, Kota

Bogor, Jawa Barat. Pemberian anugerah tersebut kepada Perhutani merupakan torehan rekor tersendiri. Sebab,

Anugerah tersebut merupakan penghargaan sebagai FSC®

Certificate Holder Pertama di

Indonesia. Acara tersebut dihadiri sejumlah tokoh. Di antaranya yang hadir dalam kegiatan tersebut adalah Country

Manager FSC® Indonesia, Hartono

Prabowo; Direktur Pengembangan

Bisnis dan Pemasaran Perum

Perhutani, Ahmad Ibrahim; Direktur

Eksekutif Lembaga Ekolabel Indonesia (LEI), Herryadi; Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Hutan Indonesia (APHI), Indroyono Soesilo; beserta para tamu undangan lainnya. Country Manager FSC® Indonesia, Hartono Prabowo, memberikan penghargaan tersebut kepada Perum Perhutani yang diterima oleh Direktur Pengembangan Bisnis dan Pemasaran Perhutani, Ahmad Ibrahim.

Pemberian penghargaan tersebut juga dilakukan dalam rangka kegiatan Peresmian dan Peluncuran Standar Sertifikasi Voluntary FSC® Pengelolaan Hutan Nasional (SPHN). Seperti ajang pemberian trophy penghargaan Forest Stewardship Council® (FSC®), acara peluncuran Standar Sertifikasi Voluntary FSC® Pengelolaan Hutan Nasional (SPHN) itu juga dilaksanakan secara virtual melalui Zoom dan Live Youtube.

Saat memberikan kata sambutan, Hartono Prabowo menyampaikan, SPHN dibentuk dari kombinasi berbagai kepentingan yang terkait dengan pengelolaan hutan dan juga kombinasi dari sistem, metodologi, aturan, serta hukum yang berlaku, sehingga secara khusus menjadi sebuah Standar Pengelolaan Hutan Nasional (SPHN).

Menurut dia, SPHN telah dipublikasikan pada tanggal 18 Agustus 2020, dengan proses sosialisasi sebanyak 4 kali, dengan target audiens yang berbeda. Yaitu pada unit usaha skala besar, unit usaha skala kecil, auditor, serta stakeholders yang dilakukan secara daring. Hartono Prabowo juga berharap, dengan adanya SPHN tersebut, dapat terwujud pengelolaan hutan yang berkelanjutan dan berkeadilan.

Sebuah Pengakuan

Di dalam kesempatan yang sama, Ahmad Ibrahim menyampaikan apresiasi kepada FSC® Indonesia atas pengakuan mereka terhadap Perum Perhutani sebagai pemegang sertifikat FSC®

Foto: Nanjar Munandar/Kompersh Kanpus

pertama di Indonesia. Ahmad Ibrahim juga sedikit memaparkan tentang bagaimana perjalanan sejarah Perhutani mengikuti sertifikasi FSC®. Menurut dia, adalah suatu proses yang panjang dan tidak mudah untuk bisa mencapai semua ini.

“Dari awal tahun 1990-an, Perhutani pertama kali mendapatkan Certificate of Rain Forest Alliance for Sustainable Forest Management dengan scope seluruh kawasan hutan Perum Perhutani dan terus berproses dengan mengikuti berbagai perubahan prosedur sertifikasi FSC® Indonesia sampai dengan sekarang,” kata Ahmad Ibrahim.

Di dalam perjalanannya, kata Ibrahim, Perhutani mendapatkan sertifikat FSC untuk sejumlah Kesatuan Pemangkuan Hutan (KPH). “Sampai saat ini, kami memegang 1 sertifikat FSC® Forest Management (FM) dengan scope 8 KPH, yaitu KPH Banten, KPH Ciamis, KPH Cepu, KPH Kendal, KPH Kebonharjo, KPH Randublatung, KPH Madiun, dan KPH Banyuwangi Utara, serta 1 sertifikat FSC Controlled Wood (CW) dengan scope 49 KPH, dan 3 Sertifikat CoC FSC® untuk Industri Kayu Brumbung, Industri Kayu Cepu, Industri Kayu Gresik, dan tentu saja sertifikasi wajib yaitu PHPL untuk seluruh KPH dan VLK Industri untuk seluruh industri kayu,” papar Ibrahim.

Di kesempatan itu, Ahmad Ibrahim juga menyampaikan terima kasih kepada semua pihak atas dukungannya sehingga Perhutani bisa mencapai posisi seperti sekarang ini. “Sekali lagi kami ucapkan terima kasih atas perhargaan ini. Penghargaan ini bukan hanya untuk Perum Perhutani, namun juga untuk kita semua. Dan yang terpenting adalah untuk Indonesia,” tutupnya.

kondisi Pengelolaan Hutan

Sebagai informasi, SPHN disusun menyesuaikan dengan kondisi pengelolaan hutan Indonesia. Standar tersebut dikembangkan secara multipihak. Termasuk di dalamnya adalah para pemegang izin pemanfaatan hutan di Indonesia yang dikoordinasikan oleh APHI, guna mendorong dan memperluas pengelolaan hutan lestari Indonesia, serta mendukung implementasi Sistem Verifikasi Legalitas Kayu (SVLK) pengelolaan hutan di Indonesia.

Sistem Verifikasi dan Legalitas Kayu (SVLK) merupakan sistem pelacakan yang disusun secara multistakeholders untuk memastikan legalitas sumber kayu yang beredar dan diperdagangkan di Indonesia. SVLK dikembangkan untuk mendorong implementasi peraturan pemerintah yang berlaku terkait perdagangan dan peredaran hasil hutan yang legal di Indonesia.

SVLK diterapkan di Indonesia untuk memastikan agar semua produk kayu yang beredar dan diperdagangkan di Indonesia memiliki status legalitas yang meyakinkan. Konsumen di luar negeri pun tidak perlu lagi meragukan legalitas kayu yang berasal dari Indonesia. Unit manajemen hutan tidak khawatir lagi hasil kayunya diragukan keabsahannya. Industri berbahan kayu yakin akan legalitas sumber bahan baku kayunya, sehingga lebih mudah untuk meyakinkan para konsumen mereka di luar negeri.

Penerapan SVLK dilandasi oleh komitmen pemerintah Indonesia dalam memerangi pembalakan liar dan perdagangan kayu ilegal. Ini merupakan perwujudan good forest governance menuju pengelolaan hutan lestari. Sekaligus pula sertififikasi SVLK dikeluarkan untuk menjawab permintaan atas jaminan legalitas kayu dalam bentuk sertifikasi dari pasar internasional, khususnya dari Uni Eropa, Amerika Serikat, Jepang, dan Australia. Juga sebagai bentuk "National Insentive" untuk mengantisipasi semakin maraknya permintaan skema sertifikasi legalitas kayu dari negara asing, semisal skema FSC, PEFC, dan sebagainya.

SVLK mulai berlaku sejak 1 September 2009. Prinsipnya adalah Tata Kelola Kehutanan yang Baik (Governance), Keterwakilan (Representatif), dan Transparansi / Keterbukaan (Credibility). • DR/PR/2020-

XII-29

This article is from: