2 minute read
B. Anggota dari Kelompok Aparatur Negara sebagai Perantara Dialog dengan Pemerintah
B. Anggota dari Kelompok Aparatur Negara sebagai
Perantara Dialog dengan Pemerintah
Advertisement
Di samping identitas organisasi spiritual, Pangestu juga memanfaatkan otoritas pengikutnya yang merupakan anggota TNI, POLRI maupun Kejaksaan, seperti Letjen (Pur) I Putu Soekreta Soeranta dan Mayjen (TNI) Hendardji Soepandji, adik dari Hendarman Soepandji mantan Jaksa Agung (9 Mei 2007-24 September 2010) dan Kepala BPN. Bahkan dalam periode 1959-1970, Mayjen Prof. Dr. Soemantri Hardjoprakoso2 dengan penuh pertimbangan dipilih untuk menjabat sebagai Ketua Pengurus Pusat Pangestu. Di tahun 1966 yang masih dalam masa kepemimpinan Soemantri, saat eksistensi aliran kepercayaan mendapat ancaman dari pemerintah, ia memperkenalkan ajaran Pangestu dihadapan wakil organisasi kebatinan serta Pakem Kejaksaan Tinggi Jakarta. Dengan terus memberikan penjelasan dan pengertian kepada berbagai pihak, Pangestu berhasil mengamankan eksistensi organisasinya terlepas dari berbagai macam tuduhan dan ancaman yang ada.
Sebelumnya, pada tanggal 31 Juli 1962, utusan Departemen Agama, Ghozali Sulamulhadi melakukan wawancara dengan Ketua Cabang Pangestu Solo, Subroto terkait dengan ajaran Pangestu yang pada mulanya dicurigai sebagai sebuah gerakan agama baru. Setelah melakukan beberapa dialog serta menjelaskan asas dasar ajaran sesuai dengan sabda Sang Guru Sejati, Depag memutuskan bahwa Pangestu bukanlah kelompok sesat yang mengancam kehidupan beragama. Menanggapi keresahan Depag, selain melakukan dialog Pangestu kemudian mengeluarkan surat Keputusan Ketua Pengurus Pusat Pangestu No. Kep/08/V/1978 yang menegaskan dengan Instruksi Ketua Pengurus Pusat Pangestu NO. 4/1964 tanggal 23 Januari 1963 bahwa Pangestu
2 Soemantri Hardjoprakoso merupakan ketua Lembaga Psychoteknik Tentara (LPT) sejak 15 Juni 1950.
Beliau juga merupakan penggagas berdirinya fakultas Psikologi Universitas Padjajaran sekaligus ketua
Panitia Persiapan Pendirian Fakultas Psikologi Universitas Padjajaran pada Agustus 1961. Hingga saat ini, namanya diabadikan sebagai salah satu nama gedung di Fakultas Psikologi UNPAD. http:// psikologi.unpad.ac.id/sejarah-psikologi-unpad/, diakses pada 16/06/2019, 22:35.
dan ajaran Sang Guru Sejati bukan merupakan sebuah agama baru. Surat keputusan tersebut terus dikeluarkan setiap tahunnya, dan menjadi bahasan pokok dalam Musyawarah Nasional yang diadakan setiap lima tahun sekali.36
Respon Pangestu secara aktif diberikan untuk setiap kebijakan pemerintah terkait dengan aturan agama dan kepercayaan. Setelah mengeluarkan surat putusan untuk menanggapi Departemen Agama, Pangestu kembali memberikan putusannya dengan pernyataan yang sama setelah pemerintah mengeluarkan TAP MPR No. IV/MPR/1978 mengenai aliran kepercayaan yang berbunyi: “Kepercayaan kepada Tuhan Yang Maha Esa tidak merupakan agama;” “pembinaan terhadap Kepercayaan kepada Tuhan Yang Maha Esa dilakukan: agar tidak mengarah kepada pembentukan agama baru.”
Selain daripada anggapan sebagai agama, Pakem yang merupakan lembaga pengawas kepercayaan juga terus melakukan pengawasan terhadap Pangestu, khususnya di cabang Jakarta, Bandung dan Semarang. Namun setelah melakukan beberapa kali pemeriksaan ajaran dan AD/ART, Pakem menyatakan bahwa Pangestu bukan merupakan organisasi yang mengancam keutuhan bernegara ataupun memiliki unsur-unsur yang terkait dengan penistaan agama.37 Pangestu menganggap bahwa penegasan statusnya kepada pemerintah sangat penting, sebab dalam salah satu ajaran pokoknya disebutkan bahwa warga Pangestu harus selalu “setia kepada Kalifatullah (Pembesar dan Undang-Undang Negara), sehingga Keputusan Pengurus Pusat tersebut dibuat sebagai bentuk ketaatan organisasi Pangestu kepada negara.38
Alasan ideologis tersebut juga menjadi salah satu pertimbangan bagi Pangestu untuk tidak menunjukkan resistensi secara langsung kepada pemerintah meski mengalami keterbatas akses hak dan pengakuan. Di sisi lain, mereka justru berusaha secara kreatif memanfaatkan ruang-ruang kosong diantara kebijakan yang dapat digunakan untuk menegaskan eksistensinya. Pangestu