4 minute read
JALAN BRAGA: Saksi Bisu Evolusi Tren Kota Kembang
by ARÇAKA
Text by Bryan Dharmanta | Photos by google images
“Tidak lekang oleh waktu, Jalan Braga tetap memiliki pesona tersendiri bagi para penduduk kota Bandung.”
Advertisement
Masa jaya Jalan Braga dikenal sebagai tempat berkumpul dan pusat perbelanjaan sudah dimulai sejak 1920 silam. Banyak pertokoan bahkan sengaja memindahkan bisnisnya ke jalan bersejarah ini. Hingga saat ini, sudah banyak bangunan-bangunan di Jalan Braga yang mengalami transformasi tipologi seiring perkembangan zaman dan otoritas serta banyak yang sudah masuk ke daftar cagar budaya Kota Bandung.
Sejarah nama Braga sendiri masih belum memiliki kejelasan hingga saat ini. Perubahan nama Pedatiweg menjadi Bragaweg mungkin akibat kepopuleran Toneelvereniging Braga, yang didirikan di Pedatiweg pada tanggal 18 Juni 1882 oleh Asisten Residen Priangan, Pieter Sijthoff. Namun, sastrawan sunda, M. A. Salmun, berpendapat bahwa Braga berasal dari kata ngabaraga (bahasa Sunda) yang berarti “berjalan di sepanjang sungai”, dan memang benar bahwa Jalan Braga terletak dekat dengan Sungai Cikapundung.
Braga dikenal dengan banyaknya tipologi bangunan pertokoan. Sejak tahun 1916, mulai dibangun tipologi perkantoran seperti Gedung Gas Negara yang dibangun pada tahun 1919 yang menandakan dimulainya penyaluran energi gas bumi di Kota Bandung sebagai penyedia listrik.
IKON KOTA BANDUNG
Jalan bersejarah ini dikenal dengan sebutan Paris van Java hingga saat ini. Namun dibalik itu semua, sejarah mencatat bahwa Jalan Braga ini sempat menyandang julukan sebagai tempat angker, jalan culik, dikarenakan banyaknya penculikan yang sempat terjadi di tempat ini saat agresi militer Belanda sehingga menjadikan jalan ini rawan untuk dilewati.
Nama Braga semakin popular setelah dilakukan banyak pembangunan, dan juga kehadirnya barang-barang mewah dan berkelas dalam pasar perdagangan sekitar jalan ini. Tidak hanya itu, kesenian, hiburan, dan berbagai macam fasilitas terus dibangun dengan gaya yang sengaja dibuat dengan gaya eropa dengan tujuan untuk menarik perhatian pengunjung asing, terutama bangsa Eropa agar tetap bisa merasakan nuansa Eropa.
Kepopuleran jalan ini terhadap bangsa Eropa juga didukung dengan adanya konsep pemerintahan hindia belanda yang menekankan pada sifat konsumtif sehingga, roda perekonomian bisa berjalan dengan baik. Hal inilah yang membuat nama Braga menjadi disegani oleh bangsa-bangsa Eropa dan menjadi tujuan favorit bila berkunjung ke Bandung.
WACANA REVITALISASI BRAGA
Rencana untuk merevitalisasi Jalan Braga sudah mulai diwacanakan sejak tahun 1960- an tetapi tidak ada yang berhasil dijalankan. Lebih dari 150 bangunan di jalan ini, hanya ada sekitar 50% yang masih memiliki wajah asli, 25% mengalami perombakan total, dan sisanya terbengkalai tanpa adanya kepemilikan yang jelas. Pada tahun 2006, pembangunan Braga City Walk dilakukan bertujuan untuk menghidupkan kembali keramaian Jalan Braga.
ANCAMAN BARU DI BRAGA
Dilansir dari sebuah artikel di Pikiran Rakyat, Jalan Braga baru-baru ini dikabarkan berpotensi terkena ancaman serius dikarenakan sedang diwacanakan untuk pembangunan area komersial baru di lahan bongkaran sekitar Gang Affandi. Lahan bongkaran ini memiliki luas sekitar 2000 m 2 dan wacana pembangunan ini baru diketahui warga setelah keluhan warga mengenai adanya penutupan akses jalan menuju area permukiman bantaran Sungai Cikapundung. Kekhawatiran utama warga sekitar terkait pembangunan ini terletak pada pembongkaran bangunan panjang berlokasi di mulut gang yang merupakan bangunan cagar budaya kelas A.
Bangunan cagar budaya kelas A tidak boleh dibongkar atau dilakukan perubahan. De Majestic (Asia Afrika Cultural Center), Hotel Preanger, Gas Negara, PLN, dan Bank Indonesia merupakan beberapa bangunan yang masuk golongan kelas A di Jalan Braga. Pemerintah Kota Bandung sudah diperingatkan untuk melakukan aksi pengawasan terhadap wacana pembangunan ini dikarenana Braga merupakan salah satu ikon Kota Bandung dengan nilai historis yang cukup kental.
PROSPEK BRAGA KEDEPANNYA
Tantangan di masa depan yang cukup dominan adalah terkait dengan penggunaan energi. Untuk menjamin ketersediaan energi di masa depan maka diperlukan upaya penggunaan energy yang efisien. Kawasan Braga sebagai ikon Kota Bandung memiliki banyak bangunan bersejarah yang sudah terdaftar dalam cagar budaya. Pemanfaatan Bangunan bersejarah dengan pengalihan tipologi dari waktu ke waktu merupakan salah satu upaya refurbishment pada bangunan tua yang menitikberatkan pada pendekatan konservasi.
Usaha konservasi ini juga diperkuat dengan adanya wacana untuk mempercantik kawasan Braga yang digagas oleh Kepala Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Bandung, Dewi Kaniasari. Dalam rencana ini, akan diadakan acara cat bersama dengan warga sekitar Braga. Kegiatan ini diharapkan dapat menumbuhkan rasa kepedulian warga untuk lebih peduli terhadap kebudayaan dan pariwisata Jalan Braga.
Dampak positif yang dapat diraih dari revitalisasi dan konservasi bangunan bersejarah antara lain dapat meminimalisir penggunaan energi, lebih hemat dan ramah lingkungan dikarenakan mendaur ulang material yang akan digunakan, dapat menghindari dampak negatif pembangunan terhadap lingkungan sekitar, penggunaan site yang sudah ada sehingga tidak diperlukan pembukaan lahan baru yang dapat mencemari lingkungan dan memakan lahan serta mengurangi sampah konstruksi proyek, secara tidak langsung ikut serta dalam upaya konservasi bangunan sejarah dan mempertahankan sejarah arsitekturnya, mengundang peluang ekonomi baru yang menguntungkan, menghemat waktu dalam pembangunan, dan menjaga standar lokal yang ada.
Masa depan merupakan sebuah konsep abstrak yang tidak memiliki variabel yang tetap. Kapan dan mengapa sebuah waktu dapat disebut sebagai masa depan juga masih tidak jelas. Satu hal yang pasti adalah perkembangan teknologi yang mengakibatkan banyak dampak perubahan pada masyarakat, dan berbagai tempat, namun tidak pada kawasan Jalan Braga. Banyak tindakan revitalisasi dan konservasi yang dilakukan pada kawasan Jalan Braga oleh pemerintah dengan tujuan untuk mempertahankan ikon Kota Bandung yang historis ini. Alih-alih diabaikan, justru kedepannya, akan semakin banyak upaya-upaya pemugaran kawasan ini.
Kawasan Braga dapat diprediksi tidak akan menjadi sepi atau tidak menarik. Identitasnya sebagai Fifth Avenue Bandung akan selalu membuatnya menjadi salah satu pusat hiburan di Kota Bandung, apalagi Braga merupakan salah satu kawasa yang membantu Bandung meraih gelar Paris van Java. Tren ini tidak akan putus karena adanya warisan budaya dari satu generasi ke generasi lainnya. Jalan Braga hendaknya tetap dilestarikan dan dipelihara sejatinya sejak dini dikarenakan aset sejarah merupakan jejak perkembangan warisan kebudayaan bangsa sejak dahulu kala yang tidak ternilai harganya dan sebagai pengingat jati diri sebagai Indonesia dan warga Bandung.