Media aesculapius Surat Kabar
Kedokteran dan Kesehatan Nasional Terbit Sejak 1970
Mei-Juni 2020 / Edisi 02 / Tahun XLIX / ISSN 0216-4996
@MedAesculapius |
beranisehat.com |
KONSULTASI
KESMAS
KABAR ALUMNI
Lebih Jauh Mengenal Hand, Foot, and Mouth Disease hlm 4
Sudahkah Indonesia Bebas Kaki Gajah?
Pengalaman Berharga di Kota Manise hlm 11
hlm
5
0896-70-2255-62
Menilik Penanganan Wabah di Indonesia
M
Covid-19 bukanlah wabah pertama yang berhasil menggemparkan tanah air. Lantas, mengapa pemerintah Indonesia tampak begitu kewalahan?
eskipun telah bergulir di penghujung tahun 2019 lalu, penemuan kasus Covid-19 pertama di Indonesia baru terlaporkan pada Maret 2020. Sebagai negara yang belakangan terinfeksi virus corona, Indonesia dibuat kalang kabut oleh krisis kesehatan global ini. Sejarah panjang wabah nasional menunjukkan bahwa ini bukan kali pertama Indonesia terpapar epidemi. Namun, respons yang ditunjukkan pemerintah sedikit mengecewakan sejumlah pihak, walaupun pemerintah memang bukanlah satu-satunya aktor yang harus memikul beban berat ini. Sistem penanggulangan dan kesiapsiagaan negara menghadapi wabah kemudian banyak dipertanyakan. Negara Sudah Punya Pedoman Nasional Sejatinya, Indonesia telah memiliki sejumlah pedoman kesiapsiagaan dan penanggulangan dalam menghadapi wabah. Pedoman tersebut ada yang berbentuk undangundang, seperti UU No. 4 Tahun 1984 serta UU No. 6 Tahun 2018 dan ada pula yang berupa produk hukum lainnya, seperti PP serta Permenkes. Di saat wabah berlangsung, pemerintah memiliki wewenang untuk menerbitkan pedoman penanganan wabah, misalnya Keputusan Menteri Kesehatan Nomor HK.01.07/Menkes/247/2020 tentang Covid-19 yang sudah diterapkan di seluruh wilayah Indonesia. Tak hanya menerbitkan pedoman, Kemenkes juga siap berkoordinasi dengan struktur pemerintahan lainnya. Saat badai Covid-19 menyerang, pemerintah berhasil membentuk Satuan Gugus Tugas (Satgas) Covid-19 beranggotakan Kemenkes dan Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) yang bertugas menangani penyebaran virus corona secara nasional. “Masing-masing
komponen dalam Satgas melakukan komunikasi dan koordinasi dengan pihak-pihak terkait sesuai kapasitas tugasnya,” jelas drg. Oscar Primadi, MPH, perwakilan Sekretaris Jenderal Kementerian Kesehatan RI. PSBB Menjadi Solusi Terpilih Meskipun tidak mengenal istilah “lockdown”, UU No. 6 Tahun 2018 telah jelas mengenalkan istilah karantina rumah, karantina rumah sakit, karantina wilayah, dan pembatasan sosial berskala besar (PSBB) pada saat ayu/ MA epidemi berlangsung. Pemerintah kemudian mengambil langkah nyata implementasi aturan tersebut dengan menerapkan PSBB di sejumlah daerah selama pandemi Covid-19 berlangsung. Walaupun terlihat serupa, PSBB dan lockdown merupakan dua hal yang berbeda. “Lockdown total efeknya sangat besar, sama sekali tidak ada aktivitas atau pergerakan apa-apa, misalnya yang berdagang tidak boleh berdagang,” ungkap Dra. Rita Rosita Simatupang, Kepala Bidang Komunikasi Kebencanaan BNPB. PSBB sendiri hanya berfokus pada pembatasan interaksi sosial tanpa mengganggu perputaran roda ekonomi yang sedang berjalan. Selain itu, Oscar menjelaskan bahwa PSBB masih memungkinkan usaha untuk tetap beroperasi asal menerapkan business continuity plan and management. Meskipun demikian, tidak dapat dipungkiri bahwa pelaksanaan PSBB tetap membawa dampak besar bagi kehidupan masyarakat. Dalam rangka menjamin kesejahteraan masyarakat yang rentan secara ekonomi, pemerintah melalui Kementerian Sosial telah mengalokasikan dana bantuan dalam bentuk program jaring pengaman sosial.
Program ini diharapkan mampu menunjang pemenuhan kebutuhan pokok masyarakat sekaligus menyukseskan penerapan PSBB secara optimal. Tenaga Kesehatan Berkompeten, Tetapi Kalah Jumlah Selain pemerintah, tenaga medis juga menjadi elemen fundamental dalam penanganan wabah. Pada pandemi Covid-19, dokter umum diharapkan mampu menguasai kompetensi penanganan pneumonia ringan-sedang. “Kompetensinya saat ini sudah sangat cukup, hanya memang perlu mendapat pembekalan tambahan dari kolegium,“ jelas Prof. Dr. dr. Bambang Supriyatno, SpA(K), Ketua Konsil Kedokteran Indonesia. Bambang menegaskan bahwa dokter umum juga berperan dalam mengedukasi masyarakat demi menekan penyebaran wabah. Sayangnya, sejumlah tuntutan tersebut tidak diikuti dengan pemenuhan jumlah dan persebaran tenaga kesehatan yang merata. Gugur di medan perang saat menjalankan tugas profesi juga menjadi ancaman tesendiri pengurangan jumlah tenaga kesehatan. Menanggapi ironi tersebut, Kemenkes sudah memikirkan solusi terbaik. “Kemenkes dapat segera menyediakan dan mendistribusikan tenaga medis ke daerah terdampak wabah melalui Pusat Penanggulangan Krisis Kesehatan dan Badan Pengembangan dan Pemberdayaan Sumber Daya Manusia Kesehatan (BPPSDMK),” terang Oscar. Fasilitas Kesehatan dan APD Belum Memadai Penanganan wabah yang optimal tak hanya memerlukan kecukupan tenaga kesehatan saja, tetapi juga pemenuhan fasilitas kesehatan yang memadai. Faktanya, Kemenkes mengakui
Peran Sentral Masyarakat Dalam Penanganan Wabah
M
asyarakat menjadi salah satu pilar utama dalam upaya pemutusan mata rantai penyebaran wabah. Hal tersebut tergambar pada pendekatan pentaheliks penanganan wabah yang melibatkan gotong royong pemerintah, dunia industri, media, akademisi serta masyarakat. Teori tersebut kian menegaskan bahwa peran aktif masyarakat adalah kunci penanggulangan pandemi. “Garda terdepan dalam upaya ini adalah masyarakat itu sendiri,” tegas Oscar. Partisipasi dan kontribusi masyarakat dapat dimulai dengan kesadaran dan kepedulian terhadap lingkungan sekitar. Mengingat perannya yang amat sentral, masyarakat pun menjadi target utama pemberian edukasi dalam upaya promotif dan preventif. Pemerintah melalui Kemenkes dan BNPB tak hentinya
menyalurkan informasi yang dibutuhkan masyarakat, baik berupa surat edaran maupun imbauan melalui berbagai kanal media. Terkait penerapan PSBB, secara umum masyarakat sudah berkenan menyukseskan program tersebut dengan membatasi interaksi sosial. Namun, di tengah gencarnya sosialisasi PSBB, masih saja ada segelintir oknum yang kurang peduli dan tidak taat aturan. “Masih banyak yang boncengan, tidak jaga jarak, itu bukan karena tidak tahu. Teknologi saat ini sudah ada, informasi juga banyak dan terjangkau,” ungkap Bambang. Menanggapi masalah tersebut, pemerintah terus mengupayakan berbagai cara untuk merangkul masyarakat, seperti memanfaatkan jejaring dengan ormas, tokoh masyarakat, dan tokoh agama. Selain menjaga jarak dan membatasi
aktivitas, masyarakat juga bisa terjun langsung dalam penanganan wabah. Masyarakat dapat menjadi relawan dalam distribusi logistik ke rumah sakit dan kelompok masyarakat lain yang terdampak. Selain itu, masyarakat juga bisa berpartisipasi dalam penyebarluasan informasi kesehatan bagi mereka yang belum mematuhi imbauan pemerintah. Melihat besarnya potensi masyarakat dalam penanganan wabah, sudah sepatutnya masyarakat dilibatkan secara aktif. Perlu digarisbawahi bahwa suksesnya kontribusi masyarakat tidak terlepas dari kesadaran diri serta dukungan penuh pemerintah. Hubungan timbal balik yang positif akan mendukung optimalisasi peran setiap elemen dalam upaya pencegahan dan penanganan wabah. izzati, alex
bahwa ketersediaan kamar ICU dan ventilator di Indonesia masih jauh dari kata cukup. Pemenuhan alat pelindung diri (APD) untuk tenaga kesehatan menjadi persoalan tersendiri. Bahkan, santer terdengar kabar bahwa tenaga medis berencana mogok kerja jika APD tidak terpenuhi. Demi mengatasi ketimpangan tersebut, pemerintah melalui Kepres No. 9 Tahun 2020 telah membentuk Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 yang bertujuan meningkatkan kesiapan dan kemampuan dalam mencegah, mendeteksi, dan merespons pemenuhan fasilitas kesehatan. “Pemerintah melalui Revisi DAK TA 2020 juga telah menyediakan dan mendistribusikan alat kesehatan maupun APD ke RS rujukan Covid-19 dan RS penanggulangan penyakit infeksi emerging tertentu,” tegas Oscar. Selain itu, salah satu upaya pemenuhan APD adalah membangun koordinasi yang baik antara BNPB, Kemenkes, dan lembaga yang bersinggungan dengan proses distribusi APD. “BNPB sudah melakukan kerja sama dengan para peneliti, lembaga, perguruan tinggi, dan badan usaha untuk sama-sama memproduksi APD dengan melibatkan keahlian anak bangsa,” jabar Rita. Penanganan wabah tak hanya menjadi tanggung jawab pemerintah, tetapi membutuhkan koordinasi seluruh pihak. Pemerintah, masyarakat, akademisi, dunia industri, dan media harus bahu-membahu dalam memutus mata rantai penyebaran. Pandemi Covid-19 mengajarkan bahwa kesiapsiagaan dan kewaspadaan suatu negara dalam menghadapi wabah menjadi kunci utama dalam meminimalisasi dampak buruk yang dapat terjadi. izzati, alex
Mari bersama membuat SKMA menjadi lebih baik.
!
1. Apakah konten SKMA bermanfaat/ relevan dengan kondisi kesehatan saat ini? 2. Apakah anda masih membutuhkan SKMA edisi selanjutnya? Jawab dengan format: Nama-Umur_Kota/Kabupaten_Unit Kerja_ Jawaban 1_Jawaban 2 Contoh: Rudiyanto_43_Jakarta Pusat_RSCM_Ya_Ya Kirim melalui WhatsApp/SMS ke 0896-702255-62 atau mengisi formulir pada bit.ly/ surveyskma2020 Lima orang pengisi survei yang beruntung akan mendapatkan cenderamata dari Media Aesculapius