Media aesculapius Surat Kabar
Kedokteran dan Kesehatan Nasional Terbit Sejak 1970
Mei-Juni 2020 / Edisi 02 / Tahun XLIX / ISSN 0216-4996
@MedAesculapius |
beranisehat.com |
KONSULTASI
KESMAS
KABAR ALUMNI
Lebih Jauh Mengenal Hand, Foot, and Mouth Disease hlm 4
Sudahkah Indonesia Bebas Kaki Gajah?
Pengalaman Berharga di Kota Manise hlm 11
hlm
5
0896-70-2255-62
Menilik Penanganan Wabah di Indonesia
M
Covid-19 bukanlah wabah pertama yang berhasil menggemparkan tanah air. Lantas, mengapa pemerintah Indonesia tampak begitu kewalahan?
eskipun telah bergulir di penghujung tahun 2019 lalu, penemuan kasus Covid-19 pertama di Indonesia baru terlaporkan pada Maret 2020. Sebagai negara yang belakangan terinfeksi virus corona, Indonesia dibuat kalang kabut oleh krisis kesehatan global ini. Sejarah panjang wabah nasional menunjukkan bahwa ini bukan kali pertama Indonesia terpapar epidemi. Namun, respons yang ditunjukkan pemerintah sedikit mengecewakan sejumlah pihak, walaupun pemerintah memang bukanlah satu-satunya aktor yang harus memikul beban berat ini. Sistem penanggulangan dan kesiapsiagaan negara menghadapi wabah kemudian banyak dipertanyakan. Negara Sudah Punya Pedoman Nasional Sejatinya, Indonesia telah memiliki sejumlah pedoman kesiapsiagaan dan penanggulangan dalam menghadapi wabah. Pedoman tersebut ada yang berbentuk undangundang, seperti UU No. 4 Tahun 1984 serta UU No. 6 Tahun 2018 dan ada pula yang berupa produk hukum lainnya, seperti PP serta Permenkes. Di saat wabah berlangsung, pemerintah memiliki wewenang untuk menerbitkan pedoman penanganan wabah, misalnya Keputusan Menteri Kesehatan Nomor HK.01.07/Menkes/247/2020 tentang Covid-19 yang sudah diterapkan di seluruh wilayah Indonesia. Tak hanya menerbitkan pedoman, Kemenkes juga siap berkoordinasi dengan struktur pemerintahan lainnya. Saat badai Covid-19 menyerang, pemerintah berhasil membentuk Satuan Gugus Tugas (Satgas) Covid-19 beranggotakan Kemenkes dan Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) yang bertugas menangani penyebaran virus corona secara nasional. “Masing-masing
komponen dalam Satgas melakukan komunikasi dan koordinasi dengan pihak-pihak terkait sesuai kapasitas tugasnya,” jelas drg. Oscar Primadi, MPH, perwakilan Sekretaris Jenderal Kementerian Kesehatan RI. PSBB Menjadi Solusi Terpilih Meskipun tidak mengenal istilah “lockdown”, UU No. 6 Tahun 2018 telah jelas mengenalkan istilah karantina rumah, karantina rumah sakit, karantina wilayah, dan pembatasan sosial berskala besar (PSBB) pada saat ayu/ MA epidemi berlangsung. Pemerintah kemudian mengambil langkah nyata implementasi aturan tersebut dengan menerapkan PSBB di sejumlah daerah selama pandemi Covid-19 berlangsung. Walaupun terlihat serupa, PSBB dan lockdown merupakan dua hal yang berbeda. “Lockdown total efeknya sangat besar, sama sekali tidak ada aktivitas atau pergerakan apa-apa, misalnya yang berdagang tidak boleh berdagang,” ungkap Dra. Rita Rosita Simatupang, Kepala Bidang Komunikasi Kebencanaan BNPB. PSBB sendiri hanya berfokus pada pembatasan interaksi sosial tanpa mengganggu perputaran roda ekonomi yang sedang berjalan. Selain itu, Oscar menjelaskan bahwa PSBB masih memungkinkan usaha untuk tetap beroperasi asal menerapkan business continuity plan and management. Meskipun demikian, tidak dapat dipungkiri bahwa pelaksanaan PSBB tetap membawa dampak besar bagi kehidupan masyarakat. Dalam rangka menjamin kesejahteraan masyarakat yang rentan secara ekonomi, pemerintah melalui Kementerian Sosial telah mengalokasikan dana bantuan dalam bentuk program jaring pengaman sosial.
Program ini diharapkan mampu menunjang pemenuhan kebutuhan pokok masyarakat sekaligus menyukseskan penerapan PSBB secara optimal. Tenaga Kesehatan Berkompeten, Tetapi Kalah Jumlah Selain pemerintah, tenaga medis juga menjadi elemen fundamental dalam penanganan wabah. Pada pandemi Covid-19, dokter umum diharapkan mampu menguasai kompetensi penanganan pneumonia ringan-sedang. “Kompetensinya saat ini sudah sangat cukup, hanya memang perlu mendapat pembekalan tambahan dari kolegium,“ jelas Prof. Dr. dr. Bambang Supriyatno, SpA(K), Ketua Konsil Kedokteran Indonesia. Bambang menegaskan bahwa dokter umum juga berperan dalam mengedukasi masyarakat demi menekan penyebaran wabah. Sayangnya, sejumlah tuntutan tersebut tidak diikuti dengan pemenuhan jumlah dan persebaran tenaga kesehatan yang merata. Gugur di medan perang saat menjalankan tugas profesi juga menjadi ancaman tesendiri pengurangan jumlah tenaga kesehatan. Menanggapi ironi tersebut, Kemenkes sudah memikirkan solusi terbaik. “Kemenkes dapat segera menyediakan dan mendistribusikan tenaga medis ke daerah terdampak wabah melalui Pusat Penanggulangan Krisis Kesehatan dan Badan Pengembangan dan Pemberdayaan Sumber Daya Manusia Kesehatan (BPPSDMK),” terang Oscar. Fasilitas Kesehatan dan APD Belum Memadai Penanganan wabah yang optimal tak hanya memerlukan kecukupan tenaga kesehatan saja, tetapi juga pemenuhan fasilitas kesehatan yang memadai. Faktanya, Kemenkes mengakui
Peran Sentral Masyarakat Dalam Penanganan Wabah
M
asyarakat menjadi salah satu pilar utama dalam upaya pemutusan mata rantai penyebaran wabah. Hal tersebut tergambar pada pendekatan pentaheliks penanganan wabah yang melibatkan gotong royong pemerintah, dunia industri, media, akademisi serta masyarakat. Teori tersebut kian menegaskan bahwa peran aktif masyarakat adalah kunci penanggulangan pandemi. “Garda terdepan dalam upaya ini adalah masyarakat itu sendiri,” tegas Oscar. Partisipasi dan kontribusi masyarakat dapat dimulai dengan kesadaran dan kepedulian terhadap lingkungan sekitar. Mengingat perannya yang amat sentral, masyarakat pun menjadi target utama pemberian edukasi dalam upaya promotif dan preventif. Pemerintah melalui Kemenkes dan BNPB tak hentinya
menyalurkan informasi yang dibutuhkan masyarakat, baik berupa surat edaran maupun imbauan melalui berbagai kanal media. Terkait penerapan PSBB, secara umum masyarakat sudah berkenan menyukseskan program tersebut dengan membatasi interaksi sosial. Namun, di tengah gencarnya sosialisasi PSBB, masih saja ada segelintir oknum yang kurang peduli dan tidak taat aturan. “Masih banyak yang boncengan, tidak jaga jarak, itu bukan karena tidak tahu. Teknologi saat ini sudah ada, informasi juga banyak dan terjangkau,” ungkap Bambang. Menanggapi masalah tersebut, pemerintah terus mengupayakan berbagai cara untuk merangkul masyarakat, seperti memanfaatkan jejaring dengan ormas, tokoh masyarakat, dan tokoh agama. Selain menjaga jarak dan membatasi
aktivitas, masyarakat juga bisa terjun langsung dalam penanganan wabah. Masyarakat dapat menjadi relawan dalam distribusi logistik ke rumah sakit dan kelompok masyarakat lain yang terdampak. Selain itu, masyarakat juga bisa berpartisipasi dalam penyebarluasan informasi kesehatan bagi mereka yang belum mematuhi imbauan pemerintah. Melihat besarnya potensi masyarakat dalam penanganan wabah, sudah sepatutnya masyarakat dilibatkan secara aktif. Perlu digarisbawahi bahwa suksesnya kontribusi masyarakat tidak terlepas dari kesadaran diri serta dukungan penuh pemerintah. Hubungan timbal balik yang positif akan mendukung optimalisasi peran setiap elemen dalam upaya pencegahan dan penanganan wabah. izzati, alex
bahwa ketersediaan kamar ICU dan ventilator di Indonesia masih jauh dari kata cukup. Pemenuhan alat pelindung diri (APD) untuk tenaga kesehatan menjadi persoalan tersendiri. Bahkan, santer terdengar kabar bahwa tenaga medis berencana mogok kerja jika APD tidak terpenuhi. Demi mengatasi ketimpangan tersebut, pemerintah melalui Kepres No. 9 Tahun 2020 telah membentuk Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 yang bertujuan meningkatkan kesiapan dan kemampuan dalam mencegah, mendeteksi, dan merespons pemenuhan fasilitas kesehatan. “Pemerintah melalui Revisi DAK TA 2020 juga telah menyediakan dan mendistribusikan alat kesehatan maupun APD ke RS rujukan Covid-19 dan RS penanggulangan penyakit infeksi emerging tertentu,” tegas Oscar. Selain itu, salah satu upaya pemenuhan APD adalah membangun koordinasi yang baik antara BNPB, Kemenkes, dan lembaga yang bersinggungan dengan proses distribusi APD. “BNPB sudah melakukan kerja sama dengan para peneliti, lembaga, perguruan tinggi, dan badan usaha untuk sama-sama memproduksi APD dengan melibatkan keahlian anak bangsa,” jabar Rita. Penanganan wabah tak hanya menjadi tanggung jawab pemerintah, tetapi membutuhkan koordinasi seluruh pihak. Pemerintah, masyarakat, akademisi, dunia industri, dan media harus bahu-membahu dalam memutus mata rantai penyebaran. Pandemi Covid-19 mengajarkan bahwa kesiapsiagaan dan kewaspadaan suatu negara dalam menghadapi wabah menjadi kunci utama dalam meminimalisasi dampak buruk yang dapat terjadi. izzati, alex
Mari bersama membuat SKMA menjadi lebih baik.
!
1. Apakah konten SKMA bermanfaat/ relevan dengan kondisi kesehatan saat ini? 2. Apakah anda masih membutuhkan SKMA edisi selanjutnya? Jawab dengan format: Nama-Umur_Kota/Kabupaten_Unit Kerja_ Jawaban 1_Jawaban 2 Contoh: Rudiyanto_43_Jakarta Pusat_RSCM_Ya_Ya Kirim melalui WhatsApp/SMS ke 0896-702255-62 atau mengisi formulir pada bit.ly/ surveyskma2020 Lima orang pengisi survei yang beruntung akan mendapatkan cenderamata dari Media Aesculapius
2
DARI KAMI Penghargaan tertinggi pantas untuk disematkan pada seluruh pihak yang tak kenal lelah berjuang menghadapi pandemi Covid-19. Unsur pemerintah, tenaga kesehatan, relawan, dan masyarakat telah berkolaborasi dalam memutus mata rantai penularan. Meskipun telah menumpahkan segala kemampuan yang dimiliki, sistem penanggulangan wabah nasional masih banyak disoroti. Kritik tersebut mengarah pada respons pemerintah yang terkesan lamban, padahal ini bukanlah kali pertama Indonesia disinggahi wabah. Lantas, bagaimana sebenarnya protokol penanganan wabah nasional? Simak ulasan lengkapnya di rubrik headline! Tak hanya fokus memberantas virus corona, pemerintah juga tengah bertarung dalam menyukseskan program Indonesia bebas kaki gajah 2020. Sebagai salah satu negara endemis kaki gajah, Indonesia telah berhasil menurunkan angka kejadian penyakit akibat gigitan nyamuk ini. Ulasan mendalam terkait program pemberantasan kaki gajah tersaji dalam rubrik ilmiah populer. Jangan lupa pula untuk mengasah kemampuan otak dengan mengisi teka-teki silang tentang ragam penyakit mental di rubrik yang sama. Profesi dokter tak melulu tentang buku dan obat. Rubrik liputan menghadirkan kisah inspiratif seorang dokter yang tetap melakoni hobi fotografinya di tengah kesibukan profesi. Sejumlah prestasi berhasil ditorehkan dengan menjuarai berbagai kompetesi fotografi. Cerita inspiratif lainnya datang dari mahasiswa FKUI yang berhasil menginisiasi program pemenuhan nutrisi bagi tenaga kesehatan sebagai garda terdepan penanganan Covid-19. Selain itu, beberapa mahasiswa UI juga sukses mengembangkan aplikasi khusus yang mampu menilai risiko dan menyebarkan edukasi terkait Covid-19. Akhirnya, selamat menikmati rangkaian informasi yang kami suguhkan dalam SKMA edisi ini. Semoga kita semua selalu dianugerahi kesehatan dalam melalui badai pandemi Covid-19.
Nur Afiahuddin Tumpu Pemimpin Redaksi
MA FOKUS
Efektifkah PSBB Menekan Penyebaran Covid-19?
G
KLINIK
MEI - JUNI 2020
ugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 melaporkan bahwa hingga 15 Mei 2020 terdapat 27 kabupaten/kota dan 4 provinsi yang telah menerapkan PSBB. Angka tersebut diperkirakan akan terus bertambah mengingat tren kasus aktif Covid-19 yang tak kunjung melandai. Sejatinya, Indonesia pertama kali menerapkan PSBB di DKI Jakarta pada pertengahan April lalu. Penerapan aturan tersebut diduga menjadi jalan tengah pemerintah dalam menanggapi desakan sejumlah pihak yang menginginkan Indonesia segera “lockdown�. Berbagai pertimbangan kemudian menjadi alasan kuat pemerintah yakin bahwa PSBB lebih tepat untuk diterapkan di Indonesia jika dibandingkan dengan lockdown. Setelah lebih dari sebulan berjalan, Plt. Deputi II BNPB, Dody Ruswandi, melalui CNN Indonesia menyebutkan bahwa penerapan PSBB secara umum sukses menekan penyebaran virus corona. Klaim keberhasilan tersebut didasari atas penurunan persentase pertumbuhan kasus positif dan peningkatan angka pasien sembuh. Namun, pernyataan tersebut tampaknya terkesan kontradiktif jika dibandingkan dengan kurva kasus aktif yang masih terus menanjak. Tak hanya itu, penerapan PSBB di sejumlah daerah masih banyak diwarnai aksi warga yang tak mengindahkan aturan pembatasan fisik. Kurang ketatnya pengawasan aparat dalam penegakan aturan disinyalir menjadi penyebab banyaknya oknum yang membandel. Aspek lain yang tak boleh terlupakan adalah rendahnya cakupan deteksi kasus Covid-19. Meskipun telah menunjukkan tren peningkatan yang cukup signifikan, cakupan pemeriksaan spesimen di Indonesia masih tergolong rendah. Kemampuan deteksi Covid-19 Indonesia memang tidak bisa dibandingkan dengan negara lain mengingat letak geografis dan kekuatan ekonomi tiap negara yang berbeda. Namun, fakta ini seharusnya bisa dijadikan acuan oleh pemerintah untuk tidak terburu-buru mengeluarkan pernyataan bahwa PSBB berhasil menekan pertumbuhan Covid-19. Apalagi jika pernyataan tersebut diikuti dengan pelonggaran aturan PSBB yang tentunya akan berdampak pada semakin sulitnya negara memutus mata rantai penularan. Penentuan tingkat keberhasilan PSBB idealnya tidak hanya bergantung pada penurunan jumlah kasus saja. Aspek lain, seperti kepatuhan masyarakat, kemampuan deteksi kasus, dan tingkat kesejahteraan warga selama PSBB berlangsung harus turut dipertimbangkan. Selanjutnya, pemerintah diharapkan segera menyusun indikator resmi terkait keberhasilan PSBB yang mencakup seluruh aspek tersebut.
MEDIA
AESCULAPIUS
MA INFO
Tak Salah Lagi Membedakan Kasus Covid-19
Pemahaman terkait klasifikasi pasien Covid-19 diperlukan untuk mencegah kekeliruan penanganan
W
orld Health Organization (WHO) tegas menyatakan Covid-19 sebagai sebuah pandemi sejak 11 Maret 2020 lalu. Jumlah kasus Covid-19 di seluruh dunia menyentuh angka 1 juta pada awal April dan terus bertambah hingga lebih dari 3 juta pasien di penghujung April 2020. Penderita Covid-19 dapat menunjukkan gejala klinis yang beragam. Tiga gejala utama yang sering dikeluhkan, meliputi demam, batuk kering, dan sesak napas. Namun, pada kelompok tertentu, seperti pasien geriatri dan orang dengan imunitas rendah, gejala demam bisa saja tidak tampak. Gejala lain yang sering kali menyertai, antara lain nyeri otot, nyeri kepala, gejala saluran cerna, lemas, batuk berdarah, dan gejala ISPA berat. Definisi Operasional Pasien Covid-19 Pedoman Pencegahan dan Pengendalian Covid-19 revisi keempat (per 27 Maret 2020) yang disusun oleh Kementerian Kesehatan RI mengategorikan orang-orang yang berisiko terpapar Covid-19 atau sudah mengidap Covid-19 ke dalam empat definisi operasional, yaitu pasien dalam pengawasan (PDP), orang dalam pemantauan (ODP), orang tanpa gejala (OTG), dan kasus konfirmasi. PDP adalah (1) orang dengan infeksi saluran pernapasan akut (ISPA) yang tidak disebabkan oleh penyebab lain selain SARS-CoV-2 serta memiliki riwayat berada di wilayah dengan transmisi lokal pada 14 hari sebelum timbul gejala; (2) orang dengan demam atau ISPA dan pernah berkontak dengan kasus terkonfirmasi Covid-19, atau; (3) orang dengan ISPA berat/ pneumonia berat dan tidak ada penyebab lain selain SARSCoV-2. Sementara itu, ODP adalah (1) orang dengan karakteristik sama dengan PDP poin (1), tetapi tanpa ISPA dan hanya disertai demam atau gejala pernapasan dan; (2) orang dengan gejala sistem pernapasan dan berkontak dengan kasus konfirmasi Covid-19 pada 14 hari sebelum timbul gejala. OTG adalah orang yang tidak bergejala dan berisiko untuk tertular karena memiliki kontak erat–orang yang melakukan kontak fisik atau berada dalam radius 1 meter dengan PDP atau kasus terkonfirmasi–dengan kasus konfirmasi Covid-19. Kasus konfirmasi sendiri adalah pasien Covid-19 dengan hasil pemeriksaan polymerase chain reaction (PCR) positif dalam dua kali pemeriksaan.
MEDIA AESCULAPIUS
Pelindung:
Pemilihan Lokasi Karantina Karantina dapat dilakukan di rumah sebagai bagian dari isolasi mandiri. Namun, karantina juga dapat dilakukan di fasilitas khusus/RS darurat Covid-19 dan RS rujukan. Pasien OTG atau ODP dengan usia <60 tahun tanpa penyakit penyerta dan PDP dengan gejala ringan dapat melakukan isolasi mandiri di rumah. Sementara itu, ODP dengan usia >60 tahun dengan penyakit penyerta yang terkontrol, PDP dengan gejala sedang, dan PDP dengan gejala ringan tanpa fasilitas karantina rumah yang memadai dapat dikarantina di fasilitas khusus/RS darurat Covid-19. RS rujukan secara khusus ditujukan bagi PDP dengan gejala berat. Kriteria karantina ini dapat berubah apabila terjadi pemburukan gejala. Konfirmasi Laboratorium Dokter tidak dapat menyatakan seseorang bebas Covid-19 hanya dengan berbekal hasil negatif pada pemeriksaan spesimen tunggal, terutama spesimen saluran pernapasan atas. Pengulangan pengambilan dan pengujian spesimen harus dilakukan, terutama menggunakan spesimen saluran pernapasan bagian bawah. Selain itu, adanya temuan patogen lain belum tentu meniadakan kemungkinan Covid-19. Pada PDP dan ODP, pengambilan spesimen untuk pemeriksaan PCR dilakukan sebanyak dua kali berturut-turut dan saat terjadi kondisi pemburukan. Sementara itu, pengambilan spesimen pemeriksaan PCR pada OTG dilakukan pada hari ke-1 dan ke-14. Spesimen yang wajib diambil adalah usap nasofaring atau orofaring, sputum, dan serum. Spesimen bronchoalveolar lavage dan salah satu di antara aspirat trakea, nasofaring, atau nasal wash wajib diambil bila memungkinkan. Dalam situasi pandemi seperti saat ini, penting bagi seorang dokter untuk memahami klasifikasi kasus Covid-19. Edukasi masyarakat juga penting agar tidak terjadi kesalahpahaman di tengah masyarakat yang dapat menyebabkan stigmatisasi buruk terkait Covid-19. adit
,
Penasihat: Staf Ahli
Pembantu Khusus
Pemimpin Umum: Gerald Aldian Wijaya. POSDM: Kevin Tjoa. Pemimpin Produksi: Marthin Anggia Sirait. Tata Letak dan Cetak: Gita Fajri Gustya. Sari. Staf Produksi:
Vina Margaretha Miguna.
Sakinah Rahma
Pemimpin Redaksi: Sekretaris Pemimpin Redaksi: Chief Editor Redaktur Desk Headline: Redaktur Desk Klinik: Redaktur Desk Ilmiah Populer: Elvan Wiyarta. Redaktur Desk Opini & Humaniora: Aughi Nurul Aqilla. Redaktur Desk Liputan: Mariska Andrea. Reporter Senior: Reporter Junior: Albertus Raditya, Alexander Pemimpin Direksi: Nur Zakiah Syahsah. Job dan Promosi: Sean Alexander. KSK
SKMA
Alamat:
Staf Direksi: E-mail:
website: Alamat Redaksi/Sirkulasi:
.
MA menerima kiriman naskah dari pembaca untuk rubrik MA Klinik (khusus untuk dokter dan staf pengajar), Asuhan Keperawatan (khusus untuk perawat dan mahasiswa keperawatan) Sepuki, Suma, Suduk, Kolum, Arbeb, Kesmas, Seremonia, dan Konsultasi (berupa pertanyaan). Kirimkan email permohonan
Dapatkan info terbaru kami: www.beranisehat.com Media Aesculapius
@MediaAesculapius @Beranisehatcom
medaesculapius@gmail.com @wxx0340z
@MedAesculapius
MEDIA
KLINIK
AESCULAPIUS
KONSULTASI
MEI - JUNI 2020
3
Lebih Jauh Mengenal Hand, Foot, and Mouth Disease
Meskipun terdengar asing, hand, foot, and mouth disease tak dapat disepelekan. Lantas, bagaimana tata laksana penyakit ini? Pertanyaan: “Akhir-akhir ini, hand-foot-and mouth disease (HFMD) atau flu Singapura sering ditemukan pada pasien anak. Kapankah pasien HFMD perlu dirujuk?” - dr. A, Jakarta
H
and-foot-mouth disease (HFMD) atau penyakit tangan, kaki, dan mulut merupakan suatu penyakit infeksi yang disebabkan oleh virus. Sebagian besar masyarakat mengenal penyakit ini dengan sebutan flu Singapura. Sejumlah enterovirus diketahui menjadi penyebab HFMD. Di Indonesia sendiri, virus Coxsackie A dipercaya sebagai penyebab HFMD tersering. Virus lain yang dapat menyebabkan HFMD adalah human enterovirus 71 (HE71). Virus HE71 mampu memicu HFMD yang lebih berat, sedangkan virus Coxsackie A umumnya menimbulkan gejala yang relatif ringan. HFMD merupakan penyakit infeksi yang umum ditemukan pada anak berusia di bawah 10 tahun. HFMD tersebar ke seluruh belahan dunia tanpa kecenderungan pada daerah dengan iklim tertentu. Penularan HFMD diperantarai oleh droplet saluran pernapasan. Anak sering kali tertular HFMD dari teman sebayanya di sekolah ataupun tempat penitipan anak. Sebenarnya, orang dewasa dengan kekebalan tubuh lebih kuat juga dapat terinfeksi virus penyebab HFMD, tetapi gejala yang muncul biasanya lebih ringan atau bahkan tidak memicu gejala apapun. HFMD pada anak ditandai dengan gejala demam, tidak enak badan, dan penurunan nafsu makan yang diikuti dengan blister pada langit-
langit rongga mulut. Blister atau bintik-bintik merah juga akan muncul pada daerah telapak kaki, telapak tangan, dan bokong. Selain gejala ringan yang disebutkan di atas, HFMD juga dapat menimbulkan komplikasi berat, seperti meningitis dan pneumonia. Meningitis dapat terjadi dengan manifestasi klinis berupa kejang dan penurunan kesadaran. Meningitis dan pneumonia akibat HFMD dapat berakibat fatal hingga berujung pada kematian. Untungnya, kedua komplikasi tersebut sangat jarang terjadi. Terapi yang diberikan pada pasien HFMD merupakan terapi simtomatik karena HFMD merupakan self-limiting disease atau dapat sembuh sendiri tanpa meninggalkan bekas dengan mengandalkan imunitas pasien. Dokter umum dapat memberikan edukasi kepada orang tua pasien terkait hal tersebut. Pasien disarankan untuk makan dan minum yang cukup dan bergizi. Pasien boleh mandi menggunakan air mengalir dan sabun mandi apabila tidak demam. Pasien HFMD perlu dirujuk ke rumah sakit apabila mengalami gejala berupa hiperpireksia (demam tinggi), tidak mau makan dan minum yang dikhawatirkan akan menyebabkan
dehidrasi, penurunan kesadaran serta kejang. Penanganan segera perlu diberikan untuk mencegah komplikasi yang lebih parah. Karena penyakit ini sangat menular, pasien disarankan untuk mengisolasi diri selama tujuh hari. Hal ini dilakukan untuk mencegah komplikasi akibat infeksi penyakit lain dan mencegah penularan ke orang lain. Sejauh ini, belum ada vaksin yang dapat mencegah HFMD mengingat penyakit ini dapat disebabkan oleh berbagai macam virus. Anak yang pernah terjangkit penyakit HFMD pun dapat kembali terinfeksi oleh virus lain penyebab HFMD. Satu-satunya cara terbaik untuk mencegah HFMD adalah dengan membiasakan gaya hidup bersih dan sehat pada anak, antara lain mencuci tangan secara rutin terutama sebelum makan dan saat tangan kotor, menerapkan etika batuk dan bersin dengan benar, dan mengurangi kebiasaan menyentuh area wajah. Pada tempattempat yang rentan terhadap penularan, seperti tempat penitipan anak ataupun sekolah, pembersihan objek-objek yang sering disentuh secara rutin dapat mencegah penularan HFMD. HFMD merupakan penyakit infeksi virus ringan yang umum terjadi pada anak. Penyakit ini merupakan self-limiting disease, tetapi apabila terjadi komplikasi berat, pasien perlu
Narasumber Prof. Dr. dr. Hindra Irawan Satari, Sp.A(K),MTropPaed Guru Besar Departemen Ilmu Kesehatan Anak FKUIRSCM No. telp : 0816988186 Email : hsatari@ikafkui.net dirujuk ke rumah sakit. Langkah terbaik dalam pencegahan HFMD ialah menerapkan gaya hidup bersih dan sehat. Terakhir, pastikan pasien HFMD mengisolasi diri selama tujuh hari agar tidak menularkan penyakit ke orang yang berada di sekitarnya mengingat HFMD sangat infeksius. amanda
Kirimkan pertanyaan Anda seputar medis ke redaksima@yahoo.co.id Pertanyaan Anda akan dijawab oleh narasumber spesialis terpercaya.
TIPS DAN TRIK
JASA TERJEMAHAN DAN PEMBUATAN BUKU
Tepat dan Cermat Deteksi Efusi Sendi Lutut
E
Lutut bengkak bisa menjadi tanda efusi. Mari simak metode deteksinya!
fusi sendi lutut adalah penumpukan cairan di dalam atau sekitar ruang sendi lutut. Trauma, peradangan, infeksi, dan gangguan degeneratif, baik yang bersifat akut maupun kronis dapat menyebabkan efusi sendi lutut. Deteksi efusi sendi lutut secara tepat dan cermat perlu dilakukan agar tata laksana yang diberikan sesuai dengan kondisi pasien. Pemeriksaan efusi sendi lutut dimulai dengan anamnesis yang lengkap mengenai keluhan utama dan riwayat kondisi pasien yang berisiko menyebabkan efusi. Setelah itu, pemeriksaan fisik dapat dimulai dengan menginspeksi area sekitar sendi lutut. Apabila dari inspeksi dijumpai pembengkakan lutut, pasien dapat dicurigai mengalami efusi sendi lutut. Langkah selanjutnya adalah melakukan palpasi pada sendi lutut. Terdapat tiga jenis pemeriksaan yang bisa digunakan untuk mendeteksi adanya penumpukan cairan di sendi lutut, yaitu bulge sign, balloon sign, dan balloting the patella. Pemeriksaan bulge sign dilakukan untuk mendeteksi adanya efusi sendi minor. Pemeriksaan ini dilakukan dengan cara memosisikan sendi lutut pasien dalam keadaan
ekstensi. Selanjutnya, tangan kiri pemeriksa diletakkan di atas sendi lutut pasien dan dilakukan penekanan pada suprapatellar pouch atau gerakan seperti mendorong (milking) cairan ke
aqilla/MA
arah bawah. Setelah itu, jari-jari pemeriksa melakukan dorongan dari arah medial sendi lutut sehingga cairan bergerak ke arah lateral. Langkah terakhir yaitu mengetuk sendi lutut dari arah tepi lateral patella dan mendeteksi adanya aliran cairan atau tonjolan di arah medial antara patella dan tulang femur. Pemeriksaan balloon sign dilakukan untuk mendeteksi efusi sendi mayor. Langkah pertama
adalah meletakkan ibu jari dan telunjuk tangan kanan di kedua sisi patella. Setelah itu, tangan kanan pemeriksa menekan suprapatellar pouch ke arah femur. Apabila terdapat efusi sendi, akan terjadi ejeksi cairan atau ‘ballooning’ ke area sebelah patella di bawah ibu jari dan telunjuk tangan kanan. Efusi mayor akan semakin jelas apabila cairan yang teraba tersebut dapat didorong kembali ke arah suprapatellar pouch. Pemeriksaan lain yang bisa dilakukan untuk mendeteksi adanya efusi sendi mayor adalah balloting the patella. Metode ini dikerjakan dengan menekan suprapatellar pouch dan melakukan ‘ballotte’ atau mendorong patella dengan tajam ke arah femur. Apabila teraba aliran cairan balik ke suprapatellar pouch, artinya terdapat efusi sendi mayor. Anamnesis dan pemeriksaan fisik dinilai sudah cukup untuk mendeteksi efusi sendi lutut. Deteksi efusi minor dilakukan dengan bulge sign, sementara efusi mayor dideteksi dengan balloon sign dan balloting the patella. Jika terdapat kecurigaan efusi sendi minor, tetapi masih ragu setelah melakukan pemeriksaan fisik, modalitas lain seperti USG dapat digunakan sebagai uji konfirmasi. safety
Kabar Gembira! Media Aesculapius menyediakan jasa terjemahan Indonesia-Inggris dan Inggris-Indonesia dengan waktu pengerjaan singkat (3 x 24 jam) serta hasil terjamin. Kami juga menyediakan jasa baik dalam hal desain cover dan isi, ukuran dan tebal buku, maupun gaya penulisan termasuk menyunting tulisan anda. Tak terbatas hingga penyusunan saja, kami siap melayani distribusi buku anda. Adapun buku yang pernah kami buat:
dan Kapita Selekta Kedokteran.
Hubungi Hotline MA: 0896-70-2255-62 (SMS/WhatsApp)-
4
ILMIAH POPULER
MEI - JUNI 2020
MEDIA
AESCULAPIUS
KESMAS
Sudahkah Indonesia Bebas Kaki Gajah? Pemerintah mencanangkan program Indonesia bebas kaki gajah tahun 2020. Seberapa berhasilkah program tersebut?
P
enyakit kaki gajah atau filariasis merupakan penyakit yang disebabkan oleh cacing parasit Wuchereria bancrofti dan Brugia spp. Penularan cacing ini terjadi dari manusia ke manusia melalui gigitan nyamuk. Salah satu nyamuk yang mampu menjadi perantara cacing tersebut adalah Culex atau Anopheles. Infeksi cacing filaria tidak terjadi hanya dengan satu gigitan nyamuk, tetapi membutuhkan gigitan berulang selama beberapa bulan hingga beberapa tahun. Larva yang masuk ke tubuh manusia melalui gigitan nyamuk akan menuju ke sistem limfatik lalu berkembang menjadi dewasa dan mengganggu keseimbangan cairan tubuh. Akibatnya, timbul pembengkakan pada sejumlah bagian tubuh. Filariasis bukanlah suatu penyakit mematikan. Akan tetapi, penyakit ini dapat menimbulkan masalah serius, seperti kecacatan dan hilangnya produktivitas. Bila dibiarkan, filariasis dapat menimbulkan pembengkakan pada alat kelamin, lengan, dan tungkai sehingga dikenal sebagai kaki gajah. Kondisi tersebut dapat menyebabkan kecacatan seumur hidup dan penurunan kondisi psikologis yang turut berpengaruh terhadap produktivitas. Total kerugian ekonomi negara akibat filariasis ditaksir mencapai 13 triliun rupiah setiap tahunnya.
Penyakit filariasis tergolong dalam penyakit tropis yang terabaikan (neglected tropical disease). Kelompok penyakit tersebut meliputi berbagai penyakit menular yang umum ditemui di sejumlah negara berkembang. Berdasarkan data World Health Organization (WHO) tahun 2018, diperkirakan 893 jiwa di 49 negara berisiko tertular filariasis. Sekitar 60% kasus filariasis dunia berada di kawasan Asia Tenggara dan sebagian besar lainnya di Afrika. Indonesia termasuk salah satu negara endemis filariasis. Pada tahun 2016, Kementerian Kesehatan Republik Indonesia (Kemenkes RI) menyatakan 236 kota/kabupaten yang tersebar di 29 provinsi merupakan wilayah endemis filariasis.
Menanggapi jumlah negara endemis filariasis yang tinggi, WHO telah mencanangkan program eliminasi filariasis sejak tahun 2000. Pada tahun 2012, program tersebut menargetkan eliminasi filariasis dunia dapat tercapai pada tahun 2020. Sejalan dengan visi tersebut, pemerintah Indonesia turut menargetkan bebas kaki gajah pada tahun 2020. Target tersebut diwujudkan melalui program Bulan Eliminasi Penyakit Kaki Gajah (Belkaga) yang dimulai sejak tahun 2015. Belkaga telah dilaksanakan selama 5 tahun berturut-turut pada bulan Oktober setiap tahunnya. Tujuan utama program ini adalah mencegah penyebaran filariasis antarmanusia dan mengurangi tingkat kecacatan penderita. Program ini meliputi kampanye, pemberian obat pencegahan massal (POPM), dan pengobatan di berbagai kota/kabupaten endemis selama satu bulan penuh. POPM ditujukan bagi seluruh masyarakat
berusia 2 hingga 70 tahun. Obat yang diberikan adalah dietil karbamazepin dan albendazol. Belkaga ke-5 pada Oktober 2019 lalu merupakan pelaksanaan terakhir dari seluruh rangkaian program 5 tahun tersebut. Belkaga 2019 dilaksanakan di 118 kota/kabupaten yang tersebar di 20 provinsi. Program Belkaga memberikan dampak yang cukup signifikan. Program ini berhasil menurunkan penyebaran filariasis dan jumlah penderita kasus kronik. Pada pelaksanaan Belkaga terakhir, Kemenkes RI menyatakan 38 kota/kabupaten di 19 provinsi telah bebas filariasis. Kasus kronik juga menunjukkan tren penurunan selama 4 tahun terakhir. Meskipun demikian, hingga saat ini WHO belum mengeluarkan pernyataan mengenai keberhasilan visi eliminasi filariasis dunia 2020. Status Indonesia juga belum dinyatakan bebas filariasis. Walaupun belum terbebas dari filariasis sepenuhnya, berbagai upaya yang dilakukan setidaknya telah menuntun Indonesia mencapai visi tersebut. Hal yang diperlukan saat ini adalah melanjutkan upaya yang ada disertai pemantauan yang ketat. wira
ARTIKEL BEBAS
Akupunktur untuk Migrain: Apakah Efektif ?
M
igrain adalah sebuah penyakit yang ditandai dengan nyeri kepala. Meskipun sering kali terabaikan, nyeri kepala bisa sangat mengganggu hingga memengaruhi aktivitas sehari-hari. Sebuah studi beban global penyakit pada tahun 2017 menemukan bahwa 1,25 miliar orang di dunia menderita migrain. Selain itu, World Health Organization (WHO) juga mencatat bahwa migrain menempati posisi ke-6 dunia sebagai penyakit yang menyebabkan hilangnya tahun produktif tertinggi akibat kecacatan yang ditimbulkan. Akibatnya, migrain menyebabkan beban produktivitas dan ekonomi yang cukup besar sehingga layak mendapatkan perhatian lebih. Umumnya, penderita migrain ditangani secara farmakologis dan nonfarmakologis untuk meringankan nyeri atau mencegah terjadinya migrain. Akan tetapi, beberapa studi menunjukkan bahwa metode-metode tersebut tidak sepenuhnya efektif. Bahkan, beberapa obat juga menyebabkan efek samping yang tidak diinginkan. Hal tersebut kemudian mendorong akupunktur, suatu teknik pengobatan tradisional Tiongkok, kembali dilirik sebagai potensi terapi alternatif untuk migrain. Lantas, efektifkah metode terapi tersebut? Akupunktur merupakan suatu teknik memasukkan atau menusukkan jarum pada titik tertentu pada tubuh yang disebut titik akupunktur. Prinsip terapi akupunktur adalah penyeimbangan fungsi dan energi pada tubuh manusia. Beberapa ilmu kuno dari Tiongkok menyatakan bahwa terdapat energi â&#x20AC;&#x153;qiâ&#x20AC;? â&#x20AC;&#x201C; sebuah energi kehidupan â&#x20AC;&#x201C; yang mengalir melalui jalur tertentu dalam tubuh. Apabila terjadi gangguan pada aliran energi tersebut, maka timbullah penyakit. Penusukan jarum pada berbagai titik
Melirik salah satu teknik pengobatan tradisional Tiongkok akupunktur dipercaya mampu mengembalikan keseimbangan aliran energi tubuh. Awalnya, metode ini dirasa kurang memiliki dasar ilmiah yang kuat sehingga praktik akupunktur menuai sejumlah kritik dan skeptisisme dari para klinisi. Akan tetapi, maraknya laporan tentang manfaat akupunktur dalam mengobati sejumlah penyakit mendorong para peneliti untuk menyelidiki dasar ilmiah dan bukti keefektifannya. Hasil uji klinis Menariknya, sebuah studi uji klinis acak besar yang dilakukan pada pasien migrain tanpa aura menunjukkan hasil yang positif. Pada studi ini, sebagian pasien mendapatkan terapi akupunktur manual, kemudian dibandingkan dengan kelompok
akupunktur sham (akupunktur pada tempat yang salah secara disengaja untuk tujuan penelitian) dan tanpa intervensi. Hasilnya, kelompok dengan akupunktur manual ternyata mengalami perbaikan yang signifikan dibanding dua kelompok lainnya. Jumlah hari, frekuensi, dan berat migrain mengalami penurunan pada kelompok akupunktur manual. Terlebih lagi, tidak ada kejadian efek samping yang dilaporkan sehingga menandakan bahwa metode ini terbukti efektif sekaligus aman. Selain itu, efektivitas dan keamanan akupunktur juga pernah dibandingkan dengan terapi farmakologis. Sebuah kajian sistematik dan metaanalisis menunjukkan adanya
peningkatan kualitas hidup pada subjek yang diberikan terapi akupunktur. Sama seperti studi sebelumnya, frekuensi dan jumlah hari migrain juga berkurang. Tidak hanya itu, efek samping secara signifikan ditemukan lebih rendah pada kelompok akupunktur daripada kelompok yang diberi pengobatan standar. Kajian sistematik serupa lainnya juga menemukan hasil yang sama. Efektivitas akupunktur dinilai lebih baik dalam mencegah migrain dibandingkan terapi farmakologis. Bukti-bukti tersebut menunjukkan bahwa akupunktur tidak hanya lebih unggul dibanding kelompok akupunktur sham atau tanpa intervensi, tetapi juga melebihi terapi farmakologis yang ada. Cara kerja akupunktur Hingga kini, dunia kedokteran barat masih berusaha menginvestigasi mekanisme di balik cara kerja akupunktur yang belum diketahui secara pasti. Terdapat beberapa teori yang diduga mendasari mekanisme akupunktur, antara lain efek neurotransmiter, efek langsung ke sistem saraf pusat (SSP), peningkatan aliran darah serta efek antiinflamasi. Akupunktur diduga meningkatkan opioid endogen yang berperan dalam mengaktifkan sistem analgesik serta menurunkan substansi-P, yaitu zat pada saraf yang berperan dalam transmisi sinyal nyeri ke SSP. Secara keseluruhan, akupunktur memiliki efek yang positif terhadap penanganan migrain. Dengan demikian, teknik ini sangat berpotensi untuk menjadi terapi adisi alternatif bagi pasien yang tidak berespons terhadap terapi standar dengan baik. jessica
MEDIA
AESCULAPIUS
ILMIAH POPULER
MEI - JUNI 2020
5
ADVERTORIAL
Propeller Health Sensor: Teknologi Digital dalam Sebuah Inhaler Tahukah Anda bahwa saat ini tengah dikembangkan teknologi yang bisa mengatur dosis obat dan mencatat pemakaian inhaler secara otomatis?
A
sma termasuk salah satu penyakit yang sulit disembuhkan, tetapi sangat mungkin dikontrol. Penderita asma biasanya akan mendapatkan obat melalui inhaler untuk mengontrol serangan asma. Inhaler bisa dikatakan cukup praktis dan sangat membantu penderita asma. Sayangnya, sering kali kepatuhan pasien terhadap penggunaan inhaler masih belum optimal. Selain itu, pengaturan dosis inhalasi secara tepat dan pelaporan terkait penggunaan inhaler masih sulit dikonfirmasi karena bergantung pada subjektivitas pasien. Alih-alih meredakan gejala asma, penggunaan inhaler tanpa kontrol yang baik justru memperburuk kondisi pasien. Berangkat dari masalah tersebut, para ilmuwan membuat terobosan baru yang disebut propeller health sensor system. Konsep ini mengaplikasikan digital monitoring dengan tujuan memudahkan pengguna inhaler seharihari. Inhaler yang telah dimodifikasi dinilai lebih unggul dibandingkan inhaler konvensional. Hal tersebut dijelaskan dalam publikasi review klinis oleh Chan, dkk. di tahun 2015. Teknologi ini mampu menampilkan data real-time terkait waktu dan lokasi penggunaan inhaler. Data yang ada dapat dikirimkan secara langsung melalui aplikasi khusus. Dengan demikian, tenaga kesehatan yang menangani
pasien mampu memantau frekuensi penggunaan alat. Pemantauan tersebut dapat dijadikan sebagai salah satu bentuk follow-up pasien. Teknologi ini juga menyediakan fitur pengingat bagi penggunanya. Dokter yang menangani pasien dapat mengatur notifikasi pada kondisi tertentu, misalnya ketika kondisi pasien memburuk. Dengan begitu, pasien bisa mendapatkan arahan yang lebih jelas terkait langkah yang harus diambil. Yang tidak kalah canggihnya, teknologi ini juga dilengkapi fitur penggambaran kondisi sekitar. Propeller health sensor system mampu menampilkan kondisi geografis dan lingkungan di sekitar pasien. Data tersebut meliputi suhu lingkungan maupun kelembapan relatif suatu wilayah. Inhaler berteknologi canggih ini telah mendapatkan persetujuan dari organisasi Food and Drug Administration (FDA) Amerika
Serikat. Sayangnya, teknologi ini masih belum sempurna mengingat kemungkinan terjadinya kesalahan penghitungan jumlah pemakaian masih ada. Kesalahan tersebut dapat bersifat over-recording maupun under-recording yang umumnya disebabkan oleh sensitivitas sensor yang kurang optimal. Aplikasi inhaler yang dilengkapi teknologi propeller health sensor system pernah dilakukan oleh Merchant, dkk. di tahun 2018. gita/MA Mereka mengumpulkan sebanyak 207 orang pengguna inhaler berusia 12 tahun keatas. Semua pengguna diminta menggunakan inhaler elektronik dengan fitur tersebut dalam kurun waktu 12 bulan pengobatan. Di akhir penelitian, pengguna diminta menilai kepuasan mereka terhadap fitur inhaler tersebut. Hasilnya, 70 dari 89 orang responden merasa sangat puas terhadap teknologi baru
tersebut. Bahkan, mayoritas pasien merasa teknologi tersebut tidak membutuhkan adanya perbaikan. Sekitar 4% responden hanya menyarankan penambahan daya tahan baterai yang digunakan pada alat tersebut agar dapat lebih praktis digunakan. Secara umum, responden mengaku sangat terbantu karena mereka bisa meningkatkan kewaspadaan dalam pemakaian inhaler, memperluas wawasan melalui informasi edukatif yang dimunculkan pada aplikasi serta mampu melihat seberapa baik kontrol penyakit yang mereka derita. Alat yang terbilang canggih ini masih belum dikembangkan di Indonesia. Dapat dipahami bahwa pengembangan teknologi baru tidaklah semudah membalikkan telapak tangan. Akan tetapi, alat tersebut bisa menjadi inspirasi terutama bagi para ilmuwan dan tenaga kesehatan Indonesia untuk mengembangkan teknologi kesehatan berbasis monitoring terhadap pasien. Monitoring yang baik diharapkan mampu membantu dokter dalam menentukan prognosis pasien. leo
SEGAR
Serba-Serbi Gangguan Psikis Mendatar 5. Gangguan isi pikir berupa impuls terus-menerus terhadap suatu hal 7. Kepercayaan palsu yang menetap, tidak sesuai dengan fakta dan â&#x20AC;&#x153;anehâ&#x20AC;? 10. Gangguan stres pasca trauma 11. Kejang berulang 12. Ketakutan irasional yang jelas, menetap, dan berlebihan terhadap sesuatu 13. Berdebar-debar, pusing mendadak, sulit bernapas, kesemutan, dan sakit dada mendadak tanpa faktor pencetus Menurun 1. Gangguan kepribadian dengan ciri berpakaian berlebihan untuk menarik perhatian 2. Gangguan mood dengan gejala gangguan tidur, nafsu makan menurun, hilang energi dan konsentrasi serta keinginan untuk mengakhiri hidup 3. Ganguan perilaku berupa tindakan berulang-ulang yang terlihat bermakna 4. Gangguan pemusatan perhatian dan hiperaktivitas 6. Gangguan kepribadian dengan ciri merasa dirinya sangat penting 8. Gangguan mood dengan episode manik dan depresi yang berulang 9. Gangguan fungsi kognitif yang progresif dan tidak reversibel
JASA PEMBUATAN SYMPOSIUM HIGHLIGHT
Media Aesculapius menyediakan jasa pembuatan Symposium Highlight. Symposium highlight adalah peliputan sebuah seminar atau simposium, yang kemudian hasilnya akan dicetak dalam sebuah buletin, untuk dibagikan pada peserta seminar. Simposium yang telah kami kerjakan antara lain PIT POGI 2010, ASMIHA 2011, ASMIHA 2016, ASMIHA 2017, JiFESS 2016, JiFESS 2017, ASMIHA 2018, AFCC-ASMIHA 2019 dan lain-lain.
Hubungi Hotline MA: 0896-70-2255-62 (SMS/Whatsapp)
6
OPINI & HUMANIORA
MEI - JUNI 2020
MEDIA
AESCULAPIUS
SUARA MAHASISWA
Covid-19: Menatap Kehidupan dari Sudut Pandang Baru Bisakah kita menjawab tantangannya?
P
andemi Covid-19 terus bergulir dan kian mengkhawatirkan. Jumlah pasien positif Covid-19 terus bertambah setiap harinya, begitu pun jumlah pasien yang meninggal. Dari segi sosial ekonomi, dampak yang ditimbulkan tak kalah mengerikan. Tak ayal jika keadaan ini menimbulkan kepanikan publik. Mulai dari tenaga kesehatan yang rela meregang nyawa sebagai garda terdepan penanganan, pemerintah yang tampak kebingungan menentukan jalan keluar, para akademisi yang terus mengkaji serta mendesak keseriusan pemerintah, hingga masyarakat yang sepertinya sudah kehilangan kepercayaan pada pemangku kebijakan. Di tengah carut-marutnya situasi tersebut, sejumlah pelajaran berharga yang sarat untuk diketahui dapat dipetik. Budaya gotong-royong kian lama kian memudar di era globalisasi ini. Berkaca dari kehidupan sebelum pandemi Covid-19 melanda, waktu yang diluangkan untuk berkumpul bersama keluarga semakin berkurang akibat kesibukan masingmasing individu yang tak dapat ditinggalkan. Saat berkumpul sekalipun, sering kali setiap orang sibuk dengan gawainya. Namun, saat kebijakan “physical distancing” diterapkan, semua orang begitu risau dan gelisah seperti kehilangan sesuatu yang sangat berharga. Pengalihan seluruh kegiatan berkumpul dan tatap muka menjadi kegiatan komunikasi jarak jauh menegaskan kesimpulan bahwa meskipun individualisme semakin menonjol, manusia tetaplah makhluk sosial yang sangat butuh untuk bersosialisasi.
Beragam reaksi masyarakat kemudian bermunculan, seperti tindakan saling menyalahkan atau justru pasrah menyikapi keadaan. Sejumlah warganet menyudutkan Tiongkok karena dituduh sebagai “biang kerok”
penyebaran virus corona. Tak sedikit pula yang menyalahkan pemerintah karena dianggap terlalu santai dalam menangani pandemi. Sementara itu, ojek online, pedagang kaki lima, dan pelaku bisnis usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) harus pasrah menelan kerugian besar. Meskipun demikian, di tengah riuhnya aksi saling lempar tanggung jawab, tak sedikit masyarakat yang
justru menunjukkan reaksi positif dengan memberikan harapan bahwa semua masalah pasti akan berlalu. Pandemi memang berhasil memisahkan masyarakat satu sama lain secara fisik tetapi tidak secara spiritual. Hal tersebut dapat disaksikan di Cina, setiap orang saling meneriakkan semangat satu sama lain melalui atap dan jendela rumah mereka. Isolasi mandiri tidak menjadi penghalang untuk tetap menyatukan harapan agar pandemi segera usai dan semua orang bisa kembali beraktivitas seperti sediakala. Tidak hanya tentang persamaan visi, pandemi ini juga mengajarkan tentang aksi kebaikan yang menunjukkan bahwa rasa kepedulian itu masih ada. Kepedulian terhadap kesehatan diri dan lingkugan sekitar dapat diwujudkan dengan menerapkan perilaku hidup bersih dan sehat. Kepedulian juga dapat tergambar dari begitu banyaknya kegiatan penggalangan dana, bahan makanan, dan alat pelindung diri (APD) untuk membantu tenaga kesehatan sebagai garda terdepan. Semuanya itu dilakukan tanpa mengharapkan imbalan melainkan didasari kesatuan tujuan agar masa kelam ini segera berlalu. Akan tetapi, tanpa disadari pandemi Covid-19 turut mempertontonkan segala keburukan yang harus dihadapi Indonesia. Adapun kekurangan tersebut, meliputi kurangnya kualitas sistem pelayanan kesehatan, rentannya UMKM, rendahnya kepercayaan masyarakat terhadap pemerintah, dan kondisi
Christopher Christian FKUI 2018 Kepala Departemen Kajian dan Strategi BEM FKUI 2020 masyarakat yang cenderung terlalu fokus pada urusan masing-masing hingga tidak memedulikan orang lain. Covid-19 memberikan evaluasi sekaligus tantangan bagi umat manusia untuk bersatu dalam menyelesaikan masalah. Saya berharap semoga seluruh kalangan dapat menjawab tantangan tersebut demi menuntaskan penanggulangan pandemi Covid-19, baik di Indonesia maupun dunia. Semoga semangat persatuan yang berhasil dipupuk selama masa pandemi ini dapat terus terpatri dan melekat dalam keseharian masyarakat Indonesia bahkan hingga pandemi ini usai. kareen
KO L U M
Tentang Cinta: Mencinta, Dicinta, dan Bercinta Sungguh berjuta rasanya
D
ua tahun menjalin hubungan spesial bersama seseorang mengajarkanku berbagai hal. Awalnya, aku tidak begitu memedulikan kehadirannya namun entah bagaimana dia berhasil membuatku sangat peduli. Dia sukses besar membawaku ke dalam dekapan eratnya berulang kali sampai aku percaya bahwa pelukannya adalah salah satu tempatku berpulang. Dia mendekatiku dengan buaian katakata manis yang dibalut rasa percaya diri yang besar. Lalu, ia mengajakku bepergian berdua untuk memberitahuku tentang dunianya lebih lanjut, lebih dalam, dan lebih akrab. Ia terusmenerus memperkenalkanku tentang dirinya— keluarganya, cita-citanya, dan kisah hidupnya. Tanpa sadar, mataku mulai risau mencari kehadirannya. Senyumku mulai merekah setiap kali ia hadir dalam pikiranku. Jantungku berdetak sedikit lebih kencang di kala berdua bersamanya. Ah, sungguh memalukan! Padahal ia bukan cinta pertamaku. Namun, aku merasakan seluruh perasaan yang tumbuh ini sama seperti kali pertama dimabuk cinta. Aku pun menyambutnya dengan diriku yang apa adanya—menunjukkan diriku sesungguhnya tanpa ada yang disembunyikan. Kemudian, aku mendemonstrasikan kebiasaan burukku satu per satu sembari menantang dirinya. “Apakah ia tetap mau denganku?”pikirku. Ternyata, ia memang penuh kejutan! Ia tetap bertahan di
sampingku. Kebahagiaanku kian tak terbendung karena ia mau menerimaku dengan seluruh kekuranganku. Akhirnya, kuberanikan diri untuk menggenggam tangannya erat. Kubulatkan tekad untuk mengenal dan menyayangi dirinya lebih hebat lagi. Tak lama, aku disuguhkan dengan lebih banyak hal menakjubkan di luar ekspektasiku. Apakah kalian ingin tahu? Aku hafal betul aroma tubuhnya, kehangatannya, dan dekapan eratnya. Aku tahu persis rasanya disayang, dicintai, diperhatikan, dan diperlakukan begitu berharganya. Sejak saat itu, aku merasa seperti perempuan paling bahagia di dunia. Bagaimana tidak? Aku memiliki tambatan hati berwajah rupawan, akal cemerlang, dan senantiasa memperlakukanku dengan baik. Oh, indahnya duniaku! Waktu terus bergulir. Semakin lama, sisi lain darinya kian tampak dan membuatku tidak percaya diri untuk mencintainya. Apakah kalian bisa menebaknya? Hawa nafsu seksual yang begitu liar. Sisi yang baru ia tunjukkan tersebut membuatku tercengang sampai hatiku gundah berhari-hari dibuatnya. Tentu saja bukan karena aku polos dan tak mengerti apa-apa. Sejatinya, kenyataan ini bertentangan dengan prinsip yang kupegang erat selama ini. Aku sempat berpikir, “Apa aku sudahi saja?” Akan tetapi, hatiku terus mengelak
akibat rasa cintaku masih sangat besar untuknya. Lalu, sosok dalam diriku bergejolak, turut bergabung dalam diskusi ini. Betul! Sang hawa nafsu dalam tubuhkulah yang mengguncang prinsipku—sampai semuanya rontok—sembari membisikkan, “Toh, kamu juga menikmatinya.” Bisikan tersebut membuatku tidak berpikir panjang. Kemudian, warna baru tergores dalam kanvas hubunganku dengan dirinya—gejolak dan gairah baru. Seiring hadirnya gairah baru dalam hubungan ini, aku mulai menyadari satu hal. Aku semakin kehilangan diriku. Apakah cinta membuatku menjadi pribadi yang berbeda? Apakah cinta tentang kompromi dan menggugurkan prinsip? Aku rasa jawabannya adalah tidak. Aku pun memberanikan diri untuk menolaknya. Syukurlah, ia menerima penolakan tersebut lalu mengecup bibirku dengan lembut. Tidak ada amarah tergambar dari raut wajahnya. Ia kembali jessic seperti dirinya di awal a/MA hubungan ini, meskipun terkadang rindu menyambar kami berdua.
Aku sangat bersyukur dapat dipertemukan dengannya. Ia membuatku merasakan kasih sayang dan cinta yang tulus. Aku sering menyelami berbagai bentuk kebahagiaan karenanya. Namun, hal yang perlu digarisbawahi adalah ia menyadarkanku bahwa cinta tidak seharusnya membuatku kehilangan diriku—dan tidak semua orang mengetahui hal itu. gaby
MEDIA
AESCULAPIUS
LIPUTAN
MEI - JUNI 2020
7
SEPUTAR KITA
Pasien Covid-19: Bagaimana dengan Kesehatan Jantungnya? Dilema penyakit jantung pada pasien Covid-19
W
abah Covid-19 di Indonesia telah mencapai fase mengkhawatirkan. Sejumlah upaya telah dicurahkan dalam mengatasi permasalahan pandemi ini. Menanggapi hal tersebut, Perhimpunan Dokter Paru Indonesia (PDPI), Perhimpunaan Dokter Spesialis Penyakit Dalam Indonesia (PAPDI), bersama Perhimpunaan Dokter Spesialis Kardiovaskular Indonesia (PERKI) mengadakan acara webinar bertajuk “COVID-19 and Cardiology” pada Kamis, 16 April 2020. Acara yang dimoderatori oleh dr. Adityo Susilo, SpPD, K-PTI, FINASIM tersebut mengangkat tiga topik mengenai Covid-19 dan keterkaitannya dengan kesehatan kardiovaskular. Topik pertama dibawakan oleh Ketua PDPI, Dr. dr. Agus Dwi Susanto, SpP(K), FISR, FAPSR, dengan judul “Severe Cases of COVID-19: Respiratory and Cardiovascular Consequences”. Pada sesi tersebut, Agus memaparkan contoh kasus berat Covid-19 beserta hasil pemeriksaannya. Beliau menjelaskan proses hingga komplikasi yang terjadi pada kasus tersebut. “Komplikasi kardiovaskular dapat terjadi dalam bentuk aritmia,” jelas Agus. Data menunjukkan bahwa komorbiditas kardiovaskular menduduki peringkat pertama sebagai penyebab terjadinya kasus berat pada pasien Covid-19. Ketua Umum PAPDI, Dr. dr. Sally Aman Nasution, SpPD, K-KV, FINASIM, FACP, menjadi pembicara kedua pada webinar tersebut. Sally membahas tentang “Management of Hypertension and Heart Failure in COVID-19:
The Role of ACE-I and ARB”. Sally menjelaskan mengenai penggunaan dua obat lini pertama hipertensi dan gagal jantung pada pasien Covid-19, yaitu angiotensin converting enzyme inhibitors (ACE-I) dan angiotensin receptor II blocker (ARB). SARS-CoV-2, virus penyebab Covid-19, menyerang sel tubuh yang memiliki reseptor ACE2. Beberapa literatur
menyampaikan bahwa penggunaan ACE-I dan ARB yang bersifat menghambat reseptor ACE1 dapat meningkatkan produksi reseptor ACE2 dalam tubuh. Fakta tersebut kemudian memancing kekhawatiran dalam penggunaan kedua obat tersebut pada pasien Covid-19. Kendati demikian, belum terdapat studi yang mendukung kebenaran hal tersebut. “Belum ada
evidence yang membuktikan efek harmful dari ACE-I dan ARB di era Covid-19,” tegas Sally. Oleh karena itu, European Society of Cardiology (ESC) mengeluarkan rekomendasi untuk tetap melanjutkan penggunaan ACE-I dan ARB pada pasien Covid-19 yang sejak awal menerima terapi tersebut. Sebaliknya, pasien Covid-19 yang belum pernah memulai pengobatan ACE-I dan ARB sebelumnya tidak disarankan untuk mendapatkan terapi tersebut.Narasumber ketiga adalah Ketua PERKI, Dr. dr. Isman Firdaus, SpJP(K), FIHA, FAPSIC, FACC, FESC, FSCAI. Beliau memaparkan materi “Cardiac Injury in Covid-19: Acute Coronary Syndrome (ACS) and Myocarditis”. Isman menuturkan bahwa terdapat kemungkinan adanya komplikasi ACS pada pasien Covid-19. “Terikatnya reseptor ACE2 berkaitan dengan meningkatnya angiotensin II sehingga terjadi vasokonstriksi yang dapat menyebabkan ACS,” jelas Isman. Berdasarkan laporan dari Eropa dan Amerika Serikat, kemungkinan miokarditis sebagai salah satu bentuk komplikasi dari Covid-19 masih diperdebatkan. Beliau juga menambahkan bahwa masih dibutuhkan banyak penelitian untuk penatalaksanaan komplikasi pasien Covid-19. Selanjutnya, sesi tanya jawab diadakan untuk melengkapi materi yang disampaikan ketiga narasumber. Di akhir acara, Ketua Umum Pengurus Pusat Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI), Dr. dr. Aman Bhakti Pulungan, SpA(K), juga ikut memberikan sambutan sekaligus menutup webinar. ariestiana
KABAR ALUMNI
Pengalaman Berharga di Kota Manise Komunikasi dan kepercayaan menjadi kunci keberhasilan penanganan
dr. Brian Santoso Dokter Umum, FKUI 2012
K
ota Ambon, ibukota Provinsi Maluku, berhasil memberikan dr. Brian Santoso pelajaran berharga mengenai pengabdian masyarakat dan pembuktian
diri dalam mengaplikasikan ilmu yang telah didapatkan selama menjadi mahasiswa kedokteran. Selepas mengikrarkan sumpah dokter, Brian bersama dengan teman-temannya belum boleh terjun langsung berpraktik di klinik maupun rumah sakit karena terhalang kepemilikan Surat Tanda Registrasi (STR) dokter umum. Alhasil, Brian dan para lulusan dokter lainnya harus putar setir menjadi asisten penelitian di rumah sakit atau menjadi tutor ujian kompetensi dokter. Brian yang sudah terbiasa berhadapan dengan pasien dan kehidupan klinik, kini harus dihadapkan dengan persoalan administrasi, penelitian, dan jurnal. Tiga bulan berlalu, akhirnya Brian kembali bergelut di lingkungan klinik dengan menjalankan program magang di kota pilihannya, Ambon Manise. Ambon sebagai salah satu kota terbesar di Kepulauan Maluku memang tampak lebih maju dibandingkan wilayah kepulauan di sekitarnya. Meskipun demikian, ketersediaan perlengkapan maupun keterampilan dalam bidang kesehatan masih sangat terbatas. Sejumlah pengalaman menarik didapatkan Brian selama mengabdi di tanah Ambon, salah satunya saat menghadapi pasien anak dengan kejang. Ia mendapat
panggilan untuk menangani pasien gawat darurat yang diduga mengalami kejang. Saat tiba di puskesmas, Brian kemudian melakukan pemeriksaan untuk menilai kondisi pasien tersebut. Menariknya, pasien tersebut ternyata tidak
mengalami kejang melainkan hanya menggigil kedinginan. Usai melakukan pemeriksaan, Brian meminta tolong kepada perawat untuk melakukan pengukuran suhu tubuh. Ia juga melakukan edukasi kepada keluarga pasien. Hal seperti itu tidak terjadi hanya satu atau dua kali, melainkan terjadi hingga beberapa kali.
Brian mengakui dirinya cukup sering mendapat panggilan gawat darurat untuk pasien anak yang dianggap kejang. Hal ini menggerakkan Brian untuk melakukan edukasi kepada perawat agar tidak keliru dalam membedakan antara pasien menggigil akibat kedinginan dan pasien kejang. Banyak keluhan berdatangan dari orang tua pasien mengenai perawat yang dinilai kurang tanggap menghadapi kondisi anak mereka. Padahal situasinya memang anak tersebut sering kali tidak sedang mengalami kondisi darurat yang memerlukan penanganan segera. Maka dari itu, edukasi kepada perawat penting dilakukan untuk dapat berkomunikasi dan meredakan kepanikan keluarga pasien. Selama bertugas, Brian menyadari pentingnya kolaborasi dengan tenaga kesehatan lainnya demi tata laksana pasien yang lebih holistik dan juga komprehensif. Sebagai seorang dokter, ia juga merasakan pentingnya interaksi dokter dengan tenaga kesehatan lain maupun pasien. Menjadi dokter tidak hanya berbicara tentang ilmu yang dibaca dari sejumlah literatur, tetapi juga mengenai terjalinnya kepercayaan pasien kepada dokter yang menanganinya. Edukasi yang tepat dan sesuai juga penting diberikan agar pasien merasa nyaman dan tenang menjalani pelayanan yang diberikan. kareen
8
LIPUTAN
MEI - JUNI 2020
MEDIA
AESCULAPIUS
SEREMONIA
Melawan Covid-19 bersama EndCorona
S
oft-launching platform EndCorona berlangsung di kanal Youtube Medicine UI pada Rabu, 1 April 2020. Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Prof. Dr. dr. Ari Fahrial Syam, SpPDKGEH., MMB, FINASIM, FACP, FACG., turut hadir dalam acara tersebut. Platform ini
merupakan hasil inovasi beberapa mahasiswa Universitas Indonesia. “EndCorona menilai risiko individu pengguna serta memberikan informasi mengenai Covid-19 pada masyarakat,” ungkap Arya selaku founder dari EndCorona. amanda
Pengawal Nutrisi Para Pahlawan Covid-19
M
ahasiswa kedokteran Universitas Indonesia menginisasi pemberian bantuan makanan kepada tenaga kesehatan sebagai garda terdepan penanganan Covid-19. Program yang bertajuk “Nutrisi Garda Terdepan (NGT)” berdiri pada tanggal 16 Maret 2020. Sejauh ini, NGT telah
membagikan bantuan kepada 45 RS di 9 kota dengan jumlah penerima sekitar 2.5003.500 tenaga kesehatan per harinya. Eghar Anugrapaksi, Ketua NGT, berharap program ini mampu meningkatkan imunitas tenaga medis dengan memberikan makanan bergizi seimbang. ariestiana
SENGGANG
Salurkan Jiwa Seni melalui Fotografi Ketika jiwa humanis seorang dokter dan jiwa seni seorang fotografer berpadu menjadi satu.
B
erhadapan dengan manusia dalam keseharian profesi, menuntut seorang dokter untuk tidak hanya menguasai kemampuan eksakta, tetapi juga kemampuan sosial dengan baik. Atas dasar itulah, Dr. dr. J. M. Seno Adjie, SpOG(K) mengembangkan
itu, beberapa hasil karyanya juga sempat Kesuksesannya tersebut membuat Seno dipercaya untuk mengetuai Komunitas
sebagai dokter sekaligus akademisi di bidang obstetri dan ginekologi. Pria kelahiran Pekanbaru ini tertarik untuk mengabadikan berbagai momen seputar human interest menggunakan lensa kameranya. Gemar menggambar sejak kecil disinyalir menjadi langkah awal Seno jatuh cinta pada
bersama dokter-dokter lain yang menggeluti hobi serupa. Selain Komunitas Medis
dokter spesialis obstetri dan ginekologi. Komunitas tersebut menjadi wadah bagi Seno dan rekan-rekannya untuk saling
menyukai seni, terutama seni rupa, juga ini menjabat sebagai Koordinator Pelayanan Masyarakat Departemen Obstetri dan Ginekologi FKUI-RSCM. Sebagai seorang menilai sebuah hasil potret hanya dengan mengelompokkannya sebagai karya bagus atau tidak bagus. “Lebih dari itu, setiap gambar memiliki jiwa tersendiri. Saya rasa Menjadi seorang dokter sekaligus pengajar dengan kesibukan yang padat tidak menjadi penghalang Seno dalam melakoni hobinya. Bermodalkan manajemen waktu yang baik dan perencanaan yang matang, ia berhasil menapakkan kaki di tanah Himalaya, Nepal, India, dan Rusia dalam rangka
“jepret” selalu dikumpulkan dan dirangkai menjadi sebuah buku. Tidak kurang dari dua terbit dan dipamerkan di Leica Store Indonesia. Selain itu, Seno pun sukses menorehkan Ia pernah menyabet juara kedua dan ketiga
Nama Lengkap : Dr. dr. J. M. Seno Adjie, SpOG(K) Alamat : Jl. Wirajasa Terusan No. 2, CipinangMelayu, Jakarta 13620 Jabatan : Koordinator Pelayanan Masyarakat Departemen Obstetri dan Ginekologi FKUI-RSCM Nomor Telepon : 081219459613 Alamat Email : jmseno@hotmail.com
ada orang-orang yang lebih menonjol di suatu genre tertentu. Orang tersebut akan memberikan tips dan trik kepada anggota yang lain,” jelasnya. Selain mendapatkan dukungan dari teman-teman dokter dengan minat serupa, dukungan lain juga datang dari keluarga. “Sekalipun mereka memiliki hobi yang berbeda-beda, misalnya anak saya yang satu hobi bermain piano dan satunya lagi hobi melukis, mereka memberikan dukungan
membuat foto keluarga menjadi bagus,” imbuhnya sambil tertawa. Seno memastikan bahwa ia akan terus melanjutkan sepak terjangnya di dunia
sudah terbiasa melihat ayahnya ketika sedang menekuni hobinya,” ujar Seno. Ia berharap hobinya ini juga dapat bermanfaat bagi keluarganya. “Ya, minimal saya bisa
dengan kegemarannya itu. Di sisi lain, Seno selalu berpegang teguh pada sebuah prinsip. Bagi seorang dokter, menjadi pintar saja tidak cukup. adit