11 minute read

Pergolakan IAIN Tulungagung Menjadi BLU

Next Article
SUSASTRA

SUSASTRA

kakinya. Sehingga sangat diperlukan fasilitas yang bisa membantu, misal dengan adanya kruk/penyangga kaki atau kursi roda dan diperbanyak jalur ramp, ‘tangga landai’. “Ya untuk pelayanan dan sarana prasarana di IAIN Tulungagung saya rasa sudah sesuai. Pegawaipegawainya ramah, sopan, terus ya peduli dan penuh perhatian,” ujar Faris.

Berdasarkan Permenristekdikti Nomor 46 Tahun 2017 tentang Pendidikan Khusus dan Pendidikan Layanan Khusus di Perguruan Tinggi, sesuai peraturan tersebut IAIN Tulungagung sudah menyediakan fasilitas yang mengarah kepada kampus ramah disabilitas. Misalnya di Gedung Arief Mustaqiem dan Syaifuddin Zuhri pada bagian pintu masuk dibuat jalur ramp untuk memudahkan pengguna kruk atau pun kursi roda. “Sebenarnya keinginan kampus untuk punya fasilitas disabilitas itu sudah kita canangkan dan sudah kita lakukan. Terus terang kalau bangunan-bangunan yang lama memang belum, tetapi bisa dilihat mulai Gedung Syaifuddin Zuhri kemudian Arief Mustaqiem bahkan perpustakaan baru, ini sudah mengarah ke sana. Nah, sebenarnya untuk bangunan lama pun juga mencanangkan untuk ke arah sana, eh untuk masjid baru (ramah) disabilitas sudah ada,” ujar Imam Mutholib selaku Kabag (Kepala Bagian) Umum Bagian Perencanaan.

Advertisement

Sistem Penerimaan Mahasiswa Baru Disabilitas

Mengenai penerimaan mahasiswa baru disabilitas, IAIN Tulungagung menyediakan ruang khusus untuk para penyandang disabilitas, lengkap dengan pendamping untuk membantu mereka. Sebab, pada waktu tes biasanya mereka menjadi pusat perhatian. Adapun dalam pemilihan jurusan, mereka diarahkan ke nonpendidikan, tetapi mahasiswa baru disabilitas juga diberikan kebebasan untuk memilih jurusan sesuai keinginannya. Mereka dianjurkan untuk menghubungi Pusat Layanan Difabel (PLD) terlebih dahulu agar mendapat pendampingan.

Di seluruh Perguruan Tinggi Islam baik negeri atau swasta khususnya IAIN Tulungagung, terdapat tiga jalur pendaftaran yaitu Seleksi Prestasi Akademik Nasional Perguruan Tinggi Keagamaan Islam Negeri (SPANPTKIN), Ujian Masuk Perguruan Tinggi Keagamaan Islam Negeri (UM-PTKIN), dan jalur Mandiri. Pada jalur SPAN-PTKIN dan UM-PTKIN mengalami kesulitan dalam mendeteksi kondisi mahasiswa, sebab pada jalur ini tidak ada seleksi khusus untuk mahasiswa baru disabilitas. Semua pendaftaran dilakukan secara dalam jaringan (daring) dan pengumpulan berkas dilakukan secara luar jaringan (luring). “Biasanya kalau lewat SPAN atau UM-PTKIN itu daftarnya online ya. Jadi, kita tidak tahu kondisi mahasiswa seperti apa,” ujar Muhammad Asrori selaku Kabag Akademik dan Kemahasiswaan.

Masjid Baru IAIN Tulungagung/kozin/dok.dim

Pelayanan Inklusif IAIN Tulungagung

Dalam rangka mengoptimalkan pelayanan mahasiswa disabilitas di Perguruan Tinggi, maka perlu dibentuk unit layanan disabilitas. Unit layanan disabilitas bertugas untuk merencanakan, mengoordinasi, mengevaluasi, dan mengawasi pelaksanaan layanan khusus bagi mahasiswa disabilitas. Unit disabilitas juga berfungsi untuk menyediakan tutor relawan yang dapat membimbing pendalaman subjek materi tertentu, melalui metode yang sesuai dengan kebutuhan khususnya.

IAIN Tulungagung memiliki unit pelayanan inklusif yaitu PLD. PLD dirancang pada bulan Juni 2019 oleh Lembaga Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat (LP2M). Kemudian pada bulan Juli 2019, profil PLD ditemui di website LP2M (https://lp2m. iain-tulungagung.ac.id/profil-pld/). PLD merupakan lembaga semi independen inisiatif yang berfungsi memberikan layanan konsultasi dan layanan akademik serta nonakademik kepada mahasiswa penyandang disabilitas.

Adapun program PLD adalah mengenalkan pentingnya kampus inklusi, pembentukan komunitas khusus untuk mahasiswa disabilitas, dan membentuk relawan peduli disabilitas. Relawan ini berasal dari mahasiswa nondisabilitas yang dapat dan mampu

melakukan pendampingan. “Kita sangat terbuka, seperti di website bisa dibaca. Silakan jika mahasiswa melakukan pendampingan kepada teman yang berkebutuhan khusus. Kita akan senang hati untuk membuat komunitas itu. Komunitas yang berkonsentrasi terhadap disabilitas akan kita fasilitasi,” ujar Syaifuddin Zuhri selaku pegawai LP2M.

Menanggapi pelayanan terhadap mahasiswa disabilitas, dosen dan mahasiswa berharap IAIN Tulungagung bisa menjadi kampus ramah disabilitas agar semua pihak bisa mengakses pelayanan dengan baik, aman, dan nyaman. “Harapan saya agar IAIN Tulungagung menjadi kampus inklusi, yaitu: pertama, ketika melakukan pendaftaran ulang diberikan tempat khusus atau pun pelayanan khusus, agar data mahasiswa disabilitas tidak tercampur; kedua, menyediakan form khusus seperti meja, tempattempat pegangan, sandaran atau bidang landai; ketiga, dibuatnya peraturan tambahan untuk disabilitas,” ungkap Said selaku mahasiswa Psikologi Islam.

Ni Putu Rizky Arnani, dosen Jurusan Psikologi Islam menanggapi layanan kampus terhadap mahasiswa disabilitas. Menurutnya secara kognitif mahasiswa disabilitas memiliki kemampuan yang sama dengan mahasiswa nondisabilitas lainnya, hanya saja mereka memiliki keterbatasan pada tangan atau anggota tubuh lainnya. Sehingga diperlukan fasilitas yang memadai untuk mereka. Ia juga mendukung program kampus inklusi, sebab pada dasarnya setiap mahasiswa memiliki hak untuk pelayanan dan fasilitas yang sama, baik sarana prasarana yang memadai dan proses pembelajaran yang harus disesuaikan. “Jadi gini, maksudnya sarana dan prasarana itu penting. Kalau suatu saat kita punya mahasiswa yang menggunakan kursi roda, enggak bisa akses tangga, seharusnya pihak kampus membuatkan jalur khusus di seluruh area kampus. Misalnya, kita punya mahasiswa tunanetra dan tunarungu nanti dampaknya ke proses pembelajaran. Makanya kalau sudah ada mahasiswa disabilitas sistem pembelajaran dan sarana prasarana untuk menghadapinya harus siap,” tukas Rizky.

Menurut Peraturan Menteri Pekerjaan Umum, Nomor 30/PRT/M/2006, setiap penyelenggara publik wajib menyediakan sarana fisik yang aksesibilitas bagi lansia dan penyandang disabilitas. Perguruan Tinggi khususnya IAIN Tulungagung perlu mengacu peraturan tersebut dalam merancang dan mengembangkan lingkungan fisik kampus agar bisa dikatakan kampus inklusi, seperti yang telah dijelaskan pada buku Panduan Layanan Mahasiswa Disabilitas di Perguruan Tinggi. Fasilitas yang diperlukan seperti penyediaan guiding block, ‘jalur pemandu’, yang memungkinkan tunanetra berjalan lurus ke arah yang diinginkan. Jalur pemandu biasanya berupa bagian permukaan jalan/lantai dengan warna dan tekstur berbeda.

Kampus juga harus menyediakan toilet khusus yang bisa diakses pengguna kruk dan kursi roda, dengan mempertimbangkan gerak kursi roda di dalam ruangan toilet. Spesifikasi toilet dirancang dengan ketinggian 40‒50 cm, serta dilengkapi pegangan tangan (handle) di samping closet dan lebar pintu diusahakan lebih dari 80 cm. Sehingga, pengguna kruk atau kursi roda bisa masuk dengan leluasa. Kampus sebaiknya juga memiliki simbol-simbol disabilitas di setiap gedung dan menyediakan tempat parkir khusus bertanda disabilitas. Dari temuan data tersebut, IAIN Tulungagung belum bisa dikatakan kampus ramah disabilitas atau inklusi. Ini ditunjukkan karena beberapa fasilitas kampus yang belum memenuhi kriteria ramah disabilitas, serta masih samar-samar dalam memberikan pelayanan.

Asn, Nur, Far, Rin, Nil, Ard, Bay G, Ely, Fin, Ann, Evi, Ilh, Mas, Riz, Iza, Tsa, War, Mif, Alf, Dew, Ris, Ami)

Pergolakan IAIN Tulungagung

Menjadi BLU “ IAIN Tulungagung menuju Kampus BLU. Di samping sebagai salah satu prasyarat menjadi UIN, BLU dinilai mengancam UKT mahasiswa.

Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Tulungagung berencana mengubah status dari Satuan Kerja Penerimaan Negara Bukan Pajak (Satker PNBP) menjadi Badan Layanan Umum (BLU). Menurut UU Nomor 20 Tahun 1997 tentang Penerimaan Negara Bukan Pajak, PNBP adalah seluruh penerimaan Pemerintah Pusat yang tidak berasal dari penerimaan perpajakan. Sedangkan menurut Peraturan Menteri Keuangan Nomor 92/PMK.05/2011 tentang Rencana Bisnis dan Anggaran serta Pelaksanaan Anggaran Badan Layanan Umum, BLU adalah instansi di lingkungan pemerintah pusat yang dibentuk untuk memberikan pelayanan kepada masyarakat berupa penyediaan barang dan/atau jasa yang dijual tanpa mengutamakan mencari keuntungan dan dalam melakukan kegiatan berdasarkan pada prinsip efisiensi dan produktivitas. Namun, sudah siapkah IAIN Tulungagung dengan segala perubahan itu? “BLU, Badan Layanan kampus itu punya semacam yang notabenenya itu yang memiliki sasaran mungkin seperti itu. kampus bisa seperti bagus” ucap Mambaul mahasiswa Pendidikan Bahasa Arab semester 4. Umum, jadi layanan diarahkan, masyarakat Kalau itu ya Ulum,

Tanggapan lain berasal dari Bayu, mahasiswa Aqidah dan Filsafat Islam, “Apakah perubahan IAIN menjadi BLU sudah memenuhi kriteria tersebut?” Dalam hal ini, Kru Dimёnsi mencoba menggali informasi lebih lanjut mengenai kesiapan kampus atas alih status menjadi BLU.

Isno, selaku Kepala Bagian (Kabag) Perencanaan dan Keuangan menyampaikan, “Insyaallah kita tinggal nunggu aja Surat Keputusan (SK) dari Kementerian Keuangan dan sudah kita lalui proses sejak awal. Terakhir itu munakosah di Kementerian Keuangan. Insyaallah kita (IAIN Tulungagung, red) sudah disetujui dan semua sudah memenuhi syarat.” Senada dengan pernyataan Saifudin Zuhri sebagai Wakil Rektor Bidang Administrasi Umum, Perencanaan dan Keuangan, bahwa persiapan menjadi BLU yang dirancang sejak tahun 2017 itu, kini sudah terpenuhi. “Sekarang tinggal menunggu SK dari Menteri Keuangan. (Syarat-syaratnya) harus ada SBM (Standar Biaya Masukan, red) itu. Dari Menteri Agama memutuskan bahwa IAIN di sini (Tulungagung) sudah layak menjadi BLU. Dulu pernah diberi syarat minimal, misal BNBP-nya Rp11 miliar dan kita sudah melampaui.”

Perubahan Satker PNBP menjadi BLU dapat dikatakan bersamaan dengan alih status IAIN menjadi Universitas Islam Negeri (UIN). Sebab, menurut Isno, “UIN wajib BLU.” Artinya, peralihan tingkatan dari Satker PNBP ke BLU merupakan prasyarat atau bisa menjadi faktor penguat alih status dari IAIN menjadi UIN. Namun demikian, secara administratif alih status menjadi UIN berbeda dengan alih status menjadi BLU. Hal tersebut juga dijelaskan Saifudin, bahwa UIN berbeda dengan BLU. BLU merupakan pengelolaan

keuangan yang jalurnya dari Menteri Agama menuju Kementerian Keuangan. Sedangkan UIN adalah alih status dari kampus institut menuju universitas, jalurnya dari Menteri Agama menuju Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Republik Indonesia (Kemenpan RB). “Jadi, kita sudah melalui dua tahap, dari Kementerian Agama sudah lulus. Kemudian dibawa ke Kemenpan RB dan dari sana nanti akan melahirkan Ortaker (Organisasi dan Tata Kerja). Jika tidak ada Ortaker, maka kita tidak bisa menempatkan pejabat (kampus). Kalau ada Ortaker, tunjangan bisa dibayar,” tambah Saifudin. Sudah semestinya perpindahan status IAIN menjadi UIN ini berdampak pada perubahan fasilitas atau pun sistem. Kemajuan yang ditunjukkan tentu tidak berdasar pada alih nama ini. Jika tidak, itu hanya akan memunculkan eksistensi tanpa isi. Isno mengatakan, “Ya semua sistem kampus itu menjadi semakin bagus dan semakin online semua. Jadi, semua pengajaran itu arahnya pada karakter, 40% di kelas, 60% di luar atau sebaliknya.” Perubahan menjadi kampus BLU itu akan banyak berdampak pada sektor internal maupun eksternal kampus. Seperti peminjaman gedung yang akan dikenai tarif tertentu. “Ketentuan peminjaman ya enggak ada ketentuan, yang penting bayar tarif. Tarif itu juga yang menentukan Menteri Keuangan,” ungkap Isno.

Perubahan alih status kampus menjadi BLU akan mengakibatkan pengelolaan keuangan menjadi mandiri. Pendanaan kampus tidak lagi bertumpu pada Kementerian Keuangan. Oleh karenanya, permasalahan kampus yang berhubungan dengan keuangan seperti fasilitas kampus dan perkembangannya, mestinya direspons cepat. Berhubungan dengan hal tersebut, Saifudin menerangkan jika kampus menjadi BLU, maka kampus akan melaksanakan bisnis dengan profit untuk kepentingan akademik. Sehingga, lama kelamaan kampus tidak bergantung kepada negara, tidak membebani masyarakat serta mahasiswa.

Prasyarat BLU pada kesempatan ini harus terpenuhi dahulu, salah satunya seperti pengelolaan wilayah/kawasan tertentu untuk tujuan meningkatkan perekonomian masyarakat atau layanan umum (syncore:2017:BLUD.co.id). Apabila pengelolaan wilayah menjadi prasyarat, otomatis memerlukan wilayah baru yang lebih luas agar prasyarat itu terpenuhi. Menurut Isno perluasan lahan untuk menjadi UIN adalah wajib, dengan prasyarat berkisar 25 hektar. Jadi, sesudah beralih menjadi BLU, IAIN Tulungagung akan mulai memperluas lahan sebagaimana inti dari tujuan, yakni perubahan menjadi UIN. Prasyarat tersebut jauh dari luas lahan IAIN Tulungagung sekarang ini. Seperti pernyataan Isno, bahwa luas wilayah IAIN Tulungagung sekarang masih sekitar 12 hektar. Artinya, untuk mencapai syarat menjadi UIN masih memerlukan 13 hektar lagi. Di samping itu permasalahan ruang kelas juga perlu diperhatikan. “Untuk ruang kelas terkadang masih perlu mencari ruang kosong,” ujar Bayu.

Pembangunan kampus memang semestinya tidak terjadi pengeluaran dana yang sia-sia, apalagi untuk mengejar status UIN hingga melupakan fokus untuk memperbaiki internal kampus, baik fasilitas mahasiswa, karyawan, dan lain-lain. Mengingat alih status IAIN menjadi UIN akan berfokus pada pembangunan. Hal ini juga dinyatakan Isno bahwa kampus menjadi BLU nanti akan diadakan pusat bisnis dan usaha–usaha. Namun, di samping itu tetap tidak melupakan kebutuhan lokal.

Mengenai pusat bisnis dan usaha-usaha sebagai wacana perkembangan perubahan kampus BLU, Isno menerangkan, “Ya banyak nanti, pokok yang menghasilkan uang boleh. Yang penting bisnis itu untuk meningkatkan pelayanan, mendirikan pom bisa, mendirikan hotel bisa, mendirikan mal bisa, rumah sakit bisa. Seperti UINSA (Universitas Islam Negeri Sunan Ampel, red).”

Kampus dalam hal ini telah berupaya untuk mencapai target guna menjadi UIN. Namun, permasalahan sebenarnya adalah bagaimana cita-cita tersebut berjalan selaras dengan permasalahan yang lain, seperti ruang gedung mahasiswa yang masih kurang, perluasan tempat parkir, dan lain-lain. Isno mengatakan bahwa fakultas–fakultas umum terlepas dan tidak boleh meninggalkan permasalahan prodi keagamaan. Nantinya akan lebih bagus lagi di teknologi dan kesehatan. Oleh karenanya, BLU bukanlah wacana semata-mata agar kampus menjadi mandiri. Di lain sisi harus ada potensi untuk memberikan produk dan pelayanan kepada masyarakat. Kampus yang berstatus BLU berupaya dalam menunjang kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan praktik bisnis yang baik tanpa mengutamakan keuntungan semata.

Kampus BLU Dinilai Mengancam UKT Mahasiswa

Kekhawatiran alih status kampus menjadi BLU diungkapkan salah satu mahasiswa jurusan AFI yang tidak mau disebutkan namanya, “Kalau perubahan menjadi BLU berarti memberikan layanan umum, semisal gedung itu harus membayar, untuk itu tidak masalah. Namun, apakah benar kalau perpindahan menjadi BLU ini UKT mahasiswa menjadi naik?” Berdasarkan data Keputusan Rektor IAIN Tulungagung Nomor 166 Tahun 2020 tentang Tarif Layanan Pendidikan dan Uang Kuliah Tunggal pada

Institut Agama Islam Negeri Tulungagung Tahun Akademik 2020–2021, dipaparkan mengenai besaran UKT dari tahun ke tahun. Pada angkatan tahun 2014 UKT kelompok 1 berkisar Rp0–400 ribu, kelompok 2 sebesar Rp610 ribu, dan kelompok 3 sejumlah Rp927.500. Sedangkan pada tahun 2015 besaran UKT kelompok 1 tetap, kelompok 2 naik menjadi Rp700 ribu, dan kelompok 3 mulai dari Rp1 juta–Rp1,35 juta.

Pada angkatan tahun 2016 besaran UKT kelompok 1 tetap, kelompok 2 pun tetap, kelompok 3 mulai dari Rp800–Rp1,2 juta, terdapat penambahan dua kelompok: 4 dan Bidikmisi. Besaran kelompok 4 mulai dari Rp1 juta–Rp1,5 juta dan Bidikmisi berkisar Rp2,4 juta. Pada angkatan 2017 UKT kelompok 1 tetap, kelompok 2 tetap, kelompok 3 mulai dari Rp900–Rp1 juta, kelompok 4 tetap Rp1 juta–Rp1,5 juta, dan untuk UKT Bidikmisi pun demikian tetap.

Sedangkan, pada angkatan tahun 2018 dan 2019 UKT kelompok 1 tetap, kelompok 2 berubah menjadi Rp500 ribu–Rp750 ribu, kelompok 3 mulai dari Rp700 ribu–Rp1 juta, kelompok 4 tetap, terdapat tambahan pada kelompok 5 mulai dari Rp1,25 juta–2 juta, dan untuk UKT Bidikmisi tetap. Pada angkatan tahun 2020 UKT kelompok 1 tetap, kelompok 2 berganti menjadi Rp700 ribu–Rp850 ribu, kelompok 3 naik menjadi Rp1 juta–Rp1,3 juta, kelompok 4 pun naik menjadi Rp1,35 juta–Rp2 juta, kelompok 5 juga naik menjadi Rp1,8 juta–Rp2,6 juta, dan untuk UKT Bidikmisi berganti nama Kartu Indonesia Pintar (KIP) Kuliah dengan besaran tetap.

Data yang tertulis di atas menunjukkan kenaikan UKT yang signifikan dari tahun ke tahun. Oleh karenanya potensi kenaikan UKT untuk tahun selanjutnya juga dimungkinkan, mengingat ketegangan mencapai posisi BLU sangat masif. Kampus BLU akan terlaksana dengan baik jika kebijakan yang diambil saling berimbang dengan banyaknya permasalahan kampus, baik permasalahan internal maupun eksternal. Oleh karenanya, penting untuk menjalin kerja sama antara dosen dengan mahasiswa, sebagai upaya bersama mengantarkan kampus pada keselarasan dan kemajuan. [] (Dna, Aml,

Shw, Alf, Ftr, Mgt, Lai, Ntl, Nco, Syai, Usw, Nat, Sdy)

Gerbang IAIN Tulungagung tampak depan/dok.dim

This article is from: