10 minute read
KIPRAH
Percatu: Support Disabilitas
Tulungagung “Jika saya melihat teman-teman yang istilahnya terkurung “ di rumah dan minimnya sarana prasarana itu kasihan sekali, sehingga tidak ada perkembangan bisa dilakukan. Dengan kegiatan ini mereka juga bisa berkembang, ada kemampuan, dan ada keberanian yaitu mengalami sesuatu hal tidak sendiri tetapi ada kawannya,” tutur Didik Prayitno Kulmanadi (Ketua Percatu).
Advertisement
Manusia adalah makhluk sosial sekaligus individual. Menurut Max Weber, Sosiolog asal Jerman, menyebut manusia sebagai Homo Duplex. Apabila diartikan, merujuk pada manusia yang Didik Prayitno K./dok.dim dapat bekerja sama dan membutuhkan orang lain sekaligus dapat mandiri dalam kegiatan tertentu. Namun, manusia tetaplah condong kepada makhluk sosial. Mereka cenderung lebih membutuhkan orang lain hampir dalam segala aktivitasnya. Itulah mengapa manusia perlu saling peduli, tidak terkecuali pada orang-orang yang terlahir berbeda, misalnya saja penyandang disabilitas.
Menurut KBBI V offline, disabilitas merupakan keadaan (seperti sakit atau cedera) yang merusak atau membatasi kemampuan mental dan fisik seseorang. Menurut data dari Sistem Informasi Manajemen Penyandang Disabillitas (SIMPD), jumlah penyandang disabilitas yang telah terdata sebanyak 140 ribu hingga tahun 2019. Penyandang disabilitas biasanya memiliki kesejahteraan hidup yang masih rendah. Hal tersebut disebabkan karena kurangnya lapangan pekerjaan dan sulitnya mereka mendapat bantuan dari pemerintah, karena memang terkadang ada pihak keluarga yang masih malu memiliki anggota keluarga penyandang disabilitas. Akhirnya sulit untuk terdata mendapatkan bantuan.
Mengenai hal tersebut, salah seorang disabilitas di Kabupaten Tulungagung memiliki cara dalam menyatukan perkumpulan orang-orang disabilitas. Perkumpulan ini diberi nama Persatuan Cacat Tubuh (Percatu) yang bergerak di bidang sosial disabilitas cacat fisik dan didirikan pada tahun 2001. Percatu ini berlokasi di Dusun Kalituri, Desa Waung, Kecamatan Boyolangu, Kabupaten Tulungagung yang diprakarsai oleh Didik Prayitno Kulmanadi.
Alasan Didik memprioritaskan komunitasnya bagi penyandang disabilitas adalah, Didik merasakan bahwa penyandang disabilitas di tengah masyarakat seakan tersisih, dipandang sebelah mata dan hanya dilirik karena belas kasihan. Bahkan masyarakat enggan melihat potensi yang dimiliki penyandang disabilitas.
Didik ingin mengubah semua stigma tersebut. Ia ingin teman-teman penyandang disabilitas bangkit dan memiliki semangat hidup seperti halnya orang nondisabilitas lainnya. Hal inilah yang kemudian oleh Didik didiskusikan bersama penyandang disabilitas yang lain untuk membahas mengenai pembentukan Percatu, sekaligus menjalin kerja sama dengan berbagai pihak, seperti halnya Dewan Perwakilan Rakyat (DPR).
Dengan adanya Percatu, Didik ingin menunjukkan bahwa banyak di antara penyandang disabilitas yang mempunyai potensi. Percatu oleh Didik diharapkan mampu mengarahkan dan memberi pelatihan khusus untuk mengembangkan kemampuan para penyandang disabilitas. Misalnya saja seperti menjahit, mereparasi radio dan salon, menyablon, menjual kue, dan lain sebagainya. Selain itu, mereka juga diberikan motivasi supaya tidak merasa minder dalam bermasyarakat.
Dengan ini, kemudian Didik dan teman-teman Percatu mengupayakan untuk menjalin kerja sama dengan DPR atau lembaga lain, baik pemerintah
maupun swasta. Hal ini dimaksudkan jika nantinya teman-teman Percatu mempunyai acara, maka para lembaga ini akan turut andil dalam menyukseskan acara tersebut. Sehingga, di sini akan terjalin kerja sama antara Percatu dan lembaga yang saling menguntungkan.
Semua itu memang perlu diupayakan, mengingat bahwa Percatu telah tumbuh hingga 20 tahun ini. Bahkan Didik mengungkapkan, dulunya Percatu tidak sepesat sekarang ini. Ia pernah kesulitan dalam mengajak penyandang disabilitas. Selain itu, banyak di antara mereka yang ragu atau bahkan khawatir jika nantinya diperlakukan tidak semestinya, seperti meminta-minta. Didik juga berujar bahwa beberapa penyandang disabilitas merasa kurang tertarik dan lebih memilih menekuni kegiatan mereka saat ini, seperti memelihara kambing. Oleh sebab itu, Didik menggunakan trik tertentu dalam mengajak para penyandang disabilitas untuk bergabung dengan Percatu. Pertama, ia mencoba memberikan pengertian melalui lingkungannya dengan bantuan dari Ketua RT setempat. Kedua, Ketua Percatu ini dari dulu sampai sekarang menggunakan sistem door to door (dari rumah ke rumah, red). Selain itu, Didik mendapat bantuan dari anggotanya dan lingkungan terdekat untuk mengajak anggota baru bergabung.
Berkat usahanya, anggota Percatu terus mengalami peningkatan. Yang mana dulunya hanya 25 anggota. Namun, sekarang ini jumlah anggota aktif Percatu sudah mencapai 60 orang. Jumlah tersebut berasal dari 19 kecamatan di Tulungagung. Dari 60 anggota yang terdaftar itu, mereka memiliki usia yang beragam. Ada yang masih duduk di Sekolah Menengah Atas (SMA) yang kurang lebih ada tiga orang, sampai usia 45 tahun ke atas.
Percatu yang diperuntukkan bagi penyandang disabilitas, memiliki alur pendaftaran anggota yang tidaklah rumit. Seorang disabilitas yang mendaftar hanya perlu menuliskan nama, alamat, membawa fotokopi KTP, dan membayar biaya administrasi sebesar Rp10 ribu. Setelah itu, ia wajib mengikuti setiap pertemuan yang rutin diadakan di Percatu.
Mengenai hal tersebut, Darminto, salah satu anggota yang telah tergabung selama kurang lebih satu tahun dalam Percatu, mengungkapkan bahwa mulanya ia diperkenalkan tentang Percatu oleh teman dagangnya. Kemudian, ia diperkenalkan dengan Didik dan masuklah ia sebagai anggota Percatu. Setelah itu, Darminto mulai aktif mengikuti kegiatan rutinnya.
Percatu rutin mengadakan pertemuan setiap 3 bulan sekali di rumah Didik. Topik yang dibicarakan memang tidak melulu perihal acara formal. Mereka bertemu untuk sekadar berbincang-bincang. Kalau ada kegiatan besar, seperti Hari Difabel, mereka akan membahasnya bersama-sama. Jadi pertemuan rutin tersebut bersifat fleksibel.
Darminto juga menyebutkan bahwa Percatu memiliki beberapa kegiatan, di antaranya adalah kegiatan rutin dan kegiatan sosial. “Biasanya yang dibahas itu kalau di situ, biasanya kalau ada kegiatankegiatan rutin Percatu, kedua kalau ada kegiatan sosial, biasanya santunan anak yatim. Sektas kae, ya pokoknya di bulan Maulid kuwi santunan anak yatim. Pokoknya di kegiatan Percatu dari pemerintah ada bantuan tapi kita selaku anggota Percatu mengadakan, ada dana sosial seikhlasnya, terus itu dikumpulkan kalau ada kegiatan yatiman/santunan. Ngono diberikan kepada anak yatim, biasanya gitu,” terang Darminto.
Berbicara mengenai penyandang disabilitas, hal ini telah tercantum dalam undang-undang. Ini dibuktikan dengan adanya Undang-Undang Nomor 08 Tahun 2016 tentang Penyandang Disabilitas. Namun di Tulungagung, rupanya undang-undang tersebut belum begitu disoroti. Hal ini seperti yang diungkapkan oleh Didik bahwasannya pelayanan dan fasilitas untuk penyandang disabilitas kurang diperhatikan dan belum terpenuhi. “Misalnya saja, pemakai kursi roda kesulitan masuk ke area alun-alun, trotoar yang memudahkan tunanetra mengakses dengan kehalusan permukaannya, masjid yang terkadang tempat wudunya kesulitan dilewati karena harus menyeberang, dan lain sebagainya,” ungkap Didik.
Adanya Percatu ini juga sekaligus ditujukan agar pemerintah sadar akan perbaikan ataupun pemberian pelayanan untuk penyandang disabilitas. Pasalnya, menurut Didik di Tulungagung ini ada sekitar 7 ribu penyandang disabilitas dan hanya 4 ratus orang yang terdaftar. Selain itu, tenaga pendampingnya juga masih kurang jika dibandingkan dengan daerah lain. Sehingga banyak penyandang disabilitas yang tidak bisa terekspos.
Di sisi lain, adanya Percatu dapat memberikan dampak positif bagi penyandang disabilitas Tulungagung. “Mereka jadi berani speak up (berbicara, red). Dari yang malu mereka jadi berani komunikasi dengan masyarakat sekitarnya, jadi berani mengikuti beberapa pelatihan di kota lain, atau di daerah kecamatan sekitar. Yang tadinya tidak bisa membiayai hidupnya sendiri, jadi bisa. Mereka sudah bisa mandiri tidak bergantung dengan orang lain,” papar Didik.
Hal serupa juga diungkapkan oleh Darminto, bahwa banyak dampak positif yang didapatkan setelah bergabung dengan Percatu. “Ya, Alhamdulillah, itu mendapatkan bantuan, ya karo banyak teman. Setelah ikut pertemuan kan kita malah tahu banyak orang yang ternyata lebih dari yang saya alami. Terus sharing dalam pekerjaan apapun, banyak pengalaman lah di situ,” ujarnya.
Selain itu, dengan bergabungnya ia menjadi anggota Percatu juga mendapatkan berbagai bantuan. Melalui kerja sama dengan pihak pemerintah, Didik juga selalu mengusahakan anggotanya untuk mendapatkan bantuan dana, baik untuk usaha maupun kesehatan serta bantuan lainnya bagi anggotanya. Didik tidak pernah menyia-menyiakan bantuan yang ditawarkan oleh pemerintah bagi dirinya, dan utamanya anggotanya sendiri.
Hal ini pun telah dirasakan oleh Darminto. Satu tahun ia bergabung, SIM D dan kaki palsu telah didapatkannya. Anaknya pun, Irham, kini tengah diupayakan untuk mendapatkan bantuan lewat Percatu ini. Ia mengungkapkan bahwa Percatu memang benarbenar membawa dampak positif baginya.
Selain itu, Darminto juga mendapatkan motivasi kerja di sana. Didik selaku Ketua Percatu juga tidak pernah kurang-kurangnya memberi dukungan kepadanya dan anggota Percatu yang lain. “Iya motivasi, mendapat motivasi kerja, ada dukungan. Dari Pak Didik mendukung, kalau ada yang apa, yang bisa dilakukan anggota. Yang jelas ada motivasi lah, dari anggota ada, dari ketua ada motivasi kerja,” jelasnya.
Siapa sangka, alasan dari berdirinya Percatu sendiri adalah karena rasa ikhlas semata. Didik juga mengungkapkan, bahwa dengan banyaknya hal yang ia lakukan untuk komunitas serta anggotanya pun juga dilandaskan pada keikhlasan. Adapun hal lainnya adalah ia juga memiliki rasa kepedulian yang tinggi karena merasa dirinya juga mengalami hal yang serupa. “Jika saya melihat teman-teman yang istilahnya terkurung di rumah dan minimnya sarana prasarana itu kasihan sekali, sehingga tidak ada perkembangan bisa dilakukan. Dengan kegiatan ini mereka juga bisa berkembang, ada kemampuan, ada keberanian dan menemukan jati dirinya, yaitu mengalami sesuatu hal tidak sendiri tetapi ada kawannya,” tuturnya. [] (Ulm/
Hln/Slf/Frd)
Pertuni, Memandang Dunia dengan Mata Hati
Perjuangan individu, aktivis, berbagai lembaga maupun organisasi untuk mengawal pemenuhan hak-hak para penyandang disabilitas hingga kini terus berlangsung. Hal itu dikarenakan agar penyandang disabilitas tidak dipandang sebelah mata dalam menjalani kehidupannya. Salah satu organisasi pro-disabilitas adalah Persatuan Tunanetra Indonesia (Pertuni). Sesuai namanya, Pertuni aktif menyuarakan perjuangan hak-hak para penyandang disabilitas, khususnya penyandang tunanetra.
Pada 5 Maret 2020, Kru Dimënsi berkesempatan melakukan wawancara dengan salah satu pengurus Pertuni, Pintar Retno Winahyu. Perempuan yang akrab disapa Nina tersebut merupakan penyandang tunanetra. Ia mengalami kebutaan sejak usia tujuh tahun.
Saat ini, Nina bekerja sebagai juru pijat di kediamannya, Kecamatan Kauman, Kabupaten Tulungagung. Kesehariannya sebagai juru pijat tidak menyurutkan Nina untuk aktif berorganisasi. Dalam wawancaranya dengan Kru Dimënsi, Nina banyak menjelaskan mengenai usaha-usaha yang dilakukannya bersama Pertuni untuk berkontribusi secara sosial kepada masyarakat. Berikut wawancara Kru Dimënsi dengan Nina secara lengkap.
Apa Pertuni itu?
Pertuni itu adalah Persatuan Tunanetra Indonesia yang lahirnya pada tanggal 4 Januari 1987 (untuk cabang Tulungagung). (Sedangkan) Pertuni (pusat) sendiri itu 1966, waktu itu di Jawa Tengah, Solo.
Siapakah anggota Pertuni?
Ya kalau Pertuni itu hanya menangani tunanetra, jadi anggotanya tunanetra semuanya. Rata-rata dari yang berusia 1617 tahun hingga 70 tahun ada. (Sebenarnya) ada lagi organisasi semacam Pertuni, namanya Mitra Bakti. Tapi Mitra Bakti itu orang normal (bukan penyandang tunanetra) yang istilahnya aktif membantu (penyandang) tunanetra itu.
Apakah di setiap kota di Indonesia terdapat Pertuni?
Kalau di Pulau Jawa, hampir di seluruh kota ada. Kalau di luar Pulau Jawa juga ada, tapi tidak semasif di Pulau Jawa. Di Nusa Tenggara Barat, Nusa Tenggara Timur atau Papua sepertinya juga ada.
Apa saja kegiatan Pertuni?
Kalau yang selama ini dilaksanakan Pertuni Tulungagung yang rutinan. Itu diadakan satu bulan sekali. Berbagai macam kegiatannya saat rutinan, kadang baksos (bakti sosial, red) juga ke panti asuhan atau kepada sesama penyandang disabilitas. Yang terpenting, adanya kami bisa berguna. Kita kan sama-sama rakyat kecil, intinya sesama rakyat kita saling bantu.
Kadang juga kita mencoba mengawal kasus-kasus yang dialami teman-teman tunanetra. Tahun berapa itu, saya nembusi salah satu kampus swasta di Tulungagung. Kalau bisa (agar) menerima mahasiswa yang tunanetra. (Tapi) katanya tidak ada fasilitas, lah terus nanti yang nuntun-nuntun siapa, padahal kan sekarang kita pakai laptop (bisa untuk) bicara sekarang. Tapi sudah lumayan lama itu. Masih susah memang, kadang-kadang untuk mengajak orang lain agar tidak meremehkan (penyandang) tunanetra. Tapi ya usaha kita tetap, perlahan-perlahan. Terpenting, seperti yang saya katakan sebelumnya, kita bisa berguna gitu.
Bagaimana masyarakat memandang Pertuni selama ini?
Dari masyarakat sendiri tentu mendukung kami ya. Dalam beberapa kegiatan kita kadang juga bersama masyarakat. Meskipun begitu, ada pula masyarakat yang kadang, maaf, meremehkan (penyandang tunanetra). Saya berharap, semua masyarakat tidak memandang sebelah mata para penyandang disabilitas, dalam hal ini para (penyandang) tunanetra. Pada dasarnya semua manusia itu sama, jadi dalam menjalani kehidupan, lagi-lagi, bisa saling membantu adalah kebaikan.
Bagaimana tanggapan Anda sebagai anggota Pertuni melihat kondisi para penyandang tunanetra di Indonesia?
Kalau saya melihatnya di beberapa (teman penyandang disabilitas), kadang membuat saya terharu (terhadap) perjuangan hidup teman-teman. Bagaimana mereka terus menjalani kehidupan, bagaimana mereka terus bertahan dalam lingkungannya. Kadang kala, beberapa masyarakat ada yang meremehkan kami. Keadaan ini tentu membuat Pertuni harus terus ada untuk memperjuangkan bersama hak-hak kaum penyandang disabilitas. Intinya kami akan terus berusaha agar kaum (penyandang) disabilitas tidak diremehkan.
Apa harapan Anda sebagai anggota Pertuni pada Pertuni sendiri?
Harapan pasti yang baik-baik ya. Baik keberlangsungannya, baik kebermanfaatannya. Pertuni ada untuk mengayomi para penyandang tunanetra. Lagi-lagi, dengan adanya Pertuni saya mengharapkan Pertuni mampu mengawal perjuangan para penyandang disabilitas. Tentunya juga untuk para penyandang tunanetra seluruhnya, mari kita berjuang sama. Begitu pula dengan kaum (penyandang) disabilitas nontunanetra, saya berharap untuk terus bersemangat menjalani kehidupan. (Sam, Sof, Vit, Azz)