5 minute read
Pentingnya Zonasi di Percandian Dieng
34 I INDONESIANA VOL. 11, 2021
Pentingnya Zonasi
Advertisement
di Percandian Dieng
Percandian Dieng dengan keindahan lanskap alam berbalut kekayaan budaya niscaya telah menjadi magnet bagi para penikmat wisata. Terletak di dataran tinggi, 2000 meter dari permukaan laut (mdpl), Percandian Dieng berada di dua wilayah administratif yaitu Kabupaten Banjarnegara dan Kabupaten Wonosobo, Provinsi Jawa Tengah. Percandian Dieng dibangun dalam dua tahap, yakni antara tahun 650—730 M yang disebut dengan Langgam Dieng Tua dan 730—800 M atau Langgan Dieng Baru. Candi-candi yang termasuk Langgam Dieng Lama adalah Candi Arjuna, Candi Semar, Candi Srikandi, dan Candi Gatotkaca, sedangkan Langgam Dieng Baru meliputi Candi Puntadewa, Candi Sembodro, dan Candi Bima.
Selimut Kabut Arjuna - Dit. DPK
Ditinjau dari persebaran candi, terdapat enam gugusan candi (kompleks candi) yang masuk dalam wilayah administratif Kabupaten Banjarnegara, yaitu (1) Candi Dwarawati, (2) Candi Setyaki, (3) Kompleks Candi Arjuna, (4) Candi Gatutkaca, (5) Candi Kunti dan (6) Candi Bima. Selain gugusan candi, terdapat sisa-sisa bangunan Dharmasala dan terowongan kuno Gangsiran Aswatama. Adapun peninggalan situs masa Hindu di wilayah administratif Kabupaten Wonosobo meliputi dua situs, yaitu Situs Tuk Bimo Lukar dan Situs Watukelir.
Setelah candi-candi usia dibangun, masyarakat pendukung kebudayaan Dieng yang sebagian besar beragama Hindu seakan menghilang begitu saja. Percandian Dieng diperbincangkan kembali setelah seorang tentara Inggris bernama H.C. Cornelius menuliskan temuan situs purbakala dalam catatan perjalanannya pada tahun 1814. Lantas orang Belanda, J. Kinsbergen dan Van Kinsbergen mengunjungi dataran tinggi Dieng pada tahun 1856 serta mengaktifkan kembali gangsiran aswatama sehingga sirkulasi air di kompleks Candi Arjuna kembali baik dan candi tidak tergenang. Namun, proses penggalian dan pemanfaatan itu juga cukup kontroversial, karena menurut masyarakat, orang-orang Belanda juga melakukan pengambilan batu lepas candi untuk membangun infrastruktur di sekitar candi. Selain itu, mereka juga menemukan berbagai peninggalan berharga seperti perhiasan dan dibawa ke Belanda.
Kawasan Cagar Budaya Percandian Dieng telah ditetapkan sebagai Kawasan Cagar Budaya Peringkat Nasional berdasarkan Surat Keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan nomor 007/M/2017. Penetapan cagar budaya merupakan satu upaya pelindungan oleh Pemerintah untuk menjamin kelestariannya.
Selain penetapan, upaya pelindungan yang diamanatkan dalam UndangUndang nomor 11 tahun 2010 tentang Cagar Budaya adalah membuat zonasi. Zonasi adalah penentuan batas-batas keruangan yang bertujuan untuk mengatur, mengendalikan, dan memfasilitasi berbagai kebutuhan dalam usaha pelestarian cagar budaya. Terdapat empat zona yang dapat diterapkan dalam situs atau kawasan cagar budaya yaitu zona inti, zona penyangga, zona pengembang, dan zona penunjang. Keempat zona tersebut tidak harus ada semua, disesuaikan dengan kebutuhan pelindungan serta hasil kajian. Secara umum dasar penentuan zonasi meliputi:
a. Identifikasi sebaran, jenis, dan tingkat kepadatan warisan budaya yang bersifat kebendaan; b. Nilai penting bagi sejarah, ilmu pengetahuan, pendidikan, agama, dan kebudayaan; c. Kondisi lingkungan (fisik, sosial, budaya, administrasi); d. Pemanfaatan dan rencana pemanfaatan ruang di dalam maupun di sekitar Situs dan/ atau Kawasan Cagar Budaya; e. Potensi pengembangan dan pemanfaatan zona; dan f. Sifat, jenis, dan bentuk gangguan serta ancaman yang berdampak kerusakan terhadap
Cagar Budaya
Pada tahun 2020 telah dilakukan Kajian Zonasi Kawasan Cagar Budaya Peringkat Nasional Percandian Dieng dengan melibatkan beberapa ahli arkeologi, antropologi, planologi, dan pemetaan. Seperti kita tahu, Kawasan Cagar Budaya Percandian Dieng berkarakteristik situs dengan pola menyebar, sehingga karakteristik tata guna lahan sekitarnya juga berbeda-beda. Untuk itu, dirasa tepat untuk menggunakan sistem zonasi model sel. Hasil kajian merumuskan tiga zona dalam kawasan ini yaitu zona inti seluas 34,63 Ha, zona penyangga seluas 68,43 Ha, dan zona pengembangan seluas 66,01 Ha.
1). Zona inti adalah area pelindungan utama untuk menjaga bagian terpenting cagar budaya. Pada zona ini tidak diperbolehkan adanya intervensi apa pun kecuali untuk kepentingan penelitian atau upaya pelindungan terhadap cagar budaya. Penetapan zona inti pada
Kawasan Cagar Budaya Percandian
Dieng didasarkan pada kebutuhan pelindungan dan juga kepemilikan
Candi Gatotkaca - Dit. DPK Candi Dwarawati - Dit. DPK
lahan oleh pemerintah, yakni Balai
Pelestarian Cagar Budaya Jawa
Tengah. 2). Zona penyangga adalah area yang melindungi zona inti. Bentuk dari zona penyangga idealnya mengelilingi zona inti, namun berdasarkan karakteristik eksisting penggunaaan lahan, sarana prasarana, dan topografi di Kawasan
Dieng, bentuk itu tidak dapat dicapai: beberapa bagian zona pengembangan tidak dapat dibuat mengelilingi zona inti. Strategi pun dibuat untuk menanggulangi kendala tersebut, yakni menetapkan aturan yang tegas agar tidak menambah potensi ancaman terhadap kelestarian cagar budaya. Konkritnya, bangunan atau sarana yang telah ada diizinkan untuk tetap berdiri, namun bangunan baru dilarang didirikan. 3). Zona pengembangan adalah area untuk kegiatan pengembangan potensi cagar budaya bagi kepentingan rekreasi, daerah konservasi lingkungan alam, lanskap budaya, kehidupan budaya tradisional, keagamaan, dan kepariwisataan. Zona ini berupa kawasan padat bangunan baik perumahan maupun kawasan komersil, sehingga perlu adanya pengendalian perizinan untuk pembangunan dan pemanfaatan di kawasan ini.
Peraturan mengenai zonasi Kawasan Cagar Budaya Percandian Dieng dapat diterapkan jika dituangkan atau diadopsi dalam peraturan daerah mengenai tata ruang wilayah. Maka itu perlu adanya sikronisasi antara hasil dari kajian zonasi dengan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) atau Rencana Detail Tata Ruang (RDTR). Berkaitan dengan hal itu sudah terjalin komunikasi dengan Dinas Tata Ruang Kabupaten Banjarnegara dan Wonosobo sewaktu sosialisasi hasil kajian zonasi pada tahun 2020.
Di dalam rencana tata ruang wilayah di Kabupaten Banjarnegara dan Kabupaten Wonosobo, Kawasan Cagar Budaya Percandian Dieng sudah termasuk dalam kawasan pelindungan budaya. Namun ketentuan mengenai kegiatan dan peraturan terkait dengan pengembangan, pemanfaatan, dan pembangunan di kawasan belum dijabarkan secara detail. Hasil kajian zonasi yang telah dilaksanakan oleh tim diharapkan dapat menyempurnakan RTRW yang setiap lima tahun dapat dievaluasi serta direvisi jika dianggap perlu. Hal ini menjadi titik terang dalam upaya pelindungan melalui zonasi yang kemudian akan diadopsi dalam peraturan tata ruang daerah tempat beradanya cagar budaya.
Dengan adanya sikronisasi peraturan antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah, serta kepedulian masyarakat sekitar kawasan cagar budaya, semoga Kawasan Cagar Budaya Percandian Dieng dapat lestari. Terjaganya kelestarian Kawasan Cagar Budaya Percandian Dieng tentunya akan berdampak pula kepada kelestarian cagar budaya, budaya lokal Dieng, serta bentang alam Dataran Tinggi Dieng yang selama ini menjadi daya tarik bagi para wisatawan. Roda perekonomian masyarakat pun dapat berputar dengan baik, demi kesejahteraan masyarakat. (Albertus
Napitupulu, Direktorat Pelindungan Kebudayaan, Kemdikbudristek)
Petani Kentang Dieng berdoa sebelum bercocok tanam Dit. DPK Diskusi Tim Kajian Zonasi - Dit. DPK