6 minute read

Khasiat Kapur Barus dalam Manuskrip Nusantara

Khasiat Kapur Barus

dalam Manuskrip Nusantara

Advertisement

Barus - cinnamomum camphora - https://www. shutterstock. com/g/ecbpl – ELAKSHI CREATIVE BUSINESS

Harumnya camphor atau kapur barus sudah lama memikat para pemburu komoditas dari segala penjuru dunia. Minyak umbil atau borneol dari pohon kapur barus berkhasiat untuk obat radang dan analgesik (pereda nyeri), juga sebagia tambahan pangan. Warnanya yang putih lagi transparan, digayuh dengan penuh kearifan oleh para penyadap pohon kapur (Dryobalanops aromatica) dan pohon kamper (Cinnamomum camphora). Butuh kesabaran ekstra saat menunggu pertumbuhan satu pohon barus (berkisar 50 tahun) guna mendapatkan kualitas bagus dan dijual dengan harga fantastis.

Uniknya, letak Barus (persisnya) sendiri masih diperdebatkan, meski kini masuk wilayah administrasi Kabupaten Tapanuli Tengah, Sumatra Utara. Jika melihat perubahan dari masa ke masa, mungkin saja posisi pelabuhan dan kota pesisir Barus berpindah karena suatu alasan.

Kamper disebut dalam catatan Barat melalui Aetii Medici, karya Ateius Amida (502-578 M). Kemasyhuran aroma kapur barus juga merebak hingga Asia Barat. Pasukan Umar bin Khattab di abad ke7, misalnya, menemukan kapur barus yang mereka sangka garam di dalam tempayan-tempayan ketika mereka baru saja menaklukkan istana Dinasti Sasanid milik Chosroes II di tepian Sungai Tigris.

Yi Jing, yang hidup di zaman yang sama, turut pula menyinggung soal “kamper Po-Lu” sebagai komoditi andalan Shihli-fo-shih alias Sriwijaya. Nama ‘Po-lu’ merujuk pada nama Tionghoa untuk Barus dalam prosa sejarah Cina Klasik zaman Dinasti Tang berjudul Hsin-TangShu, yaitu “Lang-po-lu-si”. Bangsa Arab menyebutkan kapur barus pada 775 M dalam Kitab al-Fitan wal ‘Malahim, ketika Umar bin Abdul Aziz memberikan sanjungan dalam surat balasannya bagi seorang raja dari Sriwijaya. Dikatakan bahwa Sriwijaya memiliki keharuman kamper yang tercium sampai bermil-mil.

Denyut perdagangan Barus mulai terlacak para petualang Portugis yang sampai ke Nusantara pada abad ke-16 M. Tomé Pires, orang Portugis yang teliti dalam mengamati keadaan di Nusantara, menyebut “kerajaan” Baros bergelimang harta.

Manuskrip Pengobatan

Manuskrip pengobatan Batak, yang biasa disebut pustaha, menyebut kapur barus berguna untuk menyembuhkan berbagai penyakit. Getah kapur barus (hayu hapur) senantiasa digunakan untuk obat penyakit pinggang (haccit gotting), rematik (jumbalang), sakit perut dan luka (mabugang). Datu (dukun dalam adat Batak) juga menggunakan minyak umbel sebagai satu bahan obat patah tulang (maponggol), salah letak, atau retak. Minyak umbel juga berguna untuk mengawetkan/menghilangkan bau mayat, mencegah rusaknya kain, hingga menghentikan pendarahan akibat luka sayatan, luka bakar, dan obat sakit perut.

Ramuannya meliputi lima jenis kunyit, lima biji pala, berbagai akar, pisang, pinang, kelapa, sappelulut, kelapa hijau, minyak umbil, pelepah pisang, dan rumbia atau kayu. Prosesnya: semua bahan ditumbuk sehalus mungkin lalu dimasak dengan minyak kelapa hijau dan minyak umbil. Sang datu lantas mengucapkan mantra, “Biccumirloh dirahuman dirahuman, dirahumin dirahumin. Toruna dodo (Kuatlah engkau seperti Tuan Ta’ala. Gagahlah engkau seperti Tuan Tanjala. Berkatlah engkau bergerak seperti putaran nasi. Diberkatkan Rasulullah, La Ilaaha Illallaah)”.

Kapur barus dalam budaya Sunda muncul dalam Manuskrip Darmajati (Kropak 423) koleksi Perpustakaan Nasional. Wawangsalan atau puisi klasik Sunda yang ditulis dalam bahasa dan aksara Sunda Kuna itu bermakna penyerahan (diri) dan persembahan kepada Yang Abadi. Manuskrip ini berasal dari koleksi Bupati Galuh R.A. Kusumadiningrat (1839-1886), dan diperkirakan berasal dari Kawali (Ciamis Utara). Penyebutan kapur barus ada pada baris 340 sebagai berikut: (335) … Anaking Purnawijaya, (hu)rut ti(na) jadi jalma, kawah jadi kasorgaan, (340) cahina jadi kasturi, kapuleka (a)ér mawar, ruhakna reujeung budahna, mate<11a>mahan kapur baruna. Alihbahasanya: (335) Anakku, Purnawijaya, setelah usai menjadi jadi manusia, neraka menjadi surga, (340) airnya menjadi minyak wangi, kapuleka, air mawar, bara serta buihnya, berubah menjadi kapur barus.

Salah satu kitab Thib yang bercerita tentang barus yang menjadi koleksi Perpusnas RI - Syefri Luwis

Salah satu nisan di Kompleks Makam Mahligai - Septianda Perdana - https://www. shutterstock.com/g/ Septianda+Perdana Septianda Perdana Manuskrip Sunda lain yang menyebutkan kapur barus adalah Tentang Obatobatan dari Ciwidey (Bandung Selatan). Manuskrip beraksara Pegon (Arab) berbahasa Sunda dan Cirebon tersebut merupakan koleksi Museum Negeri Sri Baduga Bandung dengan nomor 273 kaca 55.

Penyebutan kapur barus ada pada halaman ke-20 dan ke-24, yang berbunyi: (125) … lamon balad amba (126) majing

kana dada’ ngarana sétan (127) kalimur watekna hareneg ati (128) tambana konéng je(u)ng apu serta (129) ditepake(u)n tilu kali sarta (130) ulah ngambekan lamon te(u) hadé (131) tambana konéng gedé tujuh (132) keret dawun seret daun (133) singugu salasih bawang be(u)re(u)m (134) mangsoi katumbar jinten (135) disimburke(u)n, … dan (148) … lamon balad (149) amba majing kana cuqur ngarana (150) sétan talapuk watekna jadi(151) kapur barus tambana jaringa (152) au bungbu pagang hanet-hanet usap- (153) usapke(u)n, …

Alihbahasanya: (125) … jika balad amba (126) terserangnya bagian dada, namanya setan (127) kalimur, tanda-tandanya sakit hati (128) obatnya kunyit dan kapur serta (129) ditepukkan tiga kali serta (130) jangan cepat marah jika tak sesuai/bagus (131) obatnya temulawak tujuh (132) kupas … daun (133) senggugu(?) selasih, bawang merah (134) mesoyi(?) ketumbar jinten (135) disemburkan, … dan (148) usap-usapkan, jika balad (149) amba terserangnya bagian mulut namanya (150) setan talapuk, tanda-tandanya jadi (151) kapur barus, obatnya jeringau (152) bubuk(?) panggang(?)hangat-hangat, usap (153) usapke(u)n.

Manuskrip Jawa bertajuk Serat Primbon Jampi Jawi Jilid 1 dan Jilid 2 koleksi Reksa Pustaka Mangkunegaran Surakarta menyebutkan kapur barus sebagai bahan ramuan obat untuk menyembuhkan sakit abuh (bengkak) yang diderita oleh anak atau orangtua, dan bengkak pada payudara serta rahim. Bahan-bahan racikan yakni akar, rimpang, umbi, kayu, biji, daun, bunga, buah, jamur, kapur barus, kuning telur ayam (kampung), serta air tawar, arak, dan cuka.

Komposisi ramuan pengobatan untuk 12 macam penyakit abuh atau bengkak meliputi empat saga kayu timur, manis jangan seruas jari, mungsi dan sintok sama lima saga, kencur, jahe, tiga iris lempuyang, tiga cabai, lima cengkeh, dua biji pala, dua bawang merah, tiga buah bawang, lima saga sawi. Semuanya ditumbuk, ditambah air, lalu dicampur dengan tiga saga kapur barus. Balurkan. Naskah tersebut menyebut dengan detail cara-cara pengobatan berbahan rempah. Bengkak karena jatuh, misalnya, berbeda obatnya dengan abuh tanpa jalaran (bengkak tanpa sebab).

Adapun manuskrip dari Aceh yang menyebut kapur barus adalah Kitab Tib yang menggunakan aksara Jawi (Arab) dan bahasa Melayu, koleksi Teungku Amir di Meunasah Kruet Teumpeun, Teupin Raya Pidie, Nanggroe Aceh Darussalam. Pada Bab (14), misalnya, disebutkan obat sakit kepala. “Ambil daun pekakan dan kapur barus dan sendawa, maka giling lumat-lumat maka tempelkan di kepalanya, afiat”.

Pada Bab (8), disebut untuk obat sakit mata. “Pertama ambil kelambak dan gaharu dan kumkum dan cendana

cengkeh dan air mawar dan kapur barus dan ambar maka sekaliannya itu asah maka minumkan, afiat”. Bab (25) untuk obat sakit mata bilis, “Ambil temu putih dan tembikar mangkuk putih dan kapur barus sedikit, maka asah pada besi, airnya air limau kapas dan air madu maka masukkan ke dalam mata yang sakit itu, afiat”.

Bab (60) untuk obat gigi, “Pertama ambil batang senduduk dan batang merpadi puan namanya dan surbub ambil batangnya dan batang limau purut dan batang melad yang besar dan nasi dingin dan batang benalu dan batang maja dan batang patah kemudi maka sekalian itu dijemur. Setelah itu kemudian dibakar ambil abunya, ambil terasi sedikit, kapur barus sedikit dan empedu siam sedikit dan empedu sawa sedikit maka sekalian itu pirak lumat-lumat maka bubuh pada gigi tiga hari pada malam keratkan gigi itu”.

Kompleks pemakaman Mahligai di Kampung Aek Dakka, Tapanuli Tengah - https://www.shutterstock.com/image-https://www.shutterstock.com/g/nineimage - nineimage

Barus Masa Kini

Pohon-pohon kapur tua dapat dikenali dengan munculnya benjolan-benjolan pada batangnya, namun kini sangat sulit ditemui. Sampai hari ini, pohon kapur penghasil kamper masih tumbuh di Aceh Singkil, Subulussalam, dan Tapanuli Tengah. Namun, produksi kapur barus makin menurun di wilayah barat Singkil, Sungai Natal, antara Sibolga dan Padang Sidempuan hingga Aerbangis, juga Kepulauan Riau termasuk Bengkalis dan Malaka.

Sejak 2019, International Union for Conservation of Nature (IUCN) mengkategorikan Dryobalanops aromatica dalam “daftar merah” sebagai spesies yang terancam punah. Ancaman itu disebabkan oleh praktik penebangan yang tidak benar untuk mendapatkan kristal kapur barus di batang pohon. Sebab lain, kebakaran dan konservasi hutan menjadi perkebunan sawit. Barus telah menjadi memori kolektif bagi sebagian masyarakat di Asia dan Eropa, namun orang menggambarkan Barus berikut kapurnya menurut sudut pandang masing-masing. Narasi yang menumpuk itu perlu dimaknai kembali melalui aksi-aksi konkrit, misalnya melalui pelestarian cagar budaya atau konservasi cagar alam berkelanjutan. Kajian-kajian lintas disiplin juga dibutuhkan untuk mencapai tujuan tersebut. (Sinta Ridwan: Filolog, Periset

R&D Anantarupa Studios dan Cerita Rempah Barus)

This article is from: