4 minute read
Muara Kaman Ulu Peradaban di Tanah Kelahiran Kutai
Muara Kaman Ulu
Peradaban di Tanah Kelahiran Kutai
Advertisement
Mengapa sang vamsakreta (pendiri dinasti) Kudunga maupun raja-raja penggantinya, yaitu Mulawarman dan Aswawarman, cenderung memilih Muara Kaman di Kabupaten Kutai Kartanegara sebagai ibukota kadatwan atau kerajaannya hingga kurun waktu amat panjang (abad IV sampai abad XVII Masehi)? Boleh jadi karena areal kadatwan itu berada di Benua Lawas, pada tanah membukit benama Brubus (arti kata “brubus” adalah “awal tumbuh,” menyerupai arti kata “trubus”) beserta rawarawa purba sekitarnya.
Salah satu Peradaban Mula di Nusantara -
Zul Lubis
Vanua - Zul Lubis
Unsur sebutan “benua” berasal dari bahasa Sanskerta “vanua” yang berarti desa. Unsur toponimi “benua” (seperti pada sebutan “Benua Lawas” di Desa Muara Kaman Hilir, sebutan “Benua Tuha” pada Desa Sabintulung, dan sebutan “Benua Puhun”) menjadi indikator akan sifat arkhais tempat-tempat itu.
Adapun unsur sebutan “lawas (lama, tua)” menjadi petunjuk bahwa areal yang berada di Daerah Aliran Sungai (DAS) Kedang Rantau ini merupakan desa (wanua) kuno yang konon menjadi “sentra permukiman” warga Muara Kaman di masa lampau. Relokasi permukiman dari areal Benua Lawas ke tepi Mahakam dan Kedang Rantau baru berlangsung pada awal tahun 1900-an. Oleh karena itu, dapat dipahami bila di areal ini banyak ditemukan artefak bahari (masa lalu), termasuk tujuh buah prasasti Yupa, Lesong Batu, reruntuhan sejumlah candi, makam-makam lama, jejak benteng kuno, sisa arsitektur rawa tipe bangunan panggung, dan sebagainya. Dapat dimengerti apabila di bekas rawa-rawa purba itu pada tahun 1980-an ditemukan sisa kapal sungai yang tenggelam. Legenda lokal “Aji Bidara Putih” pun berkisah tentang penenggelaman kapal Cina di Danau Lipan.
Dimensi Geo-strategis
Posisi geografis Muara Kaman yang berada di muara Kedang Rantau maupun Kedang Kepala pada DAS Tengah Mahakam memainkan peranan strategis yang menjelaskan alasan pendirian Kerajaan Kutai di sana. Muara Kaman memegang peranan penting sebagai penghubung antara kawasan pada Hulu Mahakam dan anak sungai maupun cucu sungainya berlimpah sumber daya alam. Ini terekam dalam prasasti-prasasti Yupa yang menyebutkan keberadaan emas, minyak, dan hasil tanaman hutan (utamanya kayu gaharu). Selain itu, pada Hilir Mahakam terdapat akses ke pulaupulau seberang serta negara-negara manca. Dengan menempati kedudukan di “percabangan tiga penjuru” itulah Muara Kaman dapat dibilang mempunyai sifat geo-stategis yang penting. Sumber daya alam yang banyak terdapat di Hulu dan Tengah Mahakam tak dapat dihilirkan melalui jalur air tanpa melintasi daerah Muara Kaman yang berada Tengah Mahakam. Kedudukan strategis Muara Kaman inilah yang membuatnya jadi “daerah perlintasan” barang dalam sejarah perniagaan Mahakam.
Berkat sifat geo-strategisnya dan keberadaan perairan yang berupa sungai, rawa dan danau (dalam tradisi lisan lokal dikisahkan mengenai adanya “Danau Lipan”), pada perairan Muara Kaman pernah dibangun pelabuhan sungai jenis transito (interport). Melalui pelabuhan itu hasil alam dari daerah pedalaman di Hulu dan Tengah dikirimkan dengan perahu, dibongkar di pelabuhan transito, lantas dimuat ke kapal pembeli dari luar pulau
Transportasi
utama - Zul Lubis
dan negeri luar untuk selanjutnya dibawa menuju ke hilir, kemudian diteruskan ke tempat asal pembeli barang. Kendati Muara Kaman tidak berada di pesisiran, malah terletak cukup jauh di pedalaman pulau Kalimantan, namun lantaran ciri geo-strategisnya kawasan itu disinggahi oleh para pedagang dari tempat-tempat yang jauh.
Muara Kaman terbukti telah semenjak awal tarikh Masehi berperan sebagai produsen hasil bumi yang potensial, dan sekaligus sebagai pasar bagi barang dagangan dengan model transaksi barter. Banyak pedagang luar daerah atau luar pulau (Bugis, Makasar, Buton, Banjar, Melayu) maupun dari negara-negara manca (antara lain India, Cina, Timur Tengah) berdatangan ke pelabuhan transito Muara Kaman. Bahkan, sejak abad II dan kemudian abad IV Masehi, pedagang dan rohaniawan India rela menempuh perjalanan air lebih dari 100 kilometer demi memburu sumber daya alam yang dulu dipasarkan di pelabuhan transito Muara Kaman.
Atas dasar pemahaman itu, menjadi jelas bahwa barangsiapa menguasai Muara Kaman, dialah yang memegang hegemoni atas perniagaan di Mahakam. Hal itu pula yang menjadi pemicu bagi Pangeran Sinum Panji Mandapa dari Kasultanan Kutai Kartanegara untuk memperluas kekuasaan dengan melakukan ekspansi militer ke Muara Kaman pada abad XVII Masehi. Nusa Martapura yang terletak pada seberang Mahakam ia jadikan basis operasinya. Oleh karena itu, menurut pustaka Salasilah Kutai pada nama gelarnya ditambahkan perkataan “ing Matapura” setelah berhasil menempatkan Muara Kaman yang kala itu berada di bawah perintah Raja Darmasetia di bawah naungan kekuasaan Kasultanan Kutai Kartanegara sejak abad XVII hingga tahun 1950-an.
Dinamika Peradaban Maritim Sungai
Demikianlah, semenjak awal tarik Masehi hingga tahun 1950-an, tumbuh dan berkembang dua monarki di Mahakam. Yang pertama ialah Kerajaan Kutai yang berkadatwan (berkedudukan--red) di Desa Muara Kaman Uku selama 1,3
milenium (abad IV-XVII Masehi) dan menguasai kawasan Tengah serta Hulu Mahakam. Yang kedua adalah Kerajaan Kutai Kartanegara di kawasan Hilir dan di sebagian kawasan Tengah Mahakam.
Apabila ditelisik jauh ke belakang, pada kawasan Hulu dan Tengah Mahakam didapatkan pula jejak-jejak kehidupan prasejarah, yakni peninggalan Masa Berburu dan Mengumpul Makanan tingkat lanjut hingga memasuki Masa Perundagian. Peralihan dari Zaman Prasejarah ke Zaman Sejarah Mahakam berlangsung di kawasan Muara Kaman. Penemuan prasasti-prasasti Yupa di Muara Kaman menjadi bukti bahwa “Mula Sejarah” serta “Tonggak Awal Tradisi Literal” Nusantara berlangsung di kawasan Muara Kaman.
Dari sini terlihat adanya semacam kearifan lokal dari leluhur untuk memilih dan menjadikan area Muara Kaman sebagai pusat pemerintahan. Kearifan lokal ini bertumpu pada keakraban dengan nilai geo-staregis kawasan tersebut sebagai sentra perdagangan dan ruang interaksi antarbudaya. Lantaran areal tumbuh dan kembang peradaban arkhais dari dua kerajaan/kasultanan Kutai itu berada di kawasan aliran sungai Mahakam dan di sanalah untuk pertama kalinya ditemukan prasastra tertua di kepulauan ini, maka situs tersebut layak dikenang sebagai rahim peradaban Nusantara (Cindy Jacquelline, Daya
Desa Muara Kaman Ulu serta Dwi Cahyono, Arkeolog dan Sejawaran Peneliti di Muara Kaman)
Mula Sejarah -
Zul Lubis
Warisan Abadi -
Zul Lubis