5 minute read

ULU AMBEK Mahkota Kewibawaan Ninik Mamak

Duduk bersama -

Wewen

Advertisement

Salah satu tradisi lisan yang masih hidup dan berkembang di wilayah Pariaman, Sumatera Barat adalah ulu ambek yang merupakan sejenis pertunjukan seperti silat yang memperhadapkan dua orang laki-laki yang saling mempertunjukkan gerakangerakan pencak. Uniknya, dalam pertunjukannya kedua pesilat tidak bersentuhan fisik secara langsung. Oleh karena itu, jenis silat ini disebut juga dengan silat gaib/silat bayang. Ulu ambek berasal dari kata ulu dan ambek. Satu orang pemain berperan sebagai palalu (penyerang) dan satu orang lagi dinamakan paambek (penangkis) serangan. Secara bergantian kedua pemain mengadu keterampilan menyerang dan menangkis dalam bentuk simbol-simbol gerak. Kedua bentuk penyajian tersebut di atas diiringi oleh suara vokal yang disebut dampeang. Terdapat dua jenis dampeang yaitu dampeang jantan dan dampeang batino. Dampeang jantan bertugas untuk mengiringi gerak ulu ambek menyerang dan menangkis, dan dampeang batino berfungsi untuk mengiringi gerak ulu ambek pada waktu tidak melakukan serangan atau tangkisan.

Ulu ambek dipertunjukan di atas laga-laga dan dalam rangka Alek nagari atau pesta yang diselenggarakan oleh masyarakat suatu nagari yang diselenggarakan

Sesaat sebelum pesta

tiba - Wewen

misalnya dalam rangka acara adat seperti pengangkatan penghulu ataupun untuk acara sosial dan hiburan.. Laga-laga merupakan sebuah panggung berukuran sekitar sepuluh meter persegi. Pada lantainya dipasang pelupuh, yaitu bambu yang dipipihkan dan disusun sebagai alas. Lantai panggung mempunyai ketinggian sekitar setengah meter dari tanah, dan dibagian sisinya terdapat selasar dengan lebar sekitar satu meter.

Sebagai suatu pertunjukan yang bersifat komunitas adat, pertunjukan ulu ambek sarat akan nilai-nilai adat. Terdapat aturan-aturan adat yang dilekatkan dalam persiapan dan pelaksanaan pertunjukan ulu ambek. Aturan adat itu menyiratkan struktur adat yang terrepresentasikan melalui pengelolaan pertunjukan ulu ambek tersebut. Kepemimpinan adat di nagari dibagi ke dalam beberapa struktur, yaitu ninik mamak, alim ulamo, bundo kanduang, cadiak pandai, kapalo mudo, dan masyarakat lainnya (anak nagari). Masing-masing struktur ini mempunyai peran dan fungsi yang berbeda dalam menyelenggarakan pertunjukan tradisi ulu ambek yang dihelat dalam gelaran alek nagari.

Pada masa persiapan, akan ada perundingan dari anak nagari yang berinisiatif untuk melaksanakan alek nigari yang mempertunjukkan ulu ambek adalah salah satu mata acara. Alek nagari adalah besar, seperti upacara batagak (pengangkatan) penghulu, yang dilaksanakan untuk alasan lain seperti untuk silaturahmi dalam rangka pulang kampungnya perantau pada hari besar agama, seperti Hari Raya Idul Fitri.

Pada alek Nagari, perwakilan anak nagari yang diprakarsai oleh kapalo mudo, akan menyampaikan ihwal niat untuk melaksanakan ritual tersebut kepada niniak mamak yang ada di nigari. Itulah yang disebut sebagai manyalang suntiang (meminjam mahkota). Setelah mendapat izin dari ninik mamak maka pelaksana acara melaksanakan manapa, yaitu menyampaikan undangan kepada niniak mamak di nagari-nagari lain yang ada di lingkungan wilayah Pariaman. Para ninik mamak pelaksana alek nagari (sipangka) akan mengantarkan langsung undangan kepada ninik mamak di nagari lain (alek). Selanjutnya, warga nagari pelaksana alek nagari akan bergotong

Bergerak - Wewen

royong untuk mamancang galanggang, yaitu menyiapkan laga-laga beserta kelengkapannya.

Pada hari pelaksanaan alek nagari, akan datang tamu-tamu dari nagari lain untuk menghadiri undangan tuan rumah. Para tamu yang datang terdiri dari ninik mamak, kapalo mudo dan kelompok ulu ambek dari nagari masing-masing. Kedatangan tamu ini akan disambut oleh janang tuan rumah yang diiringi oleh suara dampeang yang duduk di teras laga-laga. Para ninik mamak, baik tuan rumah maupun alek yang datang akan duduak barundiang di atas laga-laga. Proses barundiang ini membahas tentang kesepakatan mengenai pelaksanaan ulu ambek, yaitu aturan dan jadwal tampil. Pesilat yang akan mempertunjukan ulu ambek akan terlebih dahulu bersalaman dengan para niniak mamak yang duduk di atas laga-laga. Masing-masing pertandingan silat ulu ambek berlangsung selama sekitar lima belas menit.

Pariaman Sang Pemilik Tradisi

Ulu ambek dimainkan oleh masyarakat dari nagari-nagari yang ada di wilayah Pariaman yang secara administratif meliputi Kota Pariaman dan Kabupaten Pariaman, Sumatera Barat. Wilayah Pariaman terdiri dari bentang alam pesisir yang berbatasan dengan Samudera Hindia di sebelah barat dan perbukitan disebelah timur. Pariaman berbatasan dengan Kota Padang di sebelah selatan. Untuk mencapai Kota Pariaman dapat ditempuh melalui jalan darat selama kurang lebih satu hingga dua jam.

Pariaman adalah kota/kabupaten di pasisia (pesisir) Minangkabau dengan tradisi lisan yang khas. Pariaman juga dikenal sebagai jalur utama penyebaran Islam di Minangkabau. Salah satu pusat pendidikan dan pengembangan Islam ialah Nagari Ulakan yang terletak di pantai barat Sumatera. Ulamanya yang terkenal sampai saat ini adalah Syaikh Burhanuddin, yang menuntut ilmu ke Aceh kepada gurunya Abdur Rauf Singkel.

Ulu mbek adalah “suntiang niniak mamak, pamenan dek nan mudo” atau mahkota bagi ninik mamak, permainan bagi anak muda yang dimaknai sebagai fungsi tradisi bagi ulu ambek. Suntiang niniak mamak maksudnya adalah tradisi ulu ambek merupakan suatu bentuk kewibawaan niniak mamak. Dalam menyiapkan pertunjukan ulu ambek haruslah mendapatkan izin dari niniak mamak dan mengikuti aturanaturan yang telah ditentukan oleh niniak mamak selaku pimpinan adat. Hal ini membuktikan bahwa tradisi ulu ambek sebagai alat pengesahan pranata-pranata dan lembaga-lembaga kebudayaan, dalam hal ini adalah institusi niniak mamak. Selain itu, ulu ambek memiliki fungsi lain, yaitu hiburan, yang disebutkan sebagai “pamenan dek nan mudo” atau permainan bagi anak muda.

Warisan untuk yang

muda - Wewen

Upaya Pelindungan

Ulu ambek, sebagai sebuah sstruktur pertunjukan, menyiratkan struktur masyarakat, seperti struktur adat, struktur pelaku, maupun struktur kondisi lingkungan alam dan sosial yang mendukungnya. Upaya preservasi yang dilakukan menyasar pada semua struktur yang ada tersebut. Misalnya terkait struktur adat, perlu adanya jaminan atau kepastian hukum untuk menjamin keberlangsungannya. Begitu juga dengan struktur pelaku, perlu adanya proses transmisi yang berjalan baik dari generasi ke generasi berikutnya. Demikian juga, lingkungan sosial dan alam perlu memberikan dukungan akan keberlangsungan tradisi ulu ambek. Yang terpenting adalah pemerintah, baik pusat ataupun daerah melalui bagian yang membidangi kebudayaan, perlu memberikan dukungan dan fasilitasi lainnya demi kebertahanan tradisi ulu ambek.

Upaya preservasi ini dilakukan agar tradisi ulu ambek akan menemukan fungsi dan manfaatnya di tengah-tengah masyarakat pemiliknya. Salah satu fungsi tersebut adalah sebagai penjaga dan simbol eksistensi adat di masyarakatnya. Selain itu, ulu ambek berfungsi sebagai perekat silaturahmi di antara masyarakatnya. Fungsi terakhir adalah fungsi hiburan serta kesenian yang dapat digunakan untuk menjaga kesadaran dan kesabaran emosional warga masyarakat. Oleh karena itu, ulu Ambek dapat dimanfaatkan dan didayagunakan sebagai produk budaya yang berdampak langsung bagi peningkatan perekonomian dan kepariwisataan masyarakat (Wewen Efendi, Magister

Kajian Tradisi Lisan UI)

Permainan untuk yang

muda - Wewen

Menyerang dan

Menangkis - Wewen

This article is from: