4 minute read

Diplomasi Jalur Rempah Menuju Negara Adidaya Budaya

Negara Cina, Iran, India, Jepang, dan Korea Selatan telah berhasil melakukan “transendensi” kebudayaan begitu pesat dalam dunia global. Negara-negara ini, sejak lama, muncul sebagai kekuatan berpengaruh di kancah pergaulan internasional. Mereka sadar akan pentingnya mengelola sumber daya budaya dengan melakukan diplomasi budaya, sama pentingnya dengan diplomasi politik.

Cina, misalnya, terbukti sangat pandai mengelola kekayaan budaya mereka dalam menempatkan diri sebagai negara paling adidaya di bidang ekonomi dan budaya. Jepang telah lama menarik perhatian dunia dengan mengandalkan kosupure atau budaya cosplay (kostum), anime, manga, dan film. Negara ini memenangi kompetisi pasar global dengan menyinergikan kekayaan tradisional dan teknologi dengan baik. Korea Selatan berandil besar sebagai penyaji hiburan masyarakat global. Korean wave atau gelombang Korea yang berawal dari industri hiburan K-Pop dan K-Drama kini makin membesar dengan proyek internasionalisasi, merekrut bintang K-Pop dari luar Korea, seperti Lalisa Manoban (Thailand) dan Dita Karang (Indonesia). Suksesi Korea dalam industri hiburan yang mengikutsertakan nilai, pola hidup, kehidupan sosial, sistem dan tradisi, serta kepercayaan, digandrungi oleh masyarakat global (koreanization). Hal itu turut membawa dampak positif bagi industri mode, teknologi, dan otomotif di sana.

Advertisement

India memanfaatkan industri film Bollywood, sejumlah kegiatan yang berperan penting dalam promosi kebudayaan, dan kedudukan diaspora sebagai instrumen penting untuk menunjang pencapaian kepentingan nasionalnya melalui diplomasi kebudayaan (Jayanti Andina, 2011).

Kemakbulan negara-negara tersebut karena menerapkan strategi budaya yang tepat, yang mengutamakan kebudayaan di atas proses-proses politik dan ekonomi. Menjadi ironis jika Indonesia dengan tambang emas kebudayaannya tidak mampu mengangkatnya untuk bersaing di kancah internasional. Fakta kekayaan budaya Nusantara harusnya menjadi modal dasar dalam pembangunan yang berdampak pada kesejahteraan masyarakatnya. Identitas kebudayaan perlu digali lagi karena potensi tersebut masih belum, bahkan jauh dari maksimal untuk dipelihara dan digunakan sebagai kekuatan budaya. UNESCO bahkan telah lama merekomendasikan pentingnya kebudayaan sebagai panglima dalam proses-proses pembangunan.

Pengundang rasa -

1920 -

Jalur Budaya Rempah

Nusantara pernah menjadi pemain penting dan pemasok utama dalam perdagangan dunia, jauh sebelum bangsa Eropa melakukan aktivitas perdagangan di Asia Tenggara. Begitu pentingnya rempah-rempah dalam kehidupan manusia, sehingga menjadi komoditas utama yang mampu mempengaruhi kondisi politik, ekonomi, maupun sosial budaya dalam skala global selama berabad-abad.

Jalur Rempah bukanlah sekadar perdagangan komoditas belaka, melainkan juga proses perniagaan yang memungkinkan terjadinya pertukaran nilai dan budaya yang turut membentuk identitas masyarakat Indonesia dan membentuk perkembangan peradaban dunia. Jalur Rempah dimaknai, tidak hanya ketersambungan daerah-daerah Indonesia, tetapi juga konektivitas historis Indonesia dengan negara lain. Program Jalur Rempah ingin memperkuat jejaring interaksi budaya dengan adanya kerjasama, sinergi, dan mengambil peran dalam berbagai ruang untuk memaknai kembali warisan budaya rempah.

Diperlukan upaya untuk merekonstruksi peradaban dunia dalam lintasan perdagangan rempah, yang telah banyak diinisiasi oleh berbagai pihak dengan mengidentifikasi berbagai bukti ketersambungan antara daerah di Indonesia dengan daerah di negaranegara lain. Hal ini tentunya memerlukan pengembangan diplomasi budaya Indonesia secara sistematis dan masif. Apalagi, sebagai jalur budaya, prospek Jalur Rempah sangat besar untuk mendapat status warisan dunia oleh UNESCO dengan pengusulan bersama negara lain.

Perempuan-perempuan perkasa -

Khasiat dari Nusantara -

Diplomasi Budaya

Jika melihat dinamika jalur rempah di masa lalu, sangat relevan bila Jalur Rempah menjadi rujukan dalam mencari warna diplomasi Indonesia yang mengedepankan interaksi dan kehangatan dialog di berbagai bidang dan lapisan masyarakat. Sejarah jalur rempah dari masa ke masa merupakan contoh nyata bahwa diplomasi budaya telah dipraktikkan di segala lini, baik secara individu, komunitas masyarakat, hingga tingkatan negara dan bangsa.

Dalam bukti sejarah, pada periode abad ke-10 hingga abad ke-13 Masehi, peran Sriwijaya amat strategis sebagai penghubung perdagangan rempah antara Laut Hindia dengan Laut Cina Selatan, dan Nalanda. Bahkan Raja Sriwijaya, Balaputra Dewa, mendanai pembangunan sebuah universitas kuno sebagai pusat pendidikan keagamaan Buddha pertama di dunia di Nalanda (yang kini, sebanding dengan universitasuniversitas ternama dunia - sebut saja Oxford, Harvard, atau Cambridge). Kerajaan Sriwijaya dan Nalanda di India membangun hubungan lewat pendidikan. Keduanya saling mengirimkan pelajarnya.

Begitu juga kerajaan Aceh pernah menjalin hubungan diplomatik dengan Kesultanan Turki Utsmani melalui diplomasi rempah. Turki ikut bersaing dengan negara-negara Eropa lainnya dalam perdagangan rempah-rempah. Utusan Aceh datang ke Istanbul dimulai tahun 1562 untuk meminta dukungan Kesultanan Turki Utsmani melawan Portugis di Malaka.

Lalu juga dalam diplomasinya, pada tahun 1605, Sultan Ageng Tirtayasa pernah menuliskan surat permohonan agar Inggris bersedia menjual persenjataan kepada Banten, melalui diplomasi kehangatan rempah dengan menyelipkan hadiah berupa lada hitam. Dalam surat tersebut, berisi tulisan mengenai persahabatan yang disertai ‘100 bahar lada hitam dan 100 pikul jahe sebagai bentuk cinta dan perdamaian’.

Dengan memahami berbagai sumber sejarah, Jalur Rempah dapat dilihat sebagai pijakan dalam menggali berbagai kemungkinan kerja sama antarbangsa yang mengutamakan pemahaman antarbudaya, adanya kesetaraan dan saling berkontribusi, serta pengakuan atas keberagaman tradisi beserta warisannya.

Langkah awal yang dilakukan tentunya melakukan survey dan approach diplomatik ke negara-negara tujuan, namun diperlukan narasi agar ada penyamaan pemahaman seputar diplomasi kebudayaan sebagai projection of values- “bagaimana Indonesia memancarkan nilai-nilainya” melalui soft power, agar negara-negara lain memiliki ketertarikan bekerjasama dengan Indonesia (Buku Panduan Diplomasi Budaya Indonesia. 2020).

Diplomasi budaya juga harus dilaksanakan di segala lini, tidak hanya dalam tataran negara namun juga masyarakat. Untuk itu, menjadi krusial untuk menata dan menguatkan potensi budaya dalam berdiplomasi, baik secara institusi, regulasi, sarana prasarana dan sumber daya manusia. Dengan diplomasi budaya antarbangsa yang jitu, Indonesia bisa menempatkan diri sebagai negara adidaya budaya. (Mohammad

Atqa, Direktorat Pengembangan dan Pemanfaatan Kebudayaan Ditjen Kebudayaan Kemdikbudristekdikti).

Foto-foto Koleksi Direktorat Pengembangan dan Pemanfaatan Kebudayaan

Menggenggam rasa -

This article is from: