5 minute read
Mari Temukan dan Kenali Potensi Desa agar Berdaya
Terang di Bantar Agung -
Asep Amirudin
Advertisement
Bersolek -
Di tengah pandemi Covid-19, program pemajuan kebudayaan desa melalui pemberdayaan masyarakat berhasil dilaksanakan.
Program ini dimaksudkan untuk memperkuat upaya desa dalam menggali potensi budaya lokal sebagai solusi untuk menjawab persoalan aktual. Sekalipun pandemi menghebat di pertengahan tahun 2021, peran aktif masyarakat desa dalam program ini tidak surut tetapi justru semakin masif. Antusiasme warga desa memang patut diapresiasi.
Program yang diluncurkan oleh Dirjen Kebudayaan Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi Hilmar Farid pada April 2021 dan dikelola melalui Direktorat Pengembangan dan Pemanfaatan Kebudayaan (PPK) ini, diawali dengan penyiapan kerangka kebijakan. Buku pedoman pemberdayaan masyarakat pun disusun oleh M Panji Kusumah, I Gusti Agung Anom Astika, dan Kusen Alipah Hadi, adapun penyusunan petunjuk teknis (juknis) Pemajuan Kebudayaan Desa oleh Kelompok Kerja (Pokja) Pemberdayaan, Direktorat PPK. Buku pedoman dan juknis tersebut sangat penting karena menjadi acuan pelaksanaan program pemajuan kebudayaan desa.
Program dibagi menjadi tiga tahapan, yaitu tahap temu-kenali potensi budaya, pengembangan, dan pemanfaatan. Dalam ketiga tahap itu, setiap prakarsa digagas oleh Daya Warga melalui pendampingan oleh Daya Desa. Daya Desa adalah pendamping kebudayaan desa sebagai fasilitator yang memudahkan dan memungkinkan terjadinya peningkatan daya masyarakat desa (subjek) sekaligus peningkatan daya kebudayaan desa (objek).
Daya Desa ini dibekali dengan pelatihan untuk memahami metodologi pembangunan kebudayaan desa secara partisipatif dan pembelajaran berbasis pengalaman sehingga meningkatkan daya, kemampuan dan rasa percaya diri masyarakat dalam menemukenali potensi budaya dan kondisi desanya. Sementara Daya Warga adalah sekelompok warga desa setempat yang berdaya yang merupakan subyek
pemajuan kebudayaan desa yang sangat berperan dalam menemu kenali potensi desa
Kerja pemajuan kebudayaan desa dimulai dengan pendampingan Daya Warga oleh Daya Desa dengan tujuan menemukenali dulu potensi budaya dan kondisi desanya melalui pemetaan partisipatif. Setelah itu, Daya Desa bersama Daya Warga mengkaji hasil temuan tersebut melalui sarasehan, forum diskusi, forum belajar bersama, penyelarasan peta partisipatif dan perumusan masalah desa untuk menghasilkan peta ide beserta desain kegiatan kebudayaan tingkat desa. Setelah tahap pengembangan itu, mereka merealisasikan ide-ide yang sudah dibahas melalui pelibatan luas seluruh warga desa dengan salah satu tujuan meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Inilah yang disebut sebagai tahap pemanfaatan. Begitulah gambaran umum bagaimana setiap tahapan tersebut dilaksanakan. Walaupun sudah dibekali dengan lokakarya, Daya Desa dan Daya Warga masih mengalami kesulitan dalam menemu kenali potensi budaya di lapangan. Kendala ini muncul akibat situasi pandemi yang mendorong banyak desa membatalkan aneka aktivitas budaya atau menerapkan pembatasan kegiatan. Untuk itu Direktorat PPK memfasilitasi Daya Desa dan Daya Warga berkonsultasi dengan narasumber secara daring melalui forum klinik pelatihan yang meningkatkan pemahaman dan mendapatkan solusi mengatasi permasalahan di lapangan.
Permasalahan yang dihadapi tiap desa berbeda, mulai dari ketiadaan dukungan pemerintah desa, keberadaan larangan mengadakan pertemuan, keterbatasan daya warga untuk menemukenali potensi, hingga kesulitan mengakses sumber informasi. Salah satu solusi yang diberikan narasumber adalah mengadakan pertemuan dengan jumlah terbatas, mencari informasi melalui buku dan internet, walaupun jaringan komunikasi dan internet juga merupakan problem tersendiri bagi desa terutama yang lokasinya terpencil. Permasalahan lain adalah jaringan internet yang tidak stabil, padahal data-data di laman tersebut penting untuk bahan analisis kebijakan pemajuan kebudayaan desa yang dapat diakses oleh pemerintah desa, kabupaten, dan pusat.
Dengan segala keterbatasan akibat pandemi dan waktu yang relatif singkat, 320 desa berhasil menemukenali potensi desa dan menginput hasilnya ke laman desabudaya dan hasilnya diverifikasi. Di tahap ini pun masih dijumpai sejumlah tantangan, seperti mundurnya beberapa desa dari program karena tidak sanggup menjalankan peran sebagai fasilitator di tengah berbagai kesulitan teknis di lapangan. Di desa Liyu, misalnya, Daya Desa justru diminta mundur karena dianggap tidak mampu dan digantikan dengan yang lain sehingga desanya tetap melanjutkan program pemajuan kebudayaan hingga ke tahap pemanfaatan. Dari 320 desa di tahap
Desa Budaya -
Topeng Besar - Resapi -
No
OBJEK PEMAJUAN KEBUDAYAAN (OPK) & CAGAR BUDAYA
Sedang Berkembang
Masih bertahan
STATUS OPK & CAGAR BUDAYA
Sudah berkurang Terancam Punah Punah Rusak Hancur Hilang
1 Tradisi Lisan 2 Manuskrip 3 Adat Istiadat
23 131 58 64 12 - - 10 32 4 12 3 - - 77 533 104 75 14 - - 4 Permainan Rakyat 25 100 110 84 35 - - 5 Olahraga Tradisional 19 64 64 43 12 - - 6 Pengetahuan Tradisional 153 459 130 81 11 - - 7 Teknologi Tradisional 64 237 89 60 15 - - 8 Seni 182 393 123 119 20 - - 9 Bahasa 10 35 13 15 2 - - 10 Ritus 32 207 34 33 8 - - -
11 Cagar Budaya 63 281 24 54 1 22 4 3
Tabel: Jumlah potensi desa berdasarkan Objek Pemajuan Kebudaynan dan Cagar Budaya
temu-kenali, 271 desa melaju ke tahap pengembangan dan pemanfaatan, sedangkan sisanya masih terkendala dalam pembuatan rencana aksi. Hasil di tahap pengembangan juga diverifikasi dan ternyata banyak rencana aksi yang masih mengedepankan festival. Verifikator menyarankan rencana aksi yang dibuat memenuhi aspek kemungkinan keberlanjutan, keterkaitan antara potensi, masalah dan aksinya, aspek kemandirian, partisipasi warga desa, serta potensi pengembangannya seperti pelatihan, membuat video proses, dan membuat buku.
Berikut adalah data jumlah potensi budaya desa berdasarkan 10 Objek Pemajuan Kebudayaan (OPK) dan cagar budaya yang didapat dari laman desa budaya hasil tahap-temu kenali potensi budaya di 320 desa.
Selain data potensi budaya desa dan OPK, terdapat juga data mengenai sejarah desa, pelaku budaya, sarana prasarana desa harapan masyarakat, permasalahan, foto dan video potensi desa. Program ini dirancang dengan sistem yang memungkinkan data-data tersebut dapat terus dimutakhirkan dan aplikasinya terus disempurnakan sesuai dengan kebutuhan.
Hasil pendataan itu menjadi bagian dari Sistem Pendataan Kebudayaan Terpadu, yakni sebuah sistem data tingkat nasional yang menghimpun keseluruhan data kebudayaan dari berbagai sumber. Makin banyak desa yang memasukkan data potensinya, makin akurat pula basis pengambilan kebijakan budaya di Indonesia. Selain itu, data-data tersebut juga bermanfaat bagi desa yang bersangkutan, yakni sebagai cermin untuk membaca peluang pengembangan yang peka terhadap konteks lokal, dan selanjutnya dapat mendukung kehidupan sosial-ekonomi masyarakat (Dewilisa