Mikhail Ali Verdino Teknik Mesin 2017
Kru Liga Film Mahasiswa ITB mengada-
kan kunjungan ke kompleks Produksi Film Negara pada senin, 27 mei 2019. Kunjungan yang diinisiasi oleh Sari, Kabid Kineklub, ini bermula dari tawaran pihak pfn untuk melakukan tour ke dalam studio dan program kerja lembaga tersebut. Tour ini tidak dipungut biaya alias gratis, lho. Kedatangan kami ke kompleks pfn di jl. Otista. Selama tour ini kami dipandu oleh beberapa pegawai PFN. Destinasi pertama kami ialah gedung produksi seluloid film yang sudah ditinggalkan. Di masa pengoperasiannya tempat ini sudah banyak dilakukan development seluloid. Urutan mendevelop seluloid ini digambarkan pada dinding atas. Kemudian kami dibawa ke studio film yang tempatnya bersampingan dengan destinasi pertama kami. Studio ini masih digunakan dan terlihat penuh dengan dekor latar film horror saat kami memasukinya, ngeri! Takut serombongan mahasiswa dikorbankan kepada setan, tour guide kami akhirnya mengevakuasi kami ke studio indoor yang merumahkan produksi film-film seperti wiro sableng, My Stupid Boss, dan film-film lainnya. Lengkap dengan AC besar. Biaya sewa studio ini kalau tidak salah 30 juta untuk satu hari.
Setelah tergoreng di dalam kotak hitam raksasa dengan sistem pendingin yang non aktif, kami sampai ke destinasi akhir tour ini dan bertemu para pegawai dan stakeholder institusi ini untuk membicarakan sejarah, pencapaian, dan situasi PFN saat ini. PFN merupakan salah satu pelaku industri film pertama di Indonesia yang bergerak di bawah Menteri Penerangan pada periode orde baru. Beberapa karya yang pernah diproduksi lembaga ini meliputi Si Unyil (1981), Penumpasan Pengkhianatan G 30S PKI (1985), dan baru-baru ini PFN kembali memproduksi film Kuambil Lagi Hatimu (2019). Sebagai saksi dan pelaku dari sejarah perfilman Indonesia yang panjang, PFN telah melewati berbagai perubahan dan konflik pada masanya dari distribusi film asing pertama di Indonesia sampai bangkitnya persatuan pekerja film. Namun, sejarah panjang lembaga ini tidak menyelamatkannya dari relevansi PFN yang melarut di industri perfilman Indonesia. Dalam usahanya untuk kembali bersaing, tim PFN mengatakan kalau lembaga ini sedang mencari kembali tempatnya di ekosistem perfilman indonesia. Hal ini dilakukan dengan perluasan produk dan bisnis pfn di rancah seorang fasilitator, distributor, atau mungkin produser. KINEFOLK
| 29