Opini
ilustrasi oleh : Nur Aviatul Adaniyah
Lika-liku Perjalanan BPJS Kesehatan Akankah Kenaikan Premi Menjadi Sebuah Jalan Keluar? oleh Nur Irene Siswandari
B 24 | Komunikasi Edisi 325
eberapa waktu ini tengah gencar diberitakan mengenai kenaikan premi BPJS, baik untuk kelas satu, kelas dua, maupun kelas tiga. Faktanya, masalah defisit BPJS kesehatan memang masih menjadi polemik hingga saat ini. Lalu apakah kebijakan tersebut dapat menjadi solusi dari peliknya permasalahan BPJS? Jika melihat ke belakang, defisit atau kerugian BPJS memang tergolong terus mengalami peningkatan sejak Tahun 2014 hingga 2017. Berawal dari defisit yang dialami sebesar Rp3,3 triliun pada tahun 2014, dilanjutkan pada tahun 2015 sebesar Rp5,7 triliun, tahun 2016 sebesar Rp9,7 triliun, dan tahun 2017 sebanyak Rp9,75 triliun. Hingga sempat mengalami sedikit penurunan defisit pada tahun 2018 menjadi Rp9,1 triliun. Diperkirakan, BPJS Kesehatan akan kembali mengalami defisit sebesar Rp28 triliun pada tahun 2019 ini. Memang BPJS sempat mengalami penurunan defisit dari Tahun 2017 ke 2018, akan tetapi penurunan tersebut tidak cukup signifikan meskipun telah ada sumbangsih dana alokasi dari cukai rokok. Hal ini sesuai dengan peraturan Menteri Keuangan RI bahwa BPJS Kesehatan mendapatkan suntikan dana dari
cukai hasil tembakau sebesar Rp1,48 triliun. Namun, hanya beberapa daerah yang bisa mendapatkan suntikan dana tersebut, seperti Jawa Timur, Jawa Tengah, Jawa Barat, dan Nusa Tenggara Barat. Tentunya hal ini sekaligus membuktikan bahwa sumbangan dana dari cukai rokok pun masih belum cukup efektif untuk mengatasi masalah ini. Ketidakefektivan penggunaan dana cukai rokok juga dilatarbelakangi oleh ketimpangan antardaerah. Hal tersebut dikarenakan tidak semua daerah memperoleh dana bagi hasil cukai tembakau untuk dialokasiakan ke pelayanan kesehatan di daerah masing-masing. Selain itu, menurut Staf Ahli Menteri bidang Hukum Kesehatan, Tritarayati, ada sekitar 70% biaya yang tersedot oleh penyakit akibat paparan asap rokok seperti penyakit jantung, ginjal, dan stroke. Hal diperkuat oleh pendapat Soewarta Kosen dari Balitbangkes Kementerian Kesehatan RI yang menyatakan bahwa kerugian ekonomi untuk biaya kesehatan mencapai Rp596,61 triliun di tahun 2015. Sementara pada laporan penelitian yang dilansir Kemenkes pada tahun yang sama menunjukkan bahwa perkiraan total belanja rokok oleh perokok