7 minute read

Tabel 2. 8 Eksploitasi Seksual

3) Nama, kartu identitas atau nomor paspor, alamat tempat tinggal dan tanda tangan orang yang akan menerima praktik sterilisasi seksual; 4) Pernyataan dari praktisi medis terdaftar yang melakukan praktik sterilisasi seksual bahwa dia telah memberikan penjelasan penuh dan rasional terkait makna serat konsekuensi dari praktik sterilisasi seksual kepada orang yang menerimanya; 5) Pernyataan dari orang yang menerima praktik sterilisasi seksual bahwa dia secara jelas memahami makna dan konsekuensi dari praktik tersebut; 6) Tanggal persetujuan; dan b. Tambahan khusus untuk kasus (c) 1) Nama, kartu identitas atau nomor paspor, alamat tempat tinggal dan tanda tangan orang tua atau penjaga yang memberikan persetujuan untuk orang yang bersangkutan menerima praktik sterilisasi seksual; dan 2) Hubungan orang tua atau penjaga yang memberikan persetujuan tersebut dengan orang yang menerima praktik sterilisasi seksual.

Selanjutnya, berkaitan dengan kontrasepsi, perlu diketahui bahwa di Singapura, meskipun ada persetujuan, meresepkan kontrasepsi kepada anak di bawah umur 16 tahun adalah sebuah perbuatan yang dapat dipidana atas Pasal 376A Penal Code Singapura. Bahkan jika orang tua sang anak menyetujui penggunaan kontrasepsi itu. Hal ini karena di Singapura, usia minimal untuk memberikan persetujuan (consent) adalah 16 tahun, dan anak di bawah usia tersebut tidak boleh terlibat dalam kegiatan seksual apapun.74

Advertisement

Terakhir, Inggris tidak pernah memiliki undang-undang yang secara khusus mengatur kontrasepsi dan sterilisasi, apalagi pemaksaannya yang merupakan bentuk kekerasan seksual. Meski begitu, pengadilan di Inggris memainkan peran aktif dalam memastikan setiap praktik pemaksaan akan hal tersebut dikurangi. Sebagai contoh, setelah rujukan dari the Official Solicitor of England and Wales pada tahun 1990an, dan persetujuan dari Pengadilan Tinggi, 30 perempuan disterilisasi dan 7 lainnya menjalani histerektomi, yakni operasi pengangkatan seluruh bagian uterus (tanpa paksaan, tetapi dengan permohonan).75 Permohonan sterilisasi tersebut didorong oleh rasa takut yang

74SMA Ethics Committee, “Prescribing Contraceptive Pills” , SMA News (Juni 2012), hlm. 18. 75Stansfield AJ, Holland AJ dan Clare ICH, “The sterilisation of people with intellectual disabilities in England and Wales during the period 1988 to 1999”, Journal of Intellectual Disability Research 51 (2007), hlm. 575.

berhubungan dengan kapasitas pemohon memiliki anak, sikap orang tua tentang kontrasepsi, mencari solusi permanen untuk kesuburan tak terkendali, dan kekhawatiran tentang siapa yang akan merawat anak yang lahir dari pemohon.76

Atas penanganan terhadap permohonan dengan kasus-kasus seperti di atas, Mental Capacity Act of 2005 membawa pengaruh yang besar77 karena menentukan bahwa jenis permohonan a quo akan dibawa ke Court of Protection.78 Pengadilan tersebut nantinya akan memutuskan dengan memperhatikan apa yang terbaik bagi si pemohon yang kekurangan kapasitas mental. Akan diperhatikan pula keseimbangan antara perlindungan dan pemberdayaan si pemohon. Pengadilan mengobservasi aspek sosial dan medis dari tiap kasus, sehingga asas preseden tidak diberlakukan bagi jenis perkara ini.79

Dengan penjelasan tersebut, maka sebenarnya Inggris memungkinkan praktik pemaksaan sterilisasi jika pengadilan yang melakukannya. Sebagai contoh, seorang Ibu dari enam anak yang mengalami learning difficulties/kesulitan belajar bisa secara hukum dipaksa untuk disterilisasi oleh pihak berwajib demi menghindari kehamilan di masa depan. Pejabat Kesehatan dan petinggi layanan sosial di London membuat permohonan ke pengadilan untuk masuk paksa ke rumah Ibu tersebut dan menahannya dengan “pengekangan yang diperlukan” demi pelaksanaan sterilisasi. Pekerja

Kesehatan berkesaksian bahwa meminta Ibu tersebut untuk menggunakan alat kontrasepsi sangatlah susah, sehingga sterilisasi diperlukan. Maka dari itu, Hakim Cobb memutuskan bahwa Ibu tersebut kekurangan kapasitas mental untuk memutuskan penggunaan pengendalian kelahiran (kontrasepsi). Di sisi lain, sang Ibu dan pasangannya telah berulang kali menolak untuk berurusan dengan petugas medis, sosial, dan legal.80

Selain itu, terdapat juga contoh kasus yang menunjukkan bahwa selain pemaksaan sterilisasi, Inggris juga memungkinkan pemaksaan kontrasepsi oleh pihak

76Sam Rowlands, “Sterilisation of those with intellectual disability: evolution from non-consensual interventions to strict safeguard,” Journal of Intellectual Disabilities (2017), hlm. 9. 77Laurie GT, Harmon SHE dan Porter G, Law & Medical Ethics, (Oxford: Oxford University Press, 2016). 78Court of Protection make decision on financial or welfare matters for people who can’t make decisions at the time they need to be made (they ‘lack mental capacity’), baca https://www.gov.uk/courts-tribunals/courtof-protection, diakses 23 Mei 2021. 79Sam Rowlands, “Sterilisation of those with intellectual disability…”, hlm. 17-18. 80Lamiat Sabin, “Mother-of-six with learning difficulties can be put through forced sterilisation, rules judge,” https://www.independent.co.uk/news/uk/home-news/mother-six-who-has-learning-difficulties-can-beput-through-forced-sterilisation-rules-judge-10023496.html, diakses 23 Mei 2021.

berwajib. Seorang hakim di Inggris pada 2019 telah memutuskan bahwa seorang perempuan penyandang disabilitas yang sedang hamil akan segera dipasangi alat kontrasepsi setelah operasi caesarnya. Perempuan berusia 24 tahun itu dikatakan memiliki “kesulitan belajar yang sedang” dan “menunjukkan perilaku yang meragukan

pada usia antara 6 dan 9 tahun”. Dia juga memiliki gangguan mood, yang mana sedang dia obati. Namun, Ibu dari perempuan tersebut, pekerja sosial yang membantunya, dan pengacara yang mewakilinya mengatakan bahwa campur tangan dalam otonomi perempuan tersebut tidak dapat dibenarkan (menolak pemaksaan kontrasepsi yang diputuskan hakim). Sebelumnya, perempuan tersebut seharusnya melaksanakan pemaksaan aborsi yang diputus oleh Hakim Lieven, tetapi putusan itu dianulir dan pemaksaan aborsi diubah menjadi pemaksaan kontrasepsi.81

Lebih jauh, berhubungan dengan kontrasepsi, sebelum tahun 1967, di Inggris pelayanan kontrasepsi hanya tersedia bagi perempuan yang kesehatannya terancam karena kehamilan. Namun, setelah dikeluarkan National Health Service (Family Planning) Act of 1967, menjadi mungkin bagi otoritas kesehatan lokal untuk memberikan pelayanan/konsultasi kontrasepsi kepada populasi yang lebih luas.82 Dalam undang-undang tersebut, sterilisasi tidak termasuk ke dalam ruang lingkupnya karena dianggap pada dasarnya sterilisasi merupakan operasi bedah daripada teknik kontrasepsi, meskipun tetap termasuk dalam ruang lingkup pelayanan kesehatan. 83

Berdasarkan pemaparan di atas, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa satusatunya negara di antara Indonesia, Singapura, dan Inggris yang mengkriminalisasi pemaksaan kontrasepsi dan sterilisasi adalah Singapura. Hal tersebut karena Indonesia hanya mengkriminalisasi pemaksaan sterilisasi dalam bentuk tertentunya. Sedangkan, Inggris sama sekali tidak mengkriminalisasi pemaksaan kontrasepsi dan sterilisasi. Perbedaan di antara Indonesia dan Inggris adalah, Indonesia dalam peraturan perundang-undangan dengan tegas melarang pemaksaan kontrasepsi, namun larangan tersebut tidak diikuti oleh ancaman pidana. Di sisi lain, Inggris bahkan melegalkan

81Catholic News Agency, “Disabled woman who narrowly avoided forced abortion to get forced contraception,” https://angelusnews.com/news/world/disabled-woman-who-narrowly-avoided-forced-abortionto-get-forced-contraception/, diakses 23 Mei 2021. 82UK Parliament, “National Health Service (Family Planning) Act 1967,” https://www.parliament.uk/about/living-heritage/transformingsociety/privatelives/relationships/collections1/parliament-and-the-1960s/national-health-service-family-planningact/#:~:text=The%201967%20Family%20Planning%20Act,put%20at%20risk%20by%20pregnancy., diakses 23 Mei 2021. 83A. Samuel, “The National Health Service (Family Planning) Act 1967”, Medicine, Science and the Law, 7(4) (1967), hlm. 179.

pemaksaan kontrasepsi dan sterilisasi, asalkan hal tersebut diputus oleh pengadilan dan dilakukan oleh otoritas yang berwenang.

4. Pemaksaan Aborsi

Aborsi adalah prosedur untuk mengakhiri kehamilan, atau pengangkatan jaringan kehamilan, hasil konsepsi atau janin dan plasenta (setelah melahirkan) dari rahim”.84

Hak atas aborsi yang sah dan aman, akses ke aborsi yang aman dan terjangkau, yang dilakukan oleh para profesional medis yang menawarkan layanan berstandar tinggi, merupakan hak seksual dan reproduksi mendasar yang wajib dipenuhi oleh Negara, termasuk dengan mengadopsi undang-undang yang relevan dan mereformasi kerangka hukum yang mencegah pelaksanaannya.85

Aborsi paksa adalah kejahatan dengan sengaja mengakhiri atau mengatur penghentian kehamilan melalui prosedur apa pun tanpa persetujuan dari orang yang hamil sebelumnya, penuh, bebas dan diinformasikan. Aborsi paksa bisa dilakukan oleh siapa saja, dan kapan saja (damai dan konflik). Kejahatan aborsi paksa tidak muncul sebagai kejahatan independen dalam instrumen hukum pidana internasional. Namun, hakim di Pengadilan Kriminal Internasional untuk Rwanda mengakui bahwa aborsi paksa, serta mutilasi seksual lainnya, pernikahan paksa dan kejahatan berbasis gender serupa lainnya yang secara khusus dikutip dalam Statuta Roma dari Pengadilan Kriminal Internasional, merupakan kekerasan seksual yang rentan untuk dituntut. di hadapan pengadilan dan tribunal internasional.86

Menurut UN Women, aborsi paksa juga bisa berarti penyiksaan dan dituntut sebagai kejahatan yang berbeda atau, tergantung pada keadaan yang relevan, sebagai kejahatan terhadap kemanusiaan. Di tingkat domestik, Negara telah mendekati kriminalisasi aborsi paksa dengan berbagai cara, termasuk: dengan mengakuinya sebagai kejahatan spesifik dan independen, dengan menuntutnya sebagai penyerangan, dan dengan melarang aborsi secara umum, baik paksa atau konsensual (lihat di atas).87

84 Harvard Medical School, Abortion (Termination of Pregnancy), Harvard Health Publishing, https://www.health.harvard.edu/medical-tests-and-procedures/abortion-termination-of-pregnancy-a-to-z. diakses pada tanggal 3 Juni 2021 85 Committee on Economic, Social and Cultural Rights (CESCR), General Comment No. 22 (2016) on the right to sexual and reproductive health (article 12 of the Interna- tional Covenant on Economic, Social and Cultural Rights), E/C.12/GC/22, 2 May 2016, paragraf 28, 34, 40, dan 41. 86 International Criminal Tribunal for the former Yugoslavia (ICTY), Prosecutor v. Kvocka. 87 United Nations Office on Drugs and Crimes (UNODC), Handbook on Effective Prosecution Responses to Violence Against Women and Girls, Criminal Justice Handbook Series, 2014, hlm. 18, https://www.unodc.org/documents/justice-and-prison-

Di Kolombia, aborsi paksa telah dilakukan secara luas terhadap perempuan dan anak perempuan yang direkrut oleh FARC (Pasukan Bersenjata Revolusioner Kolombia), dalam kasus di mana kebijakan kontrasepsi paksa gagal dan seorang perempuan atau anak perempuan hamil.88 Pada 2015, seorang jaksa Kolombia secara terbuka menyatakan bahwa berdasarkan 150 wawancara dengan mantan pejuang perempuan FARC, aborsi paksa tampaknya telah dilakukan, kebijakan tersebut bertujuan untuk melestarikan kemampuan bertarung perempuan dan anak perempuan.89 Pada 2017, Spanyol mengekstradisi ke Kolombia yang disebut Enfermero ("perawat") untuk menuntutnya di hadapan pengadilan Kolombia. Ia dituduh telah melakukan ratusan aborsi paksa terhadap anggota FARC, ELN (Tentara Pembebasan Nasional) dan kelompok lainnya.90

Tabel 2. 6 Pemaksaan Aborsi

Negara Pemaksaan Aborsi

Indonesia Singapura Inggris

Aspek Perbandingan

Definisi Definisi pemaksaan aborsi di Indonesia dapat dilihat dari unsur-unsur deliknya. Definisi pemaksaan aborsi di Singapura dapat dilihat dari unsur-unsur deliknya. Peraturan di Inggris tidak ada memberikan definisi.

reform/Handbook_on_effective_prosecution_responses_to_violence_against_women_and_girls.pdf, diakses pada tanggal 3 Juni 2021. 88 Women’s Link Worldwide, “Women’s Link Worldwide files an initial report with the Colombian Special Jurisdiction for Peace, https://www.womenslinkworldwide.org/en/news-and-publications/pressroom/women-s-link-worldwide-files-an-initial-report-with-the-colombian-special-jurisdiction-for-peace-jep-inspanish-documenting-violations-of-the-reproductive-rights-of-women-and-girls-within-the-ranks-of-the-farc. diakses pada tanggal 3 Juni 2021. 89 BBC News, “FARC Rebels: Colombia Investigates 150 “forced abortions’”, https://www.bbc.com/news/world-latin-america-35082412. diakses pada tanggal 3 Juni 2021. 90 Women’s Link Worldwide, Convictions And Pending Prosecutions for Sexual And Reproductive Violence Committed Against Forcibly Recruited, Civilian, and Combatant Women And Girls in The Armed Conflict of Colombia, https://www.womenslinkworld-wide.org/en/files/3100/convictions-and-pendingprosecutions-for-sexual-and-reproductive-violence-committed-against-women-and-girls-in-the-armed-conflictof-Colombia.pdf diakses pada tanggal 3 Juni 2021.

This article is from: