![](https://assets.isu.pub/document-structure/230406033748-f5d6ed54e61c792ed1947b5c59573e56/v1/e370b8491676f7af7504c5117a35469e.jpeg?width=720&quality=85%2C50)
5 minute read
NASIB ALKITAB BUKU SAAT INI
Satu per satu jemaat di Gereja Panitah di Anjungan, Kabupaten Mempawah, Kalimantan Barat berdatangan di Minggu pagi awal Maret. Tak lama, gedung gereja berkapasitas 500 orang yang merupakan bagian dari Sinode Gereja Protestan di Indonesia bagian Barat (GPIB) hampir penuh.
Pdt. Immanuel Nugroho yang menjadi gembala di gereja itu memulai ibadah Minggu pagi. Semua jemaat mengikuti ibadah dari awal sampai akhir. Di jemaat ini hampir tiga per empat jemaatnya membawa Alkitab buku untuk mengikuti ibadah. Demikian digambarkan Pdt. Nugroho saat bertemu redaksi Suara Baptis akhir Februari lalu.
Advertisement
“Jemaat di sini satu sama lain masih memiliki hubungan saudara, dan mereka masih menggunakan Alkitab buku dalam beribadah. Untuk pelayanan digital malah masih sedikit dilakukan di sini atau belum diterima sepenuhnya oleh jemaat. Ya, karena dianggap datang langsung lebih baik, seperti mereka datang ke rumah keluarga sendiri sambil membawa Alkitab buku,” kata Pdt.Nugroho.
Namun Pdt. Nugroho menambahkan, ada beberapa majelis dan jemaat yang kalau membaca Alkitab digital menggunakan gawai. “Karena tulisan di Alkitab gawai bisa diperbesar. Tapi kalau untuk warta kami membuatnya dua versi, dengan digital yang bentuknya PDF (Portable Document Format) yang disebar ke jemaat-jemaat dan yang cetak untuk lansia,” ujarnya.
Lain lagi dengan Gereja Kristen Jawa (GKJ) Wirobrajan, Yogyakarta, Jawa Tengah. Kepada redaksi Suara Baptis akhir Februari lalu Pdt.Yosef, menyampaikan jemaatnya cukup banyak yang menggunakan Alkitab digital di gawai sedangkan Alkitab buku sedikit jemaat yang membawanya ketika ibadah hari Minggu.
“Bisa dikatakan jumlah membaca Alkitab melalui gawai bisa melebihi yang menggunakan buku. Tentu dengan pertimbangan pencarian yang lebih mudah, tampilan huruf yang lebih besar, warna yang lebih terang. Walaupun belum ada survei kuantitatif secara statistik terbuka kemungkinan dengan teknologi digital tersebut justru pengguna
Alkitab menjadi bertambah. Khususnya bagi warga lansia yang sebelumnya kesulitan membaca melalui buku. Kini bisa turut membaca Alkitab melalui gawai. Kebutuhan Alkitab di gereja kami dalam ibadah bagi jemaat cukup penting, karena kami menggunakan bacaan leksionari (daftar bacaan Alkitab) di mana jemaat harus turut menyimak dan merespons bacaan saat pelayanan Firman. Jadi bisa dikatakan sudah banyak jemaat yang tidak membawa Alkitab buku dalam ibadah di gereja, tetapi juga menambah pengguna Alkitab di ibadah, karena jemaat lebih mudah mengakses melalui gawai yang menjadi bawaan vital harian dalam mobilitas masing-masing jemaat,” ujar Gembala Sidang GKJ ini.
Sementara GKJ Dagen, Solo, Jawa Tengah Pdt. Atmo mengatakan, “Di kami ini jemaatnya masih banyak jemaat yang bawa Alkitab buku. Tapi untuk kaum muda sudah dengan gawai. Tapi memang lebih banyak yang menggunakan Alkitab digital yang ada di gawai mereka,” ujarnya saat berbicara dengan redaksi SB.
![](https://assets.isu.pub/document-structure/230406033748-f5d6ed54e61c792ed1947b5c59573e56/v1/fdeb7bc40e83e5d797f0548aeab087c7.jpeg?width=720&quality=85%2C50)
Banyaknya jemaat yang menggunakan Alkitab digital di gawai juga disampaikan Pnt David Wibisono sebagai Kepala bidang Inforkom di GPIB Horeb Jakarta. “Di kami sudah semua gunakan Alkitab di gawainya masing-masing. Hanya beberapa saja yang bawa Alkitab buku. Lebih mudah dan praktis saja.”
Sama halnya di Kota Medan tepatnya di GPIB Immanuel berada, menurut Ketua Majelis Jemaatnya Pdt. Johny A. Lontoh, jemaatnya juga cukup banyak yang menggunakan Alkitab digital lewat gawai. Alasannya karena mudah dibawa.
Di Distrik Heram Kota Jayapura, Papua, Gerrad Raja, yang adalah Majelis di Gereja Kemah Injil Indonesia (GKII) Anugerah Yoka. Ia berkisah bahwa jumlah jemaatnya antara orang muda dan tua berimbang. Ada yang gunakan Alkitab buku dan digital.
“Kalau yang anak muda gunakan Alkitab di gawainya sedang orangtua masih bawa Alkitab buku,” ujarnya dengan logat Papua.
Senada dengan itu, Gembala
Sidang Gereja Baptis Indonesia (GBI) Sidomoyo, Yogyakarta, Jawa Tengah menurut Pdm. Mesakh Eka Timesa kepada Juniati dari SB mengatakan, sebagian besar jemaat masih membawa Alkitab buku. “Sebagian besar masih menggunakan Alkitab buku. Ada beberapa yang memakai digital di gawai mereka karena faktor penglihatan.”
![](https://assets.isu.pub/document-structure/230406033748-f5d6ed54e61c792ed1947b5c59573e56/v1/e63875515cd05a5351a92d0299f25e72.jpeg?width=720&quality=85%2C50)
Lain halnya dengan Gereja Sidang Jemaat Allah (GSJA) Kota Bogor, Jawa Barat, menurut Pdt. Haposan Manurung hampir semuanya menggunakan Alkitab digital di gawai. “Jemaat kami jumlahnya 200 jiwa lebih dan hampir semuanya menggunakan Alkitab digital di gawai saat beribadah hari Minggu.”
Di Gereja Huria Kristen Batak Protestan (HKBP) Cibinong, Kabupaten Bogor menurut salah satu jemaatnya, Airin Siahaan, kebanyakan jemaat yang hadir saat ibadah minggu menggunakan Alkitab di gawainya. “Tak ada larangan menggunakan Alkitab di gawai. Sudah jarang saya lihat jemaat yang (mem) bawa Alkitab buku,” tuturnya.
Digital Tidak Membuat Distraksi
Soal jemaat yang gunakan Alkitab digital di gawai memang tak ada larangan. Apalagi ketika teknologi media komunikasi semakin berkembang ditambah pandemi Covid-19 selama kurang lebih tiga tahun. Interaksi jemaat di gereja yang berkurang dan harus ibadah online menjadikan Alkitab digital semakin luas digunakan.
Ketua Umum Majelis Sinode GPIB, Pdt. Paulus Kariso Rumambi, memberikan pendapat soal Alkitab digital yang digunakan jemaat di gereja-gereja. Dikatakannya, “Perkembangan zaman tak bisa dibendung. Dulu di GPIB tahun 1970-an, mau vocal grup saja di gereja ditolak, dibilang itu musik jalanan. Kala itu bapak-bapak yang dulu tahunya musik gereja hanya diiringi orgen saja. Tapi, akhirnya lama-lama masuk juga dan bukan hanya dengan gitar saja tapi macam-macam alat musik. Nah, begitu juga dengan Alkitab digital, kita akan melakukan itu (te)tapi harus diingat persekutuan dengan personal touch harus ada. Karena di situ dapat merasakan sesama, saling menopang dalam persekutuan. Sekarang, bagaimana tantangan kita untuk generasi milenial, generasi z dan generasi alfa? Dengan kreativitas dan inovasi dari kaum muda dengan penggunaan IT (Information and Technology) maka gereja harus terus berkembang dan menerima perubahan,” ujarnya.
Awal Februari 2023 lalu, dalam rangka ulang tahun Lembaga Alkitab Indonesia (LAI) ke 69, LAI mengeluarkan Alkitab Terjemahan Baru Edisi 2 (TB2). LAI tidak menutup mata dan tidak berdiam dengan perkembangan zaman.
Sekretaris Umum LAI, Sigit Triyono, kepada redaksi SB mengatakan, LAI terus mengupayakan agar Firman Tuhan dipahami, dimengerti, dan digunakan sebagai panduan hidup keseharian umat. Bahkan sejak tahun 2000, LAI sudah menerbitkan Alkitab digital dengan platform versi tahun tersebut. Saat itu file disimpan dalam CD (compact disc) dan harus diinstal ke PC (Personal Computer). Perkembangan teknologi digital terus diikuti. Adanya pandemi Covid-19 di tahun 2020 sampai 2023 ini, mempercepat LAI memanfaatkan berbagai platform digital untuk menyebarkan kabar baik sampai ujung bumi.
“Alkitab TB2 adalah produk yang masih baru terbit, penjemaatannya masih terus berjalan, maka
LAI mengambil kebijakan untuk menerbitkan dalam bentuk cetak terlebih dahulu. Alkitab TB2 juga disertai buku kecil penjelasan singkat Alkitab TB2 sehingga bisa dibaca oleh setiap orang. Dan, kami yakin edisi cetak kedua ini diterima oleh umat Kristen di seluruh Indonesia,” ujarnya.
Soal berkembangnya Alkitab digital pada masa kini, menurut Dosen Kajian Antar-Agama, InterReligious Studies, Digital and Humanities Dr. Leonard Chrysostomos Epafras, kondisi ini harus diterima gereja.
![](https://assets.isu.pub/document-structure/230406033748-f5d6ed54e61c792ed1947b5c59573e56/v1/00987258af69812ff029d38a3c9e63b7.jpeg?width=720&quality=85%2C50)
“Itu keunikan dunia digital. Kita selalu berbicara pada progres (kemajuan). Tetapi digital tidak hanya soal progres tetapi juga soal kurasi dan juga stewardship. Mendokumentasikan adalah bagian dari itu. Alkitab yang diterjemahkan oleh LAI versi kedua itu proses dokumentasi iman yang tetap diperlukan bagi kita sebagai umat Kristen. Berapa orang yang (mem)baca Alkitab buku, itu persoalan lain. Sangat penting dokumentasi Alkitab buku untuk umat,” tandasnya.
Soal Alkitab buku sebagai dokumentasi iman bagi umat Kristen menurut Pdt.Yosef dari GKJ Wirobrajan, amat penting sehingga tidak mengubah prinsip otoritas Firman Allah dalam hidup umat Kristen.
“Antara Alkitab buku dan digital bukan persoalan. Selama hanya berubah dalam ‘cara penggunaan’. Sehingga Alkitab tetap digunakan meski tidak dalam bentuk buku, dan digital tidak ‘memecah’ (distract) saat kita beribadah kepada Tuhan. Bahkan dalam satu hal, bersyukur karena pengguna Alkitab digital di ibadah bisa menjadi lebih banyak karena jemaat lansia yang dulu mendengar sekarang ikut menyimak di gajet mereka.”
Penulis: Phil Artha
Editor: Juniati