4 minute read

MULAI DARI ORANG TUA

*)Luana Yunaneva

Menjadi orang tua adalah proses belajar seumur hidup, pun menghadapi segala problematikanya. Salah satu persoalan yang kerap dikeluhkan oleh para orang tua adalah anak yang malas membaca. Secara khusus di tengah keluarga Kristen, membaca Alkitab kerap menjadi PR tersendiri, baik sebagai tugas dari sekolah maupun pembangunan karakter oleh orang tua. Penyebabnya pun beragam. Mulai dari anak yang mudah bosan, anak yang lebih suka main game, bahkan anak lebih suka berlama-lama main aplikasi Tiktok dan Intagram (IG) Reels sesuai tren perkembangan media sosial seperti saat ini.

Advertisement

Padahal sebagai orang tua, tentu kita ingin anak memiliki kebiasaan membaca untuk menambah wawasan. Lebih jauh, tentu kita ingin anak-anak gemar membaca Alkitab sebagai landasan hidup orang beriman. Bila perlu, kita mengenalkannya sedini mungkin, melalui buku-buku cerita dan Alkitab khusus anak.

Pada dasarnya, Allah menciptakan otak kita dengan pembagian, yaitu pikiran sadar (conscious mind) dan pikiran bawah sadar (subconscious mind). Keduanya bekerja secara paralel dan saling memengaruhi. Pikiran sadar berhubungan dengan analitikal, rasional, memori jangka pendek, will power, dan critical factor. Sedangkan pikiran bawah sadar memengaruhi sebesar 88 hingga 90 persen kehidupan kita sehingga menentukan pola pikir, nilai, sikap, dan kebiasaan.

Pada anak usia dini, yaitu usia nol hingga enam tahun, tentu kebiasaan membaca lebih mudah diterapkan dibandingkan anak usia sekolah. Pasalnya, pikiran bawah sadarnya masih sangat aktif, bahkan sejak anak baru lahir ke dunia. Jadi, apapun yang dialami, didengar, dilihat, diucapkan oleh orang tua dan dirasakan oleh anak, langsung diterima dan direkam oleh pikiran bawah sadarnya. Bahkan tanpa penyaringan sama sekali, layaknya spons yang menyerap air di sekelilingnya. Hal ini dikarenakan critical factor yang belum terbentuk. Nah, kondisi inilah dinamakan hipnosis.

Pada anak usia enam, tujuh hingga sebelas tahun, critical factor sudah mulai terbentuk, namun masih sangat lemah.

Sementara anak usia dua belas tahun ke atas, critical factor sudah terbentuk. Jadi ketika sudah ada pola pemikiran atau mindset yang tertanam di dalam dirinya, orang tua memerlukan waktu dan usaha ekstra untuk melakukan perubahan pada diri anak. Terbentuknya critical factor membuat apa pun yang dialami, didengar, dilihat, dan dirasakan oleh anak, disaring dulu alias tidak langsung diterima. Apapun yang diterima oleh indera anak, akan disaring dulu. Mana yang dianggap sesuai dengan dirinya, itulah yang anak diterima, dimasukkan ke pikiran bawah sadarnya, dan diterapkannya di kemudian hari. Sementara, apapun yang diterima oleh indera anak, namun tidak sesuai dengan nilai-nilai yang dipegangnya, otomatis akan ditolak.

Bapak dan Ibu yang terkasih, sebelumnya, izinkan saya berbicara kepada Anda dari hati hati sebagai sesama orang tua. Untuk membantu anak berubah, hal yang paling utama dan harus kita lakukan adalah mengubah diri sendiri dulu. Apapun yang terjadi pada diri anak, pada dasarnya adalah hasil dari pendidikan yang kita berikan di rumah. Kalau kita mau anak kita bersikap baik, tentu kita harus berperilaku yang baik. Begitu pun jika kita ingin anak kita rajin membaca, kita pun harus membaca sesering mungkin di rumah.

Untuk melakukan perubahan pada anak dengan metode hipnoterapi, saya selalu melakukannya dengan proses komunikasi langsung dengan anak. Untuk kasus anak, rata-rata memerlukan waktu sekitar satu jam, di luar waktu konsultasi bersama orang tua yang dilakukan lebih dulu.

Biasanya, saya mengawalinya dengan meningkatkan harga diri anak. Pada dasarnya Allah menciptakan manusia baik adanya dan seturut gambar-Nya. Maka dari itu, ketika anak memiliki harga diri yang rendah, ini akibat dari masalah perilaku. Anak yang kelihatan bermasalah, seringkali dimarahi atau diomeli orang tua, guru, dan temantemannya. Jika hal ini dialami anak berulang kali, akan masuk ke dalam pikiran bawah sadarnya dan berubah menjadi program pikiran yang mengendalikan perilakunya.

Bisa dikatakan, ini seperti lingkaran setan yang saling memperkuat diri. Di rumah ada pengalaman tumbuh kembang yang tidak kondusif, menyebabkan perilaku yang kurang baik. Mengalami hal tersebut, anak memilih mencari penerimaan, cinta, atau pengakuan dengan cara-cara yang kurang bisa diterima lingkungan. Lingkungan yang merasa kesal pun memberinya label sebagai anak bermasalah. Semakin banyak orang yang mengatakan bahwa anak ini bermasalah, anak pun semakin yakin bahwa dirinya bermasalah

Harga diri adalah fondasi perubahan diri. Jika proses terapi dilakukan tanpa meningkatkan harga dirinya, perubahan pun tidak dapat optimal. Semakin tinggi nilai atau rasa hormat yang kita berikan pada citra diri anak, anak pun merasa semakin berharga, baik di matanya sendiri maupun di mata orang lain.

Konsep diri terdiri dari banyak subkonsep diri. Tidak heran jika ada subkonsep diri di berbagai bidang, seperti olahraga, bahasa, penampilan, relasi, finansial, dan sebagainya.

Saat kita ingin anak rajin membaca Alkitab, sebagai orang tua, kita harus memiliki konsep diri yang tepat tentang Alkitab itu sendiri. Secara pribadi, kita harus meyakini, bahwa Alkitab adalah satu-satunya sumber kebenaran atas keselamatan hidup kita di dunia. Allah berbicara kepada manusia, selain melalui doa dan khotbah yang kita terima dari penginjilan, juga melalui Alkitab. Tidak hanya dibaca, tetapi juga dilakukan dalam kehidupan sehari-hari. Baik itu di sekolah, pekerjaan, maupun hidup bermasyarakat.

Sesudah kita mantap memegang teguh Alkitab sebagai konsep diri, perlahan kita mengenalkannya kepada anak dengan rajin membaca pada saat teduh maupun membacakan cerita khusus anak. Bila kita tidak memberikan nilai pada konsep Alkitab, harga diri mereka terhadap Alkitab pun rendah. Tentunya, dibutuhkan konsistensi untuk melakukannya setiap hari.

Setelah kita melakukan repetisi atau pengulangan aktivitas membaca Alkitab kepada anak, ini akan membantu proses masuknya kebiasaan positif ini ke pikiran bawah sadar. Hasilnya pun berbeda-beda pada setiap anak. Yang terjadi adalah salah satu dari tiga pola di bawah ini:

Satu, perubahan drastis atau seketika. Dua, perubahan sedikit demi sedikit setiap harinya. Tiga, stagnan selama beberapa saat dan tiba-tiba terjadi perubahan mengikuti salah satu dari dua pola perubahan di atas.

Kuncinya adalah sabar dan bertekunlah. Perubahan di level pikiran bawah sadar ibarat memelihara tanaman, sehingga harus terus disiram dan dipupuk setiap hari. Sampai pada waktunya nanti, tumbuh bunga yang indah dan muncul ke permukaan berupa perubahan perilaku yang nyata pada diri anak.

Penulis adalah praktisi sekaligus pengajar hipnoterapi di @serenityhipnoterapi.id sejak 2018, sekaligus pengajar BNSP dalam bidang public speaking

Editor: Phil Artha

This article is from: