14 minute read

Artikel Teologi APAKAH IMAN KEPADA KRISTUS ADALAH

SATU-SATUNYA CARA UNTUK KITA DISELAMATKAN?

Tantangan budaya. Orang-orang pada masa kini senang menjadi inklusif. Kita ingin setiap orang benar. Bahkan, kita berpikir bahwa satu-satunya cara untuk menjadi salah adalah dengan berpikir bahwa siapa pun bisa saja salah, tentang apa saja. Jadi, ketika berkenaan dengan masalah agama, kita berkata, “Semua jalan menuju kepada Allah. Tidak ada istilahnya hanya satu jalan yang benar. Hal yang benar untuk diyakini adalah apa pun yang berhasil bagi Anda.” Tetapi apakah ini yang dinyatakan oleh Alkitab?

Advertisement

Jawaban singkat. Dalam Kisah Para Rasul 4:12, Petrus berkata: “Dan keselamatan tidak ada di dalam siapapun juga selain di dalam Dia, sebab di bawah kolong langit ini tidak ada nama lain yang diberikan kepada manusia yang olehnya kita dapat diselamatkan.”

Jawaban yang sedikit lebih panjang. Iman kepada Kristus adalah satu-satunya cara untuk kita diselamatkan karena hanya di dalam iman kepada Kristus, kita dapat dibenarkan dalam pandangan Allah (Gal. 2:16). Hanya dalam iman kepada Kristus kita dapat diperdamaikan dengan Allah (Rm. 5:911). Hanya dalam iman kepada Kristus kita dapat memperoleh hidup yang kekal (Yoh. 3:16). Hanya Yesuslah satu-satunya pengantara antara Allah dan manusia (1Tim. 2:5).

Benar-Benar Inklusif. Sementara banyak orang pada masa kini menganggap bahwa pesan ini teramat eksklusif, kita sebaiknya mengarahkan mereka kepada inklusivitas Injil yang justru demikian radikal. Injil memandang semua manusia sebagai orang berdosa dan menawarkan pengampunan serta kehidupan kekal bagi semua orang yang berbalik dari dosa-dosanya dan percaya kepada Kristus. Tidak peduli betapa baik atau betapa jahatnya Anda sebelumnya. Tidak peduli Anda berasal dari mana dan apa latar belakang agama Anda. Jika Anda bertobat dari dosa-dosa Anda dan percaya kepada Kristus, maka Anda akan diselamatkan.

9Marks: Evangelism & Gospel

Artikel ini merupakan hasil kerjasama antara

LLB dengan 9Marks International

Artikel Teologi

DARI GEREJA-GEREJA LOKAL?

Dalam rangka menggenapi amanat Yesus untuk menjadikan semua bangsa murid-Nya (Mat. 28:19), maka gereja-gereja harus:

Mengkhotbahkan Injil dengan tidak henti-henti. Jika sebuah gereja ingin menginjili dunia, gereja harus memulai dengan menginjili orang-orang di sekitarnya. Langkah pertama: Mengkhotbahkan Injil dengan jelas dalam setiap pelayanan publik yang dilakukan gereja.

Ajarkan setiap orang untuk menaati semua hal yang diperintahkan Yesus. Amanat Agung adalah sebuah perintah untuk menjadikan orang-orang sebagai murid Yesus, orang-orang yang mengikuti, mengimitasi, dan menaati Dia. Murid-murid yang bertumbuh menjadi saksi-saksi yang lebih baik.

Perlengkapi setiap jemaat untuk menginjili secara pribadi. Gembala gereja tidak dapat menjadi satu-satunya penginjil. Sebuah gereja seharusnya melatih dan mendorong seluruh jemaat untuk terlibat dalam penginjilan. Adakan kelaskelas Sekolah Minggu yang mengajarkan tentang penginjilan. Soroti materi-materi tentang penginjilan (misalnya: Christianity Explored) untuk digunakan dalam penginjilan pribadi. Berdoalah secara teratur dalam gereja untuk upaya-upaya penginjilan.

Carilah peluang-peluang untuk bermitra dengan para misionaris dari negara-negara lain Gereja-gereja tidak sepatutnya hanya menginjili orang-orang di sekitarnya tetapi juga tempat-tempat di mana nama Kristus belum dikenal (Rm. 15:20). Oleh karena itu, bangunlah kemitraan dengan saudarasaudari yang memiliki kerinduan yang sama, yang sudah melakukan penginjilan di negara-negara lain.

Doakan supaya Allah membangkitkan jemaat yang akan membawa berita Injil kepada bangsabangsa lain. Kondisi setiap gereja memang berbeda-beda, tetapi setiap gereja harus berdoa kepada Allah untuk membangkitkan anggotaanggota jemaat dari gereja tersebut yang mengejar misi ke negara-negara lain.

*)9Marks: Evangelism & Gospel

*)Artikel ini merupakan hasil kerjasama antara LLB dengan 9Marks International

Artikel Teologi

Tidak Ada Seorang Pun Yang Dapat

Mengapa Yesus Harus Meninggalkan Bumi ?

Menjelang kematian-Nya, Yesus semakin fokus untuk menstabilkan sukacita murid-murid-Nya dalam menghadapi krisis yang akan segera terjadi. Dia mengambil waktu untuk mengatasi dua ancaman utama terhadap sukacita mereka dalam Yohanes 16:4-24. Pertama, Dia akan meninggalkan mereka dan pergi kepada Bapa. Kedua, Dia akan segera mati. Kedua hal tersebut tampaknya merusak sukacita abadi.

Dalam menjawab kebingungan mereka, Yesus berbicara dengan cara yang telah terbukti selama berabad-abad ampuh untuk menstabilkan sukacita kita yang goyah. Ini bukan kebetulan. Inilah yang ingin Dia lakukan: “Semuanya itu Kukatakan kepadamu, supaya sukacita-Ku ada di dalam kamu dan sukacitamu menjadi penuh” (Yoh. 15:11).

Kesedihan Anda Hanya untuk Waktu yang Singkat

Pertama, Dia akan meninggalkan mereka. Ini bukan kabar baik di telinga para murid. “Tetapi sekarang Aku pergi kepada Dia yang telah mengutus Aku…Tetapi karena Aku mengatakan hal itu kepadamu, sebab itu hatimu berdukacita” (Yoh. 16:5-6). Kesedihan ini disebabkan oleh kasih dan ketidaktahuan. Pertama, kasih, karena sukacita mereka ada di dalam Diri-Nya. Kedua, ketidaktahuan, karena mereka tidak tahu bahwa ketidakhadiranNya secara fisik adalah demi kebaikan mereka.

Bagian 1

Jadi, Yesus berusaha untuk memantapkan sukacita mereka dalam ketidakhadiran-Nya bukan dengan mengurangi kasih, tetapi dengan menghilangkan ketidaktahuan. Dia berkata, “Namun benar yang Kukatakan ini kepadamu: Adalah lebih berguna bagi kamu, jika Aku pergi. Sebab jikalau Aku tidak pergi, Penghibur itu tidak akan datang kepadamu, tetapi jikalau Aku pergi, Aku akan mengutus Dia kepadamu” (Yoh. 16:7). Di antara banyak alasan mengapa hal ini demi kebaikan mereka, yang utama adalah bahwa Roh Kudus akan menjadikan kemuliaan Yesus lebih nyata. Ya, lebih nyata daripada jika Dia ada di sana dalam daging: “Tetapi apabila Ia datang, yaitu Roh Kebenaran, Ia akan memimpin kamu ke dalam seluruh kebenaran; … Ia akan memuliakan Aku, sebab Ia akan memberitakan kepadamu apa yang diterimanya dari pada-Ku. Segala sesuatu yang Bapa punya, adalah Aku punya; sebab itu Aku berkata: Ia akan memberitakan kepadamu apa yang diterimanya dari pada-Ku” (Yoh. 16:13-15).

Ini menakjubkan. Apakah kita melihat apa artinya perkataan ini bagi para murid dan bagi kita? Berapa banyak orang Kristen hari ini berkata, “Seandainya

“Ya, akan ada kesengsaraan. Tetapi dunia yang membuat kita sangat bersedih, bukanlah penentu hidup kita.” saja saya bisa berada di sana dan melihat Dia muka dengan muka!” Atau, “Seandainya saja saya bisa melihat Yesus sebagaimana Dia sebenarnya dalam sejarah--secara nyata!”

Kerinduan seperti itu mengungkapkan ketidaktahuan yang mendalam akan kelebihan yang kita miliki, karena Yesus telah mati, bangkit kembali, dan tidak berada di bumi dalam bentuk tubuh, tetapi hadir melalui Roh-Nya. Penolong, Roh kebenaran, yang diutus Bapa adalah Roh Kristus yang bangkit. “Aku tidak akan meninggalkan kamu sebagai yatim piatu. Aku datang kembali kepadamu” (Yoh. 14:18). Ketika Roh Kudus datang, Yesus datang. Dan kehadiran ini, seperti yang dikatakan-Nya, lebih baik daripada ketika Dia ada di dalam dunia.

Memiliki Roh Kristus yang bekerja di dalam kita, memuliakan Kristus yang telah bangkit dan menjadikan nyata semua yang dimiliki Bapa bagi kita di dalam Dia dan dalam kemenangan-Nya atas maut — adalah mukjizat yang jauh melebihi apa yang diketahui para murid dalam masa hidup mereka. Tidak ada kemuliaan yang lebih besar daripada kemuliaan Allah di hadapan Kristus yang bangkit (2Kor. 4:6). Semakin kita dipenuhi oleh Roh Kudus, semakin jelas kita melihat dan menikmati kemuliaan ini.

Itulah cara pertama yang Yesus upayakan untuk menstabilkan sukacita mereka pada saat-saat terakhir sebelum kematian-Nya. Meskipun akan ada masa di mana mereka berpisah untuk waktu yang lama, Dia akan tetap bersama mereka dengan cara yang lebih baik dibanding jika masa hidup-Nya di bumi diperpanjang tanpa batas waktu.

Kesedihan Nyata untuk Waktu yang Singkat

Cara kedua Yesus menstabilkan sukacita mereka juga luar biasa. Murid-murid-Nya tidak salah dengar ketika Dia berkata, “Aku pergi kepada Bapa dan kamu tidak melihat Aku lagi” (Yoh. 16:10). Mereka tahu kepergian-Nya untuk waktu yang lama, mungkin seumur hidup mereka.

Tetapi tiba-tiba Yesus mengucapkan kata-kata yang tidak terduga ini: “Tinggal sesaat saja dan kamu tidak melihat Aku lagi dan tinggal sesaat saja pula dan kamu akan melihat Aku” (Yoh. 16:16). Sekarang mereka bingung. Dia baru saja berkata, “Aku pergi kepada Bapa.” Dia mengatakan bahwa sebagai gantinya Dia akan mengirimkan Roh kebenaran. Apa yang dikatakan-Nya bertolak belakang. Jadi mereka mulai bertanya, “Apakah artinya Ia berkata: Tinggal sesaat saja? Kita tidak tahu apa maksud-Nya” (Yoh. 16:18).

Setiap kali Yesus mencoba menjelaskan kepada para murid bahwa jalan-Nya menuju Bapa adalah melalui penyaliban yang mengerikan, mereka menentang atau bingung. “Mereka tidak mengerti perkataan itu, namun segan menanyakannya kepada-Nya” (Mrk. 9:32). Tetapi inilah yang akan dibahas-Nya sekarang. Mereka belum memahami seberapa besar ancaman terhadap kegembiraan mereka dalam tiga hari ke depan. Jika kegembiraan mereka ingin stabil dan langgeng, Dia harus mempersiapkan mereka untuk ini.

Dia melakukannya dengan memperingatkan mereka bahwa kesedihan akan datang. Dia tidak mencoba menstabilkan sukacita mereka dengan memberi tahu bahwa hidup mereka akan tanpa kesedihan. Sebaliknya, kesedihan akan menjadi intens. Dan itu akan segera datang - “tinggal sesaat saja”. Jadi Dia berkata, “Tinggal sesaat saja dan kamu tidak melihat Aku lagi.” Inilah sumber kesedihan mereka. Apa yang tidak dikatakanNya secara langsung adalah: “Kamu tidak akan melihat-Ku karena Aku akan mati.” Tetapi itulah yang dimaksudkan-Nya. Dia menyebut kata-kata tidak langsung-Nya sebagai “kiasan” (Yoh. 16:25).

Cara Dia membuat realisme kesedihan menjadi stabilitas kegembiraan mereka, pertama-tama dengan mengatakan bahwa kesedihan mereka akan singkat (“...Tinggal sesaat saja dan kamu tidak melihat Aku lagi”), dan kemudian dengan membandingkan kesedihan mereka dengan tiga hal: (1) sukacita dunia, (2) sukacita masa depan mereka, dan (3) sukacita seorang ibu setelah melahirkan.

1. Kesedihan Nyata Dibandingkan dengan Sukacita Abadi

Aku berkata kepadamu: Sesungguhnya kamu akan menangis dan meratap, tetapi dunia akan bergembira (Yoh. 16:20).

Mengapa Yesus mengatakan ini pada jam-jam terakhir kesedihan mereka? Karena hal-hal sulit

“Memiliki Roh Kristus bekerja di dalam kita adalah keajaiban yang jauh lebih besar daripada apa yang diketahui oleh para murid sepanjang hidup mereka.” cenderung tidak akan mengguncang dunia Anda jika Anda tahu itu akan datang. Inilah cara Yesus mengatakan: Dunia akan menaburkan garam ke dalam luka kesedihanmu karena kematian-Ku. Dalam isak tangismu, engkau akan mendengar suara-suara mengejek, “Orang lain Ia selamatkan, biarlah sekarang Ia menyelamatkan diri-Nya sendiri, jika Ia adalah Mesias, orang yang dipilih Allah” (Luk. 23:35).

Para murid perlu mengetahui hal ini. Itu adalah bagian dari rancangan Allah untuk pembebasan mereka. Apa yang dilakukan Herodes terhadap Yesus dengan memakaikan jubah dan mengolok-ngolokNya adalah bagian dari rencana kekal Allah (Kis. 4:27-28). Kegembiraan dunia atas kematian Yesus tidak membuat Ia lengah. Dia tahu kesengsaraan kematian-Nya akan diperparah dengan ejekan tanpa ampun. “Dunia akan bersukacita.”

Para murid perlu mengetahui hal ini. Mengetahui hal itu tidak membuat kesedihan mereka berkurang. Namun, itu membuat mereka tidak larut dalam kesedihan. Sekarang mereka tahu bahwa bahkan ejekan para pembunuh adalah bagian dari rencana Allah. Sebab Yesus berkata kepada mereka: Meskipun pasti akan terjadi, kejadiannya akan singkat.

Bersambung… …

John Piper (@JohnPiper) adalah pendiri dan pengajar dari desiringGod.org dan rektor dari Bethlehem College & Seminary. Selama 33 tahun, ia melayani sebagai gembala di Bethlehem Baptist Church, Minneapolis, Minnesota. Ia adalah penulis lebih dari 50 buku, termasuk Desiring God: Meditations of a Christian Hedonist dan yang terbaru adalah Come, Lord Jesus.

*Artikel ini merupakan hasil kerjasama antara LLB dengan Desiring God Ministries

Editor: Trisanti Karolina Napitu

Kamu akan berdukacita, tetapi dukacitamu akan berubah menjadi sukacita. (Yoh. 16:20).

Ini adalah interpretasi Yesus atas perkataan yang mereka anggap sangat membingungkan: “Tinggal sesaat saja dan kamu tidak melihat Aku lagi dan tinggal sesaat saja pula dan kamu akan melihat Aku” (Yoh. 16:16). Dalam beberapa jam, Dia akan mati dan dikuburkan. Mereka tidak akan melihat-Nya lagi, dan mereka akan bersedih. Sangat sedih. Kemudian dalam tiga hari, mereka akan melihat-Nya. “Tinggal sesaat saja dan kamu tidak melihat Aku lagi.” Namun, “dukacitamu akan berubah menjadi sukacita” (Yoh. 16:20).

Di sisi lain kematian-Ku, katanya, adalah kebangkitan-Ku. Di sisi lain kesedihanmu adalah sukacitamu. Ketika kalian melihat kengerian besok pagi, jangan lupa bahwa Aku telah memberitahumu akan hal ini. Biarlah kasihmu pada-Ku menghancurkan hatimu dengan kesedihan. Tetapi jangan biarkan ketidaktahuanmu menghancurkan harapanmu.

Kegembiraan dunia akan tiba-tiba berubah. Apa yang membuat dunia bahagia dan engkau sedih tidak akan ada lagi. Aku akan hidup. Mereka akan gagal. Engkaulah, bukan mereka, yang akan bersukacita sekarang. Kesedihan harus terjadi, sama seperti kematian-Ku harus terjadi. Tetapi engkau tidak akan lagi berada dalam kesedihan sama seperti Aku tidak akan tetap di dalam kubur.

Alternatif Bacaan Generasi Muda

“Komik? Emang masih ada yang minat? “ berbeda.

Manfaat baca komik berikutnya adalah jalan cerita di komik dapat membuat saraf otak bekerja lebih baik. Berns Gregory bersama tim yang meneliti hal ini tahun 2013 silam menjelaskan bahwa membaca sebuah cerita secara berkesinambungan dapat berimbas positif pada saraf-saraf otak. Membaca sebuah cerita yang sistematis dapat melatih otak bisa berpikir secara sistematis dan berurutan. Nah komik ini adalah buku yang berisi cerita yang tersusun rapi dengan sebuah storyboard terstruktur disertai dukungan visual. Cocok dengan hasil penelitian itu.

Manfaat selanjutnya, banyak hal yang didapat dari cerita-cerita yang dihadirkan komik. Atau pelajaran yang ada di komik tersebut. Misalkan komik Tintin karangan Herge, bercerita soal keberanian. Soal kepedulian yang disajikan dengan gambar dan warna serta kisah yang menarik.

Kalimat itulah yang muncul ketika diskusi bahwa Lembaga Literatur Baptis (LLB) akan mengeluarkan terbitan buku cerita berisi komik bernuansa Alkitab. Myerson yang ditugasi membuat karakter sudah berkutat menghasilkan tokoh-tokoh yang disesuaikan dengan cerita Alkitab.

Ide ceritanya berfokus pada tokoh bernama Ksatria Cahaya. Seorang anak muda yang terpilih dan menggunakan kekuatan cahaya demi mengalahkan Appolion Draconta. Tokoh Appolion ini ingin merusak Anthropina (manusia) agar terpisah dari Kaisar Cahaya Abbarion (Allah Bapa). Tujuannya sederhana dari terbitan komik ini, untuk pengabaran injil pada Generasi Z sebagai targetnya.

“Kami berharap dengan terbitnya komik ini, banyak generasi muda dapat menikmati dan hasilnya mereka mendapat pesan yang sangat baik tentang penyertaan dan perlindungan Tuhan dalam hidup mereka,” kata Myerson pada redaksi SB.

Apa saja manfaat baca komik? Berikut ini beberapa penjelasannya.

Membaca komik menurut jurnal karya Dale Jacobs (2007) dari University of Windsor English, harus memproses beberapa elemen secara bersamaan yang dinamakan teknik multiple modalities. Elemen itu adalah gambar dan tulisan. Lalu ditambah elemen tata ruang serta layout. Jadi saat seseorang membaca komik maka ia mengolah ketiga elemen itu dengan cepat untuk dapat menginterpretasi dan menafsirkan sesuatu.

Jadi jika dibanding dengan aktivitas lain, semisal main video game, nonton televisi atau lainnya, ternyata baca komik melibatkan pengolahan data yang jauh lebih kompleks. Otak saat membaca komik membutuhkan effort yang lebih banyak. Hal ini secara tak langsung melatih otak agar bisa memandang sebuah hal dengan cara berpikir yang

Komik Produksi LLB

Mengamati kenyataan bahwa komik masih sangat digandrungi oleh Gen Z dan beban untuk menjangkau mereka maka pada awal Agustus yang lalu LLB mulai menjajaki kemungkinan untuk menghasilkan sebuah komik rohani yang dapat dikonsumsi oleh generasi muda ini.

Adalah Danet Arya Patria, ayah empat orang anak, yang disela-sela kesibukannya sebagai dosen Fakultas Ekonomi Universitas Pelita Harapan menawarkan ide ini kepada Direktur LLB, Ronny Serworwora. Danet datang dengan sebuah konsep lengkap tentang Kesatria Cahaya, figur utama dalam komik ini yang berhadapan dengan Apollion, anggota Celestino yang memberontak terhadap Abbarion, penguasa semesta yang memerintah dengan adil dan bijaksana.

Gayung bersambut ketika Myerson, seorang komikus muda yang aktif di webtoon, menyatakan bersedia untuk menjadi character designer dari komik yang ditargetkan akan mampu mengkomunikasikan kebenaran Firman Tuhan kepada pecinta komik yang belum bergereja.

Satu per satu pegiat komik Kristen pun mulai bergabung. Di antaranya Hans Lazuardi yang bertugas menulis Story Board. Tim ini kemudian diperkuat oleh Aries Setya Nugraha, dosen Universitas Komputer Indonesia Bandung (UNIKOM) yang juga seorang kartunis. Beberapa nama alumni Sekolah Tinggi Desain Indonesia (STDI), seperti Septianus Cahyadi dan Yusuf pun memperkuat kualitas desain dari proyek komik setebal 48 halaman yang ditargetkan akan diluncurkan tepat bersamaan dengan penyelenggaraan Indonesian Baptist Youth Conference di akhir bulan Juni mendatang.

Penulis: Phil Artha

Kesetaraan gender, emansipasi, kebebasan berdaulat atas diri sendiri, dan berbagai isu sejenis sehubungan wanita, belakangan ini sering dikumandangkan. Entah itu di media massa, gerakan mahasiswa, program organisasi, edukasi, pendidikan sekolah, hingga media sosial. Apalagi tanggal 8 Maret diperingati sebagai Hari Perempuan Internasional dan 21 April sebagai Hari Kartini.

Memang tidak dapat dipungkiri, pergerakan Raden Ajeng Kartini sebagai feminis pertama di Indonesia pada masa lalu membuat masyarakat kita semakin melek dengan isu dunia wanita. Kebaikan dari perubahan tersebut, dapat kita rasakan hingga pada saat ini, yaitu wanita berhak untuk mendapatkan pendidikan, mendapatkan pekerjaan, dan melakukan banyak hal layaknya kaum pria. Hal ini tentu sangat berbeda dibandingkan periodeperiode sebelumnya, pergerakan wanita hanya di belakang layar. Orang Jawa dulu menyebutnya dengan istilah 3M, yaitu masak, macak (berdandan dalam bahasa Jawa), dan manak (melahirkan dalam bahasa Jawa). Saya rasa, pandangan ini juga masih ada di sejumlah daerah di Tanah Air.

Namun makin ke sini, saya mengamati, isu gender semakin ramai dikumandangkan, bahkan oleh negara dan organisasi dunia, PBB. Sejumlah posisi di pemerintahan, organisasi, dan perusahaan perlahan mulai membuka peluang kaum wanita untuk mendudukinya. Bahkan untuk posisi-posisi krusial yang biasanya diduduki oleh kaum Adam.

Di satu sisi, hal ini baik adanya. Pertama, wanita diakui sebagai makhluk hidup – secara spesifik manusia – yang setara dengan pria. Kedua, wanita memiliki peluang yang sama untuk menunjukkan potensinya, baik dalam dunia pendidikan maupun pekerjaan, yang tidak kalah dengan kaum Adam.

Namun hati-hati, isu kesetaraan gender yang terlalu sering dibahas, terutama pada momenmomen khusus, bisa membuat wanita mulai besar kepala, jika disalahartikan. Hal ini juga didukung dengan adanya gerakan feminisme yang semakin kuat dan mengakar di kalangan perempuan, serta penggunaan istilah alpha female dan alpha woman yang semakin santer sampai ke tingkat anak muda dengan istilah alpha girl.

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), gerakan feminisme adalah gerakan perempuan yang menuntut persamaan hak sepenuhnya antara kaum perempuan dan laki-laki. Sedangkan alpha woman atau alpha female, mengutip Kompas.com, biasanya digunakan untuk menyebut perempuan yang mandiri, berjiwa pemimpin, percaya diri, penuh ambisi, dan dihormati orang-orang di sekitarnya.

Secara pribadi, saya menilai karakter yang ada pada alpha woman atau alpha female itu baik adanya. Jujur saja, siapa yang tidak suka dan bangga ketika menjadi sosok manusia yang mandiri, berjiwa pemimpin, percaya diri, penuh ambisi, dan dihormati orang-orang di sekitarnya? Siapa yang tidak ingin ketika memiliki kesempatan untuk menempuh pendidikan tinggi, mendapatkan pekerjaan dan posisi yang diinginkan, serta mempunyai pendapatan yang bagus?

Jika kita sebagai wanita pernah mendapatkan kesempatan untuk bertumbuh di keluarga yang berkecukupan, belajar di sekolah yang bagus, bekerja di perusahaan yang berkelas, dan berinvestasi dengan pendapatan yang kita peroleh, bersyukurlah kepada Tuhan Sang Pencipta. Pasalnya, tidak semua wanita memiliki kesempatan yang sama dengan kita. Namun ingat, jangan sampai hal tersebut membuat kita menjadi sombong, apalagi terhadap pria. Terlebih lagi pasangan kita. Salah seorang mentor pernah berkata kepada saya, bahwa segala sesuatu yang berlebihan itu tidak baik. Secangkir kopi tanpa gula, tentu pahit rasanya. Pun ketika secangkir kopi kebanyakan gula, menjadi enek saat diminum. Begitu juga dengan kesetaraan dan kekuatan yang diinginkan perempuan di dalam hatinya.

Tentu kita pernah mendengar pepatah, bahwa di balik suami yang sukses, ada perempuan hebat di belakangnya. Sebelum meraih kesuksesan, tentu ada curah tangis dan tetesan darah yang mengiringi setiap prosesnya. Di sinilah peran wanita diperlukan, yaitu menolong dan menguatkan. Sebagai orang yang menguatkan, tentu saja seseorang harus lebih kuat daripada orang yang dikuatkan. Namun ketika sedikit saja ada kesombongan dalam hati wanita, hati-hati, di sinilah awal dari kejatuhan. Entah itu dari segi asmara, karier, pendidikan, bahkan semuanya. Tentu kita sudah sering mendengarkan cerita maupun pengalaman orang lain, bahwa kejatuhan itu dimulai dari kesombongan.

Kitab-kitab Suci pun membahas perihal hubungan antara pria dan wanita, yang secara khusus terikat dalam pernikahan sebagai suami dan istri. Saya mengutip Kitab Efesus 5:22-24 yang berbunyi demikian, “Hai isteri, tunduklah kepada suamimu seperti kepada Tuhan, karena suami adalah kepala isteri sama seperti Kristus adalah kepala jemaat. Dialah yang menyelamatkan tubuh. Karena itu sebagaimana jemaat tunduk kepada Kristus, demikian jugalah istri kepada suami dalam segala sesuatu.”

Membaca kutipan ayat tersebut adalah hal yang mudah. Siapapun dapat melakukan. Namun tak dapat dipungkiri, untuk mempraktikkannya, menjadi tantangan tersendiri. Bagi alpha woman atau alpha female, tentu ini menjadi pergolakan tersendiri di dalam batinnya, apalagi jika pasangannya memiliki karakter yang kurang baik dan bertolak belakang dengan dirinya. Mau taat yang bagaimana, wong dia saja blablabla, mungkin begitu protesnya. Namun, ini perintah Tuhan lho! Bagaimana pun karakter, sifat, dan sikap suami, harus diterima dan dihormati sebagai seorang pemimpin rumah tangga.

Di sini, Tuhan pun adil. Tidak hanya wanita yang diminta untuk taat kepada pasangannya, pria juga memiliki tanggung jawab yang besar kepada istrinya. Kitab Efesus 5:25 menuliskan, “Hai suami, kasihilah isterimu sebagaimana Kristus telah mengasihi jemaat dan telah menyerahkan diri-Nya baginya.” Lalu pada ayat 28 dikatakan, “Demikian juga suami harus mengasihi isterinya sama seperti tubuhnya sendiri: Siapa yang mengasihi isterinya mengasihi dirinya sendiri.”

Dari sudut pandang pria, mengasihi istri sebagai wanita yang semula hanya orang asing yang diperlakukan biasa saja menjadi harus dikasihi seperti diri sendiri, itu pun tidak mudah. Apalagi ketika ada karakter dan kondisi istri yang tidak sesuai keinginannya. Misal, tidak bisa memasak, jorok, suka menaruh handuk sembarangan, suka memencet kemasan pasta gigi dari bagian tengah, warna kulit gelap, gemuk, dan sebagainya. Bagaimana bisa mengasihi wanita yang kurang sesuai dengan keinginan, mungkin begitu protesnya. Namun kembali lagi, ini perintah Tuhan lho!

Di era yang terbuka dengan wanita-wanita hebat seperti saat ini, tentu menjadi kesempatan yang luar biasa bagi kita sebagai kaum Hawa. Kita bisa menunjukkan talenta dan eksistensi dalam berbagai bidang. Namun, ingat, semua ini kita lakukan sebatas di dunia pendidikan, pekerjaan, usaha, organisasi, dan luar rumah. Saat pulang ke rumah, ingat kembali posisi kita sebagai wanita. Firman Tuhan mengajarkan kita menjadi seorang istri yang lemah lembut, penyayang, dan penolong bagi suami dan anak-anaknya, sebagai ketundukan kita kepada Allah. Niscaya, apapun yang kita lakukan menjadi berkat dan sukacita bagi orang-orang yang kita kasihi.

Penulis adalah Penulis adalah praktisi sekaligus pengajar hipnoterapi di @serenityhipnoterapi.id sejak 2018, sekaligus pengajar BNSP dalam bidang public speaking

Editor: Phil Artha

This article is from: