5 minute read

Pembentukan Spiritualitas dan Perawatan Jiwa Usulan bagi Persoalan Kemandekan Pertumbuhan Rohani

Berikut ini lanjutan tulisan bagian ke 2 Apakah yang perlu dilakukan agar jiwa sehat dan dari dalam diri kita mengalir aliran-aliran kehidupan (Amsal 4:23) ?

1. Jiwa Haruslah Melekat dan Berpusat pada Allah

Tuhan Allah membentuk manusia dari debu tanah dan menghembuskan nafas hidup ke dalam hidungnya, demikianlah manusia itu menjadi jiwa yang hidup. Jiwa diciptakan oleh Allah, dan memerlukan Allah. Tanpa Allah, jiwa terhilang dan mati. Tuhan Yesus berkata, “Barangsiapa haus, baiklah ia datang kepada-Ku dan minum! Barangsiapa percaya kepada-Ku…dari dalam hatinya akan mengalir aliran-aliran air hidup.” Yang dimaksud-Nya ialah Roh yang akan diterima oleh mereka yang percaya kepada-Nya. (Yohanes 7:37-39a). Mereka yang percaya kepada Kristus, jiwanya bersatu kembali dengan Allah dan dihidupkan.

Namun demikian, merujuk kepada perumpamaan penabur dalam Markus 4:1-20, ada banyak tantangan bagi jiwa untuk menerima Firman dan bertumbuh. Adalah Iblis yang mengambil Firman (Mrk.4:15), ketidakberakaran (Mrk.4:1617), kekhawatiran hidup, tipu daya kekayaan dan keinginan akan berbagai hal (Mrk. 4:18-19) menghambat jiwa memperoleh kehidupan sehingga mati.

Di sisi lain, penyembahan berhala adalah dosa paling serius dalam Perjanjian Lama, sampai seorang sarjana berkesimpulan bahwa prinsip utama Perjanjian Lama adalah perlawanan terhadap penyembahan berhala. Penyembahan berhala, menurut Timothy Keller adalah dosa di bawah dosa. Ia berkata setiap kali saya berbuat dosa, saya membiarkan keinginan tertentu menyaingi dan memilik prioritas yang lebih tinggi dari Allah dan kehendak Allah bagi hidup saya (Ortberg, 2015, h.82-83). Ketika jiwa melekat pada berhala, maka jiwa menjadi mati dan terhilang. Seperti halnya dikatakan Yesus dalam perumpamaan tentang orang kaya yang bodoh,”Hai engkau orang bodoh, pada malam ini juga jiwamu akan diambil dari padamu.” (Lukas 12:20).

Demikianlah jiwa harus hidup dalam relasi dengan Allah dalam Kristus, melekat dan berpusat pada Allah, beristirahat dalam penerimaan sejati oleh salib Kristus, dan bersyukur dalam perasaan cukup oleh anugerah Allah.

2. Perawatan Jiwa yang Terjadi dalam Relasi

Adam dan Hawa diciptakan dalam relasi dengan Allah dan satu sama lain. Tuhan Allah berfirman, “Tidak baik, kalau manusia itu seorang diri saja” (Kejadian 2:18a). Kemudian Adam dan Hawa tidak menaati Allah. Untuk pertama kalinya mereka terasing dari Allah. Mereka terpisah. Mereka tidak lagi memiliki hubungan mendasar yang mereka butuhkan. Hal ini memasukkan mereka ke dalam keadaan terisolasi— dari Allah dan satu sama lain. Mereka menjadi orangorang yang menderita (Cloud, 2002, h.61).

Firman Tuhan berkata, “Karena itu hendaklah kamu saling mengaku dosamu dan saling mendoakan, supaya kamu sembuh” (Yakobus 5:16a). Bagian ini memuat kebenaran penting, bahwa sakit terdefinisi secara menyeluruh baik fisik maupun rohani, dan penyelesaiannya bersifat menyeluruh menyangkut hubungan dengan Allah, komunitas orang percaya, dan pertobatan diri. Dengan demikian pemulihan dan perawatan jiwa terjadi di dalam Allah bersama dengan komunitas.

Sayang bagi banyak orang saat ini, gereja tidak lagi dipandang sebagai komunitas relasi-relasi, tetapi gereja dilihat sebagai institusi, sebagai seleksi atas berbagai pelayanan yang ditawarkan sekelompok profesional rohani (Caliguire, 2019, h.17). Bagi perawatan jiwa dibutuhkan komunitas yang berpusat pada Allah, mempelajari Firman, dan membangun relasi mendalam. Dalam komunitas kita belajar mengikatkan diri, menetapkan batas-batas, dan mengasihi. Bagian-bagian ini sangat diperlukan bagi jiwa.

3. Tersedianya Ruang Pemeriksaan Jiwa

Dalam gereja yang sehat secara emosional, orang menyelidiki hati mereka dengan saksama dan objektif sambil bertanya, “Apa yang sedang terjadi yang sedang berusaha diubah oleh Yesus Kristus?” Mereka memahami bahwa hidup seseorang bagaikan gunung es, dengan bagian terbesar dari diri kita berada jauh di bawah permukaan. Mereka mengundang Allah untuk membuat mereka menyadari dan mengubahkan lapisan-lapisan di bawah permukaan yang menghalangi mereka untuk menjadi lebih serupa dengan Yesus Kristus (Scazzero, 2005, h.99).

Daud berkata dalam Mazmur 139:23-24, “Selidikilah aku, ya Allah, dan kenallah hatiku, ujilah aku dan kenallah pikiran-pikiranku; lihatlah, apakah jalanku serong, dan tuntunlah aku di kala yang kekal!” David Benner berkata, “Anda tidak pernah bisa menjadi lebih dari diri Anda yang sekarang sebelum Anda bersedia menerima kenyataan tentang siapa diri Anda. Hanya setelah itu Anda benar-benar bisa menjadi diri Anda yang memenuhi panggilan Anda” (Caliguire, 2019, h.88). Oleh karena itu milikilah ruang untuk menyelidiki konsep, motif, ketakutan, keinginan, rasa malu, dan bahkan luka hati kita di hadapan Allah.

4. Ritme Bekerja dan Sabat

Sabat dalam Alkitab adalah kurun waktu 24 jam yang mana kita berhenti bekerja, menikmati istirahat, menikmati kesenangan, dan memikirkan Allah. Sabat dalam tradisi Yahudi dimulai saat matahari terbenam di hari Jumat dan berakhir di saat matahari terbenam di hari Sabtu. Dalam hampir semua tradisi Kristen masa kini Sabat dilakukan hari Minggu. Yang terpenting dari semua ini adalah sebuah ritme kehidupan. Ritme bekerja dan kemudian berhenti untuk beristirahat, menikmati kesenangan, dan memikirkan Allah. Ritme ini berasal dari teladan Allah dalam kisah penciptaan (Kejadian 1).

Kembali menelisik keadaan jiwa, tantangan keletihan jiwa tanda-tandanya tidak sejelas keletihan fisik. Jika jiwa tidak mendapatkan istirahat yang semestinya, ia akan letih (Ortberg, 2015, h.137).

Penutup

Edmund Chan mengatakan bahwa kehidupan batin mendapatkan perhatian dalam literatur dan pengajaran Kristen hari ini. Sayangnya, penemuan kembali kehidupan batin ini tidak dibarengi dengan usaha untuk menggenggamnya. Ada suatu kesadaran mengenai pentingnya tetapi kurang penerapannya. Ada di dalam kesadaran kekristenan pada saat ini, tetapi belum di dalam kesadaran perlakuan kita. Memang hal ini semakin popular tetapi tidak ada kemajuan dalam upaya melakukannya. Hanya sekadar ucapan di bibir saja! Itulah sebabnya kemuridan kita begitu dangkal (Chan, 2014, h.63).

Kita perlu kemuridan radikal yang berfokus terutama pada pembentukan rohani, dan tidak hanya pada memodifikasi perilaku atau mengakuisisi satu set keterampilan atau pengetahuan. Kita memerlukan kemuridan yang memupuk kerohanian yang mendalam dan terbentuk dari dalam keluar (Chan, 2014, h.63). Perawatan jiwa adalah yang tersulit, namun benar-benar penting bagi pembentukan kerohanian yang otentik.

Penulis: Pdm. Candra Agung Pambudi

Editor: Fajar

This article is from: