8 minute read

PERSOALAN-PERSOALAN DARI ORANG YANG MENDENGAR FIRMAN NAMUN TIDAK MELAKUKANNYA

22Tetapi hendaklah kamu menjadi pelaku firman dan bukan hanya pendengar saja; sebab jika tidak demikian kamu menipu diri sendiri. 23Sebab jika seorang hanya mendengar firman saja dan tidak melakukannya, ia adalah seumpama seorang yang sedang mengamat-amati mukanya yang sebenarnya di depan cermin. 24Baru saja ia memandang dirinya, ia sudah pergi atau ia segera lupa bagaimana rupanya. 25Tetapi barangsiapa meneliti hukum yang sempurna, yaitu hukum yang memerdekakan orang, dan ia bertekun di dalamnya, jadi bukan hanya mendengar untuk melupakannya, tetapi sungguh-sungguh melakukannya, ia akan berbahagia oleh perbuatannya (Yakobus 1:22-25).

Kita semua tahu, kuasa dari Firman Allah. Kita mengimani berkat-berkat dari menaati Firman Allah. Namun, bacalah Yakobus 1:22-25. Daripada mendaftarkan berkat-berkat yang akan dialami oleh orang-orang yang mau mendengar dan menaati Firman Allah, Yakobus lebih memilih untuk menunjukkan kepada kita persoalan-persoalan dari orang-orang Kristen yang mendengar Firman namun tidak melakukannya.

Perhatikan bahwa jika dalam Yakobus 1:21, Firman Allah diumpamakan seperti ‘benih’ yang tertanam di dalam hati seseorang, dalam ayat 2225 di atas, Firman itu diumpamakan seperti ‘cermin’ yang memperlihatkan kepada seseorang rupanya yang sebenarnya.

Lalu, apa saja persoalan dari orang-orang Kristen yang mendengar Firman (‘bercermin’) namun tidak melakukannya?

Persoalan Pertama: Menipu Diri

Yakobus berkata, “Tetapi hendaklah kamu menjadi pelaku firman dan bukan hanya pendengar saja; sebab jika tidak demikian kamu menipu diri sendiri” (ayat 21). Persoalan pertama dari orang yang mendengar Firman namun tidak melakukannya ialah menipu diri.

Kenapa orang yang mendengar Firman tetapi tidak melakukannya disebut sedang menipu dirinya sendiri?

Sekali lagi, Yakobus berkata bahwa orang yang membaca Firman “adalah seumpama seorang yang sedang mengamat-amati mukanya yang sebenarnya (prosopon tes geneseos) di depan cermin” (ayat 23b). Nah. Apa yang akan dilakukan oleh seseorang ketika melihat ada yang tidak beres dengan dirinya, ketika bercermin? Tentu ia akan melakukan sesuatu untuk memperbaikinya, bukan?

Sekarang, bagaimana kalau orang itu bercermin, lalu melihat ada kotoran di wajahnya, namun menganggap kotoran itu tidak ada dengan tidak melakukan apa-apa untuk menyingkirkannya? Tentu saja ia sedang menipu dirinya sendiri!

Dengan membaca dan mendengarkan Firman, seseorang bukan saja akan mengetahui siapa dirinya. Ia juga akan tahu bagaimana seharusnya dirinya. Ia akan melihat apa yang salah di dalam dirinya dan tahu apa yang harus ia lakukan untuk membetulkannya. Namun, memang seperti itulah orang yang suka menyamakan mendengarkan dengan melakukan; menggantikan melakukan dengan membicarakan. Hati-hati: orang Kristen yang suka berbantah (berdebat secara tidak kudus) tentang berbagai macam pandangan, mungkin hanya sedang membohongi dirinya sendiri. Menurut Yesus, orang-orang seperti ini adalah seumpama orang yang bodoh yang berusaha mendirikan rumahnya di atas pasir (Mat. 7:26).

Bila orang Kristen berdosa karena Iblis menipu dia, ini merupakan sebuah masalah. Tetapi, kalau ada orang Kristen menipu dirinya sendiri, ini adalah masalah yang sangat serius, karena ciri-ciri penting dari orang yang dewasa rohaninya ialah jujur dengan dirinya sendiri, tidak berpura-pura, tahu diri, dan berani mengakui persoalan dan keperluannya (perhatikan bahwa ada jenis ‘menipu diri’ yang lain dalam 1:26-27, yaitu orang yang menganggap dirinya beribadah namun tidak bisa mengekang lidahnya, mengabaikan orang-orang miskin dan hidup duniawi).

Banyak orang yang, misalnya, menipu dirinya sendiri dengan beranggapan bahwa mereka sudah diselamatkan, padahal sebetulnya tidak. Pada hari terakhir, kepada orang-orang ini Yesus akan berkata, “Aku tidak pernah mengenal kamu! Enyahlah dari pada-Ku, kamu sekalian pembuat kejahatan!” (Mat. 7:23).

Persoalan Kedua: Puas Diri

Yakobus menulis, “Sebab jika seorang hanya mendengar firman saja dan tidak melakukannya, ia adalah seumpama seorang yang sedang mengamat-amati mukanya yang sebenarnya di depan cermin. Baru saja ia memandang dirinya, ia sudah pergi....” (ayat 23-24a). Perhatikanlah kalimat “baru saja ia memandang dirinya, ia sudah pergi.” Persoalan kedua dari seseorang yang mendengar Firman namun tidak melakukannya ialah ‘puas diri’. Tentu saja, ini adalah jenis rasa puas diri yang tidak benar, karena ada jenis ‘kepuasan yang benar’ yang Alkitab ajarkan.

Kata ‘baru saja’ menunjukkan bahwa ia hanya memandang dirinya di cermin sebentar saja, atau sekilas saja. Ia melihat ada sesuatu yang tidak beres dengan dirinya, namun tergesa-gesa pergi. Ini menggambarkan orang-orang Kristen yang sudah terbiasa, atau sudah merasa puas sekalipun sadar kalau kondisi spiritualnya sebenarnya menyedihkan.

Perhatikanlah bahwa kata ‘pergi’ tertulis dalam bentuk perfect yang menunjukkan keadaan terusmenerus tidak berada di depan cermin. Ini bukan saja menggambarkan orang-orang Kristen yang tidak mau memeriksa dirinya secara teliti. Ini juga menggambarkan ketidakmauan untuk mempelajari firman secara teliti (ayat 25). Ada hubungan yang tak terpisahkan antara kegiatan meneliti Alkitab dan kegiatan meneliti diri sendiri.

Salah satu sebab orang membaca Alkitab secara sepintas daripada menekuninya adalah karena mereka takut dengan apa yang akan mereka lihat – kejahatannya dan kejelekan-kejelakannya. Namun, inilah perbedaan antara sebuah foto biasa dan sinar X. Tujuan utama kita meneliti Firman adalah untuk dapat melihat diri kita sebagaimana adanya. Bagaimana Anda bisa memperbaiki diri Anda sebagaimana mestinya tanpa mau membaca Alkitab?

Yakobus berkata, “Tetapi barangsiapa meneliti hukum yang sempurna....ia akan berbahagia oleh perbuatannya” (ayat 25). Kata ‘meneliti’ (parakypsas) dalam kata-kata Yakobus di atas menggambarkan seseorang yang membungkukkan dirinya di atas sesuatu sebab ia hendak melihatnya dengan lebih jelas – seperti Maria yang ‘menjenguk’ untuk melihat ke dalam kubur (Yoh. 20:11).

Bagaimanapun, pembacaan Alkitab yang tergesa-gesa, ceroboh dan sepintas tidak akan pernah memenuhi kebutuhan kita yang terdalam. Diperlukan investasi waktu, perhatian dan pengabdian untuk memahami isi Alkitab. Kita perlu melakukan penelitian, penggalian dan membanding-bandingkan berbagai terjemahan. Sayangnya, banyak orang Kristen yang dengan semangat membaca Alkitab satu pasal per hari, tetapi hanya sebagai ritual keagamaan saja, dan gagal memperoleh manfaat secara pribadi. Hati kecil mereka akan terganggu kalau tidak membaca satu pasal per hari, padahal hati kecil itu juga mengganggu mereka karena mereka ‘membacanya secara ceroboh’.

Perhatikan bahwa Yakobus berbicara tentang meneliti hukum yang sempurna dan hukum yang memerdekakan orang. “Tetapi barangsiapa meneliti hukum yang sempurna, yaitu hukum yang memerdekakan orang….” (ayat 25). Sebutan “hukum yang sempurna” menunjuk pada Perjanjian Lama sebagaimana ditafsirkan oleh Yesus. Disebut sempurna, karena dari Tuhanlah asalnya: “Taurat Tuhan itu sempurna, menyegarkan jiwa” (Mzm. 19:8). Firman itu juga disebut sempurna karena Yesus telah menggenapinya dengan sempurna (Rm. 10:4).

Sebutan “hukum yang memerdekakan orang” menunjuk pada sifat memerdekakan dari Firman, sebagaimana dikatakan oleh Pemazmur, “Aku hendak hidup dalam kelegaan, sebab aku mencari titah-titahmu” (Mzm. 119:45). Wahyu umum mengkonfirmasi kebenaran ini. “Mematuhi Allah,” kata Seneca, “ialah kemerdekaan.” Philo berkata, “…semua orang yang hidup dengan hukum adalah orang merdeka.”

Sebenarnya, Injil adalah piagam kemerdekaan dari seluruh kehidupan Kristen. Yesus berkata, “Jikalau kamu tetap dalam firman-Ku,..dan kamu akan mengetahui kebenaran, dan kebenaran itu akan memerdekakan kamu” (Yoh. 8:31-32). Merdeka adalah kebalikan dari ‘hamba dosa’ (Yoh. 8:34).

Sekali lagi, hanya jika Firman itu diterima dengan ikhlas, diteliti dan ditaati dengan setia, maka Firman itu akan menjadi hukum yang sempurna yang memerdekakan orang. Ingatlah gereja di Berea yang dipuji sebagai “…lebih baik hatinya dari pada orang-orang Yahudi di Tesalonika, karena mereka menerima firman itu dengan segala kerelaan hati dan setiap hari mereka menyelidiki Kitab Suci untuk mengetahui, apakah semuanya itu benar demikian” (Kis. 17:11).

Persoalan Ketiga: Lupa Diri

Kini, perhatikan kata-kata Yakobus dalam ayat 24b, “…ia segera lupa bagaimana rupanya.” Persoalan ketiga dari orang-orang Kristen yang mendengar firman namun tidak melakukannya ialah ‘lupa diri’.

Apakah orang-orang yang lupa diri ini tidak mengenali mukanya yang sebenarnya ketika melihat cermin? Tidak. Mereka melihat dan mengenalinya, namun segera melupakannya!

Kita semua adalah orang-orang yang setelah membaca Firman seharusnya akan berkata-kata seperti Yesaya, “Celakalah aku! Aku binasa!” (Yes. 6:5). Atau seperti Simon yang berkata, “Tuhan, pergilah daripadaku, karena aku ini seorang berdosa” (Luk 5:8). Yesaya dan Simon sadar diri, tahu diri, kenal diri, pahami diri, bukannya lupa diri. Bahkan Ayub, orang yang paling benar pada zamannya, setelah mendengar Firman (Ayb. 42:3, 4) mengakui, “...aku mencabut perkataanku dan dengan menyesal aku duduk dalam debu dan abu” (Ayb. 42:6). Sayangnya, ada orang-orang Kristen yang dengan sengaja segera melupakan keadaan dirinya yang sebenarnya, sebagaimana ditunjukkan oleh Firman yang ia dengar atau baca. Dalam ungkapan Alkitab Phillips, “Dia melihat dirinya sendiri, itu memang benar, tetapi dia kemudian terus melakukan apa pun yang sedang dilakukannya tanpa mengingat sama sekali orang macam apakah yang dilihat olehnya di cermin itu.”

Orang yang melihat mukanya yang sebenarnya melalui cermin, yaitu Firman, namun dengan mudah melupakannya, adalah gambaran yang tepat dari orang-orang yang tidak akan mau mengubah cara hidup mereka bahkan ketika dihadapkan dengan keadaan asli mereka. Sebaliknya, Yakobus, dalam ayat 25 memberi tahu kita sebuah janji apabila kita tidak melupakan Firman yang kita baca: “Tetapi barangsiapa…bukan hanya mendengar untuk melupakannya, tetapi sungguhsungguh melakukannya, ia akan berbahagia oleh perbuatannya.”

Tidak ada kesalehan yang sejati tanpa Alkitab. Menurut D. L. Moody, kita hanya punya dua pilihan: “Alkitab menjauhkan kita dari dosa, atau dosa menjauhkan kita dari Alkitab.” Namun kita mengenali orang saleh dari cara hidupnya. Sayangnya, banyak orang Kristen yang suka menandai (dengan pena) Alkitab mereka, tetapi Alkitab sendiri mereka tidak pernah menandai hidup mereka!

Mendengar atau membaca saja tidak cukup, bahkan sama sekali tidak berguna bagi orang yang menyangka bahwa pengetahuan tentang Kitab Suci akan membuatnya saleh. Kekristenan adalah ‘agama’ tindakan.

Alkitab mereka sendiri tidak pernah menandai hidup mereka!

Mendengar atau membaca saja tidak cukup, bahkan sama sekali tidak berguna bagi orang yang menyangka bahwa pengetahuan tentang Kitab Suci akan membuatnya saleh. Kekristenan adalah ‘agama’ tindakan.

Penulis: Iswari Rintis

Editor: Fajar

This article is from: