Majalah DIMENSI Edisi 62

Page 1

R E A L I T A S

D U N I A

M A Y A


Biarkan Perbedaan Warna Menjadi Potensi Besar

Berkembangnya Pola Pikir


LEMBAGA PERS MAHASISWA

DIMENSI Pelindung Ir. Supriyadi, M.T. Penasehat Adhy Purnomo, S.T., M.T. Pembina Junaidi, S.T., M.T.

Cover

Pemimpin Umum Alfandy Ilham Syahputra Sekretaris Umum Puji Nofita Sari, Saputri Rizki Ramadhanti Bendahara Umum Lisa Chilly Sugesti Pemimpin Redaksi Joti Dina Kartikasari Redaktur Majalah Hanifah Nurulinayah, Febi Nur Chusnaeni Redaktur Buletin Nisrina Nibras Lailatul Fitri Redaktur Siber Umi Farida Redaktur Artistik Ilham Fatkhu A., Yekti Zulia P. Redaktur Foto Ahmad Arizal S., Firda Yustika R. Reporter Ambar Ningrum, Amelia Ade O., Amanda Oktaviani, Berliana Khofifah R., Desy Ramadhani, Sheila Maharani I., Mursalina Utami, Wahyu Nurul Aini Artistik Dini Karunia Asri, M. Syauqi Mubarak, Rinda Wahyuni, Riris Metta Karuna, Silfi Sabrina, Sri Haryuti Fotografer Abdur Rohman H., Azka Adinda L., Dhea Cantika S., Zidni Nurul W. F. Pemimpin Litbang Aji Syamsul Arifin Kepala Divisi PSDM Sandra Gusti Arnindhita Kepala Divisi Riset Asyifa Aprylyanti Kepala Divisi Humas Ahmad Tsani Abdul Aziz Staf PSDM Indah Listyaningsih, Meutia Anindya R., Mutiara Laila Shal S. Staf Riset Hani Cahya K., Indira, Maulida Katrina H., Risva Izzatul U. Staf Humas Alvian Dwi Ria R., Sofie Ulya, Tindy Thirtyana J. Pemimpin Perusahaan Ainul Maghfuroh Bendahara Perusahaan Nabila Listya Dhivana Kepala Divisi Periklanan dan Non Produk Sania Vina R. Kepala Divisi Logistik Riska Maulani Staf Periklanan dan Non Produk Linda Sephirda L., Revida Arthalia S. Staf Logistik Anis Putma C., Meliana Hardani M., Nafi Abbabil A.,

ilustrasi : Dini Karunia Asri

Salurkan Idemu ! Redaksi menerima tulisan, karikatur, ilustrasi, atau foto. Hasil karya merupakan karya asli, ­bukan terjemahan/saduran atau hasil kopi. ­ ­ Redaksi ­berhak memilih karya yang masuk dan me­nyunting tulisan yang akan dimuat tanpa mengubah ­esensi. Karya dapat langsung dikirim melalui e-mail redaksidimensi23@gmail.com atau dikirim langsung ke alamat kantor redaksi di: Gedung Pusat Kegiatan Mahasiswa Baru Lantai 2 No. 4-5, Kampus Politeknik Negeri Semarang Jalan Prof. Soedharto Tembalang, PO Box 6199 Semarang 50061 Selamat berkarya!


Dari

Dapur

Manusia adalah ia yang hidup dan berkembang bersama kebudayaan yang dibawanya. Pemahaman yang diwariskan dan melekat pada kehidupan sehari-hari. Satu dari banyak hal yang begitu erat dipegang manusia ialah tentang pemahamannya terhadap kedudukan se­orang perempuan. Menilik jauh ke belakang, di mana masa kehadiran perempuan sempat dianggap sebagai aib. Lalu ada masa di mana penerimaan perempuan telah diakui, akan tetapi hak-haknya masih sangat dibatasi. Waktu terus bergulir, begitu juga dengan kesadaran manusia tentang pemenuhan hak ­perempuan. Di seluruh penjuru dunia kini lantang disuarakan tentang bagai­ mana perempuan seharusnya diperlakukan. Menyejajarkan banyak hal yang dulu tak bisa perempuan dapatkan. Sejalan dengan hal tersebut, majalah Dimensi edisi 62 kali ini mengangkat me­ngenai “Ke­setaraan Gender”. Dimensi melihat topik ini sebagai benang kusut yang sering kali meng­alami kesalahan persepsi. Mulai dari budaya patriaki dan feminisme yang kurang dipahami masyarakat luas. Serta diulas tentang bagaimana salah satu upaya dari penyetaraan gender itu sendiri. Berikutnya pada rubrik Liputan Khusus, kami membahas tentang “Quarter Life ­Crisis”. Istilah yang belakangan ini populer tapi masih minim pemahaman di kala­ ng­an masyarakat. Pem­bahasan tersebut meliputi gejala dan bagaimana cara menghadapi Quarter Life Crisis. Tak sampai di situ, kami juga menemui salah seorang psikolog guna mengulas lebih jauh mengenai Quarter Life Crisis. Tak lupa, kami sajikan juga fenomena-fenomena yang terjadi di kampus pada rubrik Kampusiana. Masuk ke konten penyegaran yaitu rubrik Incognito. Kami melakukan kunjungan ke salah satu pantai di Kebumen dan mencoba kuliner yang ada di sana. Ada pula, resensi mengenai film serta buku yang bisa dijadikan pembaca sebagai referensi. Pada dasarnya tak ada yang sempurna, begitu pula dengan majalah edisi kali ini. Kami senantiasa berbenah dan mengevaluasi diri guna perbaikan untuk ­majalah-majalah edisi mendatang. Selamat membaca! Semoga bermanfaat dan berguna. Selalu nantikan majalah ­Dimensi untuk edisi selanjutnya ya. Hidup Pers Mahasiswa!

Redaksi 04

MA JALAH DIMENSI 62


CONTENTS 7 8 10 12 14 17 18 21 24 26

LAPORAN UTAMA

DAFTAR ISI

7

Perlunya Benahi Persepsi, Feminisme Bukan Unggulkan Satu Gender Pemberdayaan Perempuan sebagai Bagian dari Upaya Penyetaraan Gender Opini: Dengung Kesetaraan Di Tengah Meng­ akarnya Budaya Patriarki Infografis: Kesetaraan Gender dalam Perspektif Perempuan Indonesia

17

LAPORAN KHUSUS

Quarter Life Crisis, Sebuah Tantangan dalam Perjalanan Hidup Dilema Milenial Hadapi Persoalan QLC Sosok: Media Auggie, Sosok Tangguh Pemrakarsa Berdirinya Psikologi Berbagi Polling: Fenomena Quarter Life Crisis

29

29 KAMPUSIANA 30 Danusan, Budaya Mahasiswa dalam Mencari 32 35 36 38 40 42

Pundi-Pundi Rupiah Speak Up: Polines Tempati Peringkat ke-4 ­Politeknik Se-Indonesia

SEMARANGAN Tradisi: Mengulik Lebih Dalam Filosofi Tradisi “Sedekah Bumi dan Laut” Rubrik: Dadia Sejatine Wong Jawa, Aja Dadi Wong Jawa Sing Ilang Jawane Komunitas: Menggali Potensi Diri Bersama Young On Top Semarang Galeri Foto: Pengais Rezeki Dibalik Sisi “Metropolitan” Kota Semarang

45 46 49

TRAVELOGUE

51 52 54 57 58 60 61 62

INCOGNITO

35

45

Plesir: Surga Tersembunyi di Pantai Menganti Kuliner: Sate Ambal, Cita Rasa Unik Bumbu Sate Bercampur Tempe

Kelakar: Bebaskan Diri, Tuk Jadi Diri Sendiri Cerpen: Untuk Ayah Resensi Buku: Breaking Point Resensi Film: Gundala Kangprof Kuis Ngedims

51 MA JALAH DIMENSI 62

05


SURAT PEMBACA

Kurangnya Fasilitas Fasilitas Bagi Bagi Mahasiswa Mahasiswa dalam dalam Kurangnya Kompetisi dan Delegasi Oleh : A. Nur Fatkhul Cholbi, Teknik Elektro, Prodi Teknik Listrik Fasilitas bagi mahasiswa yang ingin berprestasi dan mengharumkan nama Polines masih kurang. Pihak kampus justru menanyakan apa yang akan diberikan (feedback) kepada ­Polines setelah kompetisi. Seharusnya institusi memberikan support dulu pada kita (mahasiswa), sehingga kita akan berusaha sebaik-baiknya. Ibarat kata kita mau hidup tapi tidak dib­eri makan, bagaimana bisa berdiri untuk berjalan? Ketika banyak program-program Polines untuk andil dalam kompetisi, namun dana berkata lain. Dananya sering kehabisan untuk membiayai kompetisi. Permasalahan ini yang perlu diselesaikan institusi maupun dari BEM untuk mendiskusikan dengan Wakil Direktur bidang Kemahasiswaan, supaya permasalahan ini tidak berlarut-larut sampai tahun selanjutnya. Saran saya, dari pihak BEM mendiskusikan kepada institusi terutama Wakil Direktur bidang Kemahasiswaan, supaya kalau ada kompetisi tahunan bisa dianggarkan dan di­ alokasikan tersendiri. Seharusnya dana untuk delegasi bisa dianggarkan lebih ba­nyak lagi, agar ­ketika mendekati akhir tahun tidak sampai kekurangan dana. Bagaimana ­Polines bisa maju, s­ edangkan fasilitasnya belum mendukung? Sebenarnya hal yang paling saya takutkan adalah ketika banyak mahasiswa sudah malas ­untuk mengikuti ajang kompetisi karena kendala tersebut. Kalau hal itu sampai terjadi, apa lagi yang mau diunggulkan dari mahasiswa Polines? Harapannya dengan adanya dukungan dari institusi, mahasiswa bersemangat untuk mengeksplorasi kemampuan dan memba­nggakan Polines itu sendiri.

Pemilihan Pemilihan Waktu Waktu Pembangunan Pembangunan Parkiran Parkiran TN TN Kurang Tepat Oleh : Aditya Arvianto, Akuntansi, Prodi Keuangan dan Perbankan Pembangunan parkiran kendaraan bermotor roda dua di area Tata Niaga kurang tepat waktu. Dalam artian pemilihan waktunya kurang pas. Mengapa pembangunan itu tidak dilaksanakan ketika para mahasiswa sedang libur kuliah? Dimana waktu itu parkiran tidak cukup ramai digunakan. Mengapa malah dibangun atau direnovasi ketika mahasiswa baru saja masuk kuliah? Hal itu menyebabkan parkiran menjadi sangat padat dan tidak rapi. Dari saya pribadi, sebagai salah satu pengguna parkiran tata niaga cukup tidak nyaman dengan kondisi parkiran yang sekarang. Tidak rapi, karena kapasitas yang sekarang tidak memenuhi atau belum mampu mengakomodir semua kendaraan mahasiswa di area Tata Niaga.

06

MA JALAH DIMENSI 62



LAPORAN UTAMA

Perlunya Benahi Persepsi: Feminisme

Bukan

Unggulkan

Satu Gender

yy

B

erbicara mengenai kesetaraan gender, kita harus mengetahui terlebih dahulu konsep gender. Kata gender jelas berbeda dengan sex (jenis kelamin). Dikutip dari laman Jurnal Perempuan, gender adalah konstruksi sosial sementara jenis kelamin adalah pemberian. Kedua hal tersebut tidak bisa dipersamakan. Jadi, kesetaraan gender yang dimaksud disini adalah salah satu hak asasi setiap manusia begitu lahir di dunia ini. Hak untuk hidup, hak untuk menentukan pilihan, hak untuk bebas dari rasa ketakut­ an, dan lain sebagainya yang diperuntukkan bagi laki-laki dan perempuan. Dalam kaitannya dengan gender, masyarakat terkadang masih salah persepsi antara kesetaraan gender dengan feminisme. Sebenar­ nya feminisme bertujuan untuk membangun kesetaraan antara perempuan dan laki-laki, namun masih banyak orang yang keliru dan

08

MA JALAH DIMENSI 62

Oleh : Sheila Maharani Desainer : Sri Haryuti Ilustrator : Yekti Zulia Prastyani

berpikir bahwa kaum feminis biasanya membenci laki-laki. Jadi apa sih feminisme itu? Dikutip dari laman feminist.com dalam postingan berjudul “What is feminism?” yang ditulis oleh Jennifer Baumgardner dan Amy Richards, di dalamnya menyebutkan feminisme dalam pengertian yang paling mendasar adalah gerakan untuk kesetaraan sosial, politik, dan ekonomi laki-laki dan perempuan. Tak jauh berbeda, makna asli kata feminisme sendiri berasal dari Bahasa latin yaitu femina yang artinya perempuan. Istilah ini mulai digunakan pada tahun 1890-an, mengacu pada teori kesetaraan laki- laki dan perempuan serta pergerakan untuk memperoleh hakhak perempuan. Secara umum baik laki-laki maupun perempuan memiliki hak yang sama, hanya ter­ kadang budaya dan tradisi di masyarkatlah


LAPORAN UTAMA

yang menjadikan perbedaan. Tak sedikit memang masyarakat yang masih menganut budaya patriaki. Banyak yang masih keliru mengartikan kesetaraan gender. Setara bukan berarti sama. Menurut Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia (PUEBI) setara ber­ arti sepadan, sejajar, ataupun seimbang se­ suai dengan standarnya masing- masing.

orang memiliki sudut pandang dan kebiasaan tiap daerah yang berbeda. Sejalan dengan Fuad, Siti Muthia, salah satu anggota komunitas Feminist’s Corner mengatakan hal yang serupa, “Tiap lingkungan sosial dan daerah pasti berbeda. Kalau di lingkungan pribadi saya sebenarnya kesetaraan gender tersebut belum sepenuhnya tercapai,” ungkapnya.

Ketidaksetaraan gender adalah kenyataan yang harus dihadapi setiap perempuan di Indonesia bahkan di dunia. Dalam kehidupan sehari-hari di Jawa masih dikenal dengan peran perempuan yang hanya sebatas 'dapur, sumur, kasur', sementara laki-laki mengambil peran penting dalam masyarakat. Walaupun kondisi sekarang ini jauh lebih baik daripada zaman Kartini. Namun, dalam beberapa hal yang berkaitan dengan gender masih menjadi pembeda, hanya tidak terlalu terekspos jelas di media.

Sama halnya dengan pendidikan, pekerjaan pun tidak kalah pentingnya. Mendapatkan pekerjaan yang layak dan sesuai merupakan harapan setiap orang. Maka dari itu, seharusnya dalam pekerjaan juga tidak ada pem­ beda. Dra. Laily Widyaningtyas, Kepala Bidang Peningkatan Kualitas Hidup dan Keluarga dari Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlin­ dungan Anak Kota Semarang mengatakan bahwa dalam dunia kerja laki-laki dan perem­puan adalah mitra, tidak ada kriteria khusus mengenai suatu jabatan. Ke­cuali pekerjaan pabrik yang terdapat Standar O ­ perating Prosedure (SOP) yang mengharuskan suatu pekerjaan dikerjakan oleh laki- laki, seperti pekerjaan yang membutuhkan tenaga lebih atau keras, pembagian shift malam, dan keringanan kerja untuk pegawai wanita yang hamil.

Perempuan berhak diperlakukan adil dan sama di ruang publik, misalnya dalam ling­ kup pendidikan dan pekerjaan. Kedua hal tersebut saling berkaitan, karena seseorang menempuh pendidikan untuk mendapatkan pekerjaan yang lebih baik, sehingga dapat menunjang sosialnya. Maka dari itu baik perem­ puan maupun laki-laki harus setara dari hal paling sederhana hingga hal yang paling kompleks. Pendidikan tidak hanya sekadar proses pembelajaran tetapi merupakan sumber dari segala pengetahuan yang ada. Selain itu pendidikan juga sebagai sarana sosialisasi yang secara tidak langsung didapat untuk menunjang kehidupan sehari-hari. Namun, apakah kesetaraan gender juga berlaku dalam dunia pendidikan? Fuad Widyantoro sebagai praktisi dari Practisioner’s Assistance Community Hawari mengatakan bahwa kesetaraan gender dalam pendidikan tergantung persepsi dan daerah masing- masing, karena setiap

Lalu, apakah perempuan hanya bertugas mengurus keperluan rumah tangga saja? Tidak sedikit masyarakat Indonesia yang masih beranggapan, bahwa perempuan seharusnya hanya melakukan pekerjaan di rumah saja. Menanggapi hal tersebut, Laily mengatakan bahwa setiap perempuan berhak menentukan pilihan untuk bekerja atau tidak, karena tujuan bekerja bukan hanya sekadar mencari uang tetapi juga dapat digunakan untuk membangun hubungan sosial yang lebih baik dan mencari relasi. “Jika passion nya bekerja, dia tidak akan bahagia apabila hanya di rumah, begitu pun sebaliknya,” tambahnya.

MA JALAH DIMENSI 62

09


LAPORAN UTAMA

Pemberdayaan Perempuan Sebagai Bagian dari Upaya Penyetaraan Gender Oleh Amanda Oktaviani | Desainer : Ilham Fatkhu Arroyyan | Ilustrator : Yekti Zulia Prastyani

"

I believe it’s a woman’s right to decide what she wants to wear and if a woman can go to the beach and wear nothing, they want can’t she also wear everything

"

Dikutip dari kalimat Malala Yousafzai se­ orang aktivis hak-hak perempuan di Lembah Swat, Pakistan. Malala menyiratkan dalam ucapannya bahwa perempuan ­pu­nya hak menentukan apa yang seharus­ nya dipilih untuk dirinya, namun pilih­ an ter­sebut tidak boleh keluar dari garis ­kodrati perempuan. Perempuan menjadi potret subjek gender yang saat ini sedang digadang-gadangkan. Terkait hal tersebut, kesetaraan gender menjadi bahan obrol­an yang sering diperdebatkan hingga saat ini. Kesetaraan gender yang marak diperbincangkan yaitu pada bentuk perlakuan yang setara tanpa memandang bulu diskriminasi identitas.

yy 10

MA JALAH DIMENSI 62

Lagi-lagi kesetaraan gender dikaitkan dengan subjek perempuan. Pemberdayaan perempuan adalah sebuah strategi mencapai kesetaraan gender. Hakikatnya pemberdayaan perempuan ialah usaha menyediakan kebutuhan perempuan seperti alat-alat keterampilan agar perempuan memiliki kesempatan menjadi pribadi yang independen tanpa adanya kekerasan dan diskriminasi. Definisi tersebut dikutip dari ung­ kapan Nada Hamza, spesialis


LAPORAN UTAMA

hak-hak seksual dan reproduktif Dana Per­ serikatan Bangsa-Bangsa (UNFPA) dalam paparannya pada laman Devex.com. ­Korelasi pengertian pemberdayaan perempuan di atas selaras dengan ungkapan Fuad Widyantoro, salah seorang praktisi dari Practitioner's Assistance Community Hawari. Menurutnya pemberdayaan perempuan adalah bagian dari usaha memberdayakan perempuan de­ ngan berbagai macam latar belakang, hubung­ an pemberdayaan juga berkaitan dengan kesetaraan gender yang mengatas­ namakan setara. Setara pada haknya bukan kodratinya. Lalu, mengapa pemberdayaan perempuan dilakukan? Pertanyaan ini paling relevan untuk sebuah pernyataan bahwa perempuan perlu berdaya. Untuk menjawabnya, Detiknews melampir­ kan ungkapan Menteri Pemberdayaan ­Pe­rempuan dan Perlindungan Anak, Y ­ ohana Susana Yembise bahwa pemberdayaan perempuan ditegakkan atas dasar adanya diskriminasi terhadap perempuan itu sendiri. Berikut ialah contoh adanya pelanggaran hak terkait dengan peran perempuan seperti hak cuti haid yang dipersulit, Pemutusan Hubung­ an Kerja (PHK) karena hamil, dan sebagai­nya. Tak hanya masalah pekerjaan, di bidang lain pun diskriminasi pada perempuan masih ada. Laily Widyaningtyas, Kepala Bidang Pe­ningkatan Kualitas Hidup dan Keluarga dari Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Kota Semarang memberikan contoh lain diskriminasi tersebut. Di bidang hukum perempuan masih terpinggirkan dan hak-haknya belum sepenuh­ nya terpenuhi. Dari kondisi tersebut, terjawab sudah jika pemberdayaan perempuan sebagai upaya kesetaraan gender sangat diperlukan untuk masa sekarang ini. Pemberdayaan ini tidak semata-mata untuk memenuhi hak perempuan saja, tetapi juga sebagai jembatan pemerintah dalam mewujudkan Nawa Cita presiden yang merupakan penjabaran dari Sustainable Development Goals (SDGs).

“Nawa Cita Pak Jokowi salah satunya yaitu, negara mendekatkan diri pada kebutuhan warganya dan meningkatkan kualitas hidup bagi rakyat Indonesia baik secara fisik dan psikis. Nawa Cita ini juga koheren dengan visi misi walikota yang berhubungan dengan ­Dinas Pemberdayaan Wanita dan Anak, yaitu untuk senantiasa melakukan usaha peningkatan kualitas perempuan dan perlindungannya,“ tambah Laily. Apa bentuk uluran tangan pemerintah ? Begitu tujuan dipaparkan, inilah bagian dari tugas pemerintah untuk merealisasikan tujuan tersebut dengan langkah-langkah konkritnya. Di bidang hukum, pemerintah mengadakan pendampingan untuk para korban kasus perempuan. Sedangkan di bidang politik, perempuan diikutsertakan dalam pengambilan kebijakan di ranah pemerintahan dengan asumsi bahwa jumlah perempuan lebih banyak dari laki-laki, sehingga suara mereka memiliki andil besar sebagai agen perubahan. Laily memaparkan bahwa untuk bidang sosial sendiri diadakan adanya pendampingan khusus seperti pengenalan organisasi sosial masyarakat sekitar dan mengenai masalah ekonomi diselenggarakan beragam kegiatan pendidikan ekonomi seperti pelatihan make up, pembuatan sabun cair, handycraft, membatik, dan kegiatan lain guna menunjang pengetahuan perempuan untuk merealisasikannya dalam kehidupan sehari-hari. Namun, setiap langkah tidak ada yang mulus­ mulus saja. Batu kerikil yang d ­ ihadapi seolah tidak habis berhenti. Ungkapan tersebut nyata adanya, jika dilirik kembali ke semua upaya yang ditulis rapi tersebut hambatan pasti ada. Dana sebagai komponen utama untuk merealisasikan tujuan pemberdayaan masih menjadi masalah yang belum saja teratasi, kendala selanjutnya seperti yang ­telah diungkapkan Laily, bahwa bagian struktural dan mentalis perempuan masih dirasa rendah. Meski demikian, Laily mengungkapkan bahwa setidaknya usaha mengupayakan hak-hak perempuan telah terjembatani ­de­ngan selayak­nya. MA JALAH DIMENSI 62

11


OPINI

Dengung Kesetaraan

di Tengah Mengakarnya Budaya Patriarki Hamsar Suci Amalia, SH, MH Dosen Kewarganegaraan Politeknik Negeri Semarang

Oleh : Desy Ramadhani | Desainer: Riris Metta K.

Dok. Pribadi

K

ondisi sosial selalu memposisikan kedudukan laki-laki lebih tinggi daripada perempuan, benarkah demikian? Ya, mungkin memang benar, kodrat perempuan di bawah laki-laki. Namun, seiring de­ ngan berjalannya waktu, kesetaraan gender mulai terdengar di kehidupan sosial walaupun masih terdapat budaya patriarki yang melekat pada masyarakat Indonesia sampai saat ini. Sistem patriarki yang kini mendominasi kebudayaan masyarakat menyebabkan adanya kesenjangan dan ketidakadilan gender dan mempengaruhi hingga ke berbagai aspek dan ruang lingkup kehidupan, seperti pendidikan, politik, ekonomi dan lainnya. Dengan adanya hal ini, muncul berbagai masalah sosial yang terjadi di tengah-tengah masyarakat, serta membelenggu kaum perempuan. Hal lain yang terjadi yaitu, pelanggaran atas kebebasan hak-hak perempuan dalam menjalani kehidupan.

12

MA JALAH DIMENSI 62

Patriarki sendiri merupakan sebuah sistem sosial yang memposisikan laki-laki sebagai penguasa utama yang mendominasi peran kepemimpinan dalam politik, otoritas mo­ ral, hak sosial, dan kekuasaan properti. Hal tersebut menjadikan laki-laki mempunyai hak lebih dan hak istimewa terhadap perempuan, bahkan perempuan diletakkan pada posisi subordinatif (inferior). Adapun hal-hal yang mendasari terjadinya budaya patriarki yaitu bermula dari ­peran orang tua dan lingkungan masyarakat. Seba­gai contoh, para orang tua tidak memperbolehkan anak laki-laki untuk bermain boneka, karena boneka digambarkan se­sua­ tu yang lemah dan hanya boleh untuk anak perempuan, padahal tidak demikian. Psikolog anak mengatakan bahwa mainan anak sampai umur tiga tahun bersifat universal bagi anak laki-laki maupun perempuan,


OPINI

dan tanpa di­sadari pengkotak-kotakan jenis mainan anak menjadi awal penanaman bibit patriarki yang berasal dari dalam keluarga. Kemudian, latar belakang selanjutnya diakibatkan karena konstruksi sosial yang telah diba­ngun dalam masyarakat, sebagai contoh pada kasus ketika gaji suami lebih rendah daripada istri, dalam kasus ini perempuan dinilai menyalahi kodratnya, karena terdapat anggapan bahwa perempuan sebagai manusia derajatnya tidak boleh melebihi laki-laki. Tak hanya itu, laki-laki pun terbebani secara psikis, fisik ,dan finansial karena mendapat tuntutan beban yang mengharuskan dirinya mempunyai pekerjaan dan gaji yang lebih tinggi dibanding istrinya. Terakhir, pemahaman yang salah terhadap bagaimana kesetaraan gender terjadi karena adanya aturan agama dan adat yang disalahgunakan oleh sebagian masyarakat, serta adanya peran media dan kemudahan untuk mengakses konten negatif yang ada di dunia maya juga tidak lepas dari penyebab terjadinya budaya patriarki. Akibat dari budaya patriarki yaitu, adanya kasus pelecehan seksual, Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT) yang dilakukan suami terhadap istri, dan hal lainnya yang dapatmerugikan pihak perempuan. Meskipun demikian, Komisi Nasional (Komnas) perempuan berupaya merekomendasikan kepada pemerintah dan Dewan Perwakilan Rakyat Repubulik Indonesia (DPR RI) untuk segera membahas dan mengesahkan Rancangan Undang-Undang Penghapusan Kekerasan Seksual (RUU PKS), yang bertujuan untuk menghentikan pelaku kekerasan seksual, termasuk dalam hal ini menyetarakan posisi perempuan di depan hukum sehingga mendapatkan perlindungan sepenuhnya atas tindakan pelanggaran hukum yang berbasis gender. Tetapi hingga saat ini masyarakat Indonesia belum sepenuhnya sadar terhadap h ­ ukum yang berlaku. Tak hanya itu, masalah ini

juga diperparah dengan sikap sebagian ma­ syarakat yang justru mengiyakan ada­nya patriarki yang disalahartikan untuk melanggar hak-hak perempuan. Padahal, budaya patriarki dapat dikatakan suatu hal negatif yang sudah menjadi turun menurun dan secara tidak langsung menjadi sebuah kebiasaan oleh masyarakat. Walaupun demikian, perempuan ­bolehbo­leh saja menuntut atas kesetaraan gender, akan tetapi dalam konteks equality right (hak setara) bukan special right (hak istimewa). Menuntut kesetaraaan gender seperti halnya dalam bidang pendidikan, perempuan boleh saja sekolah setinggi-tingginya tanpa ada pembatasan pendidikan dari dalam keluarganya. Perempuan juga berhak mendapatkan keadilan dalam hal pekerjaan, karena pada dasarnya perempuan harus mendapatkan kesempatan hak yang sama dengan laki-laki. Menghilangkan budaya patriarki yang sudah mengakar dan mendarah daging pada ma­ syarakat Indonesia dapat dikatakan susah-­ susah gampang, tetapi tidak menutup kemungkinan untuk dapat menghilangkan­nya. Minimal dengan mencoba dari lingkung­an keluarga, dilanjutkan dengan lingkungan masyarakat kemudian secara lingkup nasional, walaupun hal tersebut pasti membutuhkan waktu yang lama. Dalam mengatasi permasalahan gender ini membutuhkan peran kerjasama dari semua pihak, seperti masyarakat, tokoh agama dan masyarakat, lembaga penegak hukum, pemerintah serta jajarannya. Selain itu, kita harus mengubah pola pikir bahwa perempuan merupakan kaum yang lemah. Kemudian, kita juga harus menanamkan kesadaran bahwa semua orang itu sama, baik laki-laki maupun perempuan, tidak perlu membeda-bedakan atau merasa laki-laki paling berkuasa, karena bahwasa­ nya yang membedakan manusia dihadapan Tuhan itu hanya amal ibadah bukan perkara dia laki-laki ataupun perempuan. MA JALAH DIMENSI 62

13


INFOGRAFIS

Kesetaraan GENDER

dalam perspektif PEREMPUAN INDONESIA Oleh : Tim Riset Menurut WHO (World Health Organization), gender adalah karakteristik perempuan dan laki-laki yang dibentuk secara sosial atau oleh masyarakat. Norma Gender

Peran Hubungan antara perempuan dan laki - laki

2018

Laporan Tahunan

oleh Global Gender Gap (GGP) 0.702

Thailand

73

0.701 Dominican Republic 74 0.701 Russian Federation 75 0.700 Kenya 76 0.698 Vietnam 77 0.696 Greece 78 0.695 Suriname 79 0.694 Eswatini 80 0.693 Lesotho 81 0.693

Czech Republic

0.693

Slovak Republic

0.691

Madagascar

0.691

Indonesia

84

*kesetaraan gender >1.

14

82 83

MA JALAH DIMENSI 62

85


INFOGRAFIS

Indonesia yang hanya mengakui 2 gender dinyatakan tidak lebih baik dari Thailand yang memiliki 18 gender. Membuktikan bahwa masyarakat Indonesia kurang memiliki kesadaran akan kesetaraan gender.

INDIKATOR YANG MEMPENGARUHI HASIL PEMERINGKATAN Score

Indikator

Rank

0,629 Partisipasi dan peluang ekonomi 0,974 Kesehatan dan kelangsungan hidup

96 107 79

0,193 Pemberdayaan politik

60

0,967 Tingkat pendidikan

Catatan Kekerasan Terhadap Perempuan Tahun 2019 oleh Komisi Nasional Perlindungan Kekerasan Terhadap Perempuan

Indonesia memiliki Pekerjaan Rumah (PR) yang besar. Perspektif patriarkis masyarakat menyudutkan perempuan sebagai individu yang haknya selalu dibatasi. Kuatnya diskriminasi menyebabkan melemahnya kesetaraan gender. Tingkat pemahaman yang rendah membentuk pola pikir yang me­ nyimpulkan bahwa perempuan hanya layak di dapur dan mengurus rumah tangga. Tentu fenoma ini akan jarang ditemui apabila masyarakat Indonesia berpikiran progresif dan menghargai kesetaraan gender.

406,178

2018

348,446

2017

259,150

2016

321,759

2015

293,220

2014

279,688

2013

216,156

2012

119,107

2011

105,103

2010

143,586

2009

54,425

2008

25,522

2007 MA JALAH DIMENSI 62

15


TRIVIA

TAU GAK SIH..?? Secara gak sadar, kita pernah ngalamin nervous breakdown loh!

Istilah populer ini merupakan fase kemunculan berbagai gejala fisik dan mental serta perubahan peri­laku yang sangat intens sebagai puncak reaksi negatif terkait stres berat, kepanikan, dan cemas berlebihan.

Kehilangan semangat Sulit berpikir jernih

Mood Swings

Apa Sih Tandatandanya ? Insomnia

Perubahan selera makan

Kurang peka terhadap tubuh

16

MA JALAH DIMENSI 62


N


LAPORAN KHUSUS

yy

Quarter Life Crisis, Sebuah

Tantangan dalam Perjalanan Hidup Oleh : Amelia Ade Oktavina | Desainer: Riris Metta K. | Ilustrator : Yekti Zulia Prastyani

18

MA JALAH DIMENSI 62


LAPORAN KHUSUS

Setiap orang pasti pernah merasakan sebuah kecemasan, apalagi mereka yang sedang berada di usia produktif. Tak ­hanya tentang cinta, rasa cemas bisa datang dari segala aspek kehidupan seperti pendidikan, pekerjaan, pencapaian, keluarga, lingkungan dan masih banyak lagi. N ­ amun, yang sering tidak kita sadari, kecemasan di usia produktif itu bukanlah suatu hal yang biasa. Ini merupakan sebuah fase kehidupan yang disebut dengan Quarter Life Crisis (QLC). QLC adalah suatu keadaan krisis kehidupan yang dialami seseorang pada usia 25-35 tahun. Pada kondisi ini, setiap orang merasa tidak stabil dan mulai mempertanyakan jati diri serta tujuan hidupnya. QLC adalah Sebuah Tugas Perkembangan Ketika sedang mengalami QLC, seseorang akan merasakan banyak kecemasan, keragu­an, kegelisahan, dan kebingungan akan tujuan hidupnya. QLC merupakan suatu masa ketidakpastian sehingga setiap orang berusaha untuk mencari titik aman dalam hidupnya. Itulah mengapa kondisi ini menggunakan istilah crisis, di mana kata tersebut mengacu pada ke­ tidakstabilan. Pada kondisi ini, seseorang mulai me­ nyadari jika dirinya sudah dewasa de­ngan munculnya problematika hidup yang l­ebih kompleks. Menjadi manusia dewasa tentu­ nya memiliki tanggung jawab yang besar, oleh karenanya setiap orang juga harus berkembang. Tidak hanya usia yang di­ katakan dewasa, namun pikiran dan sikap pun harus dewasa. Oleh sebab itu, QLC dapat disebut sebagai suatu tahap perkembangan di mana setiap orang memiliki ­tugas perkembangannya masing-masing. Menurut Christin Wibhowo, Dosen Psiko­ logi Universitas Katolik Soegijapranata, ada empat tugas utama ketika seseorang berusia 25 tahun, yaitu yang pertama adalah memiliki tanggung jawab sebagai

warga negara. Kedua, mandiri secara finansial. Meskipun dewasa ini kemandirian menga­lami kemunduran, tapi setiap orang harus sudah mempunyai gambaran yang jelas, mulai dari bekerja di mana dan berpenghasilan berapa. Karena kebutuhan yang semakin meningkat, maka kita harus memastikan bahwa kita mampu untuk membiayai kehidupan kita secara mandiri. Tugas selanjutnya adalah orang tersebut harus bisa mengerti arti hidup. Setiap individu berusaha mencari dan menemukan passion di dalam dirinya, sehingga dia bisa memahami apa yang diinginkan dan dapat menentukan langkah yang tepat. Tugas yang keempat adalah membina hubungan berkeluarga. Dalam tugas ini tidak berarti seseorang harus menikah, tapi mereka sudah harus memiliki rencana, apakah akan menikah atau tidak. Pilihan menikah atau tidak itu sama baiknya, tentu harus dengan pemikiran yang matang. Ketika seseorang memilih untuk menikah, dia juga harus menentukan kriteria yang spesifik, contohnya ingin menikah dengan seorang sarjana A, beragama B, berpenghasilan minimal C, dan sebagainya. Mengenali Gejala Quarter Life Crisis Tak sedikit dari kita yang tidak menyadari bahwa dirinya sedang mengalami QLC. Padahal memahami diri sendiri adalah yang paling utama dalam hal ini. Gejala tersebut diantaranya mulai mempertanyakan hidup. Seseorang mulai mencari tujuan hidupnya dan melihat pencapaian-pencapaian yang dimiliki. Biasanya perasaan cemas mulai muncul karena seringkali membanding-bandingkan diri sendiri dengan orang lain. Kedua, seperti dikutip dari life hack.org dalam artikel berjudul “6 Signs You’re Having A Quarter Life Crisis (And How to Overcome It)”, salah satu tanda seseorang mengalami QLC adalah ketika ia tidak bisa mengetahui penyebab kenapa dirinya MA JALAH DIMENSI 62

19


LAPORAN KHUSUS

merasa tidak bahagia. Bahkan pada orang-orang yang telah mencapai keberhasilannya, perasaan ini sering muncul pada benak mereka. Hal itu bisa disebabkan oleh bebe­rapa hal, misalnya mengkhawatirkan segala sesuatu dan terlalu keras terhadap diri sendiri. Selanjutnya, ingin melakukan banyak hal tapi belum terlaksana. Ketika masih remaja, setiap orang memimpikan untuk melakukan hal-hal terbaik dalam hidupnya. Tapi pada kenyataanya tidak semudah itu jalan yang harus dilalui. Hal demikian yang menyebabkan kita sering putus asa, bingung harus melangkah dan tertekan. Kita juga mulai jenuh dengan rutinitas. Terkadang kita merasa ingin lepas dari tekanan atau beban yang ditanggung. Selain itu, kita merasa bosan dan ingin melakukan hal-hal baru di luar rutinitas sehari-hari, tapi seringkali tak punya waktu untuk melakukannya. Bagaimana QLC Berpengaruh Terhadap Kondisi Diri QLC yang dialami oleh setiap orang dapat memiliki pengaruh yang berbeda, yaitu bersifat membangun atau bahkan bisa berujung pada penyakit mental (mental illness) seperti stres dan depresi. Semua itu tergantung pada kita. Apakah QLC akan berpengaruh positif atau sebaliknya? Menurut Veny Mulyani, seorang psikolog klinis di salah satu rumah sakit di Semarang, mental illness dapat disebabkan oleh suatu rasa kecemasan yang tinggi dan tidak diimbangi dengan regulasi diri yang baik. Lalu bagaimana kita bisa menjadikan QLC sebagai sesuatu yang membangun? Tentunya dengan bisa menerima kenyataan dan tidak takut pada kenyataan itu sendiri. Parameter Keberhasilan dalam Melewati QLC 'Tidak semua orang yang mengembara itu tersesat', begitulah kutipan dari J.R.R. Tolkien dalam bukunya yang berjudul The Fellowship of The Ring. Dalam buku ini Tolkien menggambarkan keadaan bahwa keberhasilan itu memang nyata untuk orang yang meyakininya. Mungkin kita memandang suatu kondisi QLC sebagai suatu hal yang menakutkan dan sulit untuk dihadapi. Namun tidak semua orang gagal melewati­ nya. Banyak di antara mereka menemukan arah hidupnya. Berhasil atau tidaknya seseorang melewati QLC dapat diukur dari apakah dia merasa bahagia atau tidak. Meskipun begitu, parameter keberhasilan setiap orang itu berbeda. Masing-masing orang memiliki Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM) sendiri. Mungkin menurut si A kita gagal, tapi bisa jadi menurut si B kita sangatlah berhasil. Kita hanya perlu menciptakan KKM milik kita sendiri, tanpa ada tekanan dari pihak lain. Apa­pun penilaian orang lain terhadap kita, selagi kita merasa bahagia maka lakukanlah. Selamat berbahagia.

20

MA JALAH DIMENSI 62


Desainer : Ilham Fatkhu Arroyyan | Fotografer : Firda Yustika | Model : Indah & Amel

DILEMA MILENIAL Hadapi Persoalan QLC Oleh: Febi Nur Chusnaeni


Q

LAPORAN KHUSUS

M

emasuki dunia per­ kuliah­­­­­­­­­­an, kehidupan menjadi semakin kom­­­petitif. Permasalahan semakin kompleks dan beban hidup semakin bertambah. Pada masa ini, kita mulai memasuki fase Quarter Life Crisis (QLC) yang merupakan puncak kecemasan menuju ke­ dewasaan. Pada usia 20 tahunan ini, kita mulai menyadari bahwa menjadi dewasa tidaklah mudah. Hidup tidak hanya perihal belajar dan bermain seperti di masa sekolah. Ada target yang tentu­ nya menunggu untuk dicapai. Orang yang di masa remajanya tidak memiliki target yang jelas, rentan mengalami QLC. Ia mulai menyadari bahwa dirinya adalah pribadi yang worthless. Melihat teman sebayanya sudah mencapai banyak hal, rasa minder jelas akan muncul karena belum melakukan pencapaian apapun. Bertolak ke belakang, ia juga belum memiliki bekal yang mumpuni untuk menunjang penghidupan di masa mendatang. Semakin dewasa, kita juga semakin menyadari bahwa menjadi seorang pemimpi itu terlalu naif. Tidak ada salahnya dengan menjadi pragmatis. Lebih luwes dan rasional. Mungkin di waktu kecil kita memimpikan hal-hal yang besar. Pada akhirnya, ke­ nyataan tidak semudah itu. Satu per satu mimpi dipatahkan oleh fakta bahwa kita harus berpikir realis­ tis. Meskipun beberapa orang berhasil mewujudkannya,

22

MA JALAH DIMENSI 62

tetapi yang dibutuhkan adalah target yang jelas bukan sekadar mimpi-mimpi semu. Perkembangan teknologi juga berpengaruh pada cepat­ nya fase QLC. Semakin mudahnya akses ke segala bidang kehidupan, membuat media sosial m ­ endunia. Eksistensi di media sosial bukan lagi menjadi nilai ­ ­tambah, melainkan kebutuhan. Semua orang berlomba-­ lomba menampilkan kesempurnaan. Harta, paras, ke­ bahagiaan, kepribadian, pekerjaan, semuanya tak luput diekspos tanpa henti. Entah sadar atau tidak, media sosial membuat orang triggered. Menjadikan orang lain kalap dan berakhir pada perasaan cemas. Ketidakbahagiaan ber­ iringan dengan kecemasan akan ketidakmampuan ­mereka untuk mencapai apa yang orang lain tampilkan di ­media sosial. Kesempurnaan yang ditampilkan di media sosial ­membentuk standar baru untuk sebuah kata 'kebahagiaan'. Selain itu, milenial juga digadang-gadang sebagai ­sandwich generation yang memiliki beban f­inansial ganda. Ketika seharusnya mencukupi kebutuhan ­ ­keluarga, ia juga harus mengurus orang tua. ­Mereka dihimpit oleh dua kebutuhan yang belum tentu d ­ ibarengi dengan penghasilan yang mencukupi. Di lain sisi, mereka seringkali pemilih dalam mencari pekerjaan ­ karena memimpikan pekerjaan idaman. Padahal di luar sana kehidupan semakin kompetitif di tengah ke­ butuhan, gaya hidup dan tuntutan sosial yang semakin melambung tinggi. Dari beberapa faktor di atas, sudah sewajarnya apabila generasi milenial yang berusia 20 tahunan mengalami QLC karena beban hidup yang berat. Fakta ini diperkuat oleh survei yang dilakukan oleh perusahaan pencarian kerja, LinkedIn, terhadap ribuan orang berusia 2533 t­ahun di berbagai negara. Dari survei tersebut, di­ ketahui bahwa 75% responden pernah mengalami QLC dengan rata-rata kejadian pada usia 27 tahun. Angka setinggi ini yang kemudian menjadi perhatian khusus bagi sebagian besar generasi muda masa sekarang.

L

QLC bukanlah momok yang harus ditakuti. Fase ini harus dilewati untuk membentuk psikologis kedewasaan yang matang. Seperti yang dikemukakan oleh


C

Alexander ­Gabriella A., M.Psi., C.Ht., seorang psikolog dan ­hipnoterapis di Smart Mind Center, ia mengatakan bahwa ada 4 tahap QLC. Yang pertama adalah saat di mana suatu krisis mulai muncul dan membuat psikologis kita tidak nyaman, yaitu tahap Locked In. Kemudian kita akan menjaga jarak dengan sekitar, baik secara fisik maupun emosional di tahap ­Separation/Time Out. Di tahap ketiga yaitu Explor­a­ tion, kita sudah me­nyadari permasalahan yang dihadapi dan mulai menggali goals baru. Dan di tahap Rebuilding, kita sudah menemukan komitmen baru dan punya perencanaan yang jelas di kehidupan ­mendatang. Jules Schroeder dalam artikel yang diterbitkan Forbes.com, berjudul 'Millenial, This Is What Your Quarter-Life Crisis Is Telling You' mengatakan bahwa orang yang sedang me­ ngalami QLC akan merasa kehilangan arah, kosong, dan tidak memiliki tujuan. Di puncak kecemasan yang tiada hentinya ini, mereka dihadapkan kepada dua pilihan, yaitu me­nyerah ke dalam depresi yang lebih dalam atau memanfaatkan tekanan sebagai kekuatan untuk berubah. Untuk lepas dari kecemasan yang berkepanjangan tersebut, maka lakukanlah hal berikut. Tanyakan pada Diri Sendiri QLC merupakan problematika pencarian jati diri. Orang yang memasuki fase dewasa akan penuh tanda tanya. Kebingung­ an tentang apa dan siapa diri kita memang sering muncul di benak kita. Maka dari itu, coba kenali diri sendiri. Ber­ kompromilah. Tanyakan, “Apakah aku bahagia?”, “Sebenar­ nya apa sih mauku?”, “Goals-ku apa?”, “Nantinya aku mau jadi apa?”, “Caranya bagaimana?”

Don’t Compare, Love Yourself Membandingkan diri sendiri dengan orang lain memang w ­ ajar, namun menjadi tidak wajar apabila menimbulkan ke­cemasan berlebih. Manusia memiliki keunikannya masing-masing, jadi tidak perlu membanding-bandingkan. Semua orang berharga dengan caranya sendiri. Jangan minder! Karena tidak semua hal dapat diubah. Mulailah menerima. Cintai diri sendiri dan kamu akan menemukan kebahagiaan sebenarnya. Abaikan Society’s Rules Standar masyarakat sangat berpengaruh terhadap psikologis manusia. Salah satu faktor munculnya QLC juga disebabkan oleh gagalnya kita memenuhi standar masyarakat sehingga

LAPORAN KHUSUS

muncul kecemasan akan penolakan dari masyarakat. Hal pertama yang harus dilakukan adalah mengendurkan ekspektasi karena adanya paradoks dan tuntutan dari masyarakat. Bebaskan diri dari 'kata orang'.

Self Improvement Untuk memulai hidup yang baru dan lebih baik, mulai­ lah meningkatkan nilai diri. Cobalah dengan berpikir ­ di luar kebiasaan, berpikir exit solution, memperbaiki cara berperilaku dan ber­ interaksi dengan orang lain, menjalin networking yang luas, serta mem-branding diri sendiri. Dukungan Psikologis Selain dari dalam diri, orang yang memasuki fase QLC sangat membutuhkan dukungan moral dari orang sekitar. Meskipun ini me­ rupakan fase yang wajar terjadi, bukan tidak ­mungkin bahwa kecemasan yang berlebih bisa berujung pada menyakiti diri sendiri atau bahkan mengakhiri hidup. Berada di fase QLC tidaklah seburuk yang dibayangkan. Setidaknya dengan menge­ tahui bahwa kita sedang mengalami QLC, berarti kita paham bahwa diri kita sedang tidak baik-baik saja. Hadapi dengan tenang dan tersenyumlah.

MA JALAH DIMENSI 62

23


Oleh : Ambar Ningrum | Desainer : Rinda Wahyuni

Sosok Tangguh Pemrakarsa Berdirinya Psikologi Berbagi

Media Auggie,

SOSOK

Dok. Pribadi

B

erawal dari keinginan melakukan se­ suatu di luar pekerjaan­nya di perusaha­ an, membuat wanita ber­umur 37 tahun ini berpikir untuk melakukan treatment dan edukasi kepada m ­ asyarakat dalam hal ke­ jiwaan. Perjumpaan­nya dengan Yohana dan teman-teman yang lain kala itu ternyata semakin menguatkan tekadnya untuk meng­ inisiasi terbentuknya komunitas Psikologi Berbagi. Aroma kopi dan kue yang baru selesai dipanggang menemani perbincangan kami dengan Media di sebuah resto dan kafe daerah Pandanaran, Semarang pada Sabtu (21/09) siang. Kala itu Media bercerita bahwa, sebelum menggagas komunitas Psikologi Berbagi dan kini menjadi Koordinator Humas di komunitas tersebut, ia telah meniti karier di bidang psikologi. Perjalanan kariernya di bidang psikologi diantaranya ialah menjadi

24

MA JALAH DIMENSI 62

dosen terbang di Fakultas Kedokteran dan Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Muhammadiyah Semarang (­Unimus), ­Human Resourcing (HR) di Bandeng Juwana Erlina, Honoris Causa (HC) Assessment di PT. ­Mustika Jaya Lestari, dan menjadi Tim Peneliti di Radbound University Belanda. Media kemudian melanjutkan cerita tentang masa lalunya pada kami. Ketika ia lulus SMA dan berencana melanjutkan studi di per­ guruan tinggi, Media tidak kebingung­ an seperti kebanyakan remaja seusia­ nya. Ia langsung memutuskan untuk meng­ ambil studi di bidang psikologi karena sadar bahwa banyak masyarakat yang masih mempersepsi­ kan bahwa orang-orang yang datang ke psikolog memiliki gangguan ke­ jiwaan. Seiring berjalannya waktu, dia menikmati masa perkuliahannya sembari memperbaiki diri.


SOSOK

Setelah menyelesaikan gelar sarjana­ nya, Media sempat bekerja menjadi Asisten ­ ­Psikolog di KALBE selama empat bulan dan menjadi dosen terbang di Unimus. Meskipun telah mendapat pekerjaan, ternyata karier­ nya t­ idak selaras dengan keinginan ayahnya yang menyarankan­nya untuk bekerja sebagai HR di rumah sakit. Sehingga pilihannya menjadi HR di perusahaan makanan tentu saja membuahkan intervensi dari pihak keluarga. Media lantas memberi pengertian kepada orangtuanya bahwa perusahaan tempatnya bekerja merupakan perusahaan yang baik. Pun untuk meraihnya adalah hasil kerja keras­nya sendiri. Dari dua jenjang kehidupan Media yaitu masa peralihan SMA ke kuliah dan masa kuliah ke dunia kerja bisa dikatakan sedikit berbeda dengan yang dialami kebanyakan orang. Ia ­tidak mengalami kecemasan dalam menentu­kan langkah kehidupannya. Perbedaan pendapat seolah tidak jera menemani perjalanan hidup ibu dua anak ini. Persoalan menikah juga tak luput dari pertentangan antara Media dan orangtua­ nya. Background kedokteran menjadi syarat mutlak dari orangtua Media kepada calon ­ suaminya. Sedangkan Media sendiri mem­ punyai pandangan lain bahwa calon suami­ nya tidaklah harus seorang dokter. Pengalaman pahit dari kecil yang seringkali mengalami tuntutan-tuntutan dari orangtua membuat Media mengambil sikap untuk tetap mempertahankan calon ­suami pilihan­nya. Media tidak ingin meng­ alami ­kejadian-kejadian di masa lalunya ketika sudah berumah tangga. Sudah 11 tahun pernikahan dikaruniai dua anak yang tampan-rupawan dan mempunyai seorang ­ suami yang sabar serta cenderung memberi­ kan saran kepada anak-anak daripada sosok yang menghakimi dan menuntut ini itu se­ perti yang dialami Media. Lambat laun Media merasakan adanya perasaan nyaman dengan diri sendiri dan percaya diri, perasaan yang tidak ia dapat dari orangtuanya. “QLC saya

sudah berlalu, jadilah saya yang sekarang ini, kemana mana sendirian nggak usah takut,” jelas Media dengan raut wajah yang tampak berseri-seri. Lika-liku kehidupannya menggerakkan hati nurani Media untuk menolong sesama yang mungkin mengalami hal yang sama seperti dirinya. Komunitas Psikologi Berbagi yang didirikan oleh lima orang inisiator yaitu, M ­ edia Auggie Cakradhita, S.Psi, M.Psi, ­ Yohana Christina, M.Psi, Rafael ­ Renier ­ Yoshendi, S.Psi, Putri Rahmatia, M.Psi, dan Yuli Kamisfrida, S.Psi telah dibentuk sejak tahun 2014. Namun, sempat vakum karena beberapa inisiator sedang melanjutkan studinya dan ­aktif kembali pada tahun 2019. Selain para Inisiator, anggota lain dari Psikologi Ber­ bagi adalah sukarelawan yang diisi oleh para psiko­log, ilmuwan psikologi, m ­ ahasiswa baik dari fakultas psikologi maupun tidak, serta praktisi sosial. Agenda pertama dari komunitas ini adalah program prevensi pendidikan kesehatan reproduksi (PELUK SI ALDA) di Taman Baca Masyarakat (TBM) Warung Pasinaon. Pada tahun 2019, komunitas ini secara rutin me­ ng­adakan kegiatan bilik berbagi, sharing tentang tema tertentu pada awal bulan dan di akhir bulan diadakan kegiatan Ruang Rerasa, sebagai wadah diskusi yang menyenangkan dan komprehensif. Di penghujung sesi bincang-bincang kami ini, Media memberikan sebuah motivasi yang dikutipnya dari postingan di laman World Pulse dan mungkin bisa sedikit membuka pikiran kita dan segera bang­kit dari Quarter Life Crisis.

“You are very much on time. Everyone in this world works based on their time zone. People around you might seem to go ahead of you, while some might to be behind you. But everyone is running their own race , in their own time. Do not envy them. They are in their time zone, and you are in yours. So, Relax. You’re not late. You’re not early.” — Maria Claire MA JALAH DIMENSI 62

25


POLING

FENOMENA QUARTER LIFE CRISIS Oleh : Tim Riset | Desainer : Rinda Wahyuni

Fase yang dihadapi individu berumur 20-30 tahun merupakan fase kehidupan yang bisa dikatakan sebagai periode kecemasan. Pada fase ini, seseorang biasanya memikirkan apa yang akan terjadi pada kehidupannya mendatang. Selain itu, banyak dari mereka merasa kehidupannya saat ini sangat monoton, bahkan sebagian dari mereka merasa menyesal atas pencapaian yang selama ini dianggap belum maksimal. Fenomena ini tentu linear dengan banyaknya hal-hal baru yang dihadapi sebagai manusia yang beranjak menuju kedewasaan yang stabil. Banyak terjadi perubahan pada fase kedewasaan ini. Perubahan tersebut meliputi perubahan lingkungan, tuntutan sosial serta mulai dihadapkan pada kenyataan-kenyataan hidup yang mulai berbeda dengan idealisme dan mimpi yang telah direncanakan sebelumnya. Tanpa sadar, banyaknya faktor yang berasal dari dalam diri individu maupun tuntutan-tuntutan sosial turut mendukung terciptanya fenomena Quarter Life Crisis (QLC). Oleh karena itu, kami dari Tim Riset LPM Dimensi melakukan survei kepada 205 responden dengan kisaran usia 20-30 tahun untuk mengetahui seberapa banyak orang yang telah me­ ngetahui dan mengalami tanda-tanda QLC ini. 1. Apakah Anda pernah membaca, mendengar atau mengetahui informasi mengenai QLC ? Tidak mengetahui tentang fenomena QLC

Mengetahui tentang fenomena QLC

2. Sudahkah Anda merencanakan karier dan masa depan? Belum memiliki rencana apapun

Sudah merencana­ kan karier untuk masa depan

3. Pernahkan Anda mempertanyakan tujuan hidup kedepannya? Tidak mempertanya­ kan tujuan hidupnya termasuk karier di masa depan

Pernah mempertanya­ kan tujuan hidupnya termasuk karier di masa depan

4. Pernahkan Anda mempertanyakan pencapaian-pencapaian hingga saat ini? Tidak pernah mempertanyakan pencapaiannya

26

MA JALAH DIMENSI 62

Pernah mempertanya­ kan pencapaiannya


POLING

5. Apakah Anda sering merasa kesulitan d ­ alam memilih sesuatu yang tepat di antara banyaknya pilihan?

6. Apakah Anda pernah dilema antara ingin menapaki karier secara linier atau mendalami ­ passion yang dimiliki?

7. Pernahkah Anda merasa bahwa realita yang terjadi di kehidupan Anda tidak sesuai rencana atau ekspektasi Anda?

8. Bagaiamana sikap Anda menghadapi kegagalan atau hal-hal yang belum Anda capai? Mayoritas responden merasa sedih dan takut untuk mencoba lagi. Kemudian responden yang lainnya mencoba untuk menerima kegagalan, mengintrospeksi dan membuat rencana baru kedepannya untuk meminimalisir kegagalan selanjutnya. 9. Pernahkah Anda mempunyai masalah yang kemudian berdampak pada kehidupan Anda di lingkungan sekitar?

10. Apakah Anda telah memiliki pasangan? Jika iya, pernahkah Anda mempertanyakan mengenai keseriusan hubungan yang anda jalani?

Kesimpulan :

Dari riset yang dilakukan terkumpul 205 data responden, disimpulkan bahwa di rentang usia awal 20-30 tahun banyak yang mulai menunjukan gelaja periode kecemasan atau quarter life crisis. Hal ini dapat dilihat dari banyaknya responden yang mulai mempertanyakan banyak hal mengenai hidup yang sudah dijalani dan mencemaskan bagaimana hidup yang akan ­dijalani kedepannya. Berdasarkan riset ini pula dapat diketahui bahwa sebagian besar responden menge­tahui tentang fenomena ini, namun mayoritas responden pula mengaku hanya menge­ tahui sebatas pengertiannya saja dan sisanya banyak yang belum mengetahui sama sekali. MA JALAH DIMENSI 62

27


Yuk diet plastik!

Gunakan tas belanjamu Kurangi sampah plastikmu

Iklan Layanan Masyarakat Ini Dipersembahkan Oleh : Lembaga Pers Mahasiswa

DIMENSI



KAMPUSIANA

Dok. Firda

DANUSAN,

Budaya Mahasiswa dalam Mencari Pundi-pundi Rupiah

Oleh: Meutia Anindya Rahmasari | Desainer : Rinda Wahyuni

30

MA JALAH DIMENSI 62


KAMPUSIANA

Kegiatan Dana Usaha atau yang biasa kita sebut danusan merupakan kegiatan usaha yang dilakukan dengan tujuan mendapatkan dana dari keuntungan yang didapat. Kegiat­an Danus umumnya dilakukan oleh Organisasi Mahasiswa (Ormawa) untuk memenuhi ke­ butuhan atas kekurangan dana program ­ kerja (Proker). Danusan ini seakan sudah menjadi budaya wajib bagi kalangan mahasiswa yang aktif dalam kegiatan kampus. Adapun o ­bjek­Danusan lazimnya berupa a ­ neka jajanan yang dijajakan dari kelas ke kelas. Selain itu, beberapa Ormawa pu­nya cara lain untuk danusan, seperti ngawul baju bekas, membuka jasa promosi berbayar (paid ­promote), serta membuka pre order makanan atau barang dalam jangka waktu tertentu. Ada juga Ormawa yang melakukan danusan secara rutin, tidak hanya saat menjelang proker saja. Mereka melakukannya sebagai bagian dari tugas pokok di salah satu divisi yang dimiliki. Salah satu Ormawa di Polines memiliki cara yang unik dalam berdanusan. Salah satunya Korps Suka Rela (KSR) Unit Polines, me­ reka membuat kantin kejujuran di mana dalam pem­ bayarannya hanya bermodalkan sebuah ­kotak plastik sebagai tempat menyimpan uang hasil jual beli. Pembeli dapat langsung mengambil ­jajanan dan meletakkan uang mereka di tempat yang sudah disediakan. ­Namun

kenyataan­nya, danusan seperti ini ­tidak lebih efektif dari danusan biasanya, karena adanya resiko kerugian yang diakibatkan oleh pembeli yang enggan membayar.

Lalu, seberapa besar keuntungan dari ­­­­­danu­­s­­­an­?­ Danusan dinilai sebagai cara terampuh untuk­dapat dengan mudah memenuhi ke­butuhan atas kekurang­ an dana proker Ormawa. De­ngan danusan, Ormawa lebih cepat mendapatkan keuntungan. Rata-­ rata mereka bisa mendapatkan keuntungan sebesar ­ Rp50.000-Rp150.000 per harinya. Padahal kegiatan ini tidak hanya dilakukan dalam satu hari saja, bahkan setiap hari. Sudah dapat dibayangkan bukan, berapa keuntung­ an yang mereka peroleh selama melakukan kegiatan danus. Selain itu, danus dengan cara ngawul baju juga bisa dikatakan cukup menjanjikan. Baju yang dijual adalah baju hasil sumbang­an dari para anggota Ormawa itu sendiri, sehingga tidak memerlukan modal. Ngawul biasa dilakukan di pasar atau tempat umum d ­ engan sasaran masyarakat umum. Harga yang d ­ ipatok juga merupakan harga yang cukup bersaing, bahkan sa­ ngat jauh dari harga pasar.

Lantas, apakah ada kendala dalam pelaksana­­ an danusan? Terkadang ada saja anggota Ormawa yang sulit dan enggan untuk melaksanakan ­ danusan. Selain itu, danusan dalam bentuk jajanan nampaknya semakin kurang di­minati, se­hingga dengan terpaksa si penjual membeli sendiri barang dagangannya. Bahkan ada juga yang mengembalikan kotak danus dengan posisi barang dagangan yang masih tersisa. Padahal setiap anggota diharuskan untuk dapat menjual habis, sehingga mereka dapat keuntungan dari penjual­ an dihari itu. Namun apabila yang terjadi demikian, bukan keuntungan yang diperoleh melainkan hanya kerugian semata.

MA JALAH DIMENSI 62

31


SPEAK UP

POLINES

GK AT N I R E P I T MENEMPA

POLITE

NES O D N I E S KNIK

K E -4

IA

Oleh: Indira, Risva Izzatul | Desainer: Riris Metta K.

Tahun ini Politeknik Negeri Semarang (Polines) menempati peringkat keempat Politeknik terbaik se-Indonesia dengan memperoleh skor 1.756. Posisi ini menyebabkan Polines berada dibawah Politeknik Eletronika Negeri Surabaya (PENS), Politeknik Negeri Bandung (POLBAN), dan Politeknik Negeri Malang (POLINEMA). Pada peringkatan kali ini, Polines me­ngalami penurunan dari yang sebelumnya Polines berada di peringkat dua. Nah, bagaimana pendapat mahasiwa mengenai peringkat polines yang mengalami penurunan? Lalu, apa tanggapan mahasiswa terkait hal apa saja yang perlu ditingkatkan atau diperbaiki di Polines?

Savhira Hapsari (Jurusan Administrasi Bisnis) Saya menyayangkan dan cukup kecewa, padahal kualitas Polines sudah sangat bagus. Namun berkaca dari Polinema, mereka punya prestasi-prestasi yang dipublikasikan sehingga peringkatnya bisa berada di nomor satu. Sedangkan Polines menurut saya kurang mempublikasikan prestasi ke media. Seharusnya mahasiswa Polines jangan malu-malu untuk mempublikasikan prestasi. Agar Polines juga bisa dikenal oleh orang, ini lho Polines mahasiwanya bisa menciptakan karya-karya seperti ini.

Lutfan Satria (Jurusan Teknik Mesin) Saya tidak kaget, karena pada saat saya menghadiri acara forum komunikasi mahasiwa Teknik Energi se-Indonesia di Polban tahun lalu. Menurut saya, fasilitas praktikum, birokrasi yang ada di Polban jauh lebih baik daripada di Polines. Tapi kenapa hasilnya Polines peringkat 2 dan Polban peringkat 6. Yang perlu ditingkatkan oleh Polines, pertama tentang transparasi. Lalu, perbaikan alat-alat praktikum. Saya sering merasa miris, karena banyak mahasiwa TA yang diarahkan untuk membuat alat-alat praktikum. Lalu, Birokrasi tentang kemahasiwaan juga harus ditingkatkan. BEM, BPM dan lain-lain harusnya bisa kritis terhadap institusi. Dan menurut saya, BEM kurang memberi wadah kepada mahasiswa untuk bersikap kritis.

32

MA JALAH DIMENSI 62


SPEAK UP

Nadiya Khusna Imania (Jurusan Akuntansi) Saya merasa kecewa tetapi kita tidak bisa menyalahkan institusi sepenuhnya, karena mungkin penurunan pe­ ringkat ini terjadi karena mahasiswa itu sendiri. Hal yang perlu ditingkatkan dari Polines yaitu yang pertama dari segi fasilitas karena tahun ini jumlah mahasiswa polines meningkat dari tahun sebelumnya. Sehingga perlu adanya peningkatan fasilitas untuk dapat mewadahi penambah­ an tesebut. Dan yang kedua, dari sisi prestasi karena sa­ ngat berpengaruh untuk peningkatan peringkat Polines di kancah nasional.

Cornelly Syam Amirul Adhi (Jurusan Teknik Sipil) SDM tenaga pengajar di Polines sudah baik. Cuma masih perlu ditingkatkan lagi prestasi yang mahasiswanya. Seper­ ti mengikuti lomba nasional maupun internasional, supaya Polines bisa lebih dikenal. Fasilitas yang ada di Polines juga perlu diperbaiki lagi untuk menunjang kegiatan belajar, karena melihat lulusan politeknik yang lebih banyak dipakai praktek daripada teori.

Abbas Kiarostami Permana (Jurusan Teknik Elektro) Saya sudah tahu pada saat acara WARNA kemarin di hari ketiga. Lebih tepatnya pada saat panitia WARNA bertemu dengan pihak institusi. Disana institusi mengugkapkan alasan mengapa pe­ ringkat Polines menurun dibandingkan dengan Polban dan Pens. Sebenarnya Polines sudah cukup banyak mendapatkan poin dari terserapnya alumni di dunia kerja dan sumber daya dosen­ nya. Namun, yang membuat peringkat Polines menurun adalah prestasi. Mahasiswa kurang mendokumentasikan prestasinya ketika memperoleh kejuaaraan. Padahal sumber dayanya sudah bagus, akreditasinya pun sekarang sudah mulai ditingkatkan. Namun hal-hal tersebut yang membuat selisih poin, maka dari itu Polines perlu lebih di teliti lagi. Juga Polines perlu melakukan regenerasi untuk sumber daya dosennya, agar dapat mendonkrak mahasiwa bimbingan dengan para dosen sehingga peningkat­an prestasi bisa lebih cepat. MA JALAH DIMENSI 62

33




TRADISI

Oleh : Wahyu Nurul Aini Desainer : Ilham Fatkhu Arroyyan Dok. Pribadi

Mengulik Lebih Dalam

Filosofi Tradisi“Sedekah Bumi dan Laut” Jika membahas soal tradisi yang ber­kembang di Nusantara, maka akan identik dengan budaya dan kesenian yang ada di masyarakat. Meski budaya asing mulai bermunculan, namun sebagian masyarakat masih teguh menjunjung tinggi nilai-nilai ­kehidupan daerah dan bangga dengan tradisi yang mereka miliki. Dhanang Respati Puguh, Dosen Sejarah Universitas Diponegoro (UNDIP) mendefiniskan tradisi sebagai hal yang melekat pada ke­ biasaan masyarakat tertentu yang dilakukan secara berulang, rutin, dan dalam kurun waktu yang lama. Salah satu tradisi yang sampai saat ini tetap memiliki nilai-nilai kehidupan yang tinggi yaitu tradisi sedekah bumi dan sedekah laut.

36

MA JALAH DIMENSI 62

Tradisi ini dilakukan di beberapa daerah se­ perti Demak, Jepara, Pati, Kendal, S ­ urakarta, dan daerah lainnya di Pulau Jawa. Tujuan utamanya yaitu sebagai perwujudan rasa ­syukur kepada Tuhan yang disimbolkan de­ ngan pemberian sedekah kepada penguasa bumi dan laut. Asal usul tradisi Sedekah Bumi dan Laut Tradisi ini telah dilakukan sejak sebelum masuknya Islam di Indonesia. Dikatakan demikian, karena pada rangkaian k ­ egiatan tradisi tersebut salah satunya terdapat larung sesaji (menghanyutkan sesajen) ke tengah laut pada sedekah laut. Dhanang Respati menjelaskan bahwasanya, tradisi sedekah bumi laut merupakan wujud upa­cara tradisi persembahan yang ditujukan k ­ epada makhluk


TRADISI

tertentu. Ada yang me­nyebut sebagai seng mbahurekso atau da­nyang ­(pe­nguasa tanah Jawa) baik di darat atau laut. Dikutip dari artikel yang berjudul “Penjaga Gaib: Kaki Nini Cikal Bakal, Mbahurekso atau Pepunden?” Mbahurekso artinya penunggu. Dalam bahasa jawa artinya “yang ber­ kuasa” dan biasanya digunakan untuk sebutan l­eluhur setempat, sedangkan d ­anyang menurut mitologi Jawa merupakan roh halus ter­tinggi yang tinggal di pohon, gunung, sumber mata air, desa, mata angin, atau bukit, serta dipercaya (oleh masyarakat Jawa khususnya) menetap pada suatu tempat yang disebut punden. Proses Islamisasi membuat tujuan awal tradisi sedekah bumi dan laut berubah. ­ Mula­ nya tradisi ini digunakan sebagai sarana untuk meminta perlindungan kepada para penguasa bumi-laut agar masyarakat dijauhkan dari mara bahaya, yang ditujukan untuk makhluk-makhluk gaib (seperti jin, ­mbahurekso, da­nyang). Kemudian ketika Islam mulai berkembang dan masyarakat ­ mulai banyak yang memeluk Islam, tujuan dari tradisi sedekah bumi dan laut berubah se­ bagai perwujudan syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa. Mekanisme Perayaan Sedekah Bumi - Laut dan Sesajen Pada umumnya di beberapa daerah, waktu perayaan tradisi sedekah bumi dipilih pada masa-masa bulan panen. Sedangkan tradisi sedekah laut dilakukan tepatnya pada b ­ ulan Apit menurut kalender Jawa dan tanggal pelaksanaannya berdasarkan kesepakatan masyarakat. Namun, di Desa Bajomulyo, Juwana, Pati, perayaan sedekah laut dan ­ bumi biasanya dilakukan dalam satu waktu yaitu satu minggu setelah 1 Syawal. Kegiatan ini diawali dengan berkumpulnya seluruh warga di balai desa atau lapangan dan beramai-ramai menampilkan karya dari masing-masing kampung untuk kemudian diikutkan pada kirab budaya. Pada sedekah laut terdapat tambahan kegiatan berupa

larung sesaji yang nantinya dikumpulkan, kemudian dihanyutkan ke tengah laut menggunakan kapal kecil. Sesajen paling standar adalah tumpeng yang seringkali ada di se­ tiap daerah. Adapula jajanan pasar, ingkung (ayam jawa), kepala kerbau, kepala kambing, dan lain-lain. Sesajen seperti kepala kambing, kerbau ataupun sapi tak pernah absen dari u ­ rutan daftar sesajen yang dihanyutkan dalam sedekah laut. Suparman selaku sesepuh dari Desa Bajomulyo, Kecamatan Juwana berpendapat bahwa untuk sesajen sebaiknya harus ber­ asal dari hewan yang berkepala, berkaki empat, ada ususnya, kikil, dan perlengkapan lainnya. Menurut Dhanang Respati, konon dahulunya pada zaman Pra-Islam di Keraton Surakarta ada sesajen Maesolawung. “Larung sesaji kepala hewan-hewan tersebut, digunakan pada musim Pagebuk atau Paceklik. Hal ini dimaknai sebagai suatu masa di mana ter­ dapat wabah penyakit hingga mengakibatkan kematian,” jelas Dhanang. Nantinya hewan tersebut akan disembelih kemudian dihanyut­kan ke tengah laut atau bisa juga dikubur dengan harapan wabah penyakit yang datang bisa lenyap. Tradisi-tradisi yang masih ada hingga saat ini, setidaknya dapat kita jaga dan pertahan­ kan. Pada dasarnya, hal itu menjadi kebanggaan tersendiri bagi para pendahulu jika adat istiadat tetap dijaga dan dilestarikan. Meskipun begitu, tak salah apabila generasi muda saat ini lebih bisa mengembangkan dan mengemas suatu tradisi dengan tanpa me­ ninggalkan nilai-nilai yang membentuknya. Perihal sesajen maupun sesembahan yang kadang kala harus diberikan dan apabila tidak menjalankan maka akan mendapat mala­petaka, kembali lagi pada kepercayaan yang diyakini masing-masing individu. Yang terpenting dilakukan adalah tetap menjaga budaya yang diwariskan, sehingga tradisi ­ daerah tak terkalahkan oleh budaya ­asing yang masuk dan terus ada di tengah masyara­ kat yang kian modern. MA JALAH DIMENSI 62

37


JAWA

Dadia Sejatine Wong Jawa, Aja Dadi Wong Jawa Ilang Jawane Oleh : Hanifah Nurulinayah | Desainer : Riris Metta K. | Ilustrator: M. Syauqi Mubarak

A

pa sing ana ing pikiran kita nalika didhawu­­hi nggambarake 'wong Jawa'? Mesthi ora adoh saka gambar manawa dheweke kalebu wong sing nganggo basa krama (krama inggil) utawa wong-wong sing ngomong nggunakake basa jawa umum (basa ngoko), tumindake adhe­ dasar unggah-ungguh, lan isih manut karo ­budaya lan adat Jawa. Pancen ora salah. Kuwi bener yen awake dhewe rumangsa wektu sakdurunge diwa­ sa. Pitutur para tiyang sepuh babagan unggah­-ungguh lan tata krama, nguri-uri

38

MA JALAH DIMENSI 62

budaya Jawa kudu tansah dilakoni nganti kita dadi diwasa lan tuwa. Nanging sapa sing bisa ngira apa sing bakal kadadeyan ing dino mbesuk? Mangkono uga kedade­ yan mlebu globalisasi sing miwiti iso ngilang­ake budaya lokal, kalebu budaya Jawa iki. Mbok menawa nalika ukara iki wiwit katon "wong jawa ilang jawane". Ukara cekak kasebut sejatine sedih tegese, cah. Ora akeh wong sing ngerti. Malah saka generasi tuwa sing peka babagan iki. Maknane ing pandelengku ora mung kanggo anane masarakat masarakat sing


JAWA

nganggo basa Jawa. Masarakat Jawa ing kasus iki tegese generasi sing wiwit diwa­ sa sawetara taun sadurunge globalisasi kelakon. Jiwa sing sejatine wong jawa wiwit ilang. Logat medhok uga wiwit ilang nalika ngomong jawa. Pancen ing babagan nguri-uri basa Jawa. Kanthi konten basa lokal babagan piwula­ ngan ing sekolah dhasar nganti tingkat sekolah menengah wes diterapke. Nanging­ dhewe, generasi millennials apa saiki isih akeh sing sinau lan ngamalke basa krama inggil marang tiyang sepuh? Akeh sing mangsuli isih ngamalke, nanging uga ora sithik sing jawab ora diamalke maring tiyang sepuh, amarga ora lancar basa krama inggile. Dadi sakbenere apa tegese tembung ­'ilang jawane'? Ora mung soal tata krama, ­unggah-ungguh lan adat utawa tradisine wong Jawa. Tembung 'jawane' iku dudu acara tradisional Jawa sing isih diadake utawa ora, utawa mung sifat fisik sing ana san­dhangan, aksara jawa, lagu, gamelan, utawa sandhangan tradisio­ nal. Tegese luwih jembar tinimbang iku. Miturut panemuku, tembung jawane uga bisa nge-rujuk marang kebanggaan wong Jawa sing lair dadi masarakat Jawa. Saiki ora sithik cah enom sing nyoba ndhelikake identitas jawane, amarga ora pe­ngin dianggep kuno. Sena­jan ora ana sing salah karo logat Jawa sing medhok, utawa tumindak miturut unggah-ungguh. Iki mung amarga katon standar sing keren karo ukara-ukara gaul lan keren ing basa gaul Indonesia utawa basa Inggris, mula 'jiwa jawane' saka cah millennials wiwit diilangi amarga wedi dianggep kuno karo kancane. Ayo wiwiti topik Jawa babagan basane. Kutipan saka artikel Kompasiana.com (7/12/2013), nuduhake asil panliten Kompas (5-6/10/2013) saka 283 responden yaiku murid sekolah menengah nuduhake manawa 44% ngakoni yen dheweke k ­ enal

karo istilah basa asing­amarga padha ngetut­ake tren lan seneng nganggo. Banjur 65% responden ngaku yen basa asing luwih gampang disinauni tinimbang basa Indonesia, lan 57% nggunakake basa asin­g amarga pengen katon keren. Mula, sapa sing bakal nglestarekake basa Jawa yen generasi mudha luwih seneng basa gaul ­Indonesia lan basa lan budaya a ­ sing? Padahal remaja nganti wong diwasa sing umur 17 nganti 30-an yaiku wong - wong sing kudu iso ngelestarekake budaya lan basa daerah (basa liyane) sing kudu dijaga supaya ora kegerus karo budaya sing digawa arus globa­lisasi. Miturut panemuku, persentase sing sampurna yaiku 100%. Yen dibagi total persentase minat kanggo sinau basa, kuwi bisa dibagi saben bagean kanthi 25% kanggo sinau basa Indonesia, Jawa, Inggris lan basa asing liyane. Kuwi katon becike yen iso dilakoni, nanging pancen ora gampang dipraktekake. Nanging sakbenere iso dilakoni yen kita niat ngeles­tarekake basa jawa lan basa nasional, uga yen pengen nambah katrampilan ing basa. Ayo para generasi mudha padha bali menyang awake dhewe, yaiku dadi sejatine wong jawa. Tetep berkembang lan dadi wong sing luwih apik, tanpa nyuda ­identitas sejati. Istilah wong asing utawa turis mancanegara iku wong Indonesia duweni sifat sopan, dene masarakat sing dudu wong Jawa ngarani sing paling sopan yaiku wong Jawa. Kita kudu bangga. Dadi wong identitas lan tumindak miturut nilai budaya jiwa ora ateges kita aneh utawa nyeleneh. Dadi luwih keren lan gagah ora kudu ngilangi atribut lan identitas sejatine wong jawa. Nanging sabenere karo inovasi kanggo gawe kombinasi budaya Jawa lan budaya anyar (budaya gaul utawa asing) banjur gabungke karo loro tanpa ngilangi budaya asli jawa utawa budaya na­sional, apa ora katon keren, cah? MA JALAH DIMENSI 62

39


40

MA JALAH DIMENSI 62

Oleh: Umi Farida & Alvian Dwi | Desainer: Rinda Wahyuni

Bersama Young On Top Semarang

Menggali Potensi Diri

KOMUNITAS

Dok. Pribadi

D

engan berbekal misi menginspirasi ke­ suksesan di usia muda serta menciptakan karakter pemuda yang kuat dan positif, di­ bentuklah sebuah komunitas bernama Young On Top (YOT). Komunitas yang berpusat di Kota Jakarta ini pada tahun 2015 melebarkan jangkauannya ke kota Semarang dengan membentuk YOT Semarang, yang mana komunitas ini memiliki ketertarikan dalam pengembangan potensi generasi muda yang identik dengan ide-ide yang unik dan juga kreatif. Pada mulanya, YOT merupakan sebuah perusahaan dengan Billy Boen sebagai Founder sekaligus CEO. Kemudian ia menerbitkan sebuah buku ber­judul Young On Top pada April 2009. Buku ini meng­ inspirasi terbentuknya komunitas YOT di mana ­komunitas ini merupakan community ­organization anak muda di 24 kota besar di Indonesia yang tersebar di Pulau Sumatra, Jawa-Bali, Kalimantan dan Sulawesi dengan jumlah anggota lebih dari 600.000 orang. Komunitas ini menawarkan berbagai macam ke­ giatan­­positif, seperti YOT Share ­ Ramadan, YOT


KOMUNITAS

Share Natal, YOT Walk, YOT Love Donation, YOT Road Show, YOT Connext ­Conference, YOT Camp dan masih banyak lagi. Selain itu, YOT Semarang juga sering menjalin kerjasama dengan komunitas, universitas, Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM), serta perusahaan­-perusahaan besar di Kota Semarang. Yang menarik di sini adalah segala ke­giatan yang dilaksanakan tidak mengeluarkan biaya sepeserpun. Mereka selalu menjalin ­ kerjasama (sponsorship) dengan beberapa perusahaan untuk mendanai setiap kegiatan yang dilaksanakan. Tak tanggung-tanggung, mereka berhasil menggaet perusahaan yang namanya sudah tidak asing lagi di Indonesia. Sehingga mulai dari tempat kegiatan, sarana dan prasarana, konsumsi, serta kebutuhan yang lainnya mereka dapatkan secara gratis. “Kami bahkan pernah mencari sponsor ke perusahaan tanpa membawa proposal, tapi berhasil meyakinkan mereka,” ujar Sarah ­Paquita Ramadani, salah satu staff Marketing and Communication (Marcomm) Batch 4 saat berbagi cerita mengenai pengalaman­nya dalam menjalin kerjasama dengan perusaha­an. Hal ini tentu patut dicontoh, karena dengan pengajuan kerjasama tersebut kita dapat melatih softskill dalam berkomunikasi. Dan seperti yang dikatakan Sarah, diperlukan sebuah kerja keras dan kontribusi maksimal untuk setiap kegiatan. Setiap organisasi atau komunitas yang ada sudah pasti memiliki struktur organisasi. Di sini YOT menghadirkan penamaan jabatan yang berbeda dengan 12 pengurus inti dalam setiap masa jabatan yang berlaku. Di antaranya yaitu President, Vice President, Program Director, Vice Program Director, Marcomm Director, Vice Marcomm Director, ­Personal general Affair (PGA) director, Vice PGA ­Director, Treasury Director, Vice ­Treasury ­Director, Secretary 1, dan Secretary 2. Se-

lain itu, komunitas ini juga didukung de­ngan tiga divisi antara lain Divisi Program, ­Divisi ­Marcomm dan Divisi PGA. Setiap tahun, YOT Semarang melakukan pergantian kepengurusan atau sering di­ sebut dengan pergantian Batch melalui ­media ­sosial. Pengurus yang sedang menjabat melakukan Open Reqruitment yang disebarluaskan melalui Instagram, ­Twitter dan ­Official Line YOT Semarang. Bagi temanteman yang berumur 18-24 tahun dan berdomisili di Semarang, bisa bergabung di komunitas ini dengan melakukan registrasi secara daring, kemudian mengirimkan ­Motivation Letter ke alamat surel yang ­sudah ditentukan. Setelah itu akan dilakukan ­sharing session dan wawan­cara untuk menentukan apakah kamu diterima atau tidak untuk masuk di komunitas ini. Dengan bergabung di dalamnya, banyak manfaat yang didapatkan dari komunitas ini. Se­perti yang diungkapkan oleh ­Alvianto ­Ardhi Witjaksono, President Batch 4 YOT Semarang, dirinya telah memperluas relasi dalam lingkungannya. “Kami dapat ­menjalin banyak relasi dengan pihak eksternal se­ perti k ­omunitas-komunitas lain, perusahaan, dan masih banyak lagi,” ujarnya. Sarah ­me­nambahkan, mereka juga belajar cara memecahkan masalah dan belajar ­bagaimana caranya untuk mendapatkan win-win ­solution agar tidak ada pihak yang dirugikan. Sarah juga mengaku bahwa komunitas ini dapat membantunya dalam mengisi waktu luang di samping terus menimba ilmu di bangku perkuliahan. Pengalaman mendapat­ kan sponsor dengan sistem zero cost ­menjadi ilmu yang sangat bermanfaat bagi ­masing-masing anggota komunitas ini. Tidak ada salahnya kita mengikuti suatu kegiatan. Selagi punya waktu senggang, kenapa tidak kita manfaatkan untuk kegiatan yang lebih bermanfaat? MA JALAH DIMENSI 62

41


GALERI FOTO

Pengais Rezeki di balik Sisi

“Metropolitan” Kota Semarang Oleh: Tim Fotografer Desainer: Sri Haryuti

Pekerja kebersihan memilah sampah di TPS. Dok. Firda Kota Semarang merupakan ibu kota Provinsi Jawa Tengah yang tengah gencar mendorong pembangunan berbagai infrastruktur pada pusat kotanya. Tak heran ba­nyak orang menyebut Kota Semarang sebagai kota 'metropolitan', ini me­ngacu pada ba­nyaknya gedung-gedung tinggi di Semarang dan gaya hidup masyarakatnya yang menengah ke atas dan kebanyakan berprofesi sebagai orang kantoran. Namun, di balik itu semua ternyata masih ada masyarakat yang hidup de­ngan keadaan ekonomi menengah ke bawah dan mencari nafkah bergantung pada situasi jalanan, sampah dan sebagainya yang mereka anggap dapat mencukupi kebutuhan mereka.

42

MA JALAH DIMENSI 62


GALERI FOTO

1

dok. Warda

2

Keterangan : 1. Pedagang bakso menjajakan dagangannya kepada pelanggan. 2. Seorang ibu ber­angkat mencari nafkah dengan sepedanya. 3. Pekerja seni jalanan sedang beraksi.

dok. Hasan

dok. Arizal

3 MA JALAH DIMENSI 62

43


GALERI FOTO

dok. Cantika

4

1. Keterangan :

5

2.

Keterangan : 3. 4. Ibu penjual pempek udang di daerah Amba­rawa. 5. Pedagang mainan tersenyum sumringah menawarkan dagangannya ke seorang ibu yang menggendong anaknya.

dok. Warda

6. Pak ogah mengatur jalanan.

dok. Warda

44

MA JALAH DIMENSI 62

6



PLESIR

Surga Tersembunyi di Pantai Menganti Oleh: Berliana K.R. | Desainer: Riris Metta K.

Kebumen merupakan kota yang pada 2019 berhasil dinobatkan sebagai desa wi­sata n ­ omor satu di Jawa Tengah. Kebumen sendiri terletak di bagian Selatan Pulau Jawa, m ­ emiliki ber­bagai kekayaan alam yang pesonanya luar biasa. Maka dari itu, guna menilisik lebih ­ jauh lagi mengenai keindahan Ke­­bumen, pada ­Sabtu, (03/08) lalu, kami dari LPM Dimensi yang berjumlah 7 orang melaku­­kan perjalanan u ­ ntuk me­ngunjungi salah satu ­destinasi ter­ kenal di sana. Destinasi tujuan kami ­yaitu Pantai Mengan­ti yang ­berada di Desa ­Karangduwur, Kecamatan Ayah, Kebumen.

46

MA JALAH DIMENSI 62

Tidak banyak barang yang kami siapkan ­untuk melakukan perjalanan ini, yang terpenting adalah pakaian yang cukup selama di sana. Perjalanan kami, dimulai pada 3 Agustus lalu, kami memilih transportasi kereta u ­ ntuk ­menuju Kebumen. Pagi itu, pukul 08.00 WIB kami menuju Stasiun Poncol, untuk tiket ­kereta sendiri, kami telah memesannya jauhjauh hari secara online untuk menghindari kehabisan tiket kereta. Kereta pertama yang kami naiki yaitu kereta tujuan Solo, kami memilih alternatif­­­itu karena, untuk kere­ ta yang langsung menuju ke Kebumen ter-


PLESIR

golong mahal. Kami menaiki Kereta Kalijaga ­tujuan Stasiun Solo Balapan dengan harga Rp. 10.000,-. Perjalanan memakan waktu hampir tiga jam, hingga kami tiba di Stasiun Solo Balapan pada pukul 11.44 WIB. Rencana awal, setelah menaiki kereta Kalijaga kami akan menaiki Kereta Pramex (Prambanan Express) untuk menuju Kutoarjo. Akan tetapi, kami kehabis­an tiket pada saat ingin membeli tiket di ­Stasiun Solo Balapan, dan hanya tersisa tiket kereta sore. Karena mengingat jarak antara ­Kutoarjo ke Kebumen lumayan jauh, dan kami takut tidak mendapatkan kendaraan saat sampai ­ di ­ Kutoarjo. Akhirnya, kami memutus­ kan untuk menaiki bus guna mengejar waktu, ­kemudian kami menuju terminal bus Tirtonadi Solo. Karena dekat, kami memutuskan untuk berjalan menuju terminal, jaraknya kurang ­lebih 1,2 kilometer untuk menju ke terminal. ­Se­belum­­­­ menaiki bus, kami sempat ­bertanya kepada beberapa petugas terminal untuk membantu mencarikan bus yang akan kami tumpangi, kami diarahkan untuk menaiki bus tujuan Purwokerto, dan pukul 12:30 WIB kami memulai perjalanan kami menggunakan bus. Harga tiket dari bus sendiri yaitu sebesar Rp 60.000,-. Awalnya kami memutuskan untuk turun di Kuto­arjo, setelah itu dari Kuto­arjo kami mencari bus lagi, yaitu bus ekonomi ­bia­sa agar tidak ada pembengkakan pengelua­ ran. Akan tetapi, karena kami sampai di Kutoarjo

sudah malam, akhirnya kami meminta kepada kondektur untuk merubah tujuan kami untuk langsung menuju Kebumen. Beruntunglah, kami menemui kondektur yang sangat baik, beliau dengan rasa iba memberitahu sopir ­untuk menurunkan kami sesuai dengan tujuan kami, yaitu di Alun-Alun Kebumen. Karena mengingat hari sudah larut dan pastinya di terminal Kebumen sudah tidak ada bis menuju Alun-Alun Kebumen. Kami tiba pukul 19.30 WIB di Alun-alun ­Kebumen, de­ngan total perjalanan yang kami tempuh dari Solo hingga Kebumen yaitu 7 jam. Saat kami sampai di situ, ternyata sedang ­diadakan Kebumen Night Carnival di AlunAlun dalam rangka ulang tahun Kota Kebumen. Karena banyak yang menjajakan panga­ nan, akhirny­ a kami memutus­ kan untuk mencari makan malam karena selama 10 jam perjalan­ an kami belum makan nasi sama sekali dan hanya memakan makanan ringan yang kami miliki. Malam kian larut, pukul 21.30 WIB kami me­ mutuskan untuk mencari penginapan terdekat. Sempat berkeliling untuk mencari ­pe­nginapan yang murah, sampai akhir­nya kami mendapat­ kan penginapan Wisma Ganesha dengan harga per kamarnya Rp. 200.000,-, dan kami ­memesan dua kamar. Keesokan harinya, pukul 08.00 WIB kami ­berangkat menuju Pantai Menganti. Kami me-

MA JALAH DIMENSI 62

47


PLESIR

naiki bus mini dengan tujuan Gombong, t­arif bus tersebut yaitu Rp. 6.000,-. ­Perjalanan ditempuh kurang lebih selama 45 menit. Setelah turun di Gombong, kami menaiki bus mini lagi ke arah Ayah. Untuk kali ini perjalanannya ­cukup jauh, yaitu dengan waktu tempuh sekitar 2 jam, sehingga tarifnya sendi­ri l­ebih ­mahal, ya­itu Rp. 10.000,-. Sesam­painya di Ayah, kami turun di depan Pasar Ayah, dan ­ harus me­ nunggu­­lagi angkutan arah ­Pantai Menganti. Untungnya, ada sopir ­angkutan yang sedang mangkal. Kami ditawari u ­ntuk m ­enyewa angkutan tersebut, de­ ngan ­ biaya sewa ­Rp-200.000,- untuk perjalanan pulang-pergi. Kami memutuskan untuk me­nyewanya. ­Waktu tempuh untuk sampai ke Pantai Menganti ­ ­sekitar 30 menit terhitung dari Pasar Ayah. Sesampainya di Pantai Menganti, kami membeli tiket masuk yaitu seharga Rp. 12.500,/­ orang. Kemudian, kami menuju ke tebing ­pantai, karena cukup jauh kami memutuskan untuk menaiki kendaraan yang disediakan ­gratis oleh pihak pe­ngelola pantai. Di sana, kami me­ ngelilingi tebing-tebing yang me­ miliki banyak spot foto-foto cantik, tak lupa kami mengabadikan keindahan pe­mandangan yang tersaji dari sekeliling tebing. ­ Deburan suara ombak yang sa­ ngat bergemuruh, awalnya membuat kami takut, terlebih pada

48

MA JALAH DIMENSI 62

J­umat (02/08), dikabarkan di Kota Kebumen ­me­ngalami gempa. Akan tetapi, rasa takut itu tertepis oleh keindahan yang ada. Di sekitar tebing terdapat banyak gazebo yang disewakan kepada para pengunjung dengan harga sewa Rp. 10.000,-. Angin yang sangat kencang serta hawa yang dingin membuat hari itu begitu rileks, seakan-akan semua beban pikiran ikut ter­ bawa oleh angin pantai. Air yang begitu biru dan k ­ arang-karang besar turut mempercantik Pantai Me­nganti. Tak salah, jika masyarakat menyebut Pantai Menganti merupakan p ­ antai yang pa­ ling indah di Kota Kebumen ini. Rasanya semua rasa lelah kami selama perjalanan terbayar lunas setelah sampai di sana. Kami kembali menuju Semarang keesokan harinya, y­ aitu Senin (05/08) dengan menaiki bus langsung tujuan Semarang. Untuk menghemat pengeluaran, kami memutuskan untuk mencari bus ekonomi tujuan Terminal Sukun, yang kami dapatkan dengan tarif Rp. 45.000,-, waktu tempuh Kebumen-Semarang menggunakan bus sekitar 5 jam. Sampailah pada akhir cerita ini, jika ada kesempatan, kalian rasanya juga harus merasakan indahnya dimanjakan keelokan Pantai Me­nganti. Untuk ­mengagumi betapa indahnya alam yang telah dilukis ­Tuhan, salah satunya di Kebumen ini.


KULINER

SATE AMBAL, Cita Rasa Unik Bumbu Sate Bercampur Tempe

Oleh : Indah Listiyaningsih & Tindy Thirtyana | Desainer : Rinda Wahyuni

S

ate merupakan makanan yang ­sudah tidak asing lagi bagi masyarakat ­Indonesia. Makanan yang terbuat dari daging, dipotong kecil-kecil, ­ditusuk ­de­ngan­ tusukan bambu, kemudian d ­ipanggang menggunakan bara api, yang kemudian biasa­nya disajikan dengan lumuran ­bumbu kacang. Di Indonesia sendiri, tak sulit bagi masyarakatnya untuk menemukan makanan satu ini, kita dapat dengan mudah menjumpa­­i sate di manapun, mulai dari pedagang kaki lima hingga restoran bintang lima. Indonesia memiliki berbagai macam j­enis sate, salah satunya yaitu sate Ambal. ­Se­suai dengan namanya, sate ini berasal dari ­daerah Ambal, sebuah kecamatan di ­se­belah

T­ enggara Kota Kebumen, Jawa Tengah. J­ arak Kecamatan Ambal dari Kota Kebumen ­kurang lebih 20 kilometer. Sate Ambal sendiri me­ rupakan salah satu makanan khas dan cukup terkenal di Kabupaten Kebumen, selain Nasi Penggel dan Yutuk goreng yang juga menjadi makanan primadona khas di Kebumen. Seperti sate pada umumnya, bahan utama sate Ambal yaitu daging ayam, terutama ayam kampung. Penyajiannya pun tak jauh beda dengan sate kebanyakan, sate ini di­ sajikan bersama lontong ataupun nasi. ­Namun, yang menjadikan ciri khas dari sate ini, dan membedakannya dengan sate lainnya yaitu terletak pada bumbunya. Bumbu utama­sate Ambal sendiri cenderung lebih MA JALAH DIMENSI 62

49


KULINER

Dok. Tindy

e­ ncer, berwarna kuning tua, dan sekilas ter­ lihat seperti kuah masakan Padang. Istimewa­ nya lagi adalah, bumbu sate ­Ambal sendiri terbuat dari tempe rebus yang sebelum­nya telah dihancurkan sampai ­ halus, dan dicampur dengan rempah-rempah l­ainnya, ­sehingga tercipta cita rasa khas yang tidak dapat ditemukan pada bumbu sate yang lain. Cita rasa manis-pedas-gurih, dengan aroma keharuman rempah yang ­menggugah ­selera, membuat aroma tempe bahan c­ampuran bumbu sate ambal tidak terasa lagi. Tidak hanya ditemukan di daerah asalnya saja, kini sate Ambal dapat ditemukan di seluruh penjuru Kabupaten Kebumen.

50

MA JALAH DIMENSI 62

Di pinggir jalan sekarang banyak sekali dijum­ pai warung-warung yang men­ jajakan sate Ambal sebagai hidangannya. Bagi k ­ alian yang tengah berada di Kebumen ataupun akan berkunjung ke Kebumen, pastikan ­kalian menikmati makanan khas ini. Jika kalian ingin menikmati sate Ambal, ­kalian dapat mampir di salah satu penjual sate ambal yang terletak di kawasan Alunalun Kota Kebumen. Biasanya pedagang di alun-alun buka pada sore hari, menggunakan gerobak dan tenda. Dengan merogoh kocek sebesar Rp 20.000, kalian sudah dapat menikmati satu porsi sate Ambal dan menikmati suasana Alun-Alun Kebumen dengan santai.



KELAKAR

BEBASKAN DIRI BEBASKAN DIRI Tuk Jadi Diri Sendiri

Oleh: Alfandy Ilham S. | Desainer: Sri Haryuti | Ilustrator: M. Syauqi M.

S

ebagian besar dari kita mungkin p ­ ernah merasa ingin menjadi seperti orang lain. Misalnya ketika dalam suatu lingku­ngan, pastinya kita pernah ingin menjadi sosok sesuai dengan apa yang orangorang dalam lingkungan itu harapkan. Terkadang rasa itu muncul sebagai akibat dari perasaan ingin diterima di suatu lingku­ngan. Namun, bagaimana jadinya jika dengan ­mengikuti harapan itu justru membuat kita menjadi orang lain? Sudah pasti nantinya akan menimbulkan ketidaknyamanan dalam diri kita. Kita tidak bisa menjadi orang lain. Kita, ya kita. Setiap manusia diciptakan dengan

52

MA JALAH DIMENSI 62

berbagai latar belakang, karakter, bentuk tubuh, dan kemampuan yang berbeda-beda. Namun, sering kali kita dibenturkan oleh berbagai macam ekspektasi orang-orang di sekitar kita. Seperti bagaimana cara kita berpakaian, cara kita memandang suatu hal, kata-­ kata yang kita ucapkan, bagai­ mana bersikap ­ se­ suai umur, status pendidikan yang kita c­ apai, ­de­ngan siapa kita harus berteman hingga standarisasi sifat-sifat “baik” menurut mereka. Sebagian orang mungkin lebih memilih ­untuk menutupi jati dirinya dengan 'topeng' agar mendapatkan penerimaan atau pengakuan dari masyarakat. Mungkin orang-orang


KELAKAR

yang menggunakan 'topeng' tersebut akan berdalih bahwa mereka hanya jaim (jaga ­image) agar mudah diterima ­lingkungan­nya. Menurut saya, jaim itu sama saja dengan meng­ gunakan 'topeng', karena keduanya hanya gambaran semu diri kita yang orang lain lihat. Adanya pun karena diciptakan atau ­dibuat. Bagi saya, lebih baik mempertahankan dan menjaga karakteristik diri sendiri s­erta melakukan sesuatu yang kita inginkan atau kehendaki dari pada harus tunduk dan patuh pada penilaian orang lain. Karena segala yang melekat dalam diri ini tumbuh secara ­alami dengan berbagai proses yang sebelum­ nya pernah kita lalui. Sebagian orang takut memunculkan siapa dirinya karena takut ­karakter yang ia punya berseberangan dan sulit di­terima di masyarakat. Padahal, ­sifat ataupun karakter sesorang itu tidak bisa diubah. Adapun yang bisa diperbaiki yaitu ­bagaimana cara menyampaikan karakter itu sendiri, s­ ehingga dapat disesuaikan dengan ­situasi dan ­kondisi tempat kita berada. Misalnya, kita adalah ­tipikal orang yang slengean, ­humoris, dan t­idak terlalu serius, k ­ emudian dihadapkan pada situasi formal. Kita ­tidak harus secara ­tiba-tiba menjadi orang yang ­serius hanya agar dianggap baik. Kita bisa ber­ adaptasi ­ dengan cara menampilkan sisi serius tanpa meng­ hi­ langkan karakter sesungguh­nya. ­Seperti kata seorang pe­nyiar radio, ­ Gofar ­ Hilman, dalam wawancara­ nya dengan ­ channel youtube ­Fro­yonion, ­“Beradaptasi tapi tidak ­kehilangan jati diri.” Di masa sekarang yang penuh keberagaman seharusnya kita sudah tidak takut lagi ­untuk menunjukkan sifat dan karakter kepada orang-orang di sekitar kita. Sesungguhnya menjadi diri sendiri merupakan pilihan h ­ idup yang terbaik. Tampil apa adanya dan tidak ­sibuk menutupi hal-hal yang tidak kita ingin­ kan orang lain tahu. Mulailah mencintai diri sendiri dan terimalah apa adanya dirimu.

Ketika kita sudah mampu menerima, tentu kita akan tahu bagaimana baik, buruk, serta potensi diri kita. Kenalilah dirimu. Apa yang kita inginkan? Sudah bahagiakah selama ini? Semua akan terjawab ketika kita mampu memahami diri kita sendiri. Pun ketika kita sudah mengenali diri sendiri, maka kita tidak akan mudah diken­ dalikan oleh orang lain untuk melakukan apa yang mereka mau terhadap diri kita. Jika kita ingin menunjukan suatu ­perubahan dalam diri, maka tunjukkanlah kepada diri kita sendiri bukan pada orang lain. Karena jika n ­iatnya semata-mata hanya untuk pengakuan dari orang lain maka tidak ada ­habisnya. ­Walaupun tidak menutup kemung­ kinan ­bahwa perubahan dapat dilihat oleh orang lain, perubahan sebaiknya datang dari hati kita bukan dari komentar orang di sekitar kita. Ketika kita menunjukan siapa diri kita, kita akan tahu siapa yang benar-benar loyal dan menerima kita apa adanya. Walaupun di balik itu semua, tidak bisa dipungkiri bahwa kita bisa saja dijauhi oleh orang-orang yang tidak cocok dengan karakter yang kita miliki. Saya percaya bahwa ketika kita menutupi diri dengan topeng, maka akan ada topengto­peng lain. Menjadi diri sendiri merupakan suatu bentuk penerimaan kita pada diri kita sendiri. Menjadi diri sendiri bukan berarti kita egois dan tidak peduli dengan orang lain. ­Namun yang perlu kita garis bawahi adalah, kita tidak perlu memedulikan setiap o ­ mongan atau anggapan negatif orang-orang terhadap diri kita. Kunci utama untuk tetap menjadi diri sendiri adalah dengan tidak membiarkan orang lain mengatur diri kita. Mereka boleh memberi saran atau kritikan, tapi kita juga boleh menolak atau paling tidak jangan menggubrisnya. Jalanilah hidup dengan aturan dan cara kita sendiri, bukan berdasar pada pandangan orang lain.

MA JALAH DIMENSI 62

53


CERPEN

Untuk Ayah Oleh: Joti Dina Kartikasari | Illustrator: Dini Karuni | Desainer : Riris metta

Setahun silam, aku tersedu bersimpuh di tempat ini menahan isak yang teramat hebat. Satu-satunya orang yang kumiliki tepat hari itu harus pergi. Jauh sekali, ke tempat yang bahkan tak dapat kudatangi hingga sekarang. Hari ini aku akan bertemu dengan se­ seorang yang aku salahkan atas segala hal yang me­nimpaku. Orang yang bertanggung jawab atas kepergian orang terkasihku. “Tidak bisa, Nak. Ini pekerjaan Ayah. ­Tenanglah, semua akan baik-baik saja.” Usiaku 20, aku sudah cukup dewasa ­untuk sekedar paham bahwa situasi ini jauh dari kata baik-baik saja. Telah berulang-ulang, permohonan ku­ sampaikan pada ayah untuk membatalkan keputusannya. Setiap kali kalimat larangan kulontar­kan, ayah hanya akan melihatku dan tersenyum, banyak makna tersingkap di balik­ nya. Senyum ayah lain. Aku merasakannya. “Ayah akan baik-baik saja, Nak." Begitu selalu lerainya. Tapi ucapannya tak pernah membuatku berpikir semua akan menjadi baik. Pemahamanku terhadap urusan kerja

54

MA JALAH DIMENSI 62

ayah memang belum bisa dikatakan s­angat baik. Tapi situasi yang terjadi sekarang ­sungguh berbeda. Pagi ini kotaku tengah berkabut, musim di­ngin hampir berakhir. Meski matahari terlihat, tetapi suhu tetap menyentuh angka di bawah 5⁰ Celcius. “Perkiraan cuaca hari ini tidak terlalu ­bagus, Yah. Bawalah mantel Ayah, udara akan semakin dingin ketika salju mulai turun." "Ini mantel Ayah," kuserahkan mantel coklat tebal milik ayah. Mantel itu tampak lusuh, tapi ayah ­­enggan membeli baru. Sejujurnya aku paham, mantel itu merupakan mantel couple ayah ­de­ngan ibu, tetap memakainya merupakan salah satu bentuk kesetiaan ayah pada ibu. ­ Mungkin kira-kira seperti itu alasan ayah. Selain ­mantel, adapula mobil yang begitu disayangi ayah. Mobil yang ayah kendarai pagi ini. 'Saksi bisu perjalanan cinta ayah dengan ibu' begitu ayah menjulukinya. Itulah mengapa meski tua mobil itu masih terawat dengan baik. Selain merawat mesin, kata ayah kenangan bersama ibu juga terawat di dalam sana.


CERPEN

Hari ini kampusku diliburkan, seluruh penga­ jar diundang untuk menghadiri ­ acara besar yang diselenggarakan wali kota. Prediksi­ku ativitas kota hari ini akan berpusat di gedung wali kota. Jalanan sepertinya akan sepi. Sedangkan aku? Yap, aku di rumah. Masih memandangi layar laptopku lamat ­ lamat. Membaca setiap kata pada portal b ­erita tentang pemberitaan besar yang tengah mengheboh­kan kota beberapa bulan ­terakhir. Banyak sekali nama yang tertera di dalam sana. Beberapa pernah aku dengar dari cerita ayah, sisanya benar-benar asing. Terdapat satu nama yang sangat tidak asing tertulis di salah satu laman berita. Ya, berita itu ditulis oleh ayah. Nama yang bebe­ rapa waktu lalu kutahu usai menelfon ayah, membicarakan sesuatu yang kuyakin penting. Ayah bilang pembicaraannya tak lebih dari pembicaraan dengan narasumber biasa. Ayah berkata tidak ada yang spesial, hanya seputar diskusi waktu untuk bertemu guna wawancara. Namun untuk kesekian kalinya, lagi-lagi penjelasan ayah sulit aku percaya. Penolakan jelas ada pada pikiranku. Tapi aku diam, aku tidak ingin menginterogasi ayah, sudah cukup harinya melelahkan. Akan lebih melelahkan jika aku mencecarnya lagi dengan segala pertanyaan-pertanyaan. Aku membaca salah satu artikel yang ditulis oleh ayah dan baru kemarin di­ terbitkan, me­nuliskan ‘Penyebab munculnya wabah penya­kit di kota, diduga kuat karena penyalah­ gunaan kekuasaan pemerintahan, yaitu pemberian otoritas pembukaan lahan untuk perluasan wilayah guna ­pembangunan ­ hotel. Daerah perluasan wilayah tersebut merupakan daerah yang diisolasi karena ­ ­diduga me­ngandung gas berbahaya.’ Jangan lupa makan siang. Pesan dari ayah. Siang itu meski jadwal liputannya begitu padat, ayah selalu sempat mengirimiku pesan singkat. Aku curiga ini merupakan pesan singkat bot yang ­sengaja ayah setting di handphone-nya setiap jam makan siang, haha ya karena pesannya setiap hari selalu sama jadi aku curiga. Hari ini, tak kurang dari 3 tempat yang

­ arus ayah datangi untuk meliput berita terh kait dengan kekacauan kota. Mulai dari daerah untuk perluasan hotel, kantor polisi, gedung wali kota, dan mungkin tempat lain yang tidak kuketahui. Ayah memang sudah membulatkan tekad untuk mengungkap kasus ini dengan segala resikonya. Yang bersalah perlu ­dihukum, dan warga kota perlu tahu kebenarannya. ­Begitu selalu dalihnya. Dan itulah yang me­ nyibukkan ayah enam bulan terakhir. Tak ­pernah pulang tepat waktu, pun sesampainya di rumah masih disibukkan dengan pekerjaan di laptopnya. Mataku masih belum mau lepas dari l­ayar monitor, membaca setiap berita untuk setiap kata kunci yang kuketikkan di kolom pen­ carian. Mencoba menghubungkan banyak ­sekali hal, mencatat setiap nama yang kurasa pen­ting dan andil dalam masalah ini. Siapa sangka, nama itu sudah lebih dari lima kali kutandai. Kini hipotesaku meyakini bahwa 60% ia punya andil besar dalam masalah ini. Orang yang beberapa waktu lalu sempat menelfon ayah. Hampir semua stasiun televisi melakukan siaran langsung untuk meliput pidato wali kota. Semuanya sama, dengan judul headline yang hampir sama pula. Berharap beruntung akan melihat ayah di salah satu siaran yang sedang berlangsung. Namun nihil, tak ada ­satupun yang meperlihatkan ayah di sana. "Saya harap seluruh warga bisa tenang dalam menyikapi masalah ini, kami pasti akan menindak pelaku kejahatan dengan hukuman yang setimpal. Kami akan berusaha ....." Omong kosong apa lagi itu, rasanya peme­ rintah harusnya sudah tahu siapa d ­alang permasalahan dengan segala temuan b ­ukti yang ada. Kenapa mereka semua seolah ­menutup-nutupi pihak di balik kasus ini. Apa mereka pikir warga kota sebodoh itu? Aku geram sekali mendengar penjelasan wali kota yang sedang berpidato. Mencoba menenangkan warga. Tapi aku, salah satu warganya tak sedikitpun merasa ditenangkan. Justru kian kalang kabut khawatir akan keadaan ayah. Selepas pesan ayah yang mengingatkanku makan siang, hingga detik ini aku tak lagi berkomunikasi dan tidak tahu keberadaan MA JALAH DIMENSI 62

55


CERPEN

ayah. Sudah lebih dari 30 panggilanku ke ­nomor ayah, tapi tak satupun dijawab. Di televisi, terlihat kekacauan dari massa yang tidak puas dengan penjelasan wali kota. Massa mulai bertindak brutal. Massa yang memenuhi halaman gedung menjadi tak ter­ kendali dan mencoba merangsek masuk. ­Suara reporter stasiun televisi yang sedang live ­report terdengar cemas meski kutahu mereka masih berusaha tenang dibalik wajahnya. Gelombang massa makin tak tertahan, meneriaki wali kota untuk segera mengambil tindakan tegas. Mobil-mobil yang terparkir di depan gedung pertemuan tak luput dari amukan massa sore itu. “Ayah, Ayah di mana?” sesungguhnya itu yang semakin membuat ­pikiranku kalut. Kring kring kring Aku terhenyak, ternyata sudah menunjuk­ kan pukul 7 malam. Tak sadar aku tertidur, dan laptopku masih menyala. Dering nyaring ­telfon membangunkanku.

Halo, suara seseorang di seberang sana tersengal. Apakah benar ini kediaman saudara Rama? “Benar, saya putrinya,” jawabku. Nak, bisakah kamu datang ke rumah sakit dekat gedung wali kota? Ayahmu tertembak dan kritis.

56

MA JALAH DIMENSI 62

Entah siapa orang itu, entah apa kelanjut­ an kalimatnya. Yang kutahu setelah kata k ­ ritis, suara telfon di seberang benar benar samar. Aku terduduk, tidak percaya, sama sekali tidak percaya. Aku segera menaiki taksi untuk menuju rumah sakit dekat gedung wali kota. Sisa-sisa kekacauan terlihat sepanjang kanan dan kiri jalan. Rumah sakit banyak dijaga oleh polisi, mungkin mengantisipasi agar massa tidak mendekat dengan rumah sakit, agar tidak mengganggu kegiatan medis. Ayah terbaring dengan luka tembak di dalam ruang operasi, hatiku sungguh patah melihat keadaan ayah. Aku tidak ingin cemas, tapi kenapa Ayah seperti ini, batinku. Hingga tiba-tiba dokter di dalam ruang operasi terlihat panik dan memberikan aba-aba serius kepada suster, suster sigap mengeluarkan alat pacu jantung dan dokter segera menempelkannya ke dada ayah. Memori itu, begitu terputar rapi di dalam otakku. Tak sedikitpun detail yang aku lupa. Memori yang hingga saat ini masih membuatku sedih dan marah. Dan orang itu, si nara­ sumber ‘biasa’, sampai saat ini belum juga bertanggung jawab atas perbuatan jahatnya. “Yah, akan aku ungkap kasus ini untuk Ayah, untuk warga kota." Air mataku menetes tepat di pusara ayah. Satu tahun sejak kepergian ayah, dan s­ ekarang saatnya aku membuka tabir kebenaran yang selama ini ayah coba ungkap. “Berbahagialah bersama Ibu di surga, Yah.”


RESENSI BUKU

Breaking Point Oleh : Lisa Chilly Sugesti, Riris Metta | Desain : Rinda Wahyuni

Judul

: Breaking Point

Penulis

: Pretty Wuisan Angelia

Penerbit : Gramedia Pustaka Utama Terbit

: 2017

Tebal

: 240 halaman

G

etaran Cinta Semesta, si ketua OSIS tangguh yang memiliki tekad besar ­dalam kehidupannya. Ia difitnah menjadi penyebab seseorang bunuh diri k ­ arena satu bukti yang mengarah kepadanya. ­Merasa tak bersalah, ia dihadapkan dengan pilihan antara keluar dari sekolah saat Ujian Nasional sudah di depan mata atau tinggal dan meng­akui kesalah­an yang tidak diperbuatnya. Memilih keluar, kemudian Geta meng­ ikuti ­Ujian Paket C. Di sana ia bertemu d ­ engan Vierro, atlet catur nasional yang gagal ­ meng­ ­ ikuti­UN karena kompetisi catur di Roma. ­Daniar si ceria yang terkena k ­ anker, dan Bogel, mantan narapidana bandar ­narkoba. Bersama ketiga teman barunya, Geta merasa­ kan apa itu persahabatan dan optimis­ me ­dalam meraih cita-cita. Persahabatan ­antara mereka terjalin dengan latar belakang yang berbeda. Namun, tetap menguatkan satu sama lain untuk meraih cita-cita. Geta juga merasakan apa itu pengkhianatan yang membuat remaja seusianya sangat terpukul ­ketika melihat orangtuanya harus terbawa dalam kasusnya. Dari situ, ia bertekad untuk menyelidiki siapa dalang di balik fitnah yang dilontarkan kepadanya.

nambahkan bumbu romansa dan misteri. Namun, plot twist yang disuguhkan dalam novel ini sangat apik. Di saat kita telah menebak siapa pelakunya, ada saja bukti baru yang muncul dan membuat pembaca ­kembali merasa ragu atas dugaannya tersebut. Cerita yang diangkat dalam novel ini sangat relatable dengan kehidupan. Tentang para­ digma anak kejar paket C yang dipandang berandal dan dipadukan dengan kegalauan remaja masa kini. Eksekusi cerita dalam n ­ ovel ini rapi. Latar cerita paket C yang diambil sangat fresh ditambah dengan m ­ otivasi dan psikologi side yang kena .

Walaupun plot telah diatur dengan rapi, alur menuju ending cerita ini agak diper­ cepat. Bahasa yang digunakan terkadang ber­ campur antara bahasa baku dan non baku. ­Namun, karena cerita yang fresh dan plot Novel karya Pretty Wuisan ini sama ­seperti twist yang apik sangat sayang untuk me­ novel genre teenlit lainnya yang me­ lewatkan novel ini. Selamat menebak!! MA JALAH DIMENSI 62

57


GUNDALA GUNDALA Oleh : Sandra Gusti A | Desainer : Ilham Fatkhu Arroyyan

Tanggal rilis Durasi Sutradara Pemeran

: 29 Agustus 2019 (Indonesia) : 123 menit : Joko Anwar : Abimana Aryasatya, Tara Basro, Rio Dewanto, Lukman Sardi


RESENSI FILM

Di tahun 2019 ini, industri perfilman tanah air tengah dihebohkan dengan rilisnya serial film superhero yang digadang-gadang menjadi Avengers versi Indonesia. Film Gundala menjadi gerbang pembuka perjalanan cerita Jagat Sinema Bumilangit. Gundala sendiri diadopsi dari komik pahlawan ­super ­Gundala Putra Petir yang dibuat tahun 1969 oleh Harya Suraminata. Film garapan Joko Anwar ini dihiasi dengan konflik seputar kemanusia­ an, percintaan, kensenjangan s­osial, dan politik yang relevan dengan ­masalah yang terjadi di masa kini. Gundala bercerita tentang seorang anak bernama Sancaka yang tanpa ia sadari me­ rupakan manusia super pemilik kekuatan ­petir. Pada bagian awal, film ini mengisahkan Sancaka kecil (Muzaki Ramdhan) yang harus berjuang untuk bertahan hidup s­endirian. Ayah Sancaka (Rio Dewanto) yang saat itu berkerja sebagai buruh sedang melakukan demonstrasi dengan para buruh lainnya. Malang, para buruh dijebak kemudian ia ditusuk dan mati di tempat kejadian. Selang setahun, ibunya pamit pergi ke kota untuk mencari pekerjaan. Namun, tidak pernah kembali ke rumah. Singkat cerita, Sancaka (Abimana) tumbuh menjadi pria dewasa yang gagah. Ia bekerja sebagai satpam di sebuah pabrik percetakan koran. Pada film ini juga hadir tokoh heroik wanita bernama Wulan, yang dikisahkan ­sebagai tetangga Sancaka. Wulan merupakan pembela pedagang-pedagang di pasar. Dalam kisah ini, Pengkor (Bront Palarae) dihadirkan sebagai tokoh antagonis yang kuat. Dengan perwujudan laki-laki tua berwajah setengah rusak, ia menjadi sosok yang di­ segani dan ditakuti. Dendamnya akan masa lalu membuatnya mendidik anak-anak panti asuhan menjadi manusia yang kuat dan kejam. Anak didiknya tersebar di seluruh pelosok negeri, yang setiap saat bisa saja datang ketika dibutuhkan. Konflik dimulai ketika timbul keresahan di kalangan masyarakat akan beredarnya isu bahwa ada serum amoral yang telah di­

suntikkan ke gudang penyimpanan beras. Pengkor menyusun skenario agar seluruh masyarakat berbondong-bondong untuk menyuntikkan obat penawarnya. Belakang­ an diketahui bahwa cairan yang disuntikkan tersebut merupakan serum amoral yang berdampak langsung kepada masyarakat khusus­nya ibu hamil. Anggota dewan mencari solusi me­ngenai masalah tersebut untuk menenangkan ­ masyarakat namun sialnya malah semakin menjadi-jadi. Perkembangan sinematografi film Gundala tersaji dengan sangat epic, baik dalam tone background serta efek tambahan yang mendukung. Peningkatan ini patut diapresiasi. Ditambah penggunaan pencak silat yang sarat akan budaya Indonesia menambah ­kesan yang kental akan Indonesia. Alur c­ erita ditampilkan secara menarik. Namun sebagai penonton, saya merasa bahwa ­ Gundala ­adalah salah satu sisi kecil dari Jagat Sinema Bumilangit. Dalam film ini beberapa tokoh bermuncul­ an. Meski tanpa penjelasan atau scene yang lebih detail, sudah cukup memberi sinyal ­ ­kepada penonton siapa yang akan muncul ­dalam film serial Jagat Bumilangit berikut­ nya. Walaupun film ini mengangkat tema super­hero, namun cerita yang disaji­ kan sangat realistis tidak seperti kebanyak­ ­ an cerita s­uperhero yang kisahnya fiktif. ­Adegan Sri Asih dan Ki Wilawuk ditampilkan sangat minim, ­sehingga membuat penonton ­penasaran akan ­kelanjutan kisahnya. Namun sangat disayangkan, beberapa scene dirasa belum maksimal, khususnya pada ­adegan perkelahian Sancaka ­dewasa. Klimaks yang ditampilkan terkesan datar. ­ Karakter superhero yang dibawakan ­kurang kuat, sehingga seperti perkelahian antar orang biasa. Kekuatan Sancaka tidak diper­ lihatkan secara istimewa. Penggunaan ­bahasa yang sedikit kasar disertai umpatan kurang cocok apabila ditonton oleh anakanak. Secara keseluruhan, saya memberi rating 8/10 pada film ini. MA JALAH DIMENSI 62

59


KANGPROF

KANGPROV “gitu aja terus” Oleh: M.Syauqi M.

60

MA JALAH DIMENSI 62


KUIS

Kuis Misteri Teka-Teki

Di ruang makan pada suatu malam, polisi menemukan 2 mayat. Satu mayat perempuan yang tergeletak di kursi dengan luka di bagian perut dan kepala. Serta mayat laki-laki, ditemukan dengan banyak darah dan mulut yang penuh busa. Di lokasi kejadian juga ditemukan kaleng susu terbuka yg berkarat pada bagian atas kaleng serta pisau dan garpu yang penuh darah. Diketahui 2 mayat tersebut adalah kakak-beradik. Tim forensik menyatakan keduanya meninggal pada waktu yang berbeda. Sang kakak meninggal pada pukul 1 siang, sedangkan sang adik meninggal 5 jam setelah waktu kematian kakaknya, yaitu pukul 6 sore. Menurut polisi, ada 3 orang yang dicurigai sebagai tersangka. 1. Paman korban. Saat kejadian, beliau sedang berada di taman belakang. Namun ia me足ngaku sempat melihat keduanya di ruang makan. 2. Pembantu korban. Ia dicurigai karena menghidangkan makanan dan diketahui se足 ring dimarahi oleh majikannya. 3. Saudara angkat korban. Dia mengelak dan berdalih bahwa kakak-beradik tersebut bisa saja saling membunuh karena sering berselisih paham. Dari keterangan terkait, diketahui bahwa esok hari keduanya akan pergi menemui pengacara orang tua mereka untuk membicarakan masalah hak waris. Jika Anda adalah seorang detektif, menurut Anda siapakah pelakunya? Dan bagaimana krono足logis kejadiannya? Bagi 5 narasi terbaik akan kami upload ke instagram LPM Dimensi dan bagi 3 narasi yang me足miliki banyak like, akan mendapatkan merchandise special Dimensi!! Kirim jawaban terbaikmu melalui WhatsApp ke +62 877-4793-7096 (Chilly). Maksimal tanggal 30 April 2020. Pemenang akan diumumkan melalui akun instagram @lpm_dimensi MA JALAH DIMENSI 62

61


NGEDIMS

Penggunaan sterofoam dilarang di Kantin Tata Niaga

Batas minimal cumlaude masih diperdebatkan antara jurusan Teknik dan Tata Niaga

Bagus dong. Tapi sampah kertasnya tambah banyak, nih.

Berapapun angkanya, kualitas tetap nomor satu.

Peringkat Polines turun di posisi keempat

Semoga tetap bisa committed to quality.

Pembangunan Gedung Kuliah Bersama akan segera direalisasikan

Akhirnya bisa wisuda di gedung sendiri.

Parkiran PKM akan diubah menjadi taman

Baiklah. Yang penting parkirnya jangan pindah ke pinggir jalan ya, guys!

NGEDIMS Desain : Ilham Fatkhu Arroyyan | Ilustrasi : Dini Karunia Asri

62

MA JALAH DIMENSI 62



Tak perlu risau akan standar kebahagiaan yang tertampil di layar ponsel anda. Tak perlu paksakan diri tuk penuhi standar dunia maya. Tiap individu punya porsi dan standar kebahagiaan masing-masing. Termasuk anda, mereka, dan kita semua. (Dims, 62nd)

Lembaga Pers Mahasiswa

DIMENSI. TERSEDIA

ISSN 1180432721

MAJALAH INTERAKTIF Dilengkapi dengan animasi dan video

Scan Me!!

0853 9731


Turn static files into dynamic content formats.

Create a flipbook
Issuu converts static files into: digital portfolios, online yearbooks, online catalogs, digital photo albums and more. Sign up and create your flipbook.