CERPEN
Untuk Ayah Oleh: Joti Dina Kartikasari | Illustrator: Dini Karuni | Desainer : Riris metta
Setahun silam, aku tersedu bersimpuh di tempat ini menahan isak yang teramat hebat. Satu-satunya orang yang kumiliki tepat hari itu harus pergi. Jauh sekali, ke tempat yang bahkan tak dapat kudatangi hingga sekarang. Hari ini aku akan bertemu dengan se seorang yang aku salahkan atas segala hal yang menimpaku. Orang yang bertanggung jawab atas kepergian orang terkasihku. “Tidak bisa, Nak. Ini pekerjaan Ayah. Tenanglah, semua akan baik-baik saja.” Usiaku 20, aku sudah cukup dewasa untuk sekedar paham bahwa situasi ini jauh dari kata baik-baik saja. Telah berulang-ulang, permohonan ku sampaikan pada ayah untuk membatalkan keputusannya. Setiap kali kalimat larangan kulontarkan, ayah hanya akan melihatku dan tersenyum, banyak makna tersingkap di balik nya. Senyum ayah lain. Aku merasakannya. “Ayah akan baik-baik saja, Nak." Begitu selalu lerainya. Tapi ucapannya tak pernah membuatku berpikir semua akan menjadi baik. Pemahamanku terhadap urusan kerja
54
MA JALAH DIMENSI 62
ayah memang belum bisa dikatakan sangat baik. Tapi situasi yang terjadi sekarang sungguh berbeda. Pagi ini kotaku tengah berkabut, musim dingin hampir berakhir. Meski matahari terlihat, tetapi suhu tetap menyentuh angka di bawah 5⁰ Celcius. “Perkiraan cuaca hari ini tidak terlalu bagus, Yah. Bawalah mantel Ayah, udara akan semakin dingin ketika salju mulai turun." "Ini mantel Ayah," kuserahkan mantel coklat tebal milik ayah. Mantel itu tampak lusuh, tapi ayah enggan membeli baru. Sejujurnya aku paham, mantel itu merupakan mantel couple ayah dengan ibu, tetap memakainya merupakan salah satu bentuk kesetiaan ayah pada ibu. Mungkin kira-kira seperti itu alasan ayah. Selain mantel, adapula mobil yang begitu disayangi ayah. Mobil yang ayah kendarai pagi ini. 'Saksi bisu perjalanan cinta ayah dengan ibu' begitu ayah menjulukinya. Itulah mengapa meski tua mobil itu masih terawat dengan baik. Selain merawat mesin, kata ayah kenangan bersama ibu juga terawat di dalam sana.