10 minute read
LAPORAN UTAMA
Menilik Sepak Terjang Investasi di Indonesia dalam Perekonomian Nasional
Oleh : Indah, Faizah, dan Luvita
Advertisement
Dok. goodmoney.id
Saat ini seluruh negara termasuk Indonesia sedang dihadapkan pada kondisi pandemi Covid-19 yang belum diketahui waktu berakhirnya. Hingga saat ini, pemerintah terus berusaha menekan jumlah positif Covid-19 dengan memberikan vaksin secara merata di setiap daerah. Pandemi seperti ini tentunya berdampak sistemik, terukur, dan masif pada perekonomian global. Kementerian Investasi/ Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) mempublikasikan data realisasi investasi sepanjang periode triwulan II 2021 yang mencapai Rp223,0 triliun. Realisasi investasi selama triwulan II 2021 mengalami peningkatan sebesar 16,2% dibandingkan periode yang sama tahun 2020. Oleh karena itu, capaian investasi pada periode Januari hingga Juni ini menyumbang 49,2% terhadap target tahun 2021. Kepala BKPM, Bahlil Lahadalia menyatakan bahwa investasi memiliki kinerja yang positif pada periode April hingga Juni 2021 yang sejalan dengan pemulihan ekonomi dalam negeri. Sehingga, investor semakin yakin untuk menanamkan modalnya di Indonesia.
Peran Investasi dalam Perekonomian
Investasi merupakan pengeluaran atau perbelanjaan penanam modal atau perusahaan untuk membeli barang-barang modal dan perlengkapan perlengkapan untuk menambah kemampuan memproduksi barang-barang dan jasa-jasa yang tersedia dalam perekonomian (Sadono Sukirno, 2008). Eliza Mardian, salah satu peneliti di Center of Reform on Economics (CORE) Indonesia menuturkan bahwa investasi memiliki peran yang penting dalam perekonomian di Indonesia. “Sebagaimana diketahui bahwa investasi memainkan peranan penting dalam menggerakkan perekonomian bangsa. Hal ini disebabkan karena pembentukkan modal dapat memperbesar kapasitas produksi, menaikkan pendapatan nasional dan menciptakan lapangan pekerjaan. Dalam konteks ekonomi makro, investasi dalam hal ini Pembentukan Modal Tetap Bruto (PMTB) merupakan salah satu variabel pembentuk Produk Domestik Bruto (PDB) selain konsumsi,
pengeluaran pemerintah dan net ekspor,” jelas Eliza Mardian.
PMTB merupakan investasi fi sik seperti bangunan, mesin, kendaraan, hewan dan tumbuhan yang memproduksi secara berulang serta produk kekayaan intelektual. Bangunan menjadi jenis investasi fi sik terbesar dengan proporsi mencapai 75,3% terhadap total PTMB. Dalam kurun waktu 5 tahun terakhir, kontribusi PMTB terhadap PDB berada dikisaran angka 32% dan merupakan kontributor kedua terbesar setelah konsumsi.
Setelah pandemi Covid-19 menghantam Indonesia sejak Maret 2020 lalu, pertumbuhan ekonomi pada tahun 2020 mengalami kontraksi. Namun demikian, pada tahun 2021, kinerja perekonomian menunjukkan angka perbaikan. Eliza menjelaskan bahwa capaian angka pertumbuhan yang tinggi tersebut bukan semata-mata karena adanya lompatan ekonomi namun disebabkan oleh efek basis yang rendah (low base effect), di mana dasar perhitungan pertumbuhan di kuarter II 2021 merupakan pertumbuhan ekonomi kuarter II 2020 yang angkanya sangat rendah. “Dalam masa pemulihan ekonomi, investasi memainkan peranan yang vital. Masyarakat yang kehilangan pekerjaan akibat hantaman pandemi dan angkatan kerja yang masih menganggur perlu disediakan lapangan kerja agar perekonomian kembali bergeliat,” tambah Eliza.
Membedah Data PMTB dan Capaian Investasi Sektor Riil
Apabila membedah kembali komponen PMTB, terlihat akan terdiri dari investasi dari sektor pemerintah, sektor riil dan sektor lain-lain (hulu migas). Eliza menjelaskan bahwa sektor keuangan tidak masuk dalam perhitungan PMTB, karena PMTB sifatnya modal tetap (fi sik) tapi investasi dari sektor keuangan akan mempengaruhi PMTB jika digunakan untuk diinvestasikan untuk membeli komponen PMTB, seperti bangunan, mesin, dan Cultivated Biological Resources. “Adapun terkait dengan Investasi sektor rill dapat ditelusuri melalui realisasi Penanaman Modal Asing (PMA) dan Penanaman Modal dalam Negeri (PMDN). BKPM atau saat ini Kementerian Investasi merupakan institusi yang mencatat PMA dan PMDN. Adapun kontribusi PMA dan PMDN terhadap PMTB hanya berkisar di angka 13%,” jelas Eliza. Pada tahun 2020, realisasi PMA dan PMDN pada kuartal II sempat mengalami kontraksi, namun kembali meningkat pada kuartal III. Peningkatan ini ditopang oleh realisasi PMDN, di mana dari seluruh total investasi riil, sebesar 50,04% merupakan PMDN dan 49,96% adalah PMA. Kemudian pada tahun 2021, pertumbuhan investasi periode Januari-Juni 2021 mengalami kenaikan sebesar 10% dibandingkan periode Januari-Juni 2020. Realisasi PMA juga menunjukkan pertumbuhan lebih tinggi dari PMDN, yaitu sebesar 51,60%. Eliza menerangkan bahwa top 5 sektor dalam PMA pada Januari-Juni 2021 yakni: 1. Industri logam 2. Pertambangan 3. Transportasi, pergudangan, dan telekomunikasi 4. Listrik, gas, dan air 5. Perumahan dan kawasan industri perkantoran Sedangkan untuk top 5 sektor dalam PMDN yakni: 1. Perumahan dan kawasan industri perkantoran 2. Transportasi 3. Pergudangan dan telekomunikasi 4. Listrik, gas, dan air 5. Konstruksi dan industri makanan
Investasi di Tengah Pandemi
Pada April 2020 adanya penyebaran Covid-19 ini akan menyebabkan terbatasnya aktivitas ekonomi karena berbagai kebijakan yang dilakukan oleh pemerintah yang melanda semua negara. Banatul Hayati, salah satu akademisi Fakultas Ekonomika dan Bisnis Universitas Diponegoro (FEB Undip), menjelaskan bahwa Republik Rakyat Tiongkok (RRT) sebagai sumber penyebaran Covid-19 tentu akan berdampak ke Indonesia secara perekonomian. Hal ini dikarenakan RRT
Eliza Mardian
Peneliti CORE (Center of Reform on Economics) Indonesia Dok. Pribadi
sendiri merupakan negara dengan realisasi investasi asing terbesar kedua di Indonesia. “Ketika RRT yang mengalami perlambatan di dalam pertumbuhan ekonomi ataupun kondisi ekonomi, itu akan langsung terdampak ke Indonesia, karena investasi kita banyak bekerja sama dengan RRT. Lembaga ekonomi INDEF memprediksikan bahwa selama pandemi Covid-19 berpotensi terjadinya penurunan investasi yang mengalami kehilangan nilai investasi sebesar 127 triliun,” jelas Banatul. Menurut Banatul, pandemi menyebabkan beberapa dampak terhadap perekonomian seperti pertumbuhan ekonomi yang menurun pada kuartal ketiga tahun 2020 hanya 2,9% padahal secara year on year mencapai 5,07% pada kuartal pertama tahun 2019. Demikian juga dengan investasi akibat pandemi, banyak sektor-sektor investasi yang kemudian terpuruk hingga mengalami penurunan terutama di perhotelan, pariwisata, perdagangan, jasa dan industri.
Banatul menilai bahwa dalam kondisi pandemi ini, investasi yang tepat yang bisa memberikan pengaruh terhadap pemulihan ekonomi nasional ini adalah investasi pada bidang yang dapat meningkatkan kualitas diri masyarakat. Tepatnya, investasi pada bidang kesehatan yang mana saat ini peningkatan imun dan kesehatan sangat diperlukan masyarakat. “Dalam kondisi pandemi kita lihat bahwa ada beberapa sektor yang mengalami keterpurukan, tetapi ada juga kemudian sektor yang mempunyai peranan yang semakin meningkat karena dalam kondisi pandemi dibutuhkan investasi yang bisa meningkatkan imun, bisa meningkatkan kondisi kesehatan sehingga kita lihat industri investasi di sektor industri kesehatan ini akan berkembang meningkat,” tambah Banatul.
Perubahan Nomenklatur BKPM
Menurut berbagai sumber berita, pihak Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) menyatakan bahwa dengan adanya perubahan tersebut, Kementerian Investasi akan memiliki kewenangan yang lebih luas di bidang investasi. Kementerian dapat membuat kebijakan dan mengeksekusinya sehingga dapat memberikan kepastian regulasi kepada para investor. Hal ini bisa menjadi sentiment positif bagi investor. Selain itu juga kementerian investasi dapat membuat dan mengintegrasikan berbagai urusan investasi secara komprehensif, termasuk mengkolaborasikan investasi besar dengan UMKM. “Dengan berubahnya nomenklatur BKPM menjadi Kementerian Investasi diharapkan dapat meningkatkan aliran modal yang akan mampu menggerakkan perekonomian, menciptakan lapangan pekerjaan yang berujung pada terkereknya pertumbuhan ekonomi,” jelas Eliza. Banatul menambahkan bahwa dengan perubahan ini, peran BKPM akan menjadi lebih efektif, dari yang semula hanya mengeksekusi Peraturan Pemerintah, kini mempunyai hak dan kewenangan untuk menyusun dan membuat regulasi terkait investasi sebagai upaya memperbesar kemungkinan masuknya investasi di Indonesia. “Di samping itu, dengan berubahnya BKPM menjadi kementerian ini juga akan memudahkan untuk berkolaborasi dengan kementerian lain untuk urusan investasi di sektor industri perizinan maupun masalah ketenagakerjaan,” tutur Banatul.
Kebijakan untuk Meningkatkan Investasi
Sektor industri merupakan sektor yang masih konsisten memberikan kontribusi signifi kan bagi perekonomian nasional melalui realisasi penanaman modal. Menurut Banatul, sepanjang tahun 2020 investasi manufaktur mampu menunjukkan pertumbuhan yang
positif, meskipun di tengah terpaan yang cukup berat akibat pada pandemi. Dibuktikan dari data BKPM pada Januari hingga Desember 2020 sektor industri berhasil menghasilkan dana sebesar Rp272,9 triliun atau menyumbang 33% dari total nilai investasi nasional yang mencapai Rp826,3 triliun. Keberhasilan realisasi sektor industri tidak terlepas dari adanya kebijakan yang dilakukan meliputi kebijakan yang berhubungan dengan kemudahan perizinan maupun adanya kemudahan-kemudahan dalam penurunan pajak. Investasi sektor properti ataupun sektor perumahan merupakan salah satu jenis investasi yang mempunyai kontribusi tinggi. Untuk mendorong investasi sektor perumahan maka pemerintah melakukan upaya kebijakan untuk mendorong investasi di sektor properti. Kebijakan tersebut akan berkaitan dengan kebijakan masalah perpajakan maupun tingkat bunga kredit perumahan. Untuk meningkatkan investasi di Indonesia, pemerintah telah melakukan berbagai upaya seperti pengesahan UU Cipta Kerja, kebijakan tax holiday atau pemberian fasilitas pembebasan PPH, menyusun daftar prioritas investasi, penerapan One Single Submission (OSS) berbasis risiko, hingga kebijakan relaksasi pajak. Disamping itu, diperlukan pula kebijakan lain yang juga berpengaruh terhadap investasi. Salah satunya adalah perbaikan upaya pemberantasan korupsi. Dalam data World Economic Forum (WEF) dalam Global Competitiveness Report 2017-2018, korupsi menjadi pengahambat utama investasi di Indonesia. Oleh karena itu, diperlukan penguatan institusi dan kebijakan terkait pemberantasan korupsi oleh pemerintah sehingga tingkat korupsi dapat ditekan dan investasi tidak terhambat.
Hambatan, Tantangan, dan Peluang Investasi dalam Pembangunan Nasional
“Beberapa jenis investasi yang masih bisa menghasilkan keuntungan atau menjanjikan antara lain adalah investasi sektor perdagangan dan sektor retail, karena sektor ini terkait dengan luas pasar yang masih besar di Indonesia,” tutur Banatul. Selain itu, sektor penjualan online atau e-commerce juga dinilai cukup menjanjikan melihat cukup tingginya konsumsi masyarakat. Banatul menambahkan bahwa sektor investasi di bidang properti juga potensial. “Investasi di sektor properti ini juga menjanjikan karena Indonesia memiliki daratan yang luas kemudian besarnya populasi penduduk serta pertumbuhan ekonomi yang relatif stabil,” tambahnya. Indonesia mempunyai peluang yang cukup besar dikarenakan mempunyai potensi dalam ketersediaan bahan baku mentah. Kemudian, Indonesia sebagai menteri maka ketersediaan tenaga kerja juga melimpah dengan jumlah populasi yang banyak Indonesia juga punya potensi di dalam luas pasar. “Namun demikian, di samping adanya peluang ada juga tantangan yang dihadapi oleh Indonesia, diantaranya masih terbatasnya infrastruktur dibandingkan dengan apa yang bisa disajikan oleh negara-negara lain termasuk negara tetangga kita yang ada di kawasan ASEAN,” terang Banatul. Selain itu, tantangan atau hambatan lainnya adalah terkait belum optimalnya pelayanan dalam perizinan birokrasi investasi, penguasaan teknologi yang masih cukup rendah, serta tantangan dan hambatan lainnya. Hambatan perizinan yang terjadi di pusat maupun di daerah, serta permasalahan lapangan terkait dengan lahan dapat menyebabkan permasalahan yang berakibat proyek dan investasi mangkrak. Untuk menangani permasalahan di atas, diperlukan kebijakan pemerintah yang sesuai, serta kerjasama antara berbagai pihak yang berwenang. “Tentunya untuk bisa menyelesaikan permasalahan tersebut diperlukan adanya kerjasama dan kolaborasi yang baik antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah untuk mempermudah investor merealisasikan investasinya,” terang Banatul. Adanya perubahan nomeklatur BPKM menjadi Kementerian Investasi adalah salah satu upaya pemerintah dalam menangani permasalahan perizinan dan meningkatkan pertumbuhan investasi di Indonesia. “Karena sekarang setelah berubah menjadi Kementerian Investasi, berarti (Kemeterian Investasi) akan mempunyai kewenangan setara dengan
Pribadi Dok.
Banatul Hayati
Akademisi Fakultas Ekonomika dan Bisnis Universitas Diponegoro Dok. Pribadi
kementerian lain sehingga akan mempermudah kerjasama atau kolaborasi antar kementerian atau lembaga dan juga dengan pemerintah daerah,” pungkas Banatul.
Ancaman Bencana Demografi dan Middle Income Trap
Pada tahun 2040, Indonesia akan mengalami puncak bonus demografi , yang mana pada saat itu usia produktif di Indonesia akan mencapai 64% dari total penduduk. Hal ini menyaratkan bahwa akan dibutuhkan banyak lapangan pekerjaan di masa depan. Oleh karena itu, pemerintah harus menggenjot investasi terutama yang padat karya, mengingat saat ini tingkat pengangguran juga mengalami peningkatan akibat krisis pandemi. Pemerintah harus benar-benar memikirkan langkah ke depannya agar bonus demografi tidak berbalik menjadi bencana demografi . Dikutip dari coreindonesia.org, saat ini Indonesia menyandang status Middle Income Countries (MIC) atau negara berpendapatan menengah sejak 1996. Dalam beberapa kasus, beberapa negara yang telah masuk kategori ini terjebak dalam jangka waktu yang relatif lama dan mengalami stagnansi sehingga tidak berhasil naik ke kategori High Income Countries. Kondisi ini dikenal dengan Middle Income Trap. Eliza menuturkan berdasarkan studi Felipe pada 2012 yang didasarkan pada data empiris, sebuah negara memerlukan 42 tahun untuk keluar dari kategori MIC. Merujuk pada hal itu, maka Indonesia memiliki 17 tahun lagi untuk keluar dari Middle Income Trap, terhitung sejak tahun 1996.
Terjebaknya sebuah negara salam kondisi middle income trap tentu memiliki konsekuensinya tersendiri, termasuk di sini adalah menurunnya nilai investasi swasta. Oleh karena itu, diperlukan langkah untuk keluar dari kondisi tersebut. “Untuk terhindar dari bencana demografi dan ancaman middle income trap, kita dapat mengikuti langkah negara lain yang memperkuat sektor industri yang mampu banyak menyerap tenaga kerja dan meningkatkan pertumbuhan ekonomi dengan cara membangun kemitraan dengan usaha kecil dan menengah (UMKM) serta memberikan dampak dalam bentuk transfer teknologi,” ujar Eliza. (lth)