6 minute read

LAPORAN KHUSUS

Next Article
LAPORAN KHUSUS

LAPORAN KHUSUS

UU Ciptaker sebagai Amunisi Pendongkrak Ekosistem Investasi

Oleh : Alam Suprobo S. dan Yunita Nurul A.

Advertisement

Dok. Kompasiana.com

Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) telah mengesahkan Undang-Undang Cipta Kerja (UU Ciptaker) pada 5 Oktober 2020. Salah satu tujuan UU Ciptaker, sebagaimana termaktub dalam Pasal 3, yaitu untuk melakukan penyesuaian berbagai aspek pengaturan yang berkaitan dengan peningkatan ekosistem investasi. Selain itu, undang-undang ini juga bertujuan untuk membuka lapangan pekerjaan seluas-luasnya bagi masyarakat Indonesia. Hal ini selaras dengan salah satu dari lima visi Indonesia yang disampaikan oleh Presiden Joko Widodo dalam pidatonya pada 14 Juli 2019 di Sentul Convention Centre, Bogor Jawa Barat, yaitu ingin mengundang investasi seluas-luasnya untuk membuka lapangan pekerjaan. Sebelum ada UU Ciptaker ini, Jokowi menilai investasi ke Indonesia terhambat karena banyak persoalan. Dua di antaranya adalah perizinan yang lambat dan berbelit, serta peraturan yang tumpang tindih. Hal-hal tersebut harus ditangani dengan segera sehingga tidak ada lagi hambatanhambatan investasi karena investasi merupakan salah satu kunci pembuka lapangan pekerjaan. Terlebih lagi, di masa pademi seperti sekarang ini, banyak masyarakat yang terdampak pemutusan hubungan kerja sehingga angka pengangguran semakin meningkat. UU Ciptaker dinilai mampu memangkas regulasi yang tumpang tindih dan prosedur yang rumit.

Peran Undang-Undang Cipta Kerja dalam Menaikan Investasi

Implementasi UU Ciptaker dinilai dapat menjadi angin segar untuk meningkatkan iklim investasi di Indonesia. Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM)/Kementerian Investasi meyakini pengesahan UU No. 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja ini akan meningkatkan serapan tenaga kerja dengan mendorong investasi dan memberikan ruang yang sangat besar untuk memperkuat Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM). UU Ciptaker bermanfaat untuk memperbaiki iklim investasi dan mewujudkan kepastian hukum. Dalam Pasal 6 UU Ciptaker ini, disebutkan bahwa peningkatan ekosistem investasi dan kegiatan berusaha meliputi empat hal, yaitu penerapan perizinan berusaha berbasis risiko, penyederhanaan persyaratan dasar perizinan berusaha, penyederhanaan perizinan berusaha sektor, dan penyederhanaan persyaratan investasi. Hal yang diatur inilah yang diharapkan

dapat menunjukan dampak positif terhadap iklim investasi di Indonesia.

Menarik Investor dengan Kemudahan Perizinan

Salah satu masalah utama investasi di Indonesia adalah terkait perizinan. Perizinan yang berbelit-belit seringkali membuat investor pada akhirnya enggan berinvestasi. Namun demikian, pemerintah telah mempersiapkan ‘karpet merah’ untuk mempermudah langkah investor. Terdapat empat aturan pelaksanaan UU Ciptaker yang berkaitan langsung dengan perizinan berusaha. Pertama, ada Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 5 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Perizinan Berusaha Berbasis Risiko. Kedua, PP Nomor 6 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Perizinan Berusaha di Daerah. Selanjutnya, PP Nomor 7 Tahun 2021 tentang Kemudahan, Perlindungan, dan Pemberdayaan K-UMKM, dan yang terakhir Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 10 Tahun 2021 tentang Bidang Usaha Penanaman Modal. Dilansir dari nasional.kontan.ac.id, Direktur Deregulasi Penanaman Modal Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM), Yuliot, mengatakan, reformasi perizinan berusaha merupakan kunci atas implementasi undang-undang tersebut untuk meningkatkan investasi. Sehingga, seluruh aturan pemerintah pusat, pemerintah daerah, dan pelaku usaha akan berada dalam acuan tunggal yakni Online Single Submission (OSS) berbasis risiko.

Online Single Submission merupakan sistem perizinan berusaha yang terintergrasi secara elektronik dengan seluruh kementerian/lembaga negara hingga pemerintah daerah di Indonesia. Penyelenggaraan perizinan berusaha berbasis risiko melalui OSS merupakan salah satu wujud pelaksanaan UU Ciptaker untuk membuat kompleksitas proses pengajuan izin usaha menjadi jauh lebih singkat dan sederhana. OSS berbasis risiko wajib digunakan oleh pelaku usaha, kementerian/lembaga, pemerintah daerah, administrator Kawasan Ekonomi Khusus (KEK), dan Badan Pengusahaan Kawasan Perdagangan Bebas Pelabuhan Bebas (KPBPB).

OSS berbasis risiko diharapkan bisa menarik dana investor masuk lebih cepat. Dengan mudahnya pengurusan izin usaha, diharapkan mampu menongkrak prospek investasi di Indonesia dan menyuburkan iklim bisnis. Investor baik lokal maupun asing akan tertarik untuk menanamkan modalnya di tanah air, sehingga peluang terbukanya lapangan kerja baru pun semakin luas untuk berbagai sektor.

Kenaikan Realisasi Investasi Pasca Implementasi UU Ciptaker

Realisasi investasi menunjukkan kinerja yang positif selama pandemi. Meskipun sempat mengalami kontraksi pada triwulan II tahun 2020, pada triwulan III pertumbuhan investasi menunjukkan tren positif hingga sekarang. BKPM atau Kementerian Investasi telah mempublikasikan data realisasi investasi sepanjang periode Januari – Maret (triwulan I) dan April – Juni (triwulan II) tahun 2021. Data menunjukkan realisasi investasi secara kumulatif sepanjang periode Januari – Juni 2021 mencapai Rp442,8 triliun. Dari angka tersebut, sebanyak Rp228,5 triliun merupakan realisasi Penanaman Modal Asing (PMA), sedangkan sisanya sebanyak R214,3 triliun merupakan realisasi Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN). Pada triwulan pertama, realisasi investasi tercatat mencapai Rp219,7 triliun. Angka tersebut menunjukkan kenaikan sebesar 4,3% dari periode yang sama di tahun sebelumnya. Realisasi pada periode tersebut ditopang oleh PMA sebesar Rp111,7 triliun, yang mana angka tersebut menunjukkan kenaikan sebesar 14% dibandingkan triwulan pertama tahun 2020 sebesar Rp98 triliun. Sementara itu, realisasi PMDN sebesar Rp108 triliun, turun 4,2% dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya. Peningkatan realisasi investasi juga terlihat pada triwulan kedua, mencapai Rp223 triliun atau tumbuh sebesar 16,2% (year on year). Adapun rinciannya adalah PMDN sebesar Rp106,2 triliun, sedangkan PMA sebesar Rp116,8 triliun. Dapat dilihat bahwa PMA memiliki kontribusi lebih besar dalam realisasi investasi di Indonesia.

Dilansir dari siaran pers yang dirilis di laman BKPM/Kementerian Investasi, Bahlil Lahadalia selaku Menteri Investasi menyampaikan bahwa pemberlakuan UU Ciptaker dan petunjuk operasionalnya telah memberikan sentimen positif bagi para investor untuk tetap merealisasikan investasinya. “Sejak diberlakukannya UU No. 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja dan petunjuk

operasionalnya, yaitu PP No. 5 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Perizinan Berusaha Berbasis Risiko telah memberikan sentimen positif bagi para investor untuk tetap merealisasikan investasinya baik yang sedang dalam masa persiapan, masa konstruksi, dan masa produksi. Pada periode April-Juni 2021, investasi menggeliat dan berjalan dengan baik, dimana beberapa perusahaan besar telah melakukan groundbreaking. Hal ini sejalan dengan capaian realisasi investasi PMA/PMDN pada Triwulan II 2021 sebesar Rp223,0 Triliun yang lebih besar dibanding Triwulan I 2021,” jelas Bahlil Lahadalia.

Kendala Penerapan OSS di Masa Transisi

Data memang menunjukkan adanya peningkatan realisasi investasi di Indonesia. Namun demikian, implementasi UU Ciptaker dalam rangka peningkatan ekosistem investasi ini juga dapat dikatakan belum maksimal. Dalam hal ini, masih perlu banyak lagi kebijakan dan persiapan yang benar-benar matang, mulai dari peraturan, sistem yang memadai, maupun infrastruktur.

Salah satu kendala yang ada yaitu belum optimalnya penerapan OSS di berbagai daerah. Dilansir dari laman Kompas.com, anggota Ombudsman Republik Indonesia, Hery Susanto, mengatakan bahwa banyak daerah yang mengeluhkan ketidaksiapan penerapan OSS berbasis risiko karena ketidakpahaman mengenai penerapannya. Ketidaksiapan penerapan OSS ini mengindikasikan ketidakpastian urusan perizinan di wilayah Indonesia dan dinilai dapat merugikan investasi nasional. Menurut Hery, penerapan OSS berbasis risiko ini seharusnya menjadi solusi atas masalah perizinan alih-alih menjadi masalah baru bagi pengusaha. Dalam rapat kerja dengan Komisi VI DPR RI yang ditanyangkan di kanal YouTube DPR RI, Bahlil Lahadalia selaku Menteri Investasi mengakui bahwa penerapan OSS memang belum maksimal. “Kami akui dalam proses penyelenggaraan OSS ini belum 100 persen sempurna, baru sekitar 80 sampai 85 persen. Itu juga sudah kami laporkan ke Bapak Presiden,” ujar Bahlil. Penerapan OSS ini dinilai belum maksimal karena masih masa transisi, sehingga masih diperlukan penyesuaian. Bahlil juga menjelaskan bahwa pihaknya akan terus melakukan perbaikan yang diperlukan, sehingga OSS berbasis risiko dapat berjalan dengan baik. Terlepas dari kendala tersebut, Indonesia tetap optimis mampu memperbaiki iklim investasi dengan segala rencana yang ada. Beberapa kebijakan yang telah diterapkan juga telah menunjukkan adanya sinyal positif yang menarik investor. Dengan demikian, target yang telah diterapkan optimis mampu dicapai. (lth)

“Sejak diberlakukannya UU No. 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja dan petunjuk operasionalnya, yaitu PP No. 5 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Perizinan Berusaha Berbasis Risiko telah memberikan sentimen positif bagi para investor untuk tetap merealisasikan investasinya baik yang sedang dalam masa persiapan, masa konstruksi, dan masa produksi. Pada periodeApril-Juni 2021, investasi menggeliat dan berjalan dengan baik, dimana beberapa perusahaan besar telah melakukan groundbreaking. Hal ini sejalan dengan capaian realisasi investasi PMA/PMDN pada Triwulan II 2021 sebesar Rp223,0 Triliun yang lebih besar dibanding Triwulan I 2021,”

This article is from: