10 minute read

LAPORAN UTAMA

Next Article
OPINI MAHASISWA

OPINI MAHASISWA

Satu Dekade Pasar Modal Syariah Indonesia

Oleh : Fitri, Danny, dan Shafi na

Advertisement

Dok. Pexels

Pada bulan April 2021 lalu, pasar modal syariah di Indonesia telah menginjak usia yang kesepuluh tahun. Peluncuran Indeks Saham Syariah Indonesia (ISSI) pada tahun 2011 dianggap sebagai momen titik balik perkembangan pasar modal syariah di Indonesia. Menurut data dari Otoritas Jasa Keuangan (OJK), pasar modal syariah menjadi penyumbang aset terbesar yaitu 1.077,62 triliun rupiah dari total aset Lembaga Keuangan Syariah (LKS) yakni sebesar 1.823,13 triliun rupiah pada Januari 2021, atau berkisar 59% aset LKS tersebut merupakan aset pasar modal syariah. Selain itu, jumlah saham syariah juga mengalami peningkatan yang sangat signifi kan, pada tahun 2015 tercatat ada 318 saham syariah, sedangkan per Januari 2021 menjadi 426 saham syariah atau sekitar 60% dari total saham yang tercatat di Bursa Efek Indonesia (BEI). Adapun produk-produk pasar modal syariah lainnya, seperti reksadana syariah, sukuk, juga turut serta dalam peningkatan iklim pasar modal syariah di Indonesia. Bahkan reksadana kini dapat dikategorikan sebagai salah satu instrumen investasi favorit di kalangan para milenial. Akhir-akhir ini ‘milenial’ memang menjadi topik yang menarik untuk diperbincangkan, termasuk dalam konteks pasar modal syariah. Direktur Eksekutif Komite Nasional Ekonomi dan Keuangan Syariah (KNEKS) mengatakan bahwa selama masa pandemi Covid-19, investor pasar modal syariah naik 55%, dari jumlah tersebut kebanyakan didominasi oleh milenial. Hal ini berarti tren investor milenial cukup mewarnai pasar modal syariah. Akankah tren investor milenial tersebut akan tetap berlangsung secara terusmenerus meskipun pandemi Covid-19 ini telah berakhir? Serta bagaimanakah perkembangan pasar modal syariah selama satu dekade ini?

Menepis Stigma Negatif Investasi

Perkembangan digitalisasi saat ini telah berkembang pesat dari waktu ke waktu. Di samping itu, inovasi-inovasi berbasis teknologi

informasi juga terus dikembangkan. Tidak terkecuali dalam hal berinvestasi, yang mana investasi pada berbagai instrumen sekarang ini sangat mudah dilakukan, adapun jenis-jenis investasi juga semakin beragam. Tampaknya, kemudahan dan keberagaman investasi tersebut belum cukup menjadi alasan untuk sebagian orang yang masih enggan berinvestasi. Salah satu faktor yang menyebabkan orang enggan berinvestasi ialah stigma negatif perihal investasi yang masih beredar di masyarakat. Seperti investasi bisa menyebabkan kehilangan uang, membutuhkan modal besar, serta mekanismenya yang terbilang rumit. Perihal permasalahan stigma tersebut, Isa Martian selaku Branch Manager IPOT Bandung Indo Premier Sekuritas memberikan penjelasannya. Pertama, ia menanggapi stigma bahwa investasi dapat menyebabkan kehilangan uang. Menurut Isa, risiko ini harus dibedakan apakah risiko tersebut dari segi underlying assetnya, jenis, atau bahkan dari aspek keamanan investasi itu sendiri. Terdapat kemungkinan stigma itu akibat pernah memiliki pengalaman yang tidak menyenangkan, misalkan dari sisi keamanan investasi, seseorang yang pernah tertipu atau tergabung dalam investasi bodong, tentu saja uang mereka akan hilang, sehingga stigma tersebut menyebar di lingkup masyarakat. Kemudian, Isa juga menanggapi stigma kedua dan ketiga tentang modal besar dan mekanisme pasar modal yang terbilang cukup rumit. “Kalau kita berbicara sepuluh tahun lalu, atau dua puluh tahun yang lalu, ya akan seperti itu, misal deposit minimum rekening efek dulu itu dua puluh lima juta atau sampai ratusan juta. Kalau kita mau beli reksadana, jadi investor reksadana ya minimum seratus juta. Tapi itu sudah berubah makin ke sini makin maju teknologi, mulai dari seratus ribu sekarang sudah bisa, dan sangat mudah, apalagi sekarang semua serba digital, jadi mudahmudahan stigma negatif bahwa pasar modal itu rumit, bisa hilang sehingga banyak investor baru terutama dari kalangan milenial,” ungkap Isa.

Perkembangan Pasar Modal Syariah di Indonesia

Terlepas dari adanya beberapa stigma negatif dalam investasi, pasar modal syariah terus mengalami peningkatan dari tahun ke tahun. Prinsip dari pasar modal syariah tentu mengadopsi prinsip yang tidak bertentangan dengan prinsip Islam.”Akad-akad yang digunakan di pasar modal syariah termasuk akad ijarah, istisna, kafalah, mudharabah, musyarakah, dan wakalah, dan DSN MUI sudah menjamin untuk masyarakat yang ingin berinvestasi di pasar modal syariah,” terang Isa. Maka dari itu, saham syariah sendiri dapat mengakomodasi keinginan investor yang ingin memiliki saham sesuai prinsip agama Islam. “Keberadaan pasar modal syariah juga untuk menanggulangi stigmastigma negatif bahwa investasi itu judi, deposit kecil return besar, dan lain-lain,” tambah Isa. Apabila membandingkan selama satu dekade ini pun, perkembangan pasar modal syariah sangat dapat dilihat dari meningkatnya popularitas, bahkan dari kapitalisasi pasar saham syariah sendiri. Pada tahun 2011, yang merupakan pertama kali Syariah Online Trading System berkembang, hanya terdapat 531 investor di indeks saham investor syariah. Saat pasar modal syariah di Indonesia memasuki usia satu dekade di 2021, investor syariah sudah berjumlah lebih dari 100.000. “Kalau jumlah investor syariah bisa naik dari 100.000, ke 200.000, dan 300.000, itu karena memang lebih mudah, dan tentu saja karena kondisi sekarang pandemi, sehingga banyak yang mencari peluang,” jelas Isa. Menurut MNC Sekuritas, tren global yang terjadi adalah menjamurnya brand atau produk yang mengangkat sisi syariah di antaranya make-up halal, produk sampo untuk wanita berhijab, dan lain-lain.

Trading Vs Investasi

Tentu ada dua pendekatan untuk menghasilkan uang dari pasar yakni trading dan investasi. Tujuan antara trading dan investasi sendiri melatarbelakangi perbedaan dari kedua hal tersebut. Investasi tentu lebih merujuk kepada menghasilkan uang dalam jangka panjang karena hal tersebut merupakan kegiatan yang mengharapkan pertumbuhan perusahaan dari tahun ke tahun, dan terdapat dividen yang bisa dinikmati. “Kuncinya adalah kesabaran,” tutur Isa saat menjelaskan efek bola salju, yang mengacu pada fenomena di kegiatan investasi dimana sejumlah uang yang sedikit dapat perlahan menumbuhkan jumlah uang yang jauh lebih banyak. Berbeda dengan tujuan investasi, trading lebih mengacu pada tujuan menghasilkan uang jangka pendek, di mana kegiatannya meliputi berdagang, jual dan beli. “Kalau menurut saya, misalkan trading, beli saham di tahun 2020

dijualnya 2022 mengharapkan capital gain itu masuknya masih trading, karena hanya mengharapkan dari capital gain,” jelas Isa. Secara ringkasnya, trading mengacu pada investasi jangka pendek yang mengharapkan capital gain dari selisih harga beli, sementara investasi mengacu pada investasi jangka panjang yang mengharapkan pengembalian berupa deviden. Namun, saat membuka rekening, tidak ada perbedaan antara kegiatan investasi dan trading sendiri. Melalui aplikasi IPOT yang dirilis oleh Indo Premier Sekuritas, kita dapat langsung mengisi data pribadi dengan menyiapkan Kartu Tanda Penduduk (KTP), nomor rekening bank, dan juga Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP). Selebihnya, mengenai registrasi manual dapat dilakukan melalui tautan indopremier.com. Indo Premier pun memiliki kelebihan yang patut di konsiderasi. Biaya untuk investasi saham digratiskan, dan trading dikenakan biaya beli dan jual saja karena ada aktivitas transaksi. Tampilannya pun menyesuaikan kebutuhan. “Tetap harus dipelajari dulu jangan sampai kita ikut-ikutan orang jadi investor biar kelihatan keren,” saran Isa.

Shariah Online Trading System (SOTS)

Mengutip dari laman IDX Islamic, Shariah Online Trading System (SOTS) adalah sistem transaksi saham syariah secara daring yang memenuhi prinsip-prinsip syariah di pasar modal. Sistem ini akan memudahkan para investor dalam melakukan transaksi sahamsaham Syariah. SOTS memiliki empat fi tur

Dok. pribadi

Isa Martin

Branch Manager IPOT Bandung Indo Premier Sekuritas utama, yaitu hanya memperdagangankan saham syariah, transaksi hanya dapat dilakukan secara tunai, tidak dapat melakukan transaksi jual saham syariah secara short selling, laporan kepemilikan saham syariah yang terpisah sehingga tidak dihitung sebagai modal. Soal keamanan bertransaksi, setiap SOTS yang beroperasi di Indonesia diawasi oleh dua lembaga negara sekaligus, yaitu Dewan Syariah Nasional (DNS) dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Kedua lembaga tersebut berkolaborasi untuk menciptakan iklim investasi syariah yang mudah dan aman dari hal-hal yang melanggar syariat. DSN memberikan sertifi kasi kepada SOTS yang telah memenuhi ketentuan yang berlaku dalam transaksi syariah, sedangkan OJK menentukan saham yang dapat diperdagangkan di lantai bursa sekaligus mengawasi sistem tersebut agar sesuai dengan syariat yang berlaku. “Jadi misalkan ada hal-hal yang dilarang dalam transaksi syariah, sistem akan otomatis menolaknya. Jadi kita terhindar dari hal-hal yang dilarang oleh syariat oleh sistem,” tutur Isa mengenai keamanan bertransaksi melalui SOTS. IPOT Syariah sendiri menyediakan berbagai fi tur yang menunjang transaksi saham syariah. Dari segi analisis fundamental, IPOT menyediakan fi tur pilihan saham, stock comparation, dan juga laporan keuangan perusahaan yang dapat diakses melaui desktop maupun mobile. Sekilas, IPOT Syariah memiliki banyak kemiripan dengan IPOT regular. Bedanya, SOTS ini hanya memperdagangkan saham-saham syariah saja. “Contohnya, ketika kita beli saham bank tertentu, lalu kita klik buy, uangnya ada, tetapi ketika kita beli bukan saham syariah, maka tidak bisa. Jadi kita lebih tenang,” ujar Isa. “Misalkan kita salah klik, ternyata sahamnya bukan saham syariah, kita nggak bisa beli,” tambah Isa.

Saham dan Reksadana Menjadi Instrumen Investasi Favorit Para Milenial

Generasi Milenial dan generasi Z masih mendominasi demografi investor Indonesia. Menurut data dari Kustodian Sentral Efek Indonesia (KSEI) per Agustus 2021, demografi investor individu di Indonesia didominasi oleh penduduk usia di bawah 30 tahun sebesar 58,92% dan usia 31-40 tahun berjumlah 22,6% dari total investor pasar modal di Indonesia. Angka ini menunjukkan adanya minat investasi yang cukup

tinggi di kalangan penduduk usia muda. Saham dan reksadana masih menjadi produk primadona generasi milenial. Menurut Isa, milenial cenderung memiliki instrumen investasi yang cukup liquid. “Jadi, seperti tadi yang saya katakan, milenial lebih memilih instrumen yang fl eksibel bisa dibeli dan dijual kapan saja, jadi biasanya cenderung untuk membeli saham maupun reksadana syariah,” ujar Isa ketika ditanya instrumen investasi apa yang paling diminati oleh generasi milenial. “Selain itu, saham dan reksadana juga depositnya murah, hanya dengan seratus saja, sudah bisa bertransaksi,” lanjutnya. Akan tetapi, Isa juga mengungkapkan bahwa pasar modal syariah masih memiliki beberapa kekurangan, salah satunya adalah sahamsaham syariah jumlahnya masih sedikit jika dibandingkan dengan saham biasa sehingga investor tidak memiliki banyak pilihan untuk bertransaksi. Namun, ia masih berhadap pasar modal syariah semakin memperluas instrumen investasinya agar investor semakin tertarik untuk berinvestasi di pasar modal syariah. “Terlepas dari kekurangan itu, pasar modal syariah, karena tujuan dari investasi syariah, ya, bermuamalah yang di ridhai oleh Allah SWT,” terang Isa.

Fenomena Pom-pom Investasi

Investasi di pasar modal banyak digemari publik, khususnya kaum milenial. BEI mencatat jumlah investor sebanyak 3,9 juta Single Investor Identifi cation (SID) atau melonjak 56% jika dibandingkan di tahun 2019 lalu. Melihat dari peningkatan jumlah investor tersebut, Isa Martian juga optimis akan jumlah investor kedepannya akan terus meningkat meskipun nantinya pandemi Covid-19 ini telah usai. “Record fi nancial akan terus meningkat, investor milenial itu kan umurnya dari 20 sampai 30, atau mahasiswa juga bisa, kan, dan juga dikarenakan majunya teknologi, investor baru bisa lebih update melalui sosmed. Dengan adanya investor milenial ini apalagi dengan online trading system yang disediakan oleh sekuritas, akan tetap banyak investor milenial yang tertarik untuk berivestasi di pasar modal,” jelas Isa. Namun, banyaknya investor baru patut menjadi perhatian, terlebih lagi munculnya fenomena pom-pom, yakni saham dipompa (pump) agar harganya melejit oleh invidu atau kelompok sehingga tampak menggiurkan. Fenomena ini juga bersamaan dengan maraknya para infl uencer yang ikut membicarakan soal investasi dan tidak jarang mereka merekomendasikan saham tertentu. “Antisipasi untuk investor pemula itu harus meningkatkan pemahaman, dan skill analisis kita. Bahasanya, do your own research. Bukan hanya ikut-ikutan atau FOMO (Fear of Missing Out). Orang beli saham ‘a’ ikut, saham ‘b’ ikut ‘b’. Harus research laporan keuangan dan tidak terpengaruh oleh pom-pom. Namanya saham kan memang ada tren tersendiri, tapi kalau kita udah tau fundamentalnya, hal tersebut tadi bisa dihindari,” ujar Isa.

Tingkatkan Edukasi dan Literasi Investasi melalui Sekolah Pasar Modal dan Webinar

Sekolah Pasar Modal (SPM) dan seminar menjadi salah satu cara untuk meningkatkan edukasi dan literasi masyarakat tentang pasar modal. Peserta yang mengikuti SPM ini nantinya akan dibantu untuk pembukaan rekening di bursa efek, menyalurkan dana untuk membuka rekening pertama agar bisa langsung investasi. Dalam hal ini, SPM lebih mengarah ke praktek secara langsung, sedangkan seminar ataupun webinar lebih berfokus pada teorinya. Selain itu, dengan adanya kemudahan dalam membuka rekening dengan deposit yang terjangkau, diharapkan jumlah investor bisa meningkat. Berbagai inovasi juga sedang dilakukan oleh para pihak sekuritas, tidak terkecuali pihak Indo Premier Sekuritas yang telah meluncurkan aplikasi IPOT (Indo Premier Online Technology). IPOT kini telah bertransformasi menjadi super app investasi. Menariknya, aplikasi IPOT ini dilengkapi oleh platform edukasi yang terintegrasi, konten edukasi tersebut dalam berbagai macam format dan jadwal kegiatan edukasi tersedia di laman Journey. “Ada pilihan penggunaan journey, itu inovasi secara online, baik berisi jadwal webinar secara terstruktur, ada kurikulum, ada video yang terekam, dan ada podcast. Bisa dipelajari dari beginner, intermediate, sampai level advance. Dan juga mudah dipahami, mudah untuk investor muda untuk berinvestasi. Jadi jangan sampai beli saham karena infl uence dari orang lain saja, “ imbuh Isa. Dengan adanya berbagai inovasi dan media edukasi seperti diatas, diharapkan tingkat literasi masyarakat tentang investasi dapat lebih baik sehingga berdampak pula pada peningkatan jumlah investor. (lth)

This article is from: