7 minute read

Kukang Jawa Satwa Eksotis Khas Pulau Jawa

Perhutani Kesatuan Pemangkuan Hutan (KPH) Ciamis bersama Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Wilayah III/Ciamis serta Pusat Penyelamatan dan Rehabilitasi Satwa International Animal Rescue (IAR) Indonesia melakukan pelepasliaran Kukang Jawa ke habitatnya. Aktivitas tersebut dilakukan di Suaka Marga Satwa Gunung Sawal (SMGS), yang termasuk wilayah Resort Pemangkuan Hutan (RPH) Cikoneng, Bagian Kesatuan Pemangkuan Hutan (BKPH) Ciamis, KPH Ciamis, Sabtu, 30 November 2019. Acara itu dihadiri oleh Administratur Perhutani KPH Ciamis, Jerry P. Nugroho; Kepala BKSDA Wilayah III Ciamis, Andi Witria Rudianto; dan Manajer Rehabilitasi Satwa International Animal Rescue (IAR) Indonesia, Robithotul Huda.

Di kesempatan itu, mereka melakukan pelepasliaran 10 ekor Kukang Jawa. Kesepuluh Kukang Jawa tersebut terdiri dari 3 ekor jantan dan 7 ekor betina. Kukang Jawa tersebut berasal dari temuan atau peliharaan masyarakat yang diserahkan ke BKSDA Wilayah Jabar dan dititiprawatkan ke Pusat Penyelamatan dan Rehabilitasi Satwa International Animal Rescue (IAR) Indonesia, guna menjalani proses rehabilitasi untuk kemudian dilepasliarkan kembali ke habitatnya

Advertisement

Hewan satu ini menarik perhatian banyak orang karena anatomi tubuhnya yang eksotis. Mata yang bulat besar dan gerakan yang lambat menjadi hal-hal khusus yang paling diingat orang dari hewan ini. Namun, satwa bernama Kukang Jawa ini kini keberadaannya di alam liar kian terancam. Maka, upaya-upaya pelestarian Kukang Jawa pun terus dilakukan. Semua itu dilakukan untuk menjaga agar hewan eksotis khas Pulau Jawa ini tidak punah.

di SMGS dan di Hutan Konservasi wilayah Gunung Sawal. Administratur Perhutani KPH Ciamis, Jerry P. Nugroho, mengatakan, tingkat kesadaran masyarakat untuk tidak memelihara satwa dilindungi sudah mulai mengalami peningkatan. Hal itu terbukti dari aktivitas masyarakat menyerahkan secara sukarela satwa dilindungi itu ke BKSDA untuk dikarantina dan dilepasliarkan kembali ke habitatnya. Jerry menambahkan, Perhutani tetap berkomitmen untuk melestarikan satwa langka khususnya yang ada di wilayah kerja Perum Perhutani. “Mereka secara sukarela menyerahkan satwa yang dilindungi ini ke BKSDA. Kita berharap, kesadaran masyarakat terus meningkat hingga tidak ada lagi warga yang memelihara satwa yang dilindungi. Satwa-satwa liar ini lebih bermanfaat hidup di alam liar, karena mereka punya fungsi sebagai penyeimbang ekosistem. Oleh sebab itu, Perhutani berkomitmen untuk melestarikan kukang dan satwa langka lainnya sekaligus memertahankan habitatnya dari kepunahan baik ditimbulkan oleh perburuan maupun entitas bisnis,” katanya.

Sementara itu, Manajer Rehabilitasi Satwa International Animal Rescue (IAR) Indonesia, Robithotul Huda, di sela-sela kegiatan pelepasliaran Kukang Jawa tersebut mengatakan, kesehatan 10 ekor Kukang Jawa tersebut dalam kondisi baik. Sebab, selama menjalani proses karantina, mereka mendapat perawatan yang layak. Huda menambahkan, kukang tersebut akan dikembalikan ke habitatnya

setelah menjalani proses pemulihan perilaku kukang yang semula berada di tangan masyarakat.

“Memang tidak mudah dalam pemulihan. Terdapat serangkaian proses dan waktu pemeliharaan dengan biaya yang tidak sedikit. Selain itu juga terdapat standar prosedur operasional yang ketat untuk memulihkan trauma kukang,” jelasnya.

Kukang Jawa, mengutip dari uinsgd.ac.id, adalah satwa primata yang termasuk golongan famili

Lorisidae dan berkerabat dekat dengan lemur. Kukang jawa dikenal juga sebagai lori. Kukang Jawa pertama kali dideskripsikan secara ilmiah pada tahun 1812 oleh naturalis Prancis, Etienne Geoffroy SaintHilaire. Nama spesies “javanicus” mengacu tempat asalnya.

Di Barat dan Tengah Jawa Kukang Jawa (Nycticebus javanicus) adalah primata Strepsirrhini dan spesies kukang asli yang menyebar di bagian barat

dan tengah Pulau Jawa, Indonesia. Meskipun di awalnya dideskripsikan sebagai spesies yang tersendiri, selama bertahun-tahun Kukang Jawa dianggap sebagai anak-jenis dari Kukang Sunda (N. coucang), sampai kemudian dilakukan kajian ulang morfologi dan genetika terhadap takson ini pada tahun 2000-an. Kajian tersebut mengakibatkan peningkatan statusnya sebagai spesies penuh.

Sepasang mata lebar, hidung bulat, serta bulu yang lebat,

membuat Kukang Jawa menjadi hewan yang terlihat menggemaskan. Kukang merupakan primata imut yang kadang disebut pula malu-malu. Namun walau terkesan santai namun pemalu, tidak sembarang waktu kita dapat melihat kukang. Sebabnya, kukang merupakan satwa nokturnal atau aktif di malam hari. Ia akan tidur pulas saat fajar menyingsing dan bangun kala petang menjelang.

Kukang Jawa berkerabat dekat dengan Kukang Sunda dan Kukang Benggala (N. bengalensis). Spesies ini memiliki dua bentuk, yang dibedakan berdasarkan panjang rambut dan - pada tingkat yang lebih rendah - warna tubuhnya. Seperti juga semua kukang, Kukang Jawa bersifat arboreal dan bergerak secara perlahan di tanaman merambat dan liana. Bukannya melompat dari pohon ke pohon.

Ada ciri khas Kukang Jawa. Pada dahinya terdapat pola berlian keputihan yang menyolok, yang terbentuk oleh garis berwarna gelap yang berjalan di atas kepalanya dan

bercabang ke arah mata dan telinga. Berat Kukang Jawa umumnya antara 565 g dan 687 g, serta memiliki panjang kepala sampai badan sekitar 293 mm.

Habitat Kukang Jawa termasuk hutan primer dan hutan sekunder. Tetapi ia juga dapat ditemukan di hutan bambu dan mangrove, serta di perkebunan cokelat. Makanannya umumnya terdiri dari buah, gum pohon, kadal, dan telur. Kukang Jawa tidur di cabang terbuka. Kadangkadang Kukang Jawa terlihat dalam kelompok, namun biasanya terlihat sendirian atau berpasangan. Tubuh Kukang Jawa lebih besar dari kedua kukang Indonesia lainnya, Kukang Sunda dan Kukang Kalimantan. Penampilan Kukang Jawa mirip dengan kukang terbesar, yaitu Kukang Benggala. Wajah dan punggungnya ditandai dengan garis yang berbeda yang berjalan di atas mahkota dan bercabang, yang mengarah ke mata dan telinga, yang meninggalkan pola berlian putih di dahi. Warna bulunya abu-kekuningan. Sebaliknya, kepala, leher, dan bahu Kukang Jawa memiliki warna krem. Seperti halnya Kukang Kalimantan (N. menagensis), Kukang Jawa tidak memiliki gigi seri kedua (I2) pada dentisinya.

Penurunan Populasi

Populasi Kukang Jawa mengalami penurunan tajam karena diburu secara liar untuk diperdagangkan sebagai hewan peliharaan eksotis. Sebab, bentuk tubuh dan wajahnya sangat menarik. Dan kadang-kadang Kukang Jawa juga diperdagangkan untuk obat tradisional.

Populasi Kukang Jawa yang tersisa saat ini memiliki kepadatan yang rendah, dan kehilangan habitat merupakan ancaman besar bagi kelestariannya. Untuk alasan ini, International Union for Conservation of Nature (IUCN) menetapkan status Kukang Jawa sebagai spesies kritis. IUCN juga memasukkannya ke dalam daftar "25 Primata Paling Terancam Punah di Dunia" tahun 2008-2010.

Klasifikasi Ilmiah Kingdom : Animalia

Filum :

Kelas :

Ordo :

Famili :

Genus :

Spesies :

Chordata Mamalia Primates Lorisidae Nycticebus Nycticebus javanicus

Alasan terancam punah pula yang membuat Kukang Jawa dilindungi oleh Undang-Undang Republik Indonesia, dan sejak Juni 2007, terdaftar di bawah Apendiks I CITES. Meskipun berbagai upaya perlindungan kini telah dilakukan serta keberadaannya tercatat di beberapa kawasan yang dilindungi, akan tetapi perburuan liar terhadap hewan eksotis ini masih terus terjadi. Apalagi, faktanya adalah UndangUndang Perlindungan Satwa Liar masih jarang ditegakkan di tingkat lokal.

Data International Animal Rescue (IAR) Indonesia menyebutkan, ada 1.000 sampai 2.000 ekor primata jenis Kukang Jawa yang diperjualbelikan di media sosial setiap tahun. “Menurur pantauan sebelumnya, kukang yang dipelihara ada 300 lebih setahun. Untuk yang dijual secara online 1.000 sampai 2.000, itu data tahun 2016,” kata Perwakilan IAR Indonesia, Agung Ismail, saat berkampanye tentang pentingnya keberadaan satwa dilindungi di Taman Hutan Kota Ciamis, pada 3 Februari 2019, seperti yang dikutip Kompas .com.

“Perburuan kukang jawa cukup tinggi untuk diperjualbelikan sebagai hewan peliharaan, sehingga populasi di alam terus menurun,” kata pakar konservasi satwa liar dari Universitas Gadjah Mada Yogyakarta, Dr

Muhammad Ali Imron SHut MSc, pada 3 November 2017 di Fakultas Kehutanan UGM. Berdasarkan rata-rata ditentukan dari enam spesimen yang diperoleh dari perdagangan satwa liar di Jawa, parameter morfometri lain adalah sebagai berikut: panjang kepala 59,2 mm; panjang moncong 19,9 mm; lebar kepala 43,6 mm; rentang tubuh 250,8 mm; panjang kepala dan tubuh 293,1 mm; lingkar dada 190,8 mm; persentase ketebalan gelap (pengukuran ketebalan dari zona gelap dengan rambut dorsal, diukur sebagai persen dari ketebalan lingkar) 48,0 mm; lingkar leher 136,7 mm; panjang ekor 20,4 mm; panjang humerus 67,2 mm; panjang jari-jari 71,8 mm; panjang femur 83,2 mm; panjang tibia 85,9 mm; rentang tangan 59,1 mm; rentang kaki 70,3 mm; dan panjang telinga 16,8 mm. Morfotipe ornatus paling dapat dibedakan dengan bulu yang lebih panjang, rata-rata 26,8 mm dibandingkan dengan 22,4 mm pada javanicus. Karakteristik yang membedakan lainnya termasuk warna keseluruhan (umumnya coklat terang pada ornatus dibandingkan dengan coklat kemerahan pada javanicus), dan jumlah warna coklat di bulu (ornatus memiliki sedikit warna coklat dari javanicus, sehingga daerah ventral berwarna lebih terang).

Terdapat tiga jenis pakan utama

Kukang Jawa, yaitu getah (71,27 persen), nektar (16,09 persen),

serangga (11,49 serangga), dan bunga (1,15 persen). Terdapat tiga

suku tumbuhan yang digunakan Kukang Jawa sebagai sumber

pakan, yaitu Fabaceae, Arecaceae, dan Moraceae. Dari ketiga jenis

pakan tersebut, tiga jenis pakan berasal dari tumbuhan spesifik

(getah Acacia decurrens, nektar bunga Calliandra calothyrsus, dan

bunga Melaleuca leucadendra), dengan total lima keluarga

tumbuhan yang menjadi asal dan digunakan sebagai pakan.

Kukang Jawa, yang sering disebut Javan slow loris, cenderung

ditemukan jauh dari permukiman dan jalan setapak, namun kerap kali

ditemukan dekat dengan jalan utama dan wisata pantai yang berada di

sekitar hutan lindung. Karena itu, keutuhan kawasan hutan lindung

perlu tetap dijaga dari segala bentuk aktivitas manusia yang tinggi. • Tim

This article is from: