2 minute read

SPIRITUALISME DALAM PANGESTU

Next Article
BAB 4. PENUTUP

BAB 4. PENUTUP

Sebagai organisasi terbuka dan bukan bagian dari kepercayaan yang bersifat missionaris, Pangestu hanya menerima anggota yang sudah dewasa, paham akan pilihannya dan bukan menjadi anggota atas dasar paksaan. Karena itulah, banyak anggota Pangestu yang memiliki kerabat dekat, anak, ataupun pasangan yang tidak ikut tergabung dalam organisasi Pangestu.

SPIRITUALISME DALAM PANGESTU

Advertisement

Sesuai dengan identitasnya sebagai organisasi spiritual, spiritualisme menjadi inti dari segala ajaran serta visi misi organisasi Pangestu. Sabdasabda Sang Guru Sejati (Soenarto) mencakup perkara olah rasa dan jiwa serta kaitannya dengan proses pendekatan diri kepada Tuhan Yang Maha Esa melalui pengenalan diri, pembersihan jiwa dari sifat buruk dan hina dipahami oleh Pangestu sebagai bentuk dari olah spiritualitas.

Selain keseluruhan ajaran Sang Guru Sejati, Pangestu juga merumuskan secara khusus beberapa pokok ajarannya yang dinilai merupakan inti dari pemahaman mengenai spiritualisme dalam Pangestu. Pokok ajaran tersebut bernama Candra Jiwa Soenarto. Pada hakekatnya, Candra Jiwa Soenarto adalah ilmu pengetahuan tentang jati diri manusia di pusat hidup imateri. Candra Jiwa tersebut memperkenalkan kesadaran kolektif yang terbatas yang disebut Tripurusa. Sadar kolektif pertama adalah sadar statis, yaitu Suksma Kawekas (dalam konsep agama dapat disebut sebagai Tuhan) sebagai asal mula, sumber, dan tujuan hidup. Kesadaran kedua yaitu kesadaran dinamis diwakili oleh Suksma Sejati (Rasul); yang menghidupi. Kesadaran terakhir merupakan kesadaran terbatas yaitu Roh Suci (manifestasi Suksma Kawekas dalam diri

manusia); yang dihidupi, adalah manusia yang imateri (ego-rohani). Pusat imateri tersebut terselubungi materi-kasar (jasmani-kasar) sebagai pelindung. Fisik manusia ini dilengkapi dengan angan-angan, nafsu-nafsu, dan perasaan serta pancaindra untuk berkomunikasi.

Kesadaran manusia yang bersifat jasmani adalah kesadaran potensial, yang mana dapat diubah menjadi kesadaran imateri (roh suci) melalui jalan introspeksi dan religi. Ketika kesadaran materi manusia terus menerus diolah, prosesnya akan berujung pada leburnya sadar materi dalam sadar imateri menuju roh suci. Peristiwa terakhir inilah tujuan akhir dari evolusi kesadaran manusia, dikenal dengan peristiwa Panunggal/Pamudaran. Seluruh peristiwa tersebut terjadi atas kehendak Suksma Kawekas (Tuhan) dan dilaksanakan oleh utusan-Nya yang abadi yaitu Suksma Sejati (Rasul).1 Penjelasan mengenai Candra Jiwa Soenarto ini ditulis oleh salah seorang anggota Pangestu, yaitu Somantri Hardjoprakoso dalam bentuk disertasi untuk meraih gelar Doktor Psikiatri Rijkuniversiteit, Leiden pada tahun 1956. Judul disertasinya adalah “Indonesisch Mensbeeld als Basis ener Psycho-therapie” Hingga sampai saat ini, disertasi tersebut terus dikaji ulang oleh Budhi Setianto selaku pengurus Pusat Pangestu dan menjadi bahan pokok ajaran dalam olah rasa. Setianto sendiri dalam wawancaranya tertanggal 30 Januari 2019 menyebutkan spiritualisme sebagai Ketuhanan

1 Budhi Setianto Puwowiyoto, Lembar Eksekutif Candra Jiwa Indonesia, Warisan Ilmiah Putra

Indonesia (Transcendence to the depth of the heart and beyond),25 Januari 2019, dari disertasi Somantri

Hardjoprakoso untuk meraih gelar Doktor Psikiatri Rijkuniversiteit, Leiden dengan judul “Indonesisch

Mensbeeld als Basis ener Psycho-therapie,” 1956.

Gambar 1. Skema Penjelasan Candra Jiwa Soenarto (sumber: Modul Ceramah Penerangan Tahap VII, Candra Jiwa Soenarto)

Selain memahami ajaran Sang Guru Sejati sebagai bentuk Ketuhanan, Pangestu kemudian memberikan perbedaan antara ketuhanan spiritualis dan agama. Tidak seperti agama yang terikat dengan ritus formal dan kitab suci. Kusumo, salah seorang Pengurus Pangestu Cabang DIY menjelaskan pengertiannya mengenai spiritualisme dengan mengutip beberapa penulis seperti Ron Caciocoppe dan Nilam Widyarini. Menurutnya, agama formal memiliki orientasi eksternal, seperti pengakuan sosial, kebutuhan akan tempat ibadah, pendidikan dsb, sedangkan spiritualitas mencakup seseorang yang memandang kedalam batinnya, dan oleh karenanya dapat dijangkau oleh semua orang, baik yang religius maupun tidak.

This article is from: