MetodeArtificialNeuralNetworkberdasarkanCitraLandsatdi KelurahanDago,KotaBandung
ShofwanHidayat
SekolahArsitekturPerencanaandanPengembanganKebijakanITB
MakalahiniDisusunUntukMemenuhiTugas MataKuliah PL2201TataGunaLahan
BABI PENDAHULUAN
11LatarBelakang
Kota Bandung merupakan salah satu daerah di Indonesia yang mengalami pertumbuhan daerah secara cepat Berdasarkan data dari BPS, Kota Bandung menempati posisi kedua sebagai daerah yang mengalami pertumbuhan pesat dan stabil diantara kota lainnya (lokadata, 2020) Artinya, berdasarkan data yang diambil pada tahun 2010-2018 itu, Kota Bandung diprediksi akan terus mengalami pertumbuhan Selain itu, hasil analisis ini menunjukkan temuan yang menarik Bahwa dari kesembilan kota yang memiliki pertumbuhan stabil dan cepat, mereka memiliki kecendrungan yang sama Yaitu terjadi perubahan sumber perekonomian dari sektor primer ke sektor jasa Tak hanya pertumbuhan pada sektor ekonomi, Kota Bandung juga mengalami pertumbuhan perumahan yang tinggi. Hal ini dipicu oleh meningkatnya pertumbuhan penduduk danpembangunankotabandungitusendiri.
Berbagai macam pertumbuhan tadi secara langsung berdampak pada perubahan penggunaan lahan di Kota Bandung. Secara teori, perubahan penggunaan lahan adalah bertambahnya suatu penggunaan lahan dari satu sisi penggunaan ke penggunaan yang lainnya diikuti dengan berkurangnya tipe penggunaan lahan yang lain dari suatu waktu ke waktu berikutnya, atau berubahnya fungsi suatu lahan pada kurun waktu yang berbeda (Martin, 1993). Penggunaan lahan erat kaitannya dengan aktivitas manusia. Aktivitas manusia yang dinamis, mengakibatkan perubahan penggunaan lahan terus terjadi apabila tidak dikontrol. Kecenderungan perubahanpenggunaanlahanakibatmeningkatnyaaktivitasmanusiaadalahberubahnyalahantidak terbangun menjadi lahan terbangun. Di Kota Bandung, perubahan lahan tidak terbangun menjadi lahan terbangun tampak dari berkurangnya luas lahan pertanian. Pada tahun 2014, luas lahan pertanian basah di Kota Bandung hanya sekitar 6,75%. Sedangkan lahan permukiman tetap mendominasi penggunaan lahan di Kota Bandung, yaitu sebesar 57,23%. Selain itu, hal ini juga terlihat dari berkurangnya luas ruang terbuka hijau (RTH) di Kota Bandung. Lahan yang semula digunakan sebagai ruang terbuka hijau (RTH) berubah menjadi area terbangun untuk berbagai keperluan seperti perumahan, industri, pertokoan, kantor, dan lain-lain. Berkurangnya ruang terbuka hijau privat seperti pekarangan dan taman-taman lingkungan yang terdapat di kawasan perkantoran, kawasan perdagangan dan industri, serta kawasan permukiman juga terjadi Pada tahun 2017, persentase luasan RTH Kota Bandung sebesar 12,20% Hal tersebut masih jauh dari targetRTHPublikyaitusebesar20%
Tentunya hal ini akan berdampak pada berbagai hal terutama ekologi Hal ini disebabkan berkurangnya daerah resapan air, kualitas udara yang memburuk, dan lainnya Hal ini juga berdampak pada aspek sosial, misalnya penyakit sosial sifat individualistik dan ketidakpedulian terhadap lingkungan yang banyak ditemukan dimasyarakatperkotaan Padaintinyaperkembangan lahanterbangundapatmenurunkankualitasperkotaan
PrediksiPerkembanganLahanTerbangunMenggunakan
1
Maka timbul pertanyaan yang mempersoalkan tentang fenomena ini. Seberapa besar perubahan penggunaan lahan ini akan terus terjadi? Pertanyaan ini akan menjadi lebih unik karena belakangan ini pemerintah telah menetapkan berbagai kebijakan mengenai penataan guna lahan. Hal ini ditunjukkan dengan ditetapkannya berbagai daerah di Kota Bandung sebagai zona lindung, zona pelestarian alam, serta zona RTH pada RDTR maupun RTRW Kota Bandung. Selain itu, perlu dipahami bahwa upaya ini tidak hanya dilakukan dalam konteks Kota Bandung saja. Melainkan juga pada tingkat provinsi Jawa Barat. Hal ini ditunjukkan dengan ditetapkan Peraturan Daerah Provinsi Jawa Barat No 2 Tahun 2016 Tentang Pedoman Pengendalian Kawasan Bandung Utara Sebagai Kawasan Strategis Provinsi Jawa Barat.
Laporan tugas ini akan membahas persoalan diatas dengan cara melakukan prediksi perkembangan lahan terbangun di Kelurahan Dago pada tahun 2028. Hal ini menjadi unik karena pada RPJMD 2018 – 2023, Kelurahan Dago sebagai bagian dari Kawasan Bandung Utara difungsikan sebagai kawasan lindung. Begitupun yang tertera pada dokumen perencanaan. Namun faktanya perkembangan lahan terbangun terus terjadi. Pihak pembangun tidak dapat disalahkan secara sepihak, karena terdapat beberapa poin pada dokumen perencanaan yang ikut mendorong perkembangan lahan terbangun di Kelurahan Dago. Maka dari itu, tugas ini juga akan mengaitkan hasil interpretasi dengan penyusunan RPJMD berikutnya (RPJMD 2023 – 2028).
1.2 Tujuan dan Sasaran
Dari uraian latar belakang diatas, tujuan dari penyusunan laporan tugas ini adalah sebagai berikut.
1. Menganalisis perkembangan lahan terbangun di Kelurahan Dago secara time series
2. Memprediksi perkembangan lahan terbangun di Kelurahan Dago pada tahun 2028 menggunakan simulasi dan pemodelan spasial
3. Mengidentifikasi persoalan perkembangan lahan terbangun di Kelurahan Dago.
Dari tujuan tersebut, sasaran dari penyusunan laporan tugas ini adalah sebagai berikut.
1. Teranalisisnya persentase perkembangan dan luas lahan terbangun di Kelurahan Dago pada tahun 2008 hingga 2018
2. Terprediksinya persentase perkembangan dan luas lahan terbangun di Kelurahan Dago pada tahun 2028.
3. Teridentifikasinya persoalan perkembangan lahan terbangun di Kelurahan Dago berdasarkan interpretasi dari sasaran sebelumnya.
2
1.3 Ruang Lingkup
1.3.1
Ruang Lingkup Materi
Ruanglingkup materi pada laporan tugas ini adalah materi perubahan penggunaan lahan yang diajarkan pada Mata Kuliah PL2201 Tata Guna Lahan pada minggu ke-3. Penggunaan lahan yang dimaksud mengacu pada Standar Nasional Indonesia (SNI) 7645:2010, yaitu tutupan lahan berupa lahan terbangun dan tidak terbangun.
1.3.2 Ruang Lingkup Wilayah
Ruang lingkup wilayah pada laporan tugas ini adalah Kelurahan Dago, Kota Bandung, Provinsi Jawa Barat.
1.4 Metode Pengerjaan
1.4.1
Metode Pengumpulan Data
Pengumpulan data pada laporan tugas ini dilakukan secara online Berdasarkan jenisnya, dapat dibagi menjadi 2, yaitu data aspasial dan spasial.
Data aspasial yang dikumpulkan antara lain informasi mengenai kelurahan dago yang didapatkan melalui dokumen perencanaan berupa:
1. Rencana Detail Tata Ruang Dan Peraturan Zonasi Kota Bandung Tahun 2015 – 2035
2. Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah Kota Bandung Tahun 2018 – 2023
3. Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Bandung Tahun 2011 – 2031
4. Peraturan Daerah Provinsi Jawa Barat No 2 Tahun 2016 Tentang Pedoman Pengendalian Kawasan Bandung Utara Sebagai Kawasan Strategis Provinsi Jawa Barat
5. Kecamatan Coblong Dalam Angka 2019
Data spasial yang dikumpulkan beserta sumbernya antara lain.
1. Citra Landsat Kelurahan Dago tahun 2008, 2018, dan 2021 didapatkan dari aplikasi Google Earth Pro
2. Shp Kelurahan Dago didapatkan dari https://tanahair.indonesia.go.id/
3. Informasi mengenai jaringan jalan Kelurahan Dago didapatkan dari https://tanahair.indonesia.go.id/
3
1.4.2
Metode Analisis Data
Pada laporan tugas ini terdapat beberapa tahapan analisis yang dilakukan dengan metode berbeda. Tahapan tersebut terdiri dari Pengolahan Citra Landsat, Pembuatan Model, Pembuatan Peta Prediksi, dan Identifikasi Permasalahan.
Tahapan Pengolahan Citra Landsat, Pemodelan, dan Simulasi menjawab tujuan sasaran pertama dan kedua. Tahapan identifikasi permasalahan menjawab tujuan sasaran ketiga. Rincian dari metode analisis yang dipakai pada tiap tahapan adalah sebagai berikut.
1. Tahap Pengolahan Citra
Tahap ini menggunakan aplikasi Google Earth Pro dan ArcMap 10.3. Citra landsat didapatkan dari Google Earth Pro karena diperlukan citra landsat dengan resolusi tinggi untuk melakukan digitasi pada ArcMap10.3. Selain itu, Google Earth Pro memiliki fitur lintas tahun, sehingga data Citra Landsat tahun 2008, 2018, dan eksisting diambil dari aplikasi tersebut.
Pengolahan data citra landsat dilakukkan pada aplikasi ArcMap 10.3 dengan metode digitasi. Citra landsat yang masih berupa image digeoreferensikan menggunakan metode control point. Kemudian, didigitasi menggunakan Cut Polygon Tools sehingga didapatkan polygon tutupan lahan Kelurahan Dago. Pada shp tersebut diklasifikasikan 2 kelas, yaitu lahan terbangun dan tidak terbangun. Proses tersebut digambarkan pada diagram berikut.
Diagram 1.1 Tahap Pengolahan Citra (Hasil Analisis, 2021)
4
2. Tahap Pembuatan Input Model
Setelah didapatkan peta tutupan lahan, dipersiapkan input model sebagai masukkan data untuk proses simulasi. Untuk menjalankan proses analisis tersebut diperlukan data timeseries dan faktor pendorong. Data timeseries yang digunakan berupa peta tutupan lahan kelurahan dago tahun 2008 dan 2018 dalam bentuk raster. Faktor pendorong yang digunakan berupa peta jarak ke jalan dan peta lahan terbangun eksisting. Keduapetatersebut dibuat menggunakanmetode euclidian distance pada aplikasi arcmap yang kemudian ditampilkan dalam bentuk Mask.
Model yang dibangun pada laporan tugas ini di ilustrasikan dengan diagram berikut.
3. Tahap Simulasi
Simulasi pada laporan tugas ini menggunakan metode Neural Analysis Network yang dilakukkan dengan bantuan aplikasi QGIS 2.14.2. Dalam aplikasi tersebut terdapat plugin molusce yang membantu proses analisis.
5
Gambar 1.2 Tahap Pembuatan Input Model (Kusniawati, 2020)
Metode ANN merupakan suatu metode, teknik atau pendekatan yang memiliki kemampuan untuk mengukur dan memodelkan suatu perilaku dan pola yang kompleks (Tasha, 2012). Analisis ini bekerja melalui 4 tahap, yaitu menentukan input dan arsitektur jaringan, membuat jaringan dengan menggunakan sebagian piksel dari input, menguji jaringan dengan menggunakan semua piksel dari input, dan menggunakan informasi yang telah dihasilkan oleh jaringan untuk memprediksi perubahan pengunaan lahan ke depan (Atkinson dan Tatnall, 1997 dalam Kubangun dkk., 2016).
Tahap simulasi ini tidak dilakukkan secara terpisah, melainkan berhubungandengantahaplainnya padaplugin molusce.Moluscesendiri terdiri dari lima tahapan yaitu modul input, analisis perubahan area, metode pemodelan, simulasi, dan validasi. Lebih jelasnya, beberapa tahapan ini diilustrasikan dengan diagram berikut.
4. Identifikasi Permasalahan
Identifikasi permasalahan ini menginterpretasikan hasil analisis sebelumnya dan kondisi yang ada. Kondisi yang ada mengacu pada deksripsi Kelurahan Dago dari dokumen perencanaan maupun literatur lainnya. Analisis yang digunakan adalah analisis deksriptif untuk mendeksripsikan permasalahan yang berkaitan dengan hasil analisis sebelumnya.
1.5 Keluaran
Selain untuk mencapai tujuan dan sasaran, keluaran lain dari tugas ini adalah Peta Prediksi Lahan Terbangun (Penutup Lahan) pada Tahun 2028.
6
GAMBARAN UMUM
2.1 Peruntukan Kelurahan Dago berdasarkan Tata Guna Lahan
Kelurahan Dago merupakan salah satu dari enam kelurahan di Kecamatan Coblong.Deganluaswilayahsebesar6.000Ha,secaraadministratifKelurahanDago dibatasi oleh Kabupaten Bandung di bagian utara, Kelurahan Lebah Siliwangi di bagian selatan, Kelurahan Sekeloa dan Cigadung Cibeunying Kaler di bagian timur, dan Sungai Cikapundung. Kelurahan dago terbagi dari 13 RW dan 105 RT. Secara geografis daerah ini berada 5 km arah utara dari pusat kota Bandung dengan ketinggian 690-730 Dpl. Pada tahun 2018, jumlah penduduk Kelurahan Dago tertinggi diantara kelurahan di Kecamatan Coblong, yaitu sebesar 29.998 jiwa. Artinya persentase penduduk di Kelurahan Dago adalah 26% dari keseluruhan penduduk Kecamatan Coblong. Kepadatan penduduk per km2 di Kelurahan Dago adalah 11672,37. Sarana kesehatan berupa puskesmas, posyandu, dan klinik dengan total 27 sarana. Sarana peribadatan terdiri dari 29 masjid dan 33 mushala. Jumlah sarana olahraga sebanyak 13 sarana. Jumlah minimarket sebanyak 14 dan supermarket sebanyak 1. Jumlah hotel sebanyak 7. Jumlah warung makan, rumah makan dan restoran sebanyak 56.
Seperti yang telah dijelaskan pada latar belakang, sebagai upaya pengendalianpenggunaan lahan,pemerintahmembuat kebijakanmengenai tataguna lahan. Apabila kebijakan tidak ditetapkan, maka pengguna lahan cenderung memanfaatkan lahannya untuk kegiatan ekonomi maupun lainnya yang lebih produktif secara ekonomi. Ketika hal ini terjadi, lahan yang sebelumnya tidak terbangun berkembang menjadi lahan terbangun. Untuk mengetahui fungsi Kelurahan Dago sesuai tata guna lahan, ditinjau dokumen perencanaan sebagai berikut
Berdasarkan dokumen perencanaan, Kelurahan Dago memiliki beragam fungsi dalam konteks tata guna lahan. Pada Peraturan Daerah Kota Bandung 10 Tahun 2015 Tentang Rencana Detail Tata Ruang Dan Peraturan Zonasi Kota Bandung Tahun 2015 – 2035, terdapat setidaknya tujuh peruntukan pada Kelurahan Dago. Yaitu, permukiman, perdagangan dan jasa, lahan terbuka hijau, kantor pemerintahan, pendidikan, peribadatan, dan pertahanan keamanan. Peruntukan ini divisualisasikan melalui fitur RDTR interaktif pada website gistaru.atrbpn.go.id berikut ini.
7
BAB II
Gambar 2.1 Peta RDTR Kota Bandung (gistaru.atrbpn.go.id, 2021)
Selain peruntukan tadi, Peraturan Daerah Kota Bandung 10 Tahun 2015 Juga Menjelaskan Tentang Peraturan Zonasi pada Kelurahan Dago. Diantaranya: 1. Zona Perlindungan, Sub zona sempadan sungai (Pasal 49) 2. Zona RTH, Sub zona RTH Taman Unit Lingkungan (Pasal 51) 3. Zona RTH, Sub Zona RTH Pelestarian Alam (Pasal 51) 4. Zona rawan bencana, Sub zona rawan gerakan tanah dan longsor (Pasal 52) 5. Zona perumahan kepadatan tinggi, sedang, dan rendah (Pasal 53) 6. Zona perdagangan dan jasa, Subzona perdagangan dan jasa linier (Pasal 54) 7. Zona campuran, Sub Zona Campuran tinggi (Pasal 55) 8. Zona kantor pemerintahan (Pasal 56) 9. Zona Wisata (Pasal 58) 10. Zona Sarana Pelayanan Umum, Sub zona sarana pelayanan umum Pendidikan (Pasal 59) 11. Zona Sarana Pelayanan Umum, Sub zona sarana pelayanan umum Kesehatan (Pasal 59) 12. Zona Sarana Pelayanan Umum, Sub zona sarana pelayanan umum Olahraga (Pasal 59) 13.
Zona Sarana Pelayanan Umum, Sub zona sarana pelayanan umum Peribadatan (Pasal 59) 14. Zona Pertahanan dan Keamanan (Pasal 60)
8
Pada dokumen yang sama, terdapat rencana pembangunan jalan layang dan stasiun. Kelurahan Dago juga memiliki terminal bus yang berada di sebelah utara.
Pada Peraturan Daerah Kota Bandung Nomor : 18 Tahun 2011 Tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Bandung Tahun 2011-2031, juga dijelaskan terdapat fungsi Kelurahan Dago sebagai kawasan pelestarian alam di Kawasan Taman Hutan Raya Juanda (Pasal 47). Kelurahan Dago sendiri berada pada SWK Cibeunying SPK Coblong.
Selanjutnya, akan ditinjau fungsi Kelurahan Dago sebagai bagian dari Kawasan Bandung Utara. Mengacu pada Peraturan Daerah Provinsi Jawa Barat No 2 Tahun 2016 Tentang Pedoman Pengendalian Kawasan Bandung Utara Sebagai Kawasan Strategis Provinsi Jawa Barat, Kelurahan Dago termasuk ke dalam wilayah administratif Kawasan Bandung Utara di Daerah Kota Bandung (Pasal 11). Secara umum, KBU diatur karena letaknya di wikayah cekungan bandung yang merupakan IbukotaProvinsiJawaBaratdanjugasebagaiPusat KegiatanNasionaldiJawaBarat. Pola ruang di KBU meliputi kawasan lindung dan kawasan budidaya. Kelurahan Dago termasuk kedalam bagian kawasan lindung, yaitu kawasan pelestarian alam. Apabila di liat dari Penetapan Zonasi Pengendalian, maka Kelurahan Dago termasuk ke dalam Zona L-1, adalah Zona Konservasi atau Lindung Utama.
Selain diatur pada Pedoman Pengendalian Kawasan Bandung Utara, Kota Bandung secara khusus juga mengatur Kawasan Bandung Utara Daerah Kota Bandung pada Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah Kota Bandung Tahun 2018 – 2023.
Diantaranya :
1. Dalam rangka perwujudan keseimbangan proporsi kawasan lindung, dilakukan rencana untuk menjaga keseimbangan proporsi kawasan lindung khususnya di Kawasan Bandung Utara.
2. Dalam rangka pengembangan kawasan budidaya, dilakukan pembatasan pembangunan di Kawasan Bandung Utara yang berada di luar kawasan yang ditetapkan sebagai kawasan berfungsi lindung bagi kawasan bawahannya.
Apabila ditarik kesimpulan, lahan di Kelurahan Dago memiliki beragam fungsi. Hal ini berdampak pada perkembangan lahan terbangun. Karena ragam fungsi tersebut bertolak belakangsatu dengan yang lain. Di satu sisi Kelurahan Dago difungsikan sebagai kawasan konservasi, tapi di sisi lain peruntukan yang dominan tercantum pada RDTR adalah permukiman serta perdagangan dan jasa. Sebelum dianalisis mengenai bagaimana perkembangan lahan terbangun, prediksi perkembangan lahan terbangun, serta identifikasi permasalahannya, akan dibahas mengenai fenomena perubahan penggunaan lahan di Kelurahan Dago.
9
2.2
Fenomena Perubahan Penggunaan Lahan di Kelurahan Dago
Perubahan penggunaan lahan di Kelurahan Dago sudah menjadi sebuah fenomena. Artinya permasalahan ini sudah disadari dan dibahas oleh banyak orang dan berbagai pihak. Bahkan tertulis dalam dokumen perencanaan yang nanti akan dibahas. Sebelum membahas itu akan dijelaskan mengenai penggunaan lahan itu sendiri.
Penggunaan lahan memiliki kaitan yang erat dengan aktivitas manusia. Aktivitas manusia yang beragam mengakibatkan beragamnya penggunaan lahan pula. Maka dari itu, dilakukan usaha untuk melakukan klasifikasi penggunaan lahan. Menurut Abbler (1972), klasifikasi merupakan suatu proses pengelompokan data yang bersifat induktif sebagai generalisasi secara sistematik dari suatu objek atau fenomena (Sitawati, 2002).
Terdapat beberapa versi dalam klasifikasi penggunaan lahan.
1. Standar Nasional Indonesia (SNI)
Badan Standarisasi Nasional sebagai lembaga yang membuat SNI menggunakan terminologi penutup lahan dalam mengelompokkan penggunaan lahan. Berdasarkan SNI penggunaan lahan dibagi berdasarkan skala, yaitu 1:1.000.000, 1:250.000 dan 1:50.000/25.000. Kelas yang paling umum adalah daerah vegetasi dan daerah tak bervegetasi. Daerag vegetasi berupa daerah pertanian (sawah, ladang , perkebunan) dan daerah bukan pertanian (hutan, semak belukar, padang rumput, dll). Daerah tak bervegetasi berupa lahan terbuka, permukiman dan lahan bukan pertanian (lahan terbangun dan tidak terbangun), dan perairan (rawa, sungai, dll).
2. Peraturan Menteri Negara Agraria / Kepaa Badan Pertanahan Nasional Nomor 1 Tahun 1997
Peraturan ini membahas tentang Pemetaan Penggunaan Tanah Perdesaan, Penggunaan Tanah Perkotaan, Kemampuan Tanah dan Penggunaan Simbol/Warna Untuk Penyajian dan Peta. Pembagian penggunaan lahan dibedakan menjadi perkotaan dan perdesaan. Pada penggunaan tanah perkotaan terdapat tanah perumahan, tanah perusahaan, tanah industri, tanah jasa, dan lainnya. Pada penggunaan tanah pedesaan terdapat tanah terbuka, hutan, perairan darat, dan lainnya.
3. Penggunaan Lahan pada Perencanaan Tata Ruang Dalam penataan ruang, kawasan dibagi menjadi kawasan lindung dan kawasan budidaya. Kawasan Lindung, adalah wilayah yang ditetapkan dengan fungsi utama melindungi kelestarian lingkungan hidup yang mencakup sumber daya alam dan sumber daya buatan (UU Penataan Ruang NO.26/2007). Kawasan Budidaya, adalah wilayah yang ditetapkan dengan fungsi utama untuk dibudidayakan atas dasar kondisi dan potensi sumber daya alam, sumber daya manusia dan sumber daya buatan (UU Penataan Ruang No. 26/2007). Pada Kawasan Lindung terdapat Kawasan Yang memberikan perlindungan bagi Kawasan bawahnya (Kawasan resapan air, Kawasan bergambut, dll), kawasan suaka alam (cagar alam, suaka margasatwa, dll), kawasan pelestarian, kawasan rawan bencana, dll. Pada kawasan budidaya terdapat kawasan hutan produksi, kawasan pertanian, dan kawasan pertambangan.
10
Laporan tugas ini akan menggunakan pembagian penggunaan lahan dari Badan Standarisasi Nasional yang menggunakan terminologi tutupan lahan. Karena yang menjadi fokus dari laporan tugas ini adalah persoalan perkembangan penggunaan lahan dalam konteks Kelurahan Dago yang merupakan daerah konservasi.
Dalam RPJMD Kota Bandung tahun 2018 – 2023, disebutkan persoalan di wilayah Kawasan Bandung Utara. Alih fungsi lahan di wilayah tersebut mengakibatkan terjadinya banjir bandang di Jatihandap dan berbagai lokasi lainnya. Belum lagi keterbatasan RTH yang jauh dari target 30%. Sebagai kawasan konservasi, Kawasan Bandung Utara juga merupakan area resapan air. Eksploitasi lahan menyebabkan ketersediaan air tanah semakin kritis. Sehingga di musim kemarau mengalami kekeringan dan tingginya air limpahan di musim hujan menimbulkan banjir/genangan. Rusaknya fungsi resapan di wilayah Kawasan Bandung Utara dapat terlihat dari indikasi tingginya selisih debit maksimum dengan debit minimum sungai-sungai yangada. Berbagai apartemen, tempatperdagangandanjasabermunculanmengakibatkanberkembangnyalahan terbangun.
Untuk mengetahui lebih detil mengenai perkembangan lahan terbangun, prediksi perkembangan lahan terbangun, serta identifikasi permasalahannya, akan dijelaskan hasil analisis pada bab selanjutnya.
11
BAB III
HASIL ANALISIS
3.1 Perkembangan Lahan Terbangun di Kelurahan Dago secara Time Series
Untuk melihat perkembangan lahan terbangun di Kelurahan Dago dari tahun 2008 hingga 2018, ditunjukan visualisasi dengan citra landsat Google Earth Pro sebagai berikut.
Gambar 3.2 Citra Landsat 2018 (google earth, 2021) (google earth, 2021)
Gambar 3.1 Citra Landsat 2008
Dari visualisasi diatas dapat dilihat secara kasat mata, bahwa telah terjadi perkembangan lahan terbangun. Beberapa area yang awalnya terlihat berwarna hijau pada Citra Landsat Kelurahan Dago Tahun 2008 berubah menjadi tertutupi bangunan pada Citra Landsat Kelurahan Dago Tahun 2018. Ini menunjukkan terjadi perkembangan lahan terbangun dalam selisih 10 tahun tersebut.
Untuk mendapatkan visual yang lebih jelas, tampilan citra landsat diubah ke dalam bentuk polygon menggunakan aplikasi Arcmap.
12
Gambar 3.3 Kelas Penutup Lahan 2008 Gambar 3.4 Kelas Penutup Lahan 2018 (Hasil Analisis, 2021) (Hasil Analisis, 2021)
Dari hasil digitasi citra landsat, dapat terlihat secara lebih jelas bahwa perkembangan lahan terbangun ynag ditandai dengan area berwarna merah sangat signifikan. Area di sebelah timur, yaitu daerah Kanayakan mengalami perubahan terbesar. Selain itu, area di sebelah utara, yaitu daerah Dago Pojok juga mengalami perubahan yang cukup signifikan. Dapat dilihat kecenderungan lahan terbangun berkembang di area pinggiran dari kelurahan Dago cukup besar. Namun, pada jantung Kelurahan Dago juga mengalami perkembangan lahan terbangun. Ini tidak terlepas dari peruntukan Kelurahan Dago sebagai Zona perdagangan dan jasa, Subzona perdagangan dan jasa linear. Berbagai macam usaha tumbuh sempadan Jalan Ir. H. Juanda, mengakibatkan berkembangnya pula lahan terbangun di tengah Kelurahan Dago.
Untuk melakukan interpretasi dari perubahan ini, tidak cukup melihat Kelurahan Dago saja. Karena pada kenyataannya perkembangan aktivitas tidak terbatas oleh batasan administrasi. Apalagi wilayah studi yang diambil adalah wilayah kelurahan yang kebijakannya relatif sama dengan kelurahan lainnya. Apabila kita lihat, daerah utara dari Kelurahan Dago adalah Kecamatan Lembang, khususnya wilayah Punclut. Tidak dapat dipungkiri perubahan lahan di wilayah punclut maupun Lembang menyebabkan wilayah Utara Kelurahan Dago juga ikut terdampak.
Agardidapatkanketeranganmengenai perkembanganlahanterbangunantara tahun 2008 hingga 2018 di Kelurahan Dago secara lebih konkret, akan ditunjukkan secara kuantitatif selisih luas serta perkembangan yang terjadi. Analisis ini dilakukkan menggunakan ArcMap dengan tools statistic.
13
Tutupan Lahan 2008 (Ha) 2018 (Ha) Selisih Luas 2008 - 2018 Perkembangan 2008 - 2018
Lahan Terbanguhn 126.71 185.62 58.91 22.35% Lahan Tidak Terbangun 137.63 78.72 -58.91 -22.35%
Tabel 3.1 Lahan Terbangun Time Series ((Hasil Analisis, 2021)
Data tersebut menunjukkan, bahwa antara tahun 2008 hingga 2018 terjadi perkembangan lahan terbangun yang signifikan. Seluas 58.91 Ha atau 22.35% dari keseluruhan lahan di Kelurahan Dago berubah dari lahan tidak terbangun menjadi lahan terbangun. Analisis mengenai hal ini akan lebih dalam dibahas pada bagian 4.3 Selanjutnya, akan dijelaskan hasil analisis prediksi lahan terbangun di Kelurahan Dago pada tahun 2028 untuk melihat apakah signifikansi perubahan lahan ini masih terjadi.
3.2 Prediksi Perkembangan Lahan Terbangun Di Kelurahan Dago pada Tahun 2028
Untuk memprediksi perkembangan lahan terbangun di Kelurahan Dago pada tahun 2028, digunakan aplikasi QGIS plug in mollusce, dengan metode Artificial Neural Network.Seperti yangdijelaskanpadabagianmetodologi adabeberapatahap yang perlu dilakukan untuk menghasilkan prediksi ini. Pada bagian ini akan dibahas hasil analisis dari tiap tahap hingga akhirnya menjawab tujuan dan sasaran kedua.
1. Input Model
Data yang digunakan sebagai input model bisa dibagi menjadi 2, yaitu data initial dan final, serta data faktor pendorong. Initial dan final adalah data yang menunjukkan kondisi tutupan lahan pada tahun-tahun sebelumnya. Ini akan membantu QGIS memprediksi tutupan lahan pada masa depan berdasarkan polapola perubahan tahun-tahun sebelumnya. Dalam laporan tugas ini, data initial adalah peta tutupan lahan tahun 2008, kemudian data final adalah peta tutupan lahan tahun 2018.
Sedangkan, faktor pendorong adalah data yang menunjukkan kondisi eksisting dari variabel yang dapat mendorong perkembangan lahan terbangun. Laporan tugas ini menggunakan data jarak ke jalan dan lahan terbangun. Secara lebih detail ditampilkan melalui ilustrasi berikut.
14
Gambar 3.5 ED Jalan Gambar 3.6 MASK Jalan (Hasil Analisis, 2021) (Hasil Analisis, 2021)
Gambar diatas merupakan proses yang dilakukkan untuk menghasilkan data yangdapat menjadi input data. Tahap pertama adalah melakukan clip antara jaringan jalan dan administrasi Kelurahan Dago agar didapatkan jaringan jalan yang sesuai. Kemudian dicari jangkauan variabel jaringan jalan menggunakan euclidian distance. Peta tersebut menunjukkan perbedaan warna yang menandakan jaraknya dari jaringan jalan dalam satuan meter. Yang perlu diperhatikan adalah input data yang diinginkan QGIS hanya dalam bentuk raster, sehingga ditetapkan cell size yang seragam yaitu 10. Setelah itu, data diubah kedalam bentuk mask sehingga dapat diinput kedalam aplikasi QGIS.
Tahapan yang sama juga dikerjakan pada variabel faktor pendorong kedua, yaitu lahan terbangun eksisting. Ilustrasi dari proses tersebut digambarkan pada peta dibawah.
15
Gambar 3.7 ED Lahan Terbangun Gambar 3.8 Mask Lahan Terbangun (Hasil Analisis, 2021) (Hasil Analisis, 2021)
Apabilapetatutupanlahantahun2008dan2018telahdiubahkedalambentuk raster, dapat melanjutkan proses selanjutnya, yaitu input data ke aplikasi QGIS. Setelah semua data telah sesuai dengan tempatnya masing-masing, berikutnya dilakukan check geometry untuk memeriksa apakah seluruh data memiliki geometry dalam hal ini cell size dan koordinat yang sama. Karena di awal telah ditetapkan cell size yang digunakan ada 10 dan sistem koordinat yang digunakan adalah WGS 1984 UTM Zone 48S, maka akan muncul informasi seperti dibawah.
Gambar 3.9 Matching Geometry (Hasil Analisis, 2021)
16
2. Evaluating Correlation
Tahapan berikutnya adalah melakukan korelasi pearson pada variabel faktor pendorong. Hal ini dilakukan untuk menghitung hubungan antar variabel. Jika ada yang variabel yang memiliki korelasi tinggi, maka lebih baik dihilangkan untuk mencegah multikolinearitas. Pada analisis ini nilai korelasi antara jangkauan jaringan jalan dan lahan terbangun eksistingadalah 0.45. Artinya nilai ini tidak mengakibatkan multikolinearitas dan dapat dipakai untuk analisis selanjutnya.
Gambar 3.10 Evaluating Correlation (Hasil Analisis, 2021)
3. Area Changes
Analisis berikutnya adalah area change untuk menghitung perubahan lahan secara timeseries antara tahun 2008 dan 2018. Hasil analisis ini sama seperti penjelasan pada bagian 4.1 tentang perkembangan lahan terbangun di Kelurahan Dago secara time series.
Gambar 3.11 Area Changes (Hasil Analisis, 2021)
4. Trasition Potensional Modelling
Analisis ini dilakukkan untuk menentukan parameter berupa neighbourhood, learning rate, maximum iterations, hidden layer, dan momentum yang akan berpengaruh Min Validation Overall error. QGIS akan melakukan iterasi berkali-kali untuk mencari nilai error terkecil. Pada laporan ini, error yang dihasilkan adalah 0.25. Angka ini tidak terlalu besar sehingga analisis dapat dilanjutkan. Adapun parameter yang digunakan agar dapat menghasilkan nilai error sedemikian adalah neighbourhood 1 pixel, learning rate 0.1, maximum iterations 100, hidden layer 10, dan momentum 0.50.
Gambar 3.12 Trasition Potensional Modelling (Hasil Analisis, 2021)
17
Grafik 3.1 NNA Curve (Hasil Analisis, 2021)
Grafik diatas menunjukkan kurva hasil pemodelan ANN. Ini menunjukkan perbandingan antara RMD dan iterasi hasil pemodelan ANN dengan nilai parameter yang telah disebutkan.
5. Cellular Automata Simulations
Tahapan berikutnya adalah melakukan simulasi tutupan lahan. Sebelum melakukan simulasi terhadap tutupan lahan Kelurahan Dago tahun 2028, terlebih dahulu disimulasikan tutupan lahan Kelurahan Dago tahun 2018. Tujuannya agar dapatdibandingkanantaraluaslahanterbangundantidakterbangunhasilsimulasi dan eksisting. Apabila selisih luasan tidak terlalu jauh, maka analisis dapat dilanjutkan dan nantinya dapat kembali melakukan simulasi cellular automata untuk tahun 2028.
Pada analisis ini simulation iteration yang digunakan adalah 1. Hasil dari simulasi akan disampan dalam bentuk raster, kemudian diubah ke dalam bentuk polygon sehingga dapat dihitung luasannya. Berikut peta serta luasan yang didapatkan.
18
Gambar 3.13 Simulasi Tutupan Lahan 2018 (Hasil Analisis, 2021)
Tutupan Lahan 2018 (eksisting) 2018 (simulasi) Selisih Lahan Terbangun 185.62 194.73 9.11 Lahan Tidak Terbangun 78.72 69.61 9.11
Tabel 3.2 Selisih 2018 simulasi eksisting (Hasil Analisis, 2021)
Dari tabel diatas dapat dilihat bahwa selisih antara luas hasil simulasi dan eksisting sebesar 9.11 Ha. Nilai ini tidak terlalu tinggi sehingga analisis dapat dilanjutkan.
6. Validations
Tahap akhir pada proses ini sebelum nantinya kembali melakukan simulasi adalah validasi. Pada laporan tugas ini, didapatkan persentase akurasi dengan “calculate kappa” sebesar 89.49%. Dengan nilai yang cukup tinggi ini, artinya model ini dapat digunakan untuk menyelesaikan analisis ini dengan melakukan prediksi tutupan lahan pada tahun 2028.
19
Gambar 3.14 Nilai Kappa (Hasil Analisis, 2021)
7. Hasil Prediksi (cellular automata)
Pada proses terakhir ini iterasi yang digunakan adalah 2, karena dengan interval 10 tahun, kita akan memprediksi tutupan lahan pada tahun 2028. Berikut peta prediksi tutupan lahan Kelurahan Dago pada tahun 2028, beserta luas lahan terbangun dan tidak terbangunnya.
Tutupan Lahan 2008 2018 2028 Selisih Perkembangan 20082028 20182028 20082028 20182028 Lahan Terbangun 126.71 185.62 194.61 67.90 8.99 54% 5% Lahan Tidak Terbangun 137.63 78.72 69.73 -67.90 -8.99 -49% -11%
Tabel 3.3 Perkembangan Lahan Terbangun 2028 (Hasil Analisis, 2021)
20
Gambar 3.15 Peta Prediksi Tutupan Lahan 2028 (Hasil Analisis, 2021)
21
Dari analisis diatas didapatkan perkembangan lahan terbangun di Kelurahan Dago pada tahun 2008 – 2021 sebesar 54% dan tahun 2018 – 2021 sebesar 5%. Hasil analisis ini menunjukkan kecenderungan yang unik. Dari analisis 4.1 didapatkan perkembangan lahan terbangun di Kelurahan Dago adalah 22.35%. Maka apabila dibandingkan, perubahan lahan dengan interval yang sama (10 tahun) antara tahun 2008 – 2018 lebih besar dibandingkan tahun 2018 – 2021. Ini sesuai dengan yang disebutkan pada gambaranumum,bahwapenatagunaan gunalahandiperlukanuntuk membatasi perubahan penggunaan lahan. Bila dicermati aturan tentang pembatasan pembangunandi KelurahanDagomemangbaru digencarkan beberapatahun terakhir dalam peraturan perencanaan terbaru. Berdasarkan data, memang prediksi perkembanganlahanterbangunpadatahun2028tidaksignifikan.Namun, tetapperlu dilakukan intervensi agar angka perkembangan ini dapat ditekan. Pembahasan mengenai ini akan dijelaskan lebih dalam pada bagian berikutnya.
3.3 Persoalan Penggunaan Lahan Di Kelurahan Dago
Hasil analisis sebelumnya telah menunjukkan bahwa perkembangan lahan terbangun terjadi di Kelurahan Dago. Secara kuantitatif, prediksi perkembangan lahan terbangun pada tahun 2028 akan meningkat sebesar 5% dari tahun 2018. Pada bagian ini akan dijelaskan apa persoalan yang menyebabkan hal ini dapat terjadi. Untuk mempersempit bahasan, persoalan akan dibahas dari sudut pandang kebijakan. Yaitu, perencanaan dan penegakkan kebijakan (Law Inforcement).
1. Persoalan dalam Perencanaan
Terdapat temuan unik yang telah disebutkan pada bahasan sebelumnya. Bahwa perubahan lahan dengan interval yang sama (10 tahun) antara tahun 2008 – 2018 lebih besar dibandingkan tahun 2018 – 2021. Yaitu pada tahun 2008 –2018 sebesar 22.35% dan tahun 2018 – 2021 sebesar 5%. Dalam sudut pandang perencanaan hal ini terjadi karena sekitar tahun 2008 belum terdapat kebijakan yang secara signifikan mengarahkan Kelurahan Dago menjadi daerah konservasi. Berdasarkan Peraturan Daerah Kota BandungNomor 09Tahun 2009 Tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Tahun 2009-2013, konservasi yangdisebutkan hanya berupa program di daerah resapan air. Namun, dokumen ini tidak menyebutkan rencana yang secara spesifik menyebut Kelurahan Dago maupun Kecamatan Coblong sebagai area konservasi.
Pada Peraturan Daerah Kota Bandung Nomor 03 Tahun 2014 Tentang Rencana Pembangunan JangkaMenengah Daerah (RPJMD)Tahun2013 – 2018, terdapat perkembangan yaitu terdapat intensifikasi pada program konservasi, misalnya pemulihan kembali kawasan-kawasan yang berfungsi lindung. Serta ekstensifikasi aspek pada program konservasi, misalnya sungai, danau, dan lainnya. Kelurahan Dago sebagai daerah konservasi secara tidak langsung disebutkan sebagai Kawasan Bandung Utara.
22
Ini lah persoalan yang perlu diperhatikan, bahwa pembatasan terhadap pembangunan di Kelurahan Dago bisa dikatakan terlambat. Apabila kebijakan terkait penataan ruang di Kelurahan Dago dalam konteks konservasi dilakukan lebih awal, angka perkembangan lahan terbangun antara tahun 2008 – 2018 bisa jadi tidak sebesar itu, sebagaimana perkembangan lahan terbangun antara tahun 2018 – 2028.
Persoalan lainnya yang perlu diperhatikan terkait perencanaan adalah kurang selarasnya arahan fungsi lahan yang direncanakan pada satu peraturan dan peraturan lainnya. Hal ini dapat terlihat dari penjabaran bagian 3.1. Contohnya, pada Peraturan Daerah Kota Bandung 10 Tahun 2015 Tentang Rencana Detail Tata Ruang Dan Peraturan Zonasi Kota Bandung Tahun 2015 – 2035, peruntukan yang dominan pada Kelurahan Dago adalah permukiman serta perdagangan dan jasa. Pada dokumen yang sama juga tercantum rencana pembangunanjalanlayangdanstasiun.Halinitentuakanmeningkatkanaktivitas di Kelurahan Dago. Kebijakan yang disebutkan tadi dapat memicu perkembangan lahan terbangun.
Tapi di sisi lain, Peraturan Daerah Kota Bandung Nomor : 18 Tahun 2011 Tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Bandung Tahun 2011-2031, yang juga dijelaskan pada Peraturan Daerah Provinsi Jawa Barat No 2 Tahun 2016 Tentang Pedoman Pengendalian Kawasan Bandung Utara Sebagai Kawasan Strategis Provinsi Jawa Barat, menyebutkan Kelurahan Dago sebagai daerah konservasi.
Maka dari itu, perlu pemerintah perlu berkomitmen untuk menghindari pertumbuhan lahan terbangun di Kelurahan Dago dalam hal perencanaan dengan cara memberikan kejelasan dalam kebijakannya.
2. Persoalan dalam Penegakkan Kebijakan
Persoalan berikutnya adalah tentang penegakkan kebijakan. Tidak dapat dipungkiri, bahwa telah terdapat berbagai jurnal maupun media populer yang menuliskan fenomena alih fungsi lahan di Kelurahan Dago. Misalnya pembangunan Apartemen The Maj di kawasan Jalan Ir. H. Djuanda yang diduga bermasalah. Ketua Wahana Lingkungan Hidup (WALHI) Jawa Barat, Dadan Ramadhan, menyebutkan terdapat kesalahan prosedur perihal IMB. Hal yang sama juga terjadi pada Pembangunan Apartemen Dago Suite. Menurutnya, warga tidak pernah dilibatkan pada proses awal pembangunan apartement tersebut. Terdapat pula ketidakjelasan dalam dokumen AMDAL maupun dokumen penunjang lainnya. Pembangunan ini mengakibatkan kualitas udara yang buruk disekitar lingkungan sejak awal dibangun tahun 2011.
Maka, perlu dilakukan penegakkan kebijakan yang lebih ketat oleh pemerintah. Karena pemerintah lah yang dapat melakukan kontrol terhadap pembangunan ini. Jangan sampai terjadi peningkatan pengembangan lahan terbangun pada masa depan, lebih dari prediksi yang telah disimulasikan karena kurangnya ketegasan pemerintah dalam penegakkan kebijakan.
23
KESIMPULAN DAN REKOMENDASI
5.1 Kesimpulan
Untuk menjawab tujuan dan sasaran, berdasarkan hasil analisis, kesimpulan dari laporan tugas ini adalah sebagai berikut.
1. Terjadi perkembangan lahan terbangun yang signifikan di Kelurahan Dago antara tahun 2008 hingga 2018, yaitu seluas 58.91 Ha atau 22.35% dari keseluruhan lahan di tahun 2008.
2. Prediksi perkembangan lahan terbangun di Kelurahan Dago pada tahun 2008 –2021, yaitu seluas 67.90 Ha atau sebesar 54% dari keseluruhan lahan di tahun 2008.
3. Prediksi perkembangan lahan terbangun di Kelurahan Dago pada tahun 2008 –2021, yaitu seluas 8.99 Ha atau sebesar 5% dari keseluruhan lahan di tahun 2008
4. Persoalan perkembangan lahan terbangun di Kelurahan Dago adalah kebijakan Kelurahan Dago sebagai wilayah konservasi yang terlambat, kurang selarasnya kebijakan perencanaan untuk Kelurahan Dago, dan penegakkan kebijakan yang lemah.
5.2 Rekomendasi
Agar perkembangan lahan terbangun di Kelurahan Dago pada masa yang akan datangdapat dibatasi dan untuk menjawabpersoalanpadapoin keempatkesimpulan, rekomendasi untuk Pemerintah Kota Bandung adalah sebagai berikut.
1. Penyelarasan kebijakan terkait perencanaan di wilayah konservasi seperti Kelurahan Dago.
2. Penegakkan kebijakan yang lebih tegas, serta pemanfaatan sistem satu pintu secara online (OSS) untuk meningkatkan kualitas sistem perizinan dan pengawasan.
24 BAB
IV
DAFTAR PUSTAKA
Peraturan Daerah Provinsi Jawa Barat Nomor 2 Tahun 2016 Tentang Pedoman Pengendalian Kawasan Bandung Utara Sebagai Kawasan Strategis Provinsi Jawa Barat
Peraturan Daerah Kota Bandung Nomor : 18 Tahun 2011 Tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Bandung Tahun 2011-2031
Peraturan Daerah Kota Bandung Nomor : 10 Tahun 2015 Tentang Rencana Detail Tata Ruang Dan Peraturan Zonasi Kota Bandung Tahun 2015 - 2035
Peraturan Daerah Kota Bandung No. 03 Tahun 2014 Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Kota Bandung Tahun 2013–2018
Peraturan Daerah Kota Bandung Nomor 09 Tahun 2009 Tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (Rpjm) Tahun 2009-2013
Peraturan Daerah Kota Bandung No. 03 Tahun 2019 Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Kota Bandung Tahun 2018–2023 Kecamatan Coblong Dalam Angka 2019, BPS Kota Bandung Kusniawati, I., Subiyanto, S., & Amarrohman, F. J. (2019). ANALISIS MODEL PERUBAHAN PENGGUNAAN LAHAN MENGGUNAKAN ARTIFICIAL NEURAL NETWORK DI KOTA SALATIGA. Jurnal Geodesi Undip, 9(1), 111.
Nurfatimah, N. (2020). Klasifikasi Penggunaan Lahan. Wijaya, A., & Susetyo, C. (2017). Analisis Perubahan Penggunaan Lahan di Kota Pekalongan Tahun 2003, 2009, dan 2016. Jurnal Teknik ITS, 6(2), C417-C420. Syafitri, R. A. W. D., & Susetyo, C. (2019). Pemodelan pertumbuhan lahan terbangun sebagai upaya prediksi perubahan lahan pertanian di Kabupaten Karanganyar. Jurnal Teknik ITS, 7(2), C255-C262. republika.co.id (2014). Apartemen Mewah di Dago Diduga Bermasalah. Diakses pada 02 Maret 2021, dari https://republika.co.id/berita/nasional/jawa-baratnasional/14/03/10/n27ptm-apartemen-mewah-di-dago-diduga-bermasalah gistaru.atrbpn.go.id (2021). RDTR Interaktif . Diakses pada 02 Maret 2021, dari https://gistaru.atrbpn.go.id/rdtrinteraktif/
Hasan, Jul. “Tutorial buat Peta Penggunaan Lahan di ArcMap (ArcGIS)” oleh Jul Hasan, 3 Mei 2020, https://www.youtube.com/watch?v=53zk-01YrvQ. Diakses pada 20 Februari 2021.
“Memprediksi penutup lahan di masa depan dengan menggunakan Molusce” oleh Geoinfo, 9Juni 2020, https://www.youtube.com/watch?v=7bdIjRTMBzk.Diakses pada20 Februari 2021.
25