
10 minute read
Pisau Waktu
Ilusi 8
Jam weker berbunyi sangat keras seperti suara lolongan anjing tengah malam. Kesadaran seketika adalah kebiasaanku yang membuat kepalaku terasa pusing. Jam dua pagi adalah rutinitasku akhir akhir ini untuk mengejar ketinggalan aku dalam proses pembelajaran masuk universitas. Aku menyalakan laptop di meja belajar itu dulu. Mengganti pakaian saat akan belajar adalah solusiku agar tidak mengantuk saat belajar tadi.
Advertisement
Hampir jam lima pagi aku masih terjaga, kali ini aku hanya memakai pakaian tanktop karena AC kamar sedang rusak membuat suasana sangat panas. Tak ada keganjilan yang aku dapat beberapa hari ini. Hanya suara serangga yang selalu menemaniku belajar. Tepat setelah pukul lima pagi, aku yang sedang mengantuk langsung terjaga kembali saat mendengar gawaiku berdering.
ini…” “Sial, siapa yang mengirim pesan sepagi
Tak lama aku langsung merebahkan badan di kasur sambil melihat pesan itu. Belum selesai
membaca, aku langsung merinding menatap foto foto yang dibagikan oleh seorang yang tak dikenal. Semua foto itu adalah aku. Tidak, ini bukan bohong.
Aku langsung melemparkan barang barang yang berada pada rak buku sebelah kasur. Seperti ada yang memataiku. Ya, ini bukan bohong. Seseorang mengambil fotoku saat berganti pakaian. Pesan itu aku diamkan. Pikiranku hanyalah membuang barang - barang itu. Badanku masih dengan pakaian terbukua.
“AAAAAA!!!” Ya, itu teriakanku yang membuat semua keluargaku terbangun. “Sarah, ada apa yaampun kenapa kamu menangis.” Ibu yang melihat aku dipojokan dengan suasana kamar seperti kapal pecah langsung mendekapku. “Bu…tidak, Bu. Aku anak baik, aku tidak seperti itu.” Dipikiranku hanyalah aku tidak melakukan hal menjijikan seperti itu - melihatkan bagian dada atas yang tanpa busana - Kakakku yang sedari tadi bengong melihat ke arah gawaiku langsung menampar pipiki. “Apa - apaan ini! Kau disekolahkan buat lakuin ini?”
Ia langsung memperlihatkan foto yang ada digawaiku ke Ibu dan Ayah. “Tidak, Bu, Yah. Aku tidak melakukan itu. Aku mungkin dijebak.”
Tanpa sadar, terdapat dua pesan yang telah dihapus. Aku tidak mengerti isi dari pesan itu. Mereka langsung pergi, seperti seorang yang telah diputuskan harapannya. Aku pun, merasa jijik dengan diriku sendiri. Aku tidak ingin berangkat ke sekolah. Aku takut.
“Eh lo gatau Sarah kemana? Tumben banget dia kagak berangkat.” “Lha lo belom tau berita panas soal Sarah,
Zak?”
Zaki yang baru ingin menanyakan perihal berita yang dimaksud harus terpotong karena suara teriakan dari belakang mereka. “Zaki… Lea!! Gawat!” seorang perempuan tinggi berlari ke arah mereka. “Aduh capek banget… ini beneran sarah?”
Zaki langsung mengalihkan pandangannya dari foto yang sangat tidak pantas untuk dilihat untuk seorang laki - laki. “Zak lo udah tau?” Lea seperti meyakinkan bahwa Zaki belum melihat foto itu. Zaki menggelengkan kepalanya tanda ia benar tidak tahu.
“Ini Sarah kok bisa gini. Dia ngirim ke siapa foto kaya gini?” Silvi yang sedari tadi bernapas berat tetap masih tidak percaya soal berita itu.
“Gimana aku tau anjir…” “Sebentar deh, foto itu kalian dapat darimana coy?” Lea pun cerita asal usul foto itu muncul dari sebuah akun anonim Facebook menyebarkan tangkapan layar dari percakapan sebuah group di Telegram. Sepertinya group itu berisi pesan - pesan yang membagikan foto telanjang perempuan lainnya. Tanpa diketahui nama group itu dan siapa pengirimnya. Dalam isi postingan pada akun anonim Facebook itu hanya tertulis, ‘Bagaimana bisa anak pintar dan rajin seperti Sarah 12-1 melakukan hal bodoh seperti ini.’
“Mungkin itu yang buat Sarah ga berangkat?” Zaki memastikan dengan mata yang sedikit ketakuan. Lea hanya mengiyakan dengan mengangguk. Kali ini Silvi seperti orang biasa saat mengetahui hal itu. Tidak seperti tadi yang merasa ketakutan. “Kayanya dia kali ini bakal kena hukuman.” Lea melanjutkan pembicaraannya. “Heh Le, kamu jangan gitu. Dia temen dekat kita juga.” Lea yang mendengar itu hanya tertawa dan membuat muka tak enak dipandang. Ia langsung berjalan meninggalkan Zaki dan Silvi.
“Waduh kurang ajar, Lea. Bukan teman.”
Di tempat lain, Lea sepertinya senang melihat kehebohan yang terjadi akibat Sarah. Semua orang bertanya padanya soal Sarah, tapi ia tidak menjawab. “Basi banget hari ini pertanyaannya.” Ando yang mendengar Lea seperti mendengus kesal akhirnya menghampirinya. “Lo padahal temen deketnya, tapi malah kaya orang senang melihat keadaan gini.” Ando yang mengejek Lea akhirnya kena pukul kepalanya oleh Zaki dari belakang.
“Anjing, kenapa mukul gue bro-” Spontan Silvi melerai keributan itu. “Gimana kita temuin Sarah? Kasian coy dia.” Zaki yang seperti memohon kepada Lea agar mau ke rumah Sarah akhirnya mendapatkan jawaban, “Oke.”
Ando seperti melihat keanehan antara tiga orang ini. Zaki selepas mendapatkan jawaban dari Lea langsung mengajak bertepuk tangan dengan Silvi. Sedangkan teman dekat Sarah seperti menikmati keadaan gaduh ini.
Selepas pulang sekolah, lanjut ke arah jalan rumah Sarah seperti rencana yang dibuat di kelas. “Kalian jangan terlalu frontal bahas masalah itu. Pura - pura gatau. Ajak Sarah ke luar dari
kamarnya.” Perintah Zaki. “Iya terus dihibur aja.” Tambah Silvi. Lea dan Ando hanya mengangguk.
Sudah tiga kali bel rumah ditekan tapi tidak ada jawaban dari tuan rumah. “Sepertinya dia ke rumah sakit. Ayo pulang aja.” Lea yang sepertinya sudah malas menunggu mengajak semua orang pulang. Tapi…”Tunggu aja, dia pasti lagi di kamar.” Zaki meyakinkan untuk menunggu beberapa menit lagi.
Ternyata benar dugaan Zaki. Tapi kenapa ia tau kalau Sarah ada di kamar. “Hm mungkin perasaan dia aja.” Ando yang merasa bingung tetap meyakinkan diri. Semua orang sepertinya patuh dengan perintah Zaki. Menemani Sarah, tapi ia hanya diam tak berbicara apapun dan tak menjawab pertanyaan yang diajukan.
“Sar, lo tuh sebenarnya kenapa?” “Mau main?” “Main monopoli aja?”
Ando yang masih kuat agar Sarah mau bicaraa tetap ga ada hasilnya. “Kalian pulang aja gimana? Gue lagi males. Kalian pasti udah tau masalah itu.” Sarah langsung pergi ke lantai 2 ke arah kamarnya. Zaki dan Silvi yang sedari tadi diam langsung menghentikan Sarah. Tapi ia tetap beranjak ke kamarnya. “Zak… udah pergi aja.”
Terlihat Zaki yang berada di tengah anak tangga coba menghentikan Sarah. “Ya bener, kita semua udah tau… Tapi disini kita bukan ada maksud buruk. Kita mau hibur lo, Sar.” Tanpa sadar Sarah sepertinya sudah ingin menangis melepaskan kemarahan atas kejadian itu. Ia menangis di dada Zaki.
Zaki langsung mengajak Sarah untuk turun kembali ke ruang keluarga tadi. Ando ke arah dapur untuk mengambil minuman. Lea yang sedari tadi duduk di teras rumah sudah tak terlihat. Mungkin sudah pulang, batin Ando, yang sedari tadi melihat kanan kiri mencari Lea. Silvi tak tau hilang kemana.
Di ruangan itu, Ando dan Zaki menenangkan Sarah. Ia hanya menangis tanpa bisa mengatakan satu kata pun soal perasaannya. Silvi yang sedari tadi hilang ternyata mengambilkan sebuah tissue dan selimut untuk menutup Sarah. “Sabar ya Sar. Nanti kita bantu bicarain.” Ando yang sedari tadi merasa iba dengan perempuan yang sudah lama ia sukai.
“Lho…” Zaki yang kaget melihat Lea ternyata masih di rumah Sarah seperti seseorang yang kaget karena ketahuan melakukan hal buruk. “Kenapa? Sarah temen gue mana aku tega ninggalin atau nakalin dia.”
Ando yang sedari tadi bingung melihat semua orang seperti ada hal yang ditutupin langsung bertanya, “Nakalin?” Ia berdiri seperti menantang Lea. Tapi Lea balas dengan ringan, “Kenapa, Ndo? Lo mikir aneh apa ke gue?”
“Nggak, maaf.” Ando melihat mata Lea seperti mengancam yang membuat dia duduk tenang kembali. Selepas Sarah merasa reda tangisannya. Mereka berempat pamit. Sarah masih diam seribu bahasa, berbeda dengan Sarah sebelum kejadian itu. Dia yang dikenal sebagai cewek ceria, baik, dan sopan sekarang berakhir menjadi cewek yang ketakutan dan pendiam.
Hingga hari keempat, Sarah masih tidak berani untuk berangkat. Tapi hari ini, hari kelima ia harus masuk ke sekolah. Ia dipanggil oleh komite sekolah. Sudah dibayangkan Sarah pasti akan mendapatkan hukuman. Bersama Ibunya, ia berangkat dengan ketakutan yang menyelimutinya. Semua badan bergemetar dan jantung berdegup kencang.
Sesampainya di sekolah. Semua orang sangat berbeda kepada Sarah. Mereka malah menyemangati Sarah dan berebut minta maaf. Keanehan yang terjadi, dipikiran Sarah hanyalah
makian yang akan ia dapatkan, tapi kenapa ini kebalikannya?
Belum usai kebingungannya, Lea yang dari jauh memasang muka berbeda dari hari kemarin mereka bertemu. Lea seperti bahagia akhirnya temannya datang. “Kamu hebat, Sar…” Kata dia sambil memeluk aku kencang.
“Hebat bagaimana? Dia udah memalukan nama keluarga.” Intonasi Ibu yang meninggi dibalas dengan suara Lea yang sangat ramah. “Nanti ibu akan tau sendiri.” “Iya, Bu. Sarah akan selalu jadi anak baik.” Tambah Ando yang sedari tadi juga ikutan tersenyum.
Sarah dan Ibunya masuk ke ruangan yang bertuliskan Kantor Rapat. Sudah ada beberapa orang yang duduk di sana. Tapi… “Zak? kok lo disini?” Ya, ada Zaki dan ternyata disebelahnya adalah Silvi. Kenapa mereka disini…
Semua orang kaget setelah ada dua orang polisi ikut masuk ke dalam ruangan itu. Ibu Sarah yang sedari tadi berjauhan dengan Sarah langsung memeluk anaknya, “Jangan bawa Sarah tolong, dia anak baik, Pak.”
Dari depan, seorang pria yang sepertinya seorang Komite Disiplin Sekolah langsung menyalakan layar proyektor. “Bu, tenang ya. Kami jelaskan benang merah dari permasalahan ini.”
Satu jam berakhir dengan tangisan Sarah dan kepalan tangannya yang sudah siap memukul Zaki dan Silvi. “Tega ya lo berdua anjing!!!”
plak….
Suara tamparan itu sangat nyaring sampai luar ruangan. Lea dan Ando langsung masuk memisahkan Sarah yang sekarang sedang menjambak rambut Silvi. Lea dengan kejutekannya terhadap permasalahan Sarah kemarin ternyata ada kebaikan yang ia lakukan. Ia menghilang sebentar ternyata pergi untuk mengecek CCTV yang ada di dalam rumah Sarah. Sesampainya di suatu ruangan, sepertinya sebuah gudang terletak sebuah layar seperti layar TV yang melihatkan beberapa sisi ruangan yang terdapat CCTV.
“Tunggu, ini kenapa Silvi ke arah kamarnya Sarah?” Tanpa berpikir panjang. Lea langsung pergi untuk mengintip apa yang sedang dilakukan oleh Silvi. Lea seperti menemukan harta karun, dia melihat Silvi mengambil kamera kecil yang sepertinya terpasang di salah satu sudut rak buku di kamar Sarah. Bukan hanya itu. Ya, Silvi seperti
mengobrak - abrik bagian laptop milik Sarah. Tidak tau apa tujuannya.
Selepas pulang dari rumah Sarah. Lea langsung mengajak Ando untuk bertemu membicarakan hal - hal yang ia temukan tadi. Mulai dari mengunduh file rekaman CCTV saat teman - teman Sarah main di kamarnya. Dalam rekaman itu menunjukan enam hari sebelum kejadian itu, mereka berempat main di kamar Sarah dan menemukan gerak gerik Silvi yang memasang sesuatu di bagian rak buku itu.
Waduh. “Lea cepet kumpulin, kita aduin ke guru kita.” Ando yang sudah naik pitam tidak pernah berpikir jernih ke depannya. “Tunggu bodoh. Gue mau mastiin satu hal dulu.”
“Lihat, Silvi juga lagi mengobrak-abrikin laptop Sarah. Ngapain dia?”
“Laptop Sarah bukannya kemarin katanya lagi rusak ya? Mungkin dia lagi benerin?”
“Ya itu rusak pas 6 hari sebelum kejadian. Dan Zaki lagi perbaikin Laptop Sarah.”
Lea memperlihatkan kembali rekaman itu.
Beberapa hari selanjutnya. Ando sepertinya ingin memecahkan masalah itu membuat ia memberanikan diri buat bertanya ke Zaki. “Zak lo bisa ga benerin kamera gue?”
Zaki mengiyakan dan sepulang sekolah dia diajak ke rumah Zaki untuk memperbaiki kerusakan yang Ando bilang. Diam - diam memperhatikan barang milik Zaki. Tapi ada satu hal yang membuat dia bingung. Ada satu gawai milik Zaki yang tidak pernah ia pakai untuk bermain game atau hal seperti yang lainnya. Ya mungkin gawai itu khusus untuk suatu hal. Iya hal khusus itu adalah memantau kamera yang ia sembunyikan di balik pekerjaan ia memperbaiki laptop orang - orang. Tentu, Zaki mengeluarkan gawai itu sekarang dan saat sedang memperbaiki kamera laptopnya.
“Anjing, gue harus ambil hp dia.” Batin dan pikiran Ando hanya hal itu. Tentu sulit. Hingga pada saat hari ketiga kejadian itu. Ando dan Lea yang sudah memantau gawai yang dimaksud, mereka mencoba mengambil cara agar bisa merebut gawai itu.
“Otak lo bisa aja dipakai, Ndo.” Ando dengan lihai mengambil gawai yang ada di tas Zaki saat ia sedang lengah bercanda dengan kawan kawannya.
Tentu saja, mereka berdua mendapatkan harta karun lagi. Hubungan Zaki dan Silvi bukan sekedar teman biasa. Mereka bersekongkol untuk menjebak Sarah dengan kejadian itu. Tak tau
niatnya apa. Tapi grup telegram yang membagikan foto - foto telanjang Sarah ada di gawai tersebut dengan dua anggota di dalamnya. Salah satunya adalah Zaki.
“Orang bodoh mau menjadi jahat emang banyak salahnya ya, Ndo.” Lea menunjukan beberapa pesan saat Zaki mengirim pesan dan memanggil lawan bicaranya dengan sebutan “Sil”.
Pada malam keempat tanpa pikir panjang, Lea dan Ando langsung berlari menuju rumah wali kelasnya untuk membagikan barang bukti agar Sarah tidak dihukum karena itu bukan kesalahannya.
Teman dekat adalah satu dari jutaan lebel kebohongan yang ada di dunia. Tidak ada yang bisa kita percaya, mereka akan memangsa saat waktunya sudah tepat.