7 minute read

Keputusan dan Penyesalan

Next Article
Lingkaran Sialan

Lingkaran Sialan

Ilusi 15

Lana tengah bergelut dengan pekerjaan yang mengharuskan ia untuk tetap sibuk di akhir minggu. Seperti biasa, ia akan melakukan hal yang merupakan kewajiban demi turunnya gaji tersebut dengan sepenuh hati dan ambisi. Lana telah lama melakukan pekerjaan yang ia gilai ini tanpa merasakan bosan, justru ia sangat suka disibukkan seperti ini. Hal ini juga yang membuat dirinya memutuskan untuk tidak menjadi seperti perempuan di luar sana yang memilih untuk memiliki keluarga kecil di usia 30-an. Tidak ada yang tahu pasti dibalik keputusannya tersebut, orang-orang hanya berasumsi bahwa Lana tengah memfokuskan diri pada karir saja untuk saat ini dan suatu saat akan memutuskan untuk berkeluarga suatu saat nanti, mereka tidak mengetahui bahwa keputusan lana sebenarnya adalah ia tidak mendambakan kehidupan pernikahan sama sekali.

Advertisement

Pada usia belia, ia sempat menerima sebuah lamaran dari seorang pria yang bahkan ia tak mengenalnya. Dengan keputusan telak, ia melayangkan penolakan kepada pria tersebut. Sejak dirinya kecil, ia tidak pernah merasakan apa yang namanya jatuh cinta, itu adalah salah satu alasan mengapa ia memutuskan hal ini. Lana merupakan sosok yang tidak mempercayai cinta. Alasan lain yang tepat yaitu ketika ia merasa bahwa kehadira makhluk kecil akan mengganggu dirinya. Benar, ia tidak menyukai kehadiran anak kecil di dekatnya. Lana merasa bahwa ia akan menjadi ibu yang buruk jika ia terpaksa menjalani sebuah pernikahan, ia merasa bahwa ia tidak memiliki kasih sayang yang begitu banyak. Hidupnya ia jalani dengan hanya mengkhawatirkan kehidupannya sendiri, berusaha untuk melakukan hal-hal sesuai dengan pikiran idealnya.

TING!

Bunyi lift apartemen menunjukkan bahwa pintu akan segera terbuka, tepatnya di lantai 10,

dimana lana selama ini menjalani kesehariannya. Ia memutuskan untuk pergi ke mini market di lantai dasar untuk membeli kudapan, tentunya untuk menemani waktu santainya di malam hari setelah tadi pagi ia disibukkan dengan pekerjaan kantorannya. Lana sudah berencana untuk menikmati waktu liburnya esok di hari Minggu. Memang biasanya ia akan berusaha untuk menuntaskan pekerjaan agar tidak mengganggu hari Minggu yang hanya berdurasi sebentar sebelum kembali pada pekerjaannya di hari Senin.

“Lana!” Seseorang di ujung lorong memanggilnya dari ujung lorong. Lantas lara menengok setelah ia membuka pintu unitnya.

“Oh, hai, perlu bantuan?” Lana berbasa-basi kepada orang yang memanggilnya, dan raut muka seseorang tersebut terlihat sangat panik.

“Iya, bisa bantu aku untuk menjaga anakanakku hingga besok malam? Orang tuaku sakit, ayah anak-anak ini sedang berada di luar kota karena tugas. Aku tidak mungkin membawa mereka.” Sedetik kemudian ia menengok gendongan tetangganya tersebut, dia baru menyadari ada seorang bayi disana, dan disamping tetangganya tersebut tampak ada seorang anak yang

usianya lebih tua. Oh, nahkan ia tidak tau bahwa di lingkungannya terdapat dua makhluk kecil yang tinggal disana, ia kurang berinteraksi dengan orang-orang.

Lana jelas kebingungan, berbagai macam alasan telah ia susun dalam benaknya sebelum ia melihat mata berbinar dari tetangganya tersebut. “Oh baiklah, Anne. Ajak saja mereka masuk.” Sebuah keputusan telah ia pikirkan, entah ini adalah keputusan yang tepat atau tidak. Kemudian mereka ber-empat masuk ke dalam unit apartemen Lana dengan dirinya yang akhirnya turut membantu membawa tas perlengkapan anak-anak Anne.

Tangisan bayi terdengar untuk pertama kalinya di tempat tinggal Lana. Demi Tuhan, ia sangat kebingungan, bahkan dalam hal menggedong saja ia memerluka penyesuaian yang cukup lama. “Tante Lana, biasanya Bunda membuatkan susu untuk Lily ketika menangis,” Lana saat ini merasa sangat bodoh, bagaimana bisa ia tidak terpikirkan oleh hal sederhana itu. Dengan segera ia membongkar tas perlengkapan yang telah

ditinggalkan oleh Anne. Dirinya terpaku dengan berbagai peralatan tersebut cukup lama sampai Julian mengangkat satu buah botol dan satu karton susu yang masih disegel dengan baik. “Ini botol dan susu milik Lily.” Lana hanya mengangguk menanggapi ucapan Julian dan segera membawa dua barang itu ke dapurnya, tidak lupa ia berpesan pada Julian untuk menjaga adik kecilnya yang sejak tadi belum berhenti menangis.

Setelah beberapa saat, akhirnya ia paham bahwa Lily sejak tadi hanya mengantuk.Sesaat setelah Lily meminum susunya yang berada di botol dengan berbaring, ditemani oleh Julian yang memeluknya, juga Lana yang sejak tadi berada di ujung kasur juga memegangi botol susu Lily, akhirnya Lily tertidur pulas. Julian yang sejak tadi memeluk adiknya dengan sayang juga tampak sudah tertidur. Lana yang melihat dua anak itu tertidur, juga pada akhirnya merebahkan diri di kasur besarnya yang kini diisi tiga orang. Mereka tertidur dengan damai.

Pagi harinya entah karena Lana kelelahan atau karena apa, ia terlambat bangun. Sesaat setelah ia mengumpulkan nyawanya di atas kasur, ia menoleh kepada dua anak disampingnya tersebut, mereka belum bangun. Tentu saja Lana bersyukur karena si bayi tidak menangis tadi malam, ia tidak bisa membayangkan bagaimana ia akan menyikapi situasi tersebut. Ia kemudian memutuskan untuk keluar kamar meninggalkan mereka, ia juga menaruh beberapa bantal di pinggiran kasur agar mereka tidak jatuh.

Lana langsung saja pergi ke arah kamar mandi, kemudian ke dapurnya untuk melakukan aktivitas Minggu paginya. Setelah ia menyiapkan sarapan berupa bubur untuk si bayi dan makanan yang lebih berasa dan bertekstur untuknya juga Julian, suara tangisan Lily terdengar. Segera ia menujut ke kamarnya dan menenangkan bayi tersebut. Ia lalu teringat perkataan Anne seputar cara mengurus Lily, ia teringat pasal popok Lily yang harus diganti secara berkala, bodohnya ia tak mengingat hal tersebut tadi malam.Lana mengecek popok bayi tersebut, kemudian dengan canggung dan gerakan kaku ia memutuskan untuk memandikan Lily dengan air hangat. Benar saja, ia

sangat kesusahan dengan hal itu, namun ia juga menikmatinya, setidaknya ia tidak hanya berbaring dan menonton series saja di hari Minggunya kali ini.

Tak lama kemudian Julian bangun dan menyusulnya ke dapur dengan gaya berjalan sempoyongan, kemudian ia melihat Julian yang mendekati adiknya yang sedang meminum susunya setelah memakan semangkuk bubur, kemudian mengajaknya berbicara seolah mereka mengerti satu sama lain. Lana tidak habis pikir dengan hal tersebut, pasalnya itu terlihat tidak masuk akal namun juga menggemaskan di matanya.

“Julian, kau tidak ingin makan?” Julian kemudian menoleh pada Lana.

“Mau mau, Julian boleh minta untuk diambilkan?” Lana lalu menyanggupi apa yang diminta oleh anak tersebut.

Tidak dapat dipungkiri oleh Lana, hari Minggunya terasa berbeda sekali semenjak kehadiran dua bocah yang dititpkan kepadanya tadi malam. Lana bahkan sudah dapat sedikit-sedikit mulai merasa terbiasa mengurusi Lily juga menanggapi segala ocehan Julian yang memiliki

rasa penasaran tinggi. Sosok Lana juga tidak dapat merasakan lamanya waktu yang sudah berlalu. Ia sangat menikmati waktunya di akhir minggu kala itu. Kemarin malam bahkan Lana tidak dapat memikirkan hal seperti ini, ia kira akan sangat amat melelahkan bila mengurus anak kecil. Memang benar, itu sangat melelahkan, namun juga dapat menghibur di tengah kesibukannya. Lana sudah tidak merasa canggung untuk berinteraksi dengan Julian dan Lily. Lana juga menyempatkan waktu mereka untuk bermain di taman yang tersedia sebagai fasilitas apartemen yang mereka tinggali. Lana hanya duduk memperhatikan Julian dengan memangku Lily dan terus-terusan mengoceh dengan bahasa bayinya, tentu saja lana tidak mengerti dan hanya terkekeh kecil. Beruntung saja tidak ada orang yang menanyai dirinya yang membawa kedua anak tersebut di taman. Karena Lana juga sejujurnya tidak banyak melakukan interaksi dengan orang-orang yang tinggal di apartemen tersebut. Namun, suatu ketika ia dapat mengenal Anne karena ia salah menuliskan alamat saat memesan suatu barang di minggu pertama ia tinggal di apartemen tersebut. Alhasil, paket tersebut diterima oleh Anne, hal tersebut membuat

keduanya mengenal satu sama lain walau tidak dekat.

Hari sudah menjelang sore. Julian dan Lily sudah bangun dari tidur siangnya setelah lelah bermain di taman dengan Lana yang menemani mereka. Anne juga sudah menghubungi Lana bahwa dia sudah berada dalam perjalanan pulang, yang mana artinya kedua anak yang ia titipkan akan segera ia jemput. Lana memutuskan untuk membereskan tas keperluan anak-anak Anne yang kemarin diberikan kepadanya. Ia membereskan barang-barang tersebut sambil melihat kedua anakanak Anne di dekatnya sedang berceloteh ria dengan mainan yang ada di tangan mereka. Setelah Julian dan Lily dijemput oleh Anne nanti, rumah ini akan terasa perbedaannya. Kembali sepi dengan suasana khas yang dihadapi oleh Lana sehari-hari, suasana hectic, kesibukannya di tempat kerja juga akan segera menjemputnya di malam hari nanti.Lana jelas tidak memahami perasaan apa yang saat ini ia rasakan, namun ia sedikit tidak rela anak-anak ini akan dijemput oleh Anne, dimana ia sangat menikmati hari ini bersama mereka. Lana juga tidak sempat untuk memikirkan pekerjaannya,

yang mana ia merasa sangat rileks dengan keberadaan dua anak tersebut.

Tak lama kemudian, bel unitnya berbunyi, jelas Lana telah mengetahui siapa yang sedang berkunjung, itu adalah Anne yang tampak tersenyum. Kemudian Lana mempersilahkan Anne untuk masuk ke dalam unitnya. Lana melihat Julian dan Lily yang terlihat sangat senang ketika ibunya menyapa mereka, hal tersebut masih terlihat asing di mata Lana, hatinya juga menghangat namun ia juga merasa sesak. Anne langsung saja berpamitan dan juga mengucapkan terima kasih kepada Lana yang telah mau membantunya, begitu pula si kecil Julian yang juga mengucapkan terima kasihnya dan memberikan sebuah bingkisan yang tadi dibawa oleh ibunya untuk Lana. Si bayi Lily juga terlihat mengoceh dan sepertinya juga mengucapkan hal yang sama kepada Lana. Dalam sekejap, unitnya terasa sangat sepi, berbeda sekali dengan beberapa waktu yang lalu. Tidak sampai satu hari durasinya, namun Lana tetap merasakan perbedaan yang sangat jelas. Kehadiran dua anak-anak Anne mungkin saja telah merubah perasaan dan pola pikirnya. Tak menyangka, lana kemudian menangis dalam diam, ia bahkan sudah merindukan ocehan

kedua anak tersebut. Terbesit rasa penyesalan melewati pikirannya. Berbagai pengandaian ia gumamkan disela tangisan tersebut. Dia juga tidak mengetahui apa yang ia inginkan saat ini.

TAMAT

This article is from: