
10 minute read
Iring – Iringan Derita
Ilusi 14
Liburan di musim semi adalah suatu keberuntungan menjadi seorang manusia. Kegiatan untuk bersantai bersama teman maupun keluarga sangatlah kewajiban dalam liburan ini. Tepat pada hari keempat liburan, aku bersama teman - teman merencanakan sebuah liburan dengan camping bersama disuatu destinasi wisata yang terkenal dengan pemandangan yang indah.
Advertisement
"Syabila… Dimana kamu berada…" Dari lantai 1 sepertinya sudah ada teman - temanku yang menunggu.
"Wah! Siapa ini yang datang!" "Pagi - pagi sudah cantik!" "Kamu pikir nyawaku ada berapa, kenapa kau tega buat aku tersipu."
Ketiga suara itu berasal dari Jordan, pacarku. Sudah biasa ia selalu berlebihan dalam menyampaikan suatu hal.
"Udah deh Jor, ga malu apa yaa diliat temen temen."
Pukul 10 pagi kami berangkat ke destinasi wisata yang telah kita tentukan sebelum liburan tiba. Pada saat jam pulang ujian sekolah tentunya. Di dalam mobil kami sangat bersenang senang, menyanyikan lagu banyak hal, ada yang bercerita, dan ada yang hanya makan snack yang telah kita bawa sebagai bekal camping nanti. Perjalanan ini ditempuh hampir 6 jam.
Satu keanehan yang terjadi di mulai. Suasana di luar mobil kenapa sangat berbeda, saat itu kita telah sampai di perkemahan yang dimaksud. "Ini jam berapa kenapa sepi banget?" Salah satu temanku sepertinya merasa ganjil. Tapi jam tanganku dan teman - teman menunjukkan pukul 16.24 dan seharusnya suasananya tak sepi seperti ini.
"Udah ayo kita jalan ke arah sana, barangkali ada orang." Perintah Jordan dituruti oleh semua orang.
"Sebentar, itu kenapa ada truck besar disana?
Perasaan tak ada satu pun mobil yang seharusnya bisa lewat jalan itu." Ku tunjukan jalan awal tadi. Teman - teman hanya mengangguk keheranan, hingga Jordan dan Erlangga mencoba mengecek keadaan truck itu.
"Ini sepertinya sudah lama ditinggalkan oleh pemiliknya!" Teriak Erlangga dari pintu truk itu.
Erlangga yang baru saja akan masuk langsung lari terbirit-birit ke arah kami.
"Jordan bil, Jordan… matanya hilang!!!" "Apasih Er,"
Aku yang tak percaya coba mendekati truk itu, Jordan masih berada di dalam sana. Belum selesai melangkah menuju truk, tiba-tiba Jordan keluar dengan teriakan yang sangat keras. Semua orang langsung ketakutan. Aku yang berada paling di depan coba menenangkan tapi hasilnya nihil. Jordan berlari ke arahku, perkataan Erlangga benar, mata Jordan menghilang, hanya bagian putih mata saja yang terlihat.
"Jordan!!! Ga usah bercanda," Aku yakin dia hanya bercanda sampai Jordan yang mencoba untuk memakanku, seperti adegan film zombie. Dia meraung dan berteriak dengan bahasa yang aneh. Erlangga yang sedari tadi ketakutan dibelakangku ia berlari untuk menenangkannya. "Singkirkan itu! Cepat!" Kali ini cara bicara Jordan kembali, ia hanya bicara untuk menyingkirkan terus tanpa menunjukkan objek yang dimaksud.
Sudah 10 menit Jordan yang sepertinya kerasukan. Aku baru mengingatnya. Dia pernah berbicara untuk menyingkirkan suatu hal yang membuat dirinya tak suka. Tapi kita masih tak mengerti.
"Apa maksudnya? Benda macam apa itu?"
Kami yang lengah saat mencoba berpikir maksud benda itu. Tiba - tiba, Jordan meraih sepotong kaca, tak tau asal kaca itu dari mana, kenapa benda itu ada di tangan dia. Jordan langsung bunuh diri dengan menancapkan kaca sialan itu ke lehernya. "Jordan, Jordan… bangun, cepat bangun! Kenapa kalian diam saja anjing, bantu aku, cepat bantu aku." Aku menangis sesenggukan melihat kejadian aneh itu di depan mata sendiri.
"Kau tak perlu risau, ini hanya jebakan. Kita telah masuk dalam perangkap seseorang. Dia hanya hilang jiwanya." Suara asing datang dari belakang kerumunan teman - temanku. Tak tau dia siapa, ia hanya bicara bawah jiwanya ada di luar sana.
"Sela cepat obatin dia. Bawa perban dan betadine disana." Kami sekuat tenaga mencoba mengobati leher Jordan, salah satu dari temanku yang merupakan anak Kedokteran mengobati
dengan menjahit sisi leher yang telah terpotong. "Ayo cepat kita bawa Jordan ke rumah sakit."
Rencana berkemah kita gagal. Kejadian aneh ini membuat kaki dan badanku gemetaran, kita membawa tubuh Jordan yang mungkin sekarang bisa dikatakan sebagai mayat. Johny yang sedari tadi seperti kebingungan melihat maps membuat semua orang takut, karena dia mengatakan bahwa sudah 3 kali dia berputar pada jalanan ini. Gerbang itu tak bisa mengeluarkan kita.
"John, itu ada bangunan, kita berhenti disana dan memikirkan agar bisa keluar dari Gerbang itu." Sela dengan cepat memberikan perintah. Bangunan tua dengan gaya klasik itu sepertinya tak asing bagiku. Banyak orang disana, tapi mereka hanya diam. Pakaian yang menempel pada tubuh orang orang itu mengapa sama? Seperti seragam khusus jika masuk ke dalam gedung tua itu.
"Sel, lo jangan gila ya nyuruh kita kesini. Lihat, ada orang yang menatap kita sedari tadi." Sela yang ketakutan mencoba menarik baju Erlangga dari belakang. Seseorang yang kami bicarakan tiba - tiba ke arah kami dan mengambil tubuh Jordan secara paksa ke suatu ruangan. "Pak, maksudnya apa ini? Kenapa mengambil tubuh teman saya tanpa izin dulu!"
Kami mengikuti arah jalanan bapak yang sepertinya belum terlalu tua untuk dikatakan sebagai seorang bapak. Tanpa kata - kata, seseorang itu membaringkan tubuh Jordan di salah ranjang di satu kamar yang besar. Lalu ia menyembuhkannya hanya dengan sekali sentuhan. Bagaimana tidak merasa kaget melihat kekuatan yang membuat mata kita langsung tak bisa bicara.
"Kau tau. Aku juga sama seperti kalian. Ya kami disini berniat untuk camping juga. Tapi entah ada hal apa kami tersesat sama seperti kalian."
Dari mulut pintu kamar, muncul seorang perempuan yang membicarakan bahwa ini bukan hanya sebuah jebakan. Kita harus berperang untuk membawa kembali jiwa Jordan.
"Cepat kenakan pakaian ini, kalian harus berpura - pura masuk dalam golongan kita agar bisa membawa jiwa temanmu kembali." Seperti sebuah tantangan berat, kami mengiyakan perintah perempuan itu. Sebuah seragam dengan warna putih dan hijau sebagai coraknya seperti tak pantas ditubuhku.
Malam hari telah datang. Kami diberikan kamar besar ini untuk singgah. "Tidak, kita bukan singgah di sini. Kita terjebak!" Sela yang mulai ketakutan mulai berpikir yang aneh. Tapi memang
benar, kalau bukan singgah, semua orang disini tak akan ada di gedung tua yang mereka tempati sekarang.
Pagi harinya kami disuruh untuk keluar, ke sebuah stadion yang terletak diujung gedung tua. Kami membawa tubuh Jordan juga. Kami berbaris seperti yang diperintahkan oleh orang - orang.
"Kau jaga Jordan ya, Bil." Erlangga menempatkan tubuh Jordan di baris kedua. Dan aku dibelakangnya, baris ketiga. Belum selesai seseorang di depan sana berbicara, ada seseorang yang seperti membawa balon. Tapi kenapa ia membawa balon aneh itu ke dalam stadion ini.
Ia tersenyum melihat ku, mengarahkan tangan kanan yang sedari tadi ia sembunyikan dibelakang tubuhny. Aku yang seperti terhipnotis tidak sadar ternyata tangan itu melempao sebuah benda yang menghasilkan ledakan besar yang tak pernah kita harapkan.
"JOHNY! ERLANGGA! SELA! KAU DIMANA!"
Ledakan itu menghasilkan kepulan asap hitam, aku tak bisa melihat dan mendengar apapun. Aku hanya melihat sekilas bahwa semua orang di sekitarku meninggal, hanya beberapa dari mereka
yang selamat. Aku mencari tubuh Jordan yang seharusnya masih didepanku, kenapa tubuhnya menghilang. Kakiku tanpa arahan langsung mencoba mencari semua temanku, aku kembali ke ruangan kamar yang ku pikir akan ada tubuh Jordan. Tapi, yang aku lihat hanyalah jiwa teman temanku.
"Sel, kenapa kau tak bisa disentuh?" "Kau kenapa, Er?! Johny mana? Kenapa kalian menghilang!"
Jiwa - jiwa temanku tak bisa aku sentuh. Aku langsung mencari bapak yang telah menyembuhkan Jordan kemarin, dengan harapan ia akan bisa membantuku. Dia berada di taman samping gedung, dia sepertinya sedang menangis.
"Pak, tolong saya. Teman - temanku menghilang. Hanya jiwanya saja yang ada." Aku mengacuhkan tangisan bapak itu. Aku hanya ingin teman - temanku kembali.
"Kau pikir aku juga tak kehilangan? Bil, inilah waktunya, kau harus kuat." "Kuat bagaimana, aku harus cepat menemukan mereka, ayo bantu, Pak." "Kau ada dalam misi sekarang. Ya kau harus cepat menemukan teman - temanmu, aku juga."
Dia bercerita kalau dia bertemu dengan seseorang yang tak pernah ia temui sebelumnya. Gambaran seseorang itu seperti yang Syabila temui saat Jordan kesurupan di dekat truk itu. Orang itu menyampaikan pesan bahwa Syabila dan bapak itu harus cepat menemukan mayat dari teman temannya dengan batas waktu hanya seminggu.
"Hah? Lalu kita menemukannya dimana?"
Pertanyaan itu langsung dijawab oleh bapak itu. Dia menunjukkan ke arah hutan yang sangat sepi dan menakutkan. "Kau tak bisa kembali dan mengembalikan jiwa teman - temanmu jika dalam seminggu ini tak berhasil menemukan mayat mayat itu."
Perintah yang seperti ancaman membuatku tambah merinding, bagaimana bisa aku harus menemukan mereka sendirian, tidak, maksudnya bersama bapak itu.
Pada hari kedua, aku yang kehabisan pikir langsung kembali ke gedung itu. Aku mencoba berkomunikasi dengan jiwa teman-temanku, mereka bisa menjawab, tapi jawaban dengan bahasa asing yang pertama kali aku dengar. Sia sia saja aku kembali. Hari ketiga aku langsung menemukan tiga mayat teman-temanku. Aku
langsung membawanya. Tentu, bapak itu juga berhasil menemukannya. Tak harus berjalan jauh dari gedung tua, kita telah menemukannya. Aku sangat bersyukur bisa mengembalikan jiwa mereka ke tubuhnya.
"Tapi, Jordan kenapa begitu sulit untuk ditemukan."
Hanya sisa satu misi yang harus segera aku pecahkan. Jiwa maupun mayat Jordan tak berhasil kutemui. Pencarian ku kali ini bukan dengan bapak tua itu saja. Aku mencari Jordan bersama 3 teman dan bapak itu yang membawa 5 temannya juga. Sampai pada akhirnya, aku telah menyerah. Hari terakhir mungkin bisa menjadi jawaban bahwa aku akan menemukannya atau merelakannya.
"Kau harus kuat, Bil! Kita bisa menemukan Jordan." Kekuatan dari teman - temanku adalah alasan aku tetap teguh mencari Jordan. Hingga saat kami akan pergi untuk mencarinya, datang seseorang yang sering kami temui di Gedung ini. Dia mengatakan bahwa kami harus segera pergi ke hutan.
"Kalian jangan pergi ke hutan sebelah barat. Pergilah ke arah timur. Cepat! Waktu hampir habis." Seseorang itu kenapa sepertinya tau akan suatu hal. Anehnya kenapa dia menyuruh kami ke
hutan sebelah timur, padahal semua orang mengatakan bahwa hutan baratlah tempat mayat jiwa menghilang itu berada.
"Udah, mungkin kata dia benar." "Ayo, Bil. Kita coba."
Kami akhirnya benar-benar pergi ke hutan. Banyak sekali jebakan yang ada di hutan sebelah timur ini berbeda dengan hutan barat yang sepertinya tidak terlalu menakutkan jalanannya. Sepanjang kami melangkah, hutan itu selalu meledakan sebuah ledakan kecil. "Kecil seperti ini kita harus tetap hati - hati." Perintah bapak itu. Benar jangan pernah menyentuh sesuatu yang mencurigakan disana, karena akan menghasilkan sebuah ledakan yang besar nanti.
"Sudah hampir jam 8 malam, Bil!" "Kita harus cepat."
Setengah perjalanan kami belum menemukan apapun. Tepat saat Sela berhenti untuk minum, dia langsung berteriak saat melihat ada batu besar yang diatasnya tertutup oleh daun sulur yang sangat banyak. Aku melihat diatas batu bukan hanya daun sulur saja, "Ada tangan! Jordan itu!"
Aku melihat tangan itu memegang sebuah kaca yang nampak seperti kaca yang Jordan buat untuk membunuh dirinya. Dan benar itu Jordan.
Tantangan baru dimulai, sepertinya ada seseorang yang lebih mencintai Jordan. Hingga saat kita akan mengambil tubuhnya, ada tubuh besar yang dari arah belakang kita akan mengejar. "Cepat lari! Jordan cepat dibawa."
Perintah Erlangga yang tak sempat membawa mayat Jordan. Bapak itu yang membawa Jordan. Kami berlari kencang hingga akhirnya sampai di gedung tua tepat pukul 9 malam. Kami berhasil! Aku akan bertemu Jordan kembali.
Kegembiraan itu langsung dipatahkan oleh teman - temanku yang berkata, "Kenapa Jordan masih tertidur?"
Kemarin tepat aku mengembalikan badan ke jiwa teman - temanku, mereka langsung bangun. Ini berbeda dengan Jordan. Semua orang di gedung yang melihat kami telah datang, mengajak masuk.
Salah satu dari mereka berkata, "Kalian terlambat."
Aku yang sedari tadi tak bisa berkata apapun, aku memarahinya. "Terlambat apa! Kami datang tepat sebelum jam 12 malam. Ini tubuh Jordan kami bawa." Saat aku menunjukkan tubuh Jordan
yang diletakkan di lantai belakang badanku, ia tibatiba langsung menghilang.
Helaan nafas panjang dan tangisanku pecah. Aku harus merelakan bahwa aku tak bisa menemui Jordan kembali. "Mari." Ajakan itu aku turuti untuk menuju ke suatu ruangan. Langkahku berhenti tepat di depan sebuah tulisan nama bangunan, "RUMAH SAKIT", sejak kapan ada tulisan ini.
Aku mendadak pusing seketika saat masuk ke ruangan orang yang berkumpul mengelilingi sebuah tubuh yang terbaring lemas. Aku melihat sekitar, ke pakaian yang melekat di tubuhku. "Kenapa aku sekarang pakai baju ini? Kenapa ini seperti baju pasien?"
Semua mata melihat diriku, bayangan orang di depanku langsung kabur seketika. Aku seperti akan pingsan. Sebelum tubuhku terjatuh, aku mengingat banyak hal. Aku ternyata sudah sadar bahwa Jordan telah meninggal tepat hari pembagian nilai ujian.
"Bil, bil, bil… semua orang disekitarku seperti memanggil aku yang semakin mulai lemas." Tapi bayanganku hanya ada Jordan yang melompat dari rooftop sekolah tepat di hadapanku.
Tepat saat Jordan jatuh. Aku terbangun, aku merasa semua itu hanyalah mimpi. Tapi mengapa aku sekarang berada disebuah ranjang rumah sakit. Kesadaranku mulai muncul kembali, kesakitan akan penerimaan bahwa Jordan telah meninggalkanku dan ya memang benar dia telah lama pergi dengan bunuh diri menjatuhkan dirinya dari lantai 6 gedung sekolah. Kemudian semua ledakan besar, berbicara dengan jiwanya, hutan, semua kejadian tragis itu hanya halusinasiku selama perawatan di rumah sakit jiwa.