7 minute read

Hidup Berulang Kali Tanpa Harus Mati

Ilusi 3

Kupikir, semua berawal dari benturan hebat yang diterima aku sejak remaja - tidak mungkin sejak kecil - Aku memandang semua orang dengan pemikiran beda. Kadang aku memandang Ibu Ratna, seorang guru les privat aku sebagai perempuan baik. Tak berapa lama, aku seperti ingin memukul dia.

Advertisement

Aneh memang tapi itulah yang aku rasakan semenjak kecil. Bukan hanya itu, aku kadang merasa seperti punya kakak. Tapi kadang tidak. Kata orang - orang itu hal yang biasa untuk kakak beradik. Aku tidak menyangkal. Hanya meyakinkan hal itu benar.

"Charles tunggu." Aku sempat terpaku memandang diriku kenapa ada di taman bunga. Padahal tadi sedang di dapur. Mamah seperti dikejar hantu, terbirit-birit tanpa mengenal napas untuk dirinya.

"Loh mamah kenapa lari?"

Mamah hanya memegang pipi aku yang sepertinya terasa sakit. Mukanya merah, bukan, ia seperti ingin membunuh aku dengan muka padamnya. Aku yang ketakutan mencoba bertanya kepada mamah. Tapi ia langsung menarik diriku dengan keras hingga ke rumah.

Tidak tahu apa yang akan mamah lakukan, tapi ia menjatuhkan diriku pada lantai hingga kepala aku terbentur pinggiran sofa dengan keras. Mata aku langsung kabur tak bisa melihat dengan jelas. Hanya saja mamah seperti memegang sebuah kayu dan akan memukul aku.

Aku terbangun dengan suasana segar. Di kamar dengan warna warni disegala sudut. Beranjak dari tidur tepat pukul 6 pagi. Dikepala aku hanya sebuah roti dan susu yang harus ada dalam pagi hari.

Kring kring kring

Bunyi gawai pada pagi hari adalah hal yang membuat malas untuk menikmati makanan lezat.

Terlihat dua telepon tak terjawab dan satu pesan yang nangkring di layar gawai aku. Ternyata

hanyalah ajakan berangkat kampus bareng dari Fika. Dia sahabat aku - bukan, hanya teman biasa mungkin - Hari ini terbilang akan menjadi hari berat bagiku karena ada kerjaan yang harus diselesaikan. Membuat jurnal dan membuat konten untuk kebutuhan kerja aku.

Setelah mandi seperti biasa aku meletakkan kamera dan lighting untuk mengambil sebuah video review produk make up dari suatu brand. Ye begitulah pekerjaan aku sehari - hari. Belum mengambil video dengan benar, tiba - tiba tubuh aku terjatuh tanpa sebab, aku hanya merasakan jantung berdekup kencang. Badan tak bisa bergerak, tubuhku terkunci.

Namun, tak berapa lama aku kembali sadar. Aku berada di rumah mamah. "Kak!" Aku melihat Kak Afi yang sedang asik dengan bukunya. Tapi kenapa aku memegang dua kotak yang beriis donat. Sejak kapan aku beli ini.

Kak Afi yang melihat ada sebuah makanan lekas membawanya di meja. "Tumben banget lo bawa makanan ginian." Aku hanya tersenyum tipis melihat Kak Afi dengan lahapnya memakan donat donat itu.

Tak lama, mamah ikut bergabung dengan kita. Menikmati donat di sore hari sangat menyenangkan.

Tapi, tiba-tiba semua kebahagiaan yang terjadi itu kabur. Aku terbangun dari lantai rumah sakit yang seperti aku terjatuh dari ranjang. Sakitnya badan itu tak seberapa dengan rasa sesak yang aku rasakan saat ini. Entah rasa sakit apa yang muncul ini.

ini. "Lah kok ngilang?" Teriak Fika di bibir pintu kamar rumah sakit

Ia yang kaget melihat diriku jatuh langsung memanggil perawat untuk membantu diriku kembali berbaring di ranjang. Kenapa aku tak bisa bicara. Kenapa tubuh aku kaku sekali. Fika dengan muka melasnya seperti ingin berbicara tapi aku tak mendengar suaranya. Aku hanya melihat mulutnya yang seperti sedang berbicara.

Dilain pihak, Fika dengan sekuat tenaga ingin membicarakan perihal yang Charles alami seperti tak mampu. "Gimana ya gue ngomong pun dia kagak denger."

Beranjaknya Fika dari kursi lalu pergi meninggalkan aku sendirian membuat

kebingunganku bertambah. Dalam batinku aku cuman ingin memaki Fika, tega - teganya meninggalkan teman sendiri. Aku kembali tertidur dengan mata yang berat untuk ditutup.

Aku bermimpi diriku seperti sedang mengerjakan kegiatan seperti biasa, bersama Fika dan teman kerja lainnya. Pemotretan yang aku impikan akhirnya datang. Sebuah brand mengajak aku untuk melakukan photoshoot, kata salah satu pegawainya saat mendatangi diriku hanya mengucapkan sebuah kata yang bagiku tidak bisa ditafsirkan.

"Agar brand kita laris berkat kepopuleran kamu mbak Char"

Kepopuleran apa yang sudah aku dapat. Fika yang sekarang menjadi manajer aku hanya berbicara tanpa makna seperti orang - orang. Ya aku memaklumi seperti biasa.

"Ya ampun neng cantik akhirnya datang," Seorang MUA laki - laki terkenal itu seperti sedang mendapatkan barang berharga saat aku datang.

"Ih, neng Char" suara manja dan tepukan itu membuat diriku jijik. Apa sebabnya ia seperti orang kerasukan.

"Neng, aku harus kebagian juga jatah populeran kamu. Cepet you make videos with me terus you post on your instastory!" Perintah itu seperti menghipnotis diriku. Aku langsung membuat video dengan dirinya saat sedang menghias mukaku sendiri.

Tak lama setelah mengunggah video itu, direct massage aku penuh dengan notifikasi yang entah dari siapa saja. Tapi… kenapa semua orang seperti marah dengan diriku.

'brengsek anjing masih hidup aja' 'dasar anak kurang ajar' 'gila ya, ibu bapak kakaknya mati aja masih bisa hidup tenang dia'

Tiga balasan instastory yang tidak tahu dari siapa pengirimnya membuat aku kaku, semua hal kembali berputar membuat penglihatan aku semakin kabur. Semua orang tertawa melihat diriku dengan segala kerapuhan. Aku menjambak rambutku tanpa sakit, seperti ingin meninggal tanpa tahu penyebabnya.

Aku masih di rumah sakit, sebentar apakah tadi hanya mimpi. Aku memandang lekat langit

kamar rumah sakit itu. Wah aku bersyukur itu hanyalah mimpi.

"Serem banget gila mimpi gue," suaraku kembali muncul. Wah sejak kapan aku bisa sekuat ini. Lagi - lagi tak ada Fika disisiku. Setelah memandang kanan dan kiri mengapa aku tidak di tempat kamar kemarin, ini seperti kamar operasi. Tidak ini memang kamar operasi. Penuh dengan alat-alat yang aku tak ketahuai namanya.

"TOLONG!!!"

Aku berusaha dengan keras untuk keluar dari ranjang ini, aku masih kaku tak bisa berjalan atau berbalik badan.

Teriakan aku yang mungkin sangat lantang membuat beberapa perawat dan satu dokter datang. Mereka sama seperti MUA laki-laki itu yang senang akan kehadiran aku.

"DOK INI KENAPA GUE KAGAK BISA GERAK SIH"

Mereka seperti patung tanpa bisa mengatakan sepatah katapun. Hebatnya lagi mereka seperti ingin menangis. Lagi - lagi aku seperti orang terbodoh di dunia yang tak tahu soal dirinya sendiri.

Sebentar, tunggu. Mengapa aku seperti tak punya kaki. Dokter yang melihat aku gelisah akhirnya datang dan berdiri tepat disampingku. Wah tanpa takut aku mencoba untuk melawan kekakuan diriku. Berontak adalah jalannya. Aku yang merasa mempunyai feeling buruk itu hanya bisa berontak.

Satu tahun setelah pulang dari rumah sakit, aku kembali beraktivitas seperti biasa. Bukan, aku menjalani terapi.

Sebuah lelucon yang terjadi dihidupku adalah saat dokter itu mengatakan hal yang tidak masuk dalam pikiran aku.

Tujuh tahun lalu aku hidup dengan kebohongan kepada diri sendiri. Psikolog aku dengan sekuat tenaga mengatakan bahwa mamah tidak ada. Bahwa mamah hanyalah sebuat Rekaya. Bukan, mamah nyata. Hanya saja mamah asli hanyalah seorang yang jahat yang ingin anak perempuannya meninggal setelah anak laki-laki kesayangannya pergi meninggalkan dia selamanya.

Aku teringat, pukulan mamah sewaktu kecil itu merupakan hukuman mamah yang menganggap diriku membunuh Kak Afi. Tidak. Aku tak

membunuh dia. Oke. Dia kecelakaan karena dirinya sendiri. Semenjak itu mamah menganggap aku adalah anak kecil yang hanya merepotkan. Pukulan kecil itu menjadikan diriku ingin bertahan saat mamah menyerang diriku. Mamah lah yang menyebabkan kaki aku diamputasi. Aku kabur setelah mencoba mengamankan diriku saat setelah menjawab pukulan yang selalu aku terima. Ia terjatuh dengan darah yang seperti arus sungai deras.

Bukan, aku tidak kabur. Aku hanya menyelamatkan diriku. Bodohnya aku kabur dengan tak berdaya. Kaki yang sudah tercabik oleh pisau itu ku buat lari hingga membuat aku tertabrak.

Ya begitulah. Di ruang terapi ini, psikolog cantik itu menanyakan banyak hal. Salah satunya apakah aku masih hidup sendirian?

"Tunggu, Kak. Kenapa aku sendirian? Aku punya mamah dan Kak Afi."

Kalimat itu seperti selalu aku ucapkan, terlihat dari napas panjang yang psikolog aku keluarkan setelah mendengarkan omonganku.

"Char. Ingat. Kau sendiri. Iya kamu hidup sendiri. Bukan mamah bukan Kak Afi. Kamu hidup sebagai Charles."

Ucapan itu kenapa membuat diriku semakin bingung. Padahal sepertinya aku sudah menerima kalimat itu sejak satu tahun lalu. "Coba sampaikanlah omongan mamah kamu." Perintah psikolog itu malah membuat diriku senang, ia memperbolehkan aku menjadi mamah akhirnya. Aku memandang lekat pada sebuah bunga yang aku tak tau namanya, tapi seperti bunga yang mamah aku suka. Aku berjalan dan mengatakan, "Wah char sini, Kak Afi beli bunga buat mamah"

Aku disana tersenyum melihat mamah dengan kebahagiaan yang didapat dari Kak Afi. Tak lama aku memandang diriku. Aku berontak. Kenapa hanya Kak Afi yang bisa dapat kebahagiaan. Tapi, tunggu aku masih tak paham. Kenapa aku menciptakan mamah dan Kak Afi dalam hidupku. Padahal mereka meninggal karena kekejamannya terhadapku?

Lelucon kedua dalam hidup. Mengasyikan untuk hidup dengan tiga orang sekaligus dalam satu tubuh.

TAMAT

This article is from: