6 minute read

Gelas Tua dan Kotorannya

Ilusi 13

Berita buruk itu sangat cepat sampai di telinga para gelas - gelas tua. Sudah waktunya posisi mereka akan segera disingkirkan oleh gelas baru. “Mah, kenapa kita harus pergi. Ini rumah kita.” Rengekan ketidakterimaan anaknya membuat ibu gelas itu semakin tak berdaya, menangis di pojokan ruang lemari kaca yang gelap, sendirian.

Advertisement

“Wahai sayang, ada apa gerangan?” “Anakmu…aku tak bisa menjawab pertanyaannya.” “...Kita harus segera diungsikan dalam sebuah kotak kosong dan gelap…Anak kita sayang…bagaimana?”

Sepasang orang tua itu terjatuh pada muara kesedihan akan takdir ia terima, sudah saatnya. Jauh jatuh untuk kesekian kalinya. Kadang hiasan sebuah diri akan hilang mengikuti waktu yang kian bertambah. Tepat di pukul 10 pagi, sang pemilik lemari kaca itu menyingkirkan gelas - gelas yang tua. Menggantikan dengan gelas yang lebih baru dan bersih.

“Ini kenapa hanya dua gelas? Mana dua gelas lainnya?” Tuan yang merasa ada keganjilan dengan kehilangan dua gelas yang merupakan anak dari ayah dan ibu gelas yang telah menangis tersedu sedu ternyata merencanakan rencana buruk. Tepat saat sang tuan pergi mencari kedua anak gelas, mereka berdua segera mendorong gelas - gelas baru sehingga menyebabkan masalah.

Prang….

Tuan hanya menatap sedih gelas barunya telah rusak, dalam pikirannya ia salah memposisikan gelasnya. Padahal ulah buruk gelas tua yang tak mau posisinya hilang. Kelicikan itu menghasilkan sebuah kebanggaan. Mereka masih mendapatkan sebuah ruang kaca yang megah itu. Tapi….

“Dasar tak tahu malu.” ‘Terlalu keras kepala.” “Kalian kenapa sejahat itu.” “Andaikan tuan tau, kalian sudah mati dalam sekali genggam.”

Kebanggan yang diterima ternyata tidak seberapa dengan omongan warga ruangan lemari kaca yang melihat kelakuan buruk dua gelas tua.

Setiap harinya mereka mendapatkan banyak cacian oleh para warga.

Musim dingin telah tiba.

Kegusaran para warga lemari kaca adalah kedinginan yang menyelimuti rumah tuan selalu membuat kaca lemari akan berembun. Tak bisa melihat keindahan rumah sang tuan beberapa bulan ke depan. Kondisi gelas - gelas pun akan cepat pecah jika dalam kondisi dingin.

“Sayang, bagaimana kita nanti pergi sebentar ke dalam kotak dalam bulan musim ini?” Ajakan suami gelas tua itu sebetulnya sebagai bentuk kepedulian keluarga agar tak ada yang pecah bentuk gelasnya. Sang istri tetap dengan sifat keras kepalanya, ia mau anaknya tinggal di sini, bersama para warga yang berkasta tinggi. “Kau pikir dengan tinggal di kotak, kita tidak akan pecah juga?” Kemarahan istri yang membuat kedua anaknya merasa harus ikut turut mengajak agar sang ibu menurut kali ini. “Bu… disini tak baik juga… aku lebih ingin tinggal di lingkungan yang baik perlakuannya, Bu.” Demi Tuhan, ibunya seperti batu yang dikutuk untuk tetap keras. Masih tetap teguh hati, tapi kali ini berbeda. Saat rumor gelas kata baru akan menggantikan posisi mereka. Dengan sombongnya sang Ibu menyebutkan bahwa

dirinya akan tetap di sini, semua warga yang lain lah yang harus pergi. Rencana demi rencana mereka buat demi keselamatan - bukan kali ini demi nama baik keluarga - katanya disetiap malam tepat hendak tidur.

Musim semi datang.

Tentu waktu yang tepat untuk Tuan membeli barang cantik di luar sana dengan menikmati suasana indah di jalanan kota. Gelas maupun warga lain seperti piring, hiasan kaca, dan lainnya akan senang melihat Tuannya tersenyum saat membeli barang baru. Berbeda dengan keluarga gelas tua. Mereka merasa sebagai keluarga yang telah tinggal pertama kali di lemari kaca ini seharusnya yang dihormati dan tak dibuang.

Tapi anggapan itu salah. Bel pintu yang menandakan ada orang masuk membuat semua warga lemari kaca bangun menyambut warga baru. Kesedihan keluarga gelas tua masih sama saja seperti bulan - bulan kemarin.

“Kita harus pasang posisi tepat.” Bisik sang

Ibu.

“Sayang kau harus cepat untuk bersembunyi.” Peringat sang Ibu kepada kedua anaknya.

Pintu lemari terbuka saatnya dua anak itu bersembunyi. Benar saja seperti yang dikatakan sang ibu tempo hari. “Dengarkan, Tuan sudah tak banyak mengingat kita. Tuan melupakan kita. Sangat tepat untuk kalian tinggal di sini. Ayah dan Ibu akan menunggu kalian di kotak.”

Pemikiran yang di luar logika membuat kedua anaknya takjub. Mereka yang setengah hati masih tetap ingin tinggal di sini akhirnya menuruti. “Baik, Ibu Ayah… Kalian harus jaga diri juga.” Salam perpisahan itu menguatkan kedua anaknya untuk tinggal jauh dengan kedua orang tunya. “Kalian sudah dewasa. Saling jaga diri satu sama lain.” Pesan terakhir ayah gelas yang tak tau kapan mereka akan bertemu kembali.

“Gelas kaca tua, apa yang kau lakukan disini!”

Bentakan piring klasik tua itu membuat gelas baru seperti ingin menangis. Semua warga mengerumuni gelas - gelas itu. “Cantik, ya Kak.” Adik gelas tua sepertinya merasa tersakiti karena semua warga kali ini tidak pernah melihat dirinya sebagai gelas indah.

Ketidakadilan yang diberikan oleh dua anak gelas tua membuat mereka tumbuh menjadi kuat. “Ingat, kau harus tetap kuat untuk mengalahkan mereka.” Setiap harinya dua anak gelas itu mempercantik diri agar bisa bertahan di ruangan

lemari kaca ini. “Ingat, ruangan ini milik kita. Kita yang mendapatkan pertama kalinya.” Sebuah ingatan yang saling diberikan oleh dua anak gelas tua tak ada berhentinya.

Musim Gugur Keenam.

Hampir enam tahun dua anak gelas tua masih bertahan dengan kuat. Padahal jika dipikir, tak ada yang bisa untuk bertahan selama itu tanpa trik licik. “Kau kali ini sangat hebat, Kak.” Adiknya yang sangat bangga akan kecerdasan kakaknya untuk tetap hidup di lemari ini. “Aku bangga padamu.”

“Mereka kenapa masih betah disini. Kalau aku jadi mereka, aku lebih memilih pergi ke kotak.”

“Betul, disini hanya mengoles dan memperindah sendiri tanpa ada kasih sayang dari orang tua secara langsung.”

Diam - diam sang adik mendengar obrolan yang sudah diulang hampir 980674x dalam enam tahun ini. “Benar, kenapa kita tak pulang saja?” Dia mulai goyah, tapi langsung dihentak oleh kakanya.

Sampai suatu hari, di tahun ketiga setelah kejadian pertama kalinya sang kakak menampar adiknya. Tuan rumah meninggal. Rumah yang semakin kotor, debu berterbangan mencari rumah

baru menjadi tantangan baru warga lemari kaca. Bukan hanya itu, warga kotak pun harus bertahan dari gangguan tikus yang mulai banyak bermunculan di sekitar.

Musim Gugur kesembilan.

Kedatangan tuan baru yang membeli rumah ini seperti sebagai kebahagiaan terbesar seluruh warga. “Kita akan dirawat lagi.” teriakan yang tak menghasilkan apa - apa. Semua warga dalam kotak dan lemari kaca terbuang. Sia - sia mereka mempercantik diri, jika sudah tak berharga akan selalu dibuang, kapanpun, bagaimanapun, dan dimanapun. Seharusnya semua warga harus berbahagia karena mereka ditemukan dengan keluarga lamanya. Berbeda dengan keluarga gelas tua. Anak - anaknya yang tak pernah membahas kedua orang tuanya sekarang tumbuh menjadi anak yang tak tau terima kasih. Mereka bukannya bahagia, malah mendorong kedua orang tuanya saat akan memeluk melepas kerinduan selama sembilan musim gugur berganti. Dorongan kuat itu membuat ayah dan ibu gelas harus melepaskan beberapa bagian tubuhnya yang sudah tua rusak.

“Kenapa kalian seperti ini?”

“Siapa yang mengajari kalian?”

“Apa gunanya kalian di sana jika menjadi orang bodoh!”

Demi Tuhan. Anaknya hanya tertawa terbahak - bahak mendengar kemarahan kedua orang tuanya yang sudah tua dan tak terawat. “Mengapa aku harus baik terhadap kalian?”

Kakak yang hanya menjaga nama dirinya agar tidak mendapatkan ejekan oleh warga sekarang telah berani mengucapkan kata menyakitkan. “Ya… kami menjaga diri sendiri. Kenapa kalian marah?” Tambah sang adik.

Warga yang sedang bahagia sekarang beralih merasa iba atas kelakuan empat gelas yang seperti buah tidak akan jatuh jauh dari pohonnya. “Sungguh miris. Kalian jangan seperti mereka esok nanti.” Salah satu warga mengingatkan pada anak anaknya.

“Apa yang kau tanam, itulah yang akan kau tua.” Begitulah peribahasa yang tepat untuk kedua orang tua gelas tua yang telah mengajarkan anaknya cara membuang suatu hal yang baik.

TAMAT

This article is from: