KUMPULAN ARTIKEL PENYULUHAN PERTANIAN BERKELANJUTAN
Petrus Manek, dkk.
KATA PENGANTAR Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan yang Maha Esa atas selesainya tugas akhir berjudul “Kumpulan Artikel Penyuluhan Pertanian Berkelanjutan”. Buku ini disusun atas dasar pemenuhan tugas akhir semester 1 Mata Kuliah Bahasa Indonesia. Selain itu, penyusunan buku ini juga bertujuan untuk menambah pengetahuan dan pengalaman bagi pembaca. Tidak lupa penulis mengucapkan terima kasih terhadap bantuan dari pihak yang telah berkontribusi dengan memberikan sumbangan baik pikiran maupun materinya, khususnya Bapak Alamsyah, M. Pd. selaku dosen Mata Bahasa Indonesia yang telah membimbing penulis sehingga dapat menyelesaikan buku ini. Penulis merasa bahwa masih banyak kekurangan dalam penyusunan buku ini karena keterbatasan pengetahuan dan pengalaman. Untuk itu, penulis sangat mengharapkan kritik dan saran yang membangun demi kesempurnaan buku ini. Akhir kata, semoga buku ini dapat memberikan manfaat bagi para pembaca.
Malang, 11 Februari 2021
Penulis
i
DAFTAR ISI
Kata Pengantar .............................................................................. i Daftar Isi ........................................................................................ii Budidaya Cabai Merah Bebas Antraknosa di Dataran Tinggi Kecamatan Ngrambe Kabupaten Ngawi ....................................... 1 Pemanfaatan Ekstrak Daun Cengkeh sebagai Herbisida Alami terhadap Gulma di Kecamatan Sawahan Kabupaten Nganjuk ... 16 Pengoptimalan Penggunaan Lahan Menggunakan Teknik Tumpang Sari dengan Tanaman Hortikultura di Desa Pandansari ................................................................................... 25 Pengembangan Pertanian Padi Organik dengan Sistem SRI (System of Rice Intencification) di Desa Ngompro........................ 41 Pemanfaatan Lahan Sempit dengan Sistem Hidroponik untuk Meningkatkan Ketahanan Pangan Keluarga di Kabupaten Sukabumi ..................................................................................... 51 Pemanfaatan Bahan Organik Menjadi Bokashi di Kelompok Tani Sekar Jaya Desa Karanganyar ............................................ 64 Budidaya Jagung Menggunakan Sistem Double Track pada Lahan Kering di Nusa Tenggara Timur....................................... 75 Sistem Tanam Jajar Legowo untuk Meningkatkan Produktivitas Tanaman Padi di Desa Kedungputri Kecamatan Paron Kabupaten Ngawi ........................................................................ 86 Pengoptimalan Penggunaan Pekarangan Melalui Budidaya Tanaman Sayuran secara Hidroponik ......................................... 94 Budidaya Sayur Organik Dataran Rendah di Kecamatan Paiton Kabupaten Probolinggo ............................................................. 108 Pemberdayaan Masyarakat dalam Pemanfaatan Tanaman Sorgum sebagai Peningkatan Ekonomi di Kabupaten Situbondo119 Peningkatan Produksi dan Kualitas Padi dengan Menerapkan Sistem Tanam Jajar Legowo ...................................................... 129 Meningkatkan Produktivitas Hasil Tani Melon Melalui Usahatani Komoditas di Kabupaten Ngawi ............................... 141 ii
Budidaya Tanaman Stroberi dengan Sistem Hidroponik di Desa Sumberagung ............................................................................. 162 Potensi Komoditas Tembakau Selopuro di Provinsi Jawa Timur ......................................................................................... 171 Potensi Tanaman Serat Kapas di Jawa Timur di Era Industri 4.0............................................................................................... 180 Strategi Pemerintah dan Peran Masyarakat dalam Menjaga Ketahanan Pangan di Masa Pandemi Covid-19 ......................... 192 Pemanfaatan Pekarangan Rumah sebagai Lahan Budidaya Tanaman Buah dalam Pot (Tambulampot) ............................... 203 Alih Fungsi Lahan Pertanian ke Nonpertanian sebagai Kawasan Agropolitan di Kota Batu ........................................................... 215 Penggunaan Mulsa Plastik Hitam Perak dan Jarak Tanam pada Hasil Budidaya Tanaman Bawang Merah di Kabupaten Nganjuk ..................................................................................... 227 Meningkatkan Fase Generatif pada Tanaman Melalui Pemanfaatan Keong Mas sebagai Pupuk Organik Cair ............. 237 Budidaya Tanaman Padi Sawah di Lahan Bukaan Baru Desa Fatuba’a Kecamatan Tasifeto Timur Kabupaten Belu .............. 247 Upaya Meningkatkan Ekonomi Pedesaan Melalui Sektor Pertanian.................................................................................... 271 Pengaruh Kedalaman Sistem Rawat Ratoon terhadap Budidaya Tanaman Tebu di Desa Pojok Kecamatan Wates Kabupaten Kediri ......................................................................................... 288 Sistem Pertanian Organik Berkelanjutan untuk Mewujudkan Kelestarian Lingkungan di Desa Moyo Kecamatan Moyo Hilir Kabupaten Sumbawa ................................................................. 305 Revitalisasi Budidaya Tanaman Apel di Desa Sumbergondo Kecamatan Bumiaji Kota Batu .................................................. 325 Pembangunan Pertanian Berkelanjutan dan Modern di Desa Tonggondoa ............................................................................... 336 Budidaya Sayuran pada Lahan Pekarangan dengan Teknik Vertikultur untuk Meningkatkan Ketahanan Pangan di Kecamatan Trenggalek .............................................................. 347 iii
Peningkatan Produktivitas Lahan Basah dengan Sistem Mina Padi di Kabupaten Trenggalek .................................................. 364 Pembibitan Lambtoro atau Petai Cina (Leucaena leucocephala) untuk Hijauan Pakan Ternak di Nusa Tenggara Timur ............ 379 Budidaya Komoditas Lokal Jambu Bol Gondangmanis sebagai Peluang Agrowisata di Kabupaten Jombang ............................. 389
iv
BUDIDAYA CABAI MERAH BEBAS ANTRAKNOSA DI DATARAN TINGGI KECAMATAN NGRAMBE KABUPATEN NGAWI Aida Putri Farasifa Lutfiah Politeknik Pembangunan Pertanian Malang Surel : farasifa21@gmail.com ABSTRAK: Artikel ini bertujuan untuk menjelaskan bagaimana budidaya tanaman cabai merah di dataran tinggi yang baik dan benar agar terbebas dari antraknosa. Penyakit antraknosa ialah kendala dalam budidaya cabai merah, dan termasuk penyakit jamur paling merugikan bagi tanaman. Agar produktivitas petani selalu meningkat maka diperlukan pengelolaan yang baik dari pra panen hingga pasca panen. Karena budidaya cabai merah memiliki keuntungan tinggi yang membuat petani terkadang mengalami kerugian dan kegagalan seperti , saat pasokan kurang otomatis harga cabai akan melonjak, begitupun saat pasokan cabai melonjak maka harga akan menurun dan membuat para petani merasa gagal dalam melakukan budidaya cabai merah. Maka, budidaya yang baik dan benar harus diterapkan dan tanaman mampu terbebas dari antraknosa.
Kata–kata kunci: bebas antraknosa, budidaya cabai merah, dataran tinggi, kecamatan ngrambe, kabupaten ngawi
Cabai berasal dari benua Amerika tepatnya daerah Peru dan menyebar ke negara-negara benua Amerika, Eropa, dan Asia termasuk Indonesia. Tanaman ini diperkirankan memiliki sekitar 20 spesies, namun masyarakat Indonesia terkadang hanya mengetahui beberapa jenis saja, seperti cabai rawit, cabai besar, cabai keriting, dan paprika. Tanaman cabai merah ialah tanaman dengan rasa buah yang pedas, yang disebabkan oleh kandungan capsaicin. Cabai merah memiliki banyak kandungan gizi dan vitamin seperti, kalori, protein, 1
lemak, karbohidrat, kalsium, vitamin A, B1 dan vitamin C. Dari berbagai jenis tanaman, cabai merah lah yang memiliki peredaran pasar dalam skala besar. Penyakit antraknosa pada cabai ialah penyakit yang sangat merugikan. Penyakit antraknosa dapat disebabkan oleh jamur Colletotrichum capsici, Colletotrichum acutatum, dan Colletotrichum gloeosporioides. Jamur C.acutatum dapat menyebabkan kehilangan hasil yang signifikan pada tanaman penghasil buah dan sayuran termasuk
cabai.
Upaya
menangani
antraknosa
ini
masih
mengandalkan pestisida kimia, yang akan memiliki dampak negatif terhadap lingkungan seperti berkembangnya hama dan patogen yang resisten terhadap pestisida. Kebutuhan cabai merah yang meningkat seiring dengan pertambahan penduduk dan berkembangnya produk olahan cabai merah menyebabkan harga cabai merah mengalami fluktuasi. Tanaman cabai merah memiliki peluang bisnis yang tinggi, jadi tidak heran jika cabai merah adalah komoditas yang menjanjikan sesuai kebutuhan dalam negeri maupun luar negeri. Harga cabai yang tinggi memberikan keuntungan bagi petani. Keuntungan yang diperoleh dari budidaya cabai lebih tinggi dibandingkan budidaya tanaman lain. Namun, banyak kendala dalam melakukan budidaya cabai yang dialami oleh petani seperti, adanya hama dan penyakit yang menyerang, buah busuk sehingga gagal panen, dan sebagainya. Adanya
pengembangan
cabai
adalah
untuk
meningkatkan
produktivitas tanaman cabai agar dapat memenuhi permintaan konsumen yang terus meningkat dan efisiensi lahan. Diharapkan, dengan adanya lahan yang semakin sempit maka tanaman cabai 2
mampu berproduksi tinggi. Usahatani cabai yang berhasil memang menjanjikan keuntungan yang menarik, tetapi untuk mengusahakan tanaman cabai diperlukan keterampilan dan modal cukup memadai. Tanaman cabai merah mempunyai daya adaptasi yang cukup luas. Tanaman ini dapat diusahakan di dataran rendah maupun dataran tinggi sampai ketinggian 1400 m di atas permukaan laut. Pengembangan budidaya cabai merah memang lebih banyak di dataran tinggi, karena petani di dataran rendah kebanyakan melakukan budidaya pangan seperti padi dan palawija. Budidaya cabai merah di dataran tinggi yang suhunya relatif rendah dan curah hujannya tinggi harus lebih intensif, karena curah hujan yang tinggi dan suhu
yang rendah akan meningkatkan kelembaban sehingga
lingkungan yang terlalu lembab akan mendukung pertumbuhan dan kehidupan pathogen terutama jamur.
BUDIDAYA CABAI MERAH BEBAS ANTRAKNOSA 1. Antraknosa Ledakan hama biasa terjadi pada saat musim kemarau, sedangkan di musim hujan ledakan penyakit yang terjadi berkaitan dengan jamur dan bakteri. Penyakit antarknosa berkembang pesat pada kondisi lembab dan basah yang menyebabkan nyaman bagi perkembangan patogen. Hingga saat ini antraknosa menjadi penyebab utama pada tanaman cabai, karena antraknosa sangat susah untuk dikendalikan, yang mampu menyebabkan kerugian hingga 100%. Jamur antraknosa mampu bertahan hidup di tanah, sisa – sisa tanaman atau buah yang terinfeksi. Penularan antraknosa pada umumnya menyerang hampir di semua bagian tanaman, dan fase penyerangannya pun beragam. 3
Gejala yang terlihat saat terkena penyakit ini seperti, terdapat tanda bercak melingkar cekung berwarna coklat pada pusatnya serta berwarna coklat muda pada sekeliling lingkaran yang akan menyebabkan buah kering dan jatuh. Pengendalian hama ini masih menggunakan pestisida kimiawi yaitu dengan menggunakan fungisida kontak dan sistemik, namun hasilnya masih belum optimal. Penyemprotan fungisida berulang – ulang disertai peningkatan dosis akan menimbulkan dampak negatif terhadap penurunan kualitas hasil, produktivitas lahan, pencemaran lingkungan, dan sebagainya. Pengendalian penyakit antraknosa ini dapat
dilakukan dengan beberapa
cara, diantaranya
adalah:
Menggunakan bibit yang sehat; Menggunakan lahan yang bukan bekas dari tanaman famili solanaceae seperti terong, tomat, paprika dll. Pengendalian antraknosa ramah lingkungan dapat menggunakan beberapa mikroba antagonis. Salah satu mikrob antagonis tersebut adalah khamir, dan beberapa khamir telah dilaporkan mampu mengendalikan penyakit antraknosa pada cabai. Cara pengendalian antarknosa
secara
ramah
lingkungan
juga
dapat
dengan
memanfaatkan bahan tanaman yang dapat disajikan dari bahan pestisida nabati. Cuka kayu merupakan salah satu produk pestisida nabati yang dapat digunakan untuk mengendalikan penyakit antraknosa pada cabai. Namun, cara pengendaliaanya juga dapat dengan menggunakan perlakuan air panas. 2. Jenis Tanaman Cabai a. Cabai Besar ( Capsicum annum L)
4
Buah cabai besar berukuran panjang berkisar 6-10 cm, diameter 0,7-1,3 cm. Cabai besar di Indonesia dibagi menjadi dua kelompok yaitu cabai merah besar dan cabai merah keriting. Permukaan buah cabai merah besar halus dan mengkilat serta mempunyai rasa pedas. Sedangkan cabai merah keriting bentuknya lebih ramping dengan cita rasa sangat pedas. b. Cabai Kecil atau Cabai Rawit ( Capsicum frutescens) Cita rasa cabai rawit biasanya sangat pedas, walaupun ada yang tidak pedas. Variasi warna cabai rawit dari kuning, oranye, dan merah. Tanaman cabai rawit berbuah sepanjang tahun, tahan hujan dan dapat tumbuh di dataran rendah sampai tinggi. Varietas cabai rawit juga dinamakan berdasarkan asal cabai diperoleh. c. Cabai Hibrida Buah cabai hibrida dapat dikelompokkan kedalam kelompok cabai besar. Cabai ini diperoleh dari persilangan benih-benih bibit yang
diseleksi
dengan
metode
pemuliaan
yang
modern.
Keunggulan cabai hibrida tampak dari kemampuan produksi, keseragaman tumbuh, dan ketahanan terhadap gangguan penyakit. Cabai
hibrida
yang
cukup
dikenal
tetapi
tidak
banyak
dibudidayakan karena tidak tahan di lahan terbuka. d. Cabai Hias (Capsicum spp) Sebagian merupakan tanaman penghias halaman atau ruang depan, tanaman cabai hias ini berbentuk buah menarik. Walaupun menarik, tetapi tidak dikonsumsi oleh manusia. 3. Syarat Tumbuh Tanaman Cabai Iklim yang dikehendaki untuk budidaya cabai merah ialah pertama, sinar matahari yang penuhlah yang dibutuhkan, karena bila 5
penyinaran tidak penih maka akan berdampak pada tanaman cabai merah. Kedua yaitu curah hujan yang dikehendaki yaitu 800-2000 mm/tahun untuk budidaya cabai sendiri. Walaupun tanaman cabai mampu tumbuh baik di musim kemarau, namun harus berkecukupan dalam hal pengairan. Ketiga, Suhu dan Kelembapan adapun suhu yang cocok untuk pertumbuhan cabai merah di siang hari sekitar 2128 derajat dan di malam hari 13-16 derajat. 4. Ketinggian Tempat & Tanah Ketinggian tempat untuk penanaman cabai adalah adalah dibawah 1400 m dpl. Berarti cabai dapat ditanam pada dataran rendah sampai dataran tinggi (1400 m dpl). Penanaman cabai sesuai saat ditanam ditanah yang datar, dapat juga ditanam pada lereng – lereng gunung atau bukit. Tanah yang gembur, subur, dan banyak mengandung humus sangat disukai. Sebenarnya tanaman cabai dapat tumbuh disegala macam tanah, akan tetapi tanah yang cocok ialah tanah yang mengandung unsure N dan K, tanaman cabai merah tidak suka dengan air yang menggenang.
BUDIDAYA CABAI MERAH DI DATARAN TINGGI DI KECAMATAN NGRAMBE KABUPATEN NGAWI 1. Persiapan Lahan Pengolahan tanah dilakukan secara sempurna dengan mencangkul untuk membersihkan lahan dari kotoran akar bekas tanaman lama dan segala macam gulma yang tumbuh. Hal tersebut dilakukan agar pertumbuhan akar tanaman cabai tidak terganggu dan untuk menghilangkan tumbuhan yang menjadi inang hama dan penyakit. Selanjutnya lahan dibajak dan digaru dengan hewan ternak 6
ataupun dengan bajak traktor. Pembajakan dan penggaruan bertujuan untuk menggemburkan, memperbaiki aerasi tanah dan untuk menghilangkan
organisme
penggangu
tanaman
(OPT)
yang
bersembunyi di tanah. 2. Penyemaian Penyemaian benih cabai merah diperlukan benih yang berkualitas dan media tumbuh yang baik. Sebelum disemai, benih cabai merah direndam dalam air hangat selama 1 jam. Perendaman benih bertujuan untuk menghilangkan hama atau penyakit yang menempel pada biji. Jika biji benih ada yang mengambang, berarti benih kurang baik, jadi harus disingkirkan. Penyiraman dilakukan secukupnya setiap pagi hari. Bila terlalu banyak air, bibit menjadi lemah dan peka terhadap jamur “damping off”. Setelah bibit tumbuh baik, tanah harus tetap lembab. Oleh karena itu penyiraman harus terus dilakukan tetapi tidak terlalu sering. Penyiraman sebaiknya dilakukan pada pagi hari, supaya daun tanaman dan permukaan tanah menjadi kering sebelum malam hari untuk mencegah terjadinya “damping-off”. Sebelum bibit dipindahkan ke lapangan, sebaiknya dilakukan penguatan bibit (“hardening”) dengan jalan membuka atap persemaian supaya bibit menerima langsung sinar matahari dan mengurangi penyiraman secara bertahap. Menurut (Knott dan Deanon 1970:97), Selama penguatan proses pertumbuhan bibit menjadi lebih lambat tetapi jaringan menjadi lebih kuat. Penguatan bibit berlangsung ± 7 hari . Bibit yang sehat dan siap dipindahkan ke lapangan adalah bibit yang telah berumur 3-4 minggu sejak dibumbung. Pada umur tersebut bibit sudah membentuk 4-5 helai daun dengan tinggi bibit antara 5-10 cm. 7
3. Penanaman Sistem penanaman cabai merah bervariasai, selain ditanam secara monokultur,
cabai
merah
juga
dapat
ditanam
secara
tumpanggilir/tumpangsari dengan tanaman lain yang bertujuan untuk meningkatakan produktivitas lahan dan mengurangi resiko kegagalan panen karena serangan hama dan penyakit. Sistem penanaman cabai pada umumnya sebagai berikut: a. Penanaman bibit pada bedengan dilakukan setelah berumur 21 – 24 hari. b. Jarak tanam 50 x 60 cm untuk dataran rendah dan 60 x 75 cm untuk dataran tinggi. c. Untuk menanggulangi stress saat pindah tanam, penanaman dilakukan pada sore hari atau pagi hari sekali. Setelah selesai tanam dilakukan penyiraman air secukupnya dengan cara disemprotkan dengan tekanan rendah dan merata sampai keakarnya. d. Penanaman diusahakan serentak selesai dalam 1 hari. 4. Pengairan Tanaman cabai merah termasuk tanaman yang tidak tahan terhadap kekeringan, tetapi juga tidak tahan terhadap genangan air. Kekurangan air akan menyebabkan tanaman kerdil, buah cabai menjadi kecil dan mudah gugur. Petani biasanya melakukan pengairan dengan system “leb” selama 15-30 menit. Ada empat cara pengairan yang dilakukan dalam penanaman cabai merah yaitu:
8
a. Pemberian
air
permukaan
tanah
meliputi
penggenangan
(flooding), biasanya dipersawahan dan pemberian air melalui saluran-saluran dan dalam barisan tanaman; b. Pemberian air di bawah permukaan tanah dilakukan dengan menggunakan pipa yang dibenamkan di dalam tanah; c. Pemberian air dengan cara penyiraman sangat efisien, misalnya pada tanah bertekstur kasar, efisiensi dengan menyiram dua kali lebih tinggi dari pemberian air permukaan; d. Pemberian air dengan irigasi tetes, air diberikan dalam kecepatan rendah di sekitar tanaman dengan menggunakan emitter. Pada pemberian air dengan menyiram dan irigasi tetes dapat ditambahkan pertisida atau pupuk. 5. Pemasangan Ajir Pemasangan ajir dilakukan pada saat tanaman berumur 7 hst, ajir dibuat dari bambu. Apabila ajir terlambat dipasang akan menyebakan kerusakan pada akar yang sedang berkembang. Pengikatan tanaman pada ajir dilakukan mulai umur 3 minggu sampai dengan 1 bulan yaitu mengikatkan batang yang berada di bawah cabang utama dengan tali plastik pada ajir. Pada saat tanaman berumur 30 - 40 hst, ikat tanaman di atas cabang utama dan ikat juga pada saat pembesaran buah yaitu pada umur 50 - 60 hst, agar tanaman tidak rebah dan buah tidak jatuh. 6. Pewiwilan atau Perempelan Tunas cabai yang tumbu diketiak daun perlu dihilangkan agar terbentuk cabang utama yang ditandai dengan munculnya bunga pertama. Tujuan perempelan ini untuk mengoptimalkan pertumbuhan a. Pemupukan Pemeliharaan 9
Dalam budidaya tanaman cabai merah, penggunaan pupuk organic seperti pupuk kandang atau kompos merupakan kebutuhan pokok, disamping penggunaan pupuk buatan. Pupuk organic atau kompos, selain dapat mensuplai unsur hara bagi tanaman, juga dapat memperbaiki
unsure
tanah,
memelihara
kelembaban
tanah,
mengurangi pencucian hara, dan meningkatkan aktivitas biologi tanah. Adanya unsur – unsur hara seperti ( N, P, K, Ca, Mg, dan S ) ataupun ( Zn, Fe, Mn, Co, dan Mo ) yang cukup dan seimbang dalam tanah merupakan faktor penting dalam budidaya cabai merah agar mencapai hasil yang tinggi dengan kualitas baik. b. Penyiangan Fungsi gulma selain sebagai tanaman kompetitor juga dapat berguna sebagai tempat berkembangnya hama dan penyakit tanaman cabai
oleh
karenanya
penyiangan
harus
dilakukan
untuk
membersihkan daerah sekitar tanaman dari gulma. Penanganan gulma dapat dilakukan secara manual dengan mencabut menggunakan tangan atau garu. c. Pengendalian Hama dan Penyakit Pengendalian hama dan penyakit pada tanaman cabai merah dilaksanakan sesuai dengan konsep PHT. Dalam konsep PHT aplikasi pestisida merupakan alternatif terakhir jika cara pengendalian hama non kimia kurang efektif. Hama dan penyakit yang menyerang tanaman cabai merah ialah: 1) Ulat tanah (Agrotis sp). Ulat tanah menyerang dengan cara memotong batang muda. 2) Lalat buah (Dacus sp). Buah cabai yang terserang menjadi busuk dan rontok. 10
3) Ulat grayak (Spodoptera sp). Ulat ini menyerang daun dan buah cabai. 4) Trips (Thrips parvispinus) Gejala serangan pada daun ditandai dengan daun mengeriting dan berwarna keperakan. 5) Kutu daun persik (Myzus persicae). Kutu daun persik merupakan vektor penyakit virus. 6) Penyakit busuk buah antraknose. Gejala awal berupa bercak coklat kehitaman pada buah, kemudian membusuk. 7) Penyakit bercak ungu (Cercospora sp). Serangan pada daun berupa bercak kecil yang berbentuk bulat kering dengan diameter 0,5 cm. Penyakit ini menyerang daun, batang dan tungkai buah. Penyakit layu Fusarium. 8) Penyakit kompleks virus. Penyakit ini ditularkan oleh kutu daun, sehingga pengendalian vektornya lebih diutamakan. Tanaman yang menunjukkan gejala serangan penyakit virus sebaiknya dicabut lalu dimusnahkan. 7. Panen Pemanenan tanaman cabai ialah saat tanaman berumur 75 – 85 hst yang ditandai dengan buahnya yang padat dan berwarna merah menyala, buah cabai siap dilakukan pemanenan pertama. Buah yang dijual segar dipanen matang, sedangkan jika dikirim dengan jarak jauh, buah dipanen matang hijau agar dapat diperkirakan dipanen setelah matang penuh. Pemanenan dilakukan dengan cara memetik buah beserta tangkainya agar cabai dapat disimpan lebih lama. Pisahkan cabai yang rusak dengan cabai yang sehat, agar cabai yang sehat tidak ikut busuk. Waktu panen sebaiknya dilakukan pada pagi hari karaena bobot buah dalam keadaan optimal akibat penimbunan 11
zat pada malam hari dan belum terjadi penguapan Karakteristik kualitas cabai merah yang dikehendaki oleh konsumen rumah tangga maupun lembaga yaitu : a. warna buah merata dan tua, b. kekerasan buah sedang – keras, c. bentuk buah memanjang (± 10 cm), d. diameter buah sedang (± 1,5 cm), dan e. permukaan buah halus dan mengkilap. 8. Pascapanen Setelah pemanenan selesai, hasil panen dimasukkan kedalam wadah kemudian dikumpulkan ditempat yang teduh. Hasil panen dihindarkan dari sinar matahari secara langsung. Setelah pemanenan berakhir, tanaman cabai yang berada dilahan dicabut dan dibakar agar menghindari penyebaran virus menyebar ke tanaman lain yang berada disekitar lahan cabai. Penanganan panen cabai segar yang baik, diharapkan dapat memenuhi standar mutu produk cabai segar serta memiliki nilai tambah yang lebih baik. Pada saat cabai merah tidak dapat memenuhi standar mutu penjualan produk segar atau harga jual yang rendah, cabai merah dapat diolah menjadi produk lain yaitu tepung cabai kering atau saus cabai.
PENUTUP Simpulan Adanya pengetahuan yang unggul dalam diri petani tentang budidaya cabai merah di dataran tinggi ini, sehinga terbebas dari antraknos membuat hasil cabai merah mampu meningkat dan ekonomi petani akan lebih makmur. Terkadang, kegagalan dan 12
kerugian sering dijumpai petani karena cara budidaya yang masih salah dari fase pra panen hingga pasca panen. Mulai dari pra panen yang perlu diperhatikan seperti pemilihan benih yang unggul, lahan yang strategis, penggunaan pupuk yang sesuai, dan sebagainya. Ketidakstabilan harga cabai juga mempengaruhi kerugian petani dalam mengelola cabai merah. Perlakuan saat pasca panen pun juga penting diketahui dalam budidaya ini, pemetikan buah, pengemasan, waktu pemanenan yang sesuai,
dan sebagainya. Maka budidaya
cabai merah yang baik dan benar harus sesuai agar pengetahuan petani juga bertambah, serta mampu dikuasai oleh petani. Saran Diharapkan artikel ini mampu memberikan pengetahuan yang lebih bagi petani dalam melakukan budidaya cabai merah dari pra panen hingga pasca panen. Penulis berharap apa yang ditulis diatas merupakan uji coba. Maka, pemikiran yang teah ditulis diharapkan dapat dijadikan pedoman atau acuan dalam melakukan budidaya cabai merah yang baik dan benar.
DAFTAR RUJUKAN Direktorat Budidaya Tanaman Sayuran Biofarmaka. 2005. Budidaya Cabe Merah Sesuai GAP. Jakarta: Direktorat Budidaya Tanaman Sayuran Biofarmaka. Harman, Hadmison, Suwandi, Effendy T. A. 2018. “Penyakit Antraknosa (Colletotrichum spp.) pada Tanaman Cabai di Kabupaten Ogan Ilir”. Tesis. FP, Hama dan Penyakit Tumbuhan, Universitas
Sriwijaya, Palembang. 13
Hartati, Sri, Vira K.D., dan Sulistyodewi N. W. “Bertanam Cabai Bebas Antraknosa dalam Pot di Desa Patrolsari, Kecamatan Arjasari, Kabupaten Bandung”. Tesis. FP, Departemen Hama dan Penyakit Tumbuhan, Universitas Padjajaran, Jatinangor, Sumedang. Hernanda, Tri, Anggono. 2010. “Budidaya Cabai Merah Keriting (Capsicum Annum L) di Tawangmangu”. Tugas Akhir. FP, Program Diploma III, Universitas Sebelas Maret, Surakarta. Knott, J. E. dan J. R. Deanon. 1970. Vegetable production in Southeast Asia. Univ. of Phillipines College of Agricultural College. Los Banos, Laguna, Phillipines. P:97-133. Nurfalach, Devi R. 2010. “Budidaya Tanaman Cabai Merah”. Skripsi. FP, Agribisnis Minat Hortikultura dan Arsitektur Pertamanan, Universitas Sebelas Maret, Surakarta. Piy, Sherly S., Ariarti T., Yuni E., dan F. Rudui P. 2010. Budidaya Dan Pascapanen Cabai Merah. Ungaran: BPTP Jawa Tengah. Sri, Swastika, Dian P., Taufik H., dan Kuntoro B. A. 2017. Teknologi Budidaya
Cabai
Merah.
Pekanbaru:
UR
Press
dan
Kementerian Pertanian Badan Penelitian Dan Pengembangan Pertanian Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Riau. Sulviyani, Niluh. 2019. Pengenalan Penyakit Antraknosa Pada Cabai Dan Cara Pengendaliannya.
14
Sumarni, Nani, dan Agus M. 2005. Budidaya Tanaman Cabai Merah. Lembang: Balai Penelitian Tanaman Sayuran. http://cybex.pertanian.go.id/mobile/artikel/84152/PengenalanPenyakit-Antraknosa-Pada-Cabai-Dan-CaraPengendaliannya/. (Diakses tanggal 14 Januari 2021) Warnita dan Aisman. 2017. Pemberdayaan Masyarakat Melalui Budidaya Tanaman Cabai Merah dalam Pot. Jurnal Ilmiah Pengabdian kepada Masyarakat, 1 (2):41-50.
15
PEMANFAATAN EKSTRAK DAUN CENGKEH SEBAGAI HERBISIDA ALAMI TERHADAP GULMA DI KECAMATAN SAWAHAN KABUPATEN NGANJUK Alun Baktiaspimadya Politeknik Pembangunan Pertanian Malang Surel : baktialun31@gmail.com ABSTRAK:Kecamatan Sawahan merupakan produsen dan konsumen cengkeh Syzigium aromaticum yang ada di Kabupaten Nganjuk. Karena Kecamatan Sawahan merupakan daerah dataran tinggi yang tanah dan suhunya sangat cocok untuk menanam tanaman Cengkeh.Oleh karena itu, para petani juga banyak yang menanam tanaman cengkeh di daerah Sawahan.Cengkeh (Syzygium aromaticum L.) merupakan tanaman pohon dengan batang besar berkayu keras yang tingginya mencapai 20–30 m. Tanaman ini mampu bertahan hidup hingga lebih dari 100 tahun dan tumbuh dengan baik di daerah tropis dengan ketinggian 600– 1000 meter di atas permukaan laut (dpl) (Danarti dan Najiyati, 2003). Cengkeh merupakan tanaman rempah yang di tanaman di daerah pegunungan Kabupaten Nganjuk seperti daerah kecamatan sawahan, dan telah di perdagangkan serta dibudidayakan secara turun-temurun dalam bentuk perkebunan rakyat.Pemisahan kandungan kimia dari daun cengkeh menunjukkan bahwa daun cengkeh mengandung saponin, alkaloid, glikosida flavonoid dan tannin. Flavonoid adalah salah satu jenis senyawa yang bersifat racun/alelopati, merupakan persenyawaan Dari gula yang terikat dengan flavon. Flavonoid mempunyai sifat khas yaitu bau yang sangat tajam, rasanya pahit, dapat larut dalam air dan pelarut organik, serta mudah terurai pada temperatur tinggi. Kata-kata kunci: ekstrak daun cengkeh, herbisida alami, Kecamatan Sawahan Kabupaten Nganjuk
Gulma merupakan tumbuhan yang tumbuh pada waktu, tempat dan kondisi yang tidak diinginkan manusia. Menurut Junaedi Ahmad, dkk (2006) gulma merupakan tumbuhan yang tumbuh di tempat yang 16
tidak
dikehendaki
terutama
di
tempat
manusia
bermaksud
mengusahakan tanaman budidaya. Ada berbagai cara yang dapat di lakukan dalam mengendalikan gulma, salah satunya pengendalian gulma
secara
kimiawi,
ialah
pengendalian
gulma
dengan
menggunakan bahan kimiawi yang dapat menekan atau bahkan mematikan gulma. Bahan kimiawi itu disebut herbisida (herba yaitu gulma dan sida yaitu membunuh) berarti zat herbisid aialah zat kimiawi yang dapat mematikan gulma.Herbisida dapat masuk ke dalam jaringan tumbuhan selain melalui penyerapan oleh akar tanaman, juga dapat melalui penetrasi stomata (Fatonah Siti, dkk, 2013). Pengendalian dengan cara ini membutuhkan alat penyebar herbisidaserta pengetahuan tentang herbisida itu sendiri, agar pengendalian yang dilakukan dapat berhasil. Akhirnya banyak usaha dilakukan petani untuk menghemat pengeluaran belanja herbisida dengan cara mereka sendiri, dengan membuat herbisida yang ramah lingkungan dengan biaya yang sedikit tetapi dapat bermanfaat untuk meningkatkan hasil uasaha para petani. Dalam rangka mendukung gerakan pertanian organik di Indonesia, diperlukan herbisida organik yang
efektif
berskala
komersial.Salahsatuyangdapatdigunakan
sebagai herbisida alami yaitu daun cengkeh, daun cengkeh belum termanfaatkan secara maksimal dan masih dianggap limbah yang kurang berguna.Padahal daun cengkeh memiliki kandungan minyak atsiri 1 - 4%, yang dapat dimanfaatkan sehingga limbah tersebut memiliki nilai ekonomis yang tinggi. walaupun belum ada yang meneliti mengenai hal ini, maka dalam penelitian ini akan diteliti ekstrak dari daun cengkeh sebagai herbisida alami, dari daun cengkeh yang hanya dibiarkan menjadi sampah dapat dipakai guna untuk 17
membantu memudahkan para petani untuk mendapatkan herbisida yang murah, mudah dijangkau dan ramah linngkungan (Riadi, dkk, 2012).
Cengkeh
merupakan
tanaman
rempah
asli
Maluku
Utara/Kepulauan Maluku (Bustaman Sjahrul, 2011) dan telah di perdagangkan serta dibudidayakan secara turun-temurun dalam bentuk perkebunan rakyat. Pemisahan kandungan kimia dari daun cengkeh menunjukkan bahwa daun cengkeh mengandung saponin, alkaloid, glikosida flavonoid dan tannin. Flavonoid adalah salah satu jenis
senyawa
yang
bersifat
racun/alelopati,
merupakan
persenyawaan Dari gula yang terikat dengan flavon (Fatonah Siti, dkk, 2013). Flavonoid mempunyai sifat khas yaitu bau yang sangat tajam, rasanya pahit, dapat larut dalam air dan pelarut organik, serta mudah terurai pada temperatur tinggi (Faqihhudin, dkk, 2014). Flavonoid tersebar luas pada tumbuhan, flavonoid terdapat pada semua bagian tumbuhan termasuk daun, akar, kayu, kulit, tepung sari, nektar, bunga, buah, dan biji yang juga mengandung senyawa alelopati (Ellizar dan Maaruf Y, 2009). Senyawa alelopati merupakan senyawa yang bersifat toksik yang dihasilkan oleh suatu tanaman. Senyawa alelopati dari tumbuhan atau mikro organisme yang berpengaruh sebagai herbisida sangat memberikan insentif bagi kesehatan dan kelestarian lingkungan (Faqihhudin, dkk, 2014). EKSTRAK DAUN CENGKEH Pemanfaatan tanaman cengkeh di Kecamatan Sawahan, Kabupaten Nganjuk sebagian besar hanya mencakup bagian bunganya saja sedangkan bagian daun hanya dianggap sebagai limbah, padahal di dalam daun cengkeh terkandung suatu komponen minyak atsiri dan komponen fenolik yang selama ini kurang 18
dimanfaatkan secara maksimal. Komponen fenolik merupakan antioksidan alami yang bermanfaat bagi manusia, antioksidan merupakan senyawa penting dalam menjaga kesehatan tubuh yang terbukti sebagai pelidung melawan efek bahaya radikal bebas dan diketahui pula mampu menurunkan resiko kanker, obat sakit gigi, penyakit jantung coroner, stroke, artherosclerosis, ospteoporosis, inflamasi, penyakit neurodegeneratif, dan produk aroma terapi. Ada juga pemanfaatan daun cengkeh di daerah Sawahan yaitu terutama sebagai herbisida alami terhadap gulma dan dapat dipakai untuk membantu memudahkan para petani untuk mendapatkan herbisida yang murah, mudah dijangkau, dan ramah lingkungan. Daun cengkeh juga memiliki kandungan minyak atsiri 1-4%, yang dapat dimanfaatkan sebagai obat. Pemisahan kandungan kimia dari bunga cengkeh, tangkai cengkeh dan daun cengkeh yang menunjukkan bahwa bunga cengkeh dan daun cengkeh mengandung saponin, alkaloid, flavonoid, glikosida tannin dan minyak atsiri sedangkan tangkai bunga cengkeh mengandung saponin, tannin, alkaloid, glikosida, flavonoid, dan minyak atsiri. Minyak cengkeh dibuktikan sebagai sumber
yang paling potensial karena menunjukkan
antimikroba yang tertinggi terhadap bakteri Escherichia coli, Staphylococcus aureus, Pseudomonas aeruginosa. Ekstrak daun cengkeh dapat dimanfaatkan untuk herbisida alami terhadap gulma.
PENERAPAN PEMANFAATAN EKSTRAK DAUN CENGKEH SEBAGAI HERBISIDA ALAMI TERHADAP GULMA 1. Persiapan Media Tanam Media tanam yang digunakan pada uji ini adalah 19
tanah.Tanah ini terbagi menjadi dua peletakan yaitu yang pertama pada bak tanam dan yang kedua adalah pada polybag berukuran 5kg. 2. Persiapan Penyemaian Tanah yang sudah disiapkan, dimasukkan ke dalam bak tanam dan setelah itu digunakan sebagai media semai umbi rumput teki. Umbi rumput yang akan disemai sebanyak 60 umbi. Pada bak semai tersebut dilakukan penyiraman dengan aquades secukupnya, hingga umur 15hari. 3. Pembuatan Ekstrak Herbisida Nabati Pertama-pertama menyiapkan daun cengkeh (Syzygium aromaticum L.) yang akan digunakan sebagai ekstrak herbisida nabati, dimana daun cengkeh (Syzygium aromaticum L.) diperoleh di wilayah desa Rutong kecamatan Leitimur Selatan. Daun yang diambil yaitu daun cengkeh yang sudah tua (hijau pekat) daun diambil sebanyak 1000 gram, kemudian dicuci hingga bersih dan keringkan di oven dengan suhu 500C, selama 1 jam daun yang sudah kering kemudian dipotong kecil-kecil dan dihancurkan hingga halus dengan menggunakan blender. Selanjutnya serbuk ditimbang sebanyak 500 gram lalu diekstrak menggunakan metode maserasi dengan pelarut polar, yaitu etanol 96% sebanyak 700 ml pada elyenmeyer 1000 ml hingga serbuk benar-benar terendam seluruhnya. Perendaman dilakukan pada suhu kamar hingga 24 jam. Setelah 24 jam, hasil maserasi disaring dengan corong buchner yang dialasi kertas saring. Selanjutnya hasil ekstraksi diuapkan pada evaporator sampai dihasilkan ekstrak murni daun cengkeh (Syzygium aromaticum L.). Ekstrak tersebut disimpan di lemari es sampai saat digunakan untuk pengujian.Pembuatan konsentrasi herbisida nabati terdiri atas 50%, 20
20%, 10% dan 5% serta adanya kontrol dengan menggunakan aquades. 4. Uji Pertumbuhan Umbi rumput teki yang sudah disemaikan selama 15 hari kemudian dipindahkan dari bak persemaian kedalam 20 buah polybag ukuran 5 kg. Pemindahan dilakukan pada sore hari atau pagi hari sekali. Masing-masing polybag berisi 3 semaian umbi teki.Setelah itu penyiraman dengan menggunakan ekstrak daun cengkeh berbagai konsentrasi dilakukan pada saat hari kedua setelah pemindahan dari bak semaian atau pada hari ke-17. Penyiraman ekstrak daun cengkeh dilakukan setiap 2 hari sekali hingga hari ke-30. Setiap penyiraman menggunakan pipet tetes sebanyak 10 tetes tiap tanaman. Perubahan yang diamati dari penelitian ini adalah berat basah, berat kering serta fitotoksisitas pada gulma rumput. Tinggi rumput teki diukur dengan menggunakan penggaris mulai panggal batang hingga ujung daun tertinggi.Pengukuran dilakukan setiap 5 hari sekali setelah pemindahan dari bak persemaian ke dalam polybag. Berat basah rumput teki yang telah diberi perlakuan, ditimbang dengan menggunakan timbangan analitik.Pengukuran berat basah dilakukan pada hari ke-30 setelah tanaman. Berat kering rumput diperoleh dengan cara memasukan rumput dalam amplop tertutup kemudian dioven pada suhu 105o selama 1 hari. Pengukuran berat kering dilakukan pada hari ke-30 setelah tanam. Fitotoksisitas pada gulma diamati dengan sistem skor truelove, yakni: 0 = tidak terjadi keracunan (dengan tingkat keracunan 0-5 %, bentuk dan warna daun tidak normal). 1 = keracunan ringan (dengan tingkat keracunan 6-10 %, bentuk dan 21
warna daun tidaknormal) 2 = keracunan sedang (dengan tingkat keracunan 11-20 %, bentuk dan warna daun tidak normal) 3 = keracunan berat (dengan tingkat keracunan 21-50 %, bentuk dan warna daun tidaknormal) 4 = keracunan sangat berat (dengan tingkat keracunan >50%, bentuk dan warna daun tidak normal, sehingga daun mengering dan rontok sampai mati). Penelitian dilakukan dengan menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL).dengan konsentrasi ekstrak daun cengkeh (Zysygium aromaticum L.) yakni 0% (kontrol), 5%, 10%, 20%, dan 50% dan diulang
sebanyak
4
kali.Analisa
data
dilakukan
secara
eksperimental.Hasil ihitung dengan analisa statistika ANOVA pada taraf signifikan (α) 0.05.Apabila terjadi perbedaan perhitungan yang sangat signifikan, maka dilakukan uji lanjutan dengan uji tukey.
PENUTUP Simpulan Dapat disimpulkan bahwa Semakin tinggi ekstrak daun cengkeh yang diberikan terhadap gulma rumput teki maka akan semakin berfungsi untuk menghambat gulma rumput teki yang diukur dari tinggi tanaman, fitotoksisitas, berat basah dan berat kering gulma rumput
teki.
Senyawa
metabolit
sekunder
yang
berpotensi
sebagaiherbisida alami dari ekstrak daun cengkeh yaitu senyawa flavonoid, saponin dan tanninyang bekerja dengan optimal pada konsentrasi 50%, yang dapat dipakai sebagai salah satu alternatif untuk menghambat pertumbuhan gulma rumput teki. Saran untuk penelitian lanjutan adalah perlu adanya penelitian tentang ekstrak 22
daun cengkeh dengan pelarut non-polar supaya dapat diketahui lebih spesifik lagi tentang kinerja ekstrak daun cengkeh, sehingga manfaatnya dapat dikembangkan. Saran Penelitian ini masih kurang lengkap dan detail dalam pembudidayaan tanaman cengkeh. Oleh karena itu, peneliti merekomendasikan adanya penelitian lebih lengkap dan lebih detail tentang strategi penerapan budidaya tanaman cengkeh agar bisa mengetahui lebih tentang budidaya tanaman cengkeh tersebut. Peneliti juga mengharapkan saran, kritikan, dan masukan dari pembaca agar perbaikan penelitian yang lebih baik dan menarik.
DAFTAR PUSTAKA Anonym. 2009. BAB II Tinjauan Pustaka Tanaman Cengkeh. Universitas Sumatera. Bustaman, Sjahrul. 2011. Potensi Pengembangan Minyak Daun Cengkih sebagai Komoditas Ekspor Maluku. Ellizar dan Maaruf Y. 2009. “PenentuanKandungan Flavonoid dari Ekstrak Metanol Daging Buah Mahkota Dewa (Phaleria macrocarpa scheff boerl)”. FMIPA, UII, Yogyakarta. Fatonah, Siti, dkk. 2013. “Penentuan Waktu Pembukaan Stomata pada Gulma Melastoma Malabathricum L. di Perkebunan Gambir Kampar, Riau”. Universitas Riau, Pekanbaru, Riau. Faqihhudin, dkk. 2014. Fisiologi Herbisida. Jakarta: Rajawali. 23
Faqihhudin, dkk. 2014. Penggunaan Herbisida IPA-Glifosat terhadap Pertumbuhan, Hasil, dan Residu pada Jagung.
Jurnal
Ilmu
Pertanian, 17 (1). Junaedi Ahmad, dkk. 2006. Ulasan Perkembangan Terkini Kajian Alelopati. Institut Pertanian Bogor, Bogor. Riadi, dkk. 2012. “Mata Kuliah: Herbisida dan Aplikasinya”. Bahan Ajar. Fakultas Pertanian, Universtas Hassanudin, Makassar.
24
PENGOPTIMALAN PENGGUNAAN LAHAN MENGGUNAKAN TEKNIK TUMPANG SARI DENGAN TANAMAN HORTIKULTURA DI DESA PANDANSARI Amelda Siftia Choirun Nisa Politeknik Pembangunan Pertanian Malang Surel: ameldasiftia233@gmail.com ABSTRAK: Artikel ini bertujuan untuk mendeskripsikan penggunaan teknik tumpang sari pada lahan sempit yang ditanami oleh tanaman hortikultura. Penerapan teknik tumpang sari ini sebagai upaya untuk mengoptimalkan penggunaan lahan di Desa Pandansari, Kecamatan Poncokusumo, Kabupaten Malang yang sampai saat ini semakin sempit sekaligus untuk mendapatkan variasi hasil panen sehingga bisa meminimalisasi kerugian yang disebabkan oleh gagal panen. Tanaman hortikultura yang beragam menjadi fokus utama karena memiliki kemiripan sifat di beberapa jenis tanaman sehingga lebih mudah untuk dikombinasikan dengan teknik ini. Kata-kata kunci: Desa Pandansari, penggunaan lahan, tanaman hortikultura, teknik tumpang sari
Semakin sempitnya lahan pertanian di Desa Pandansari, Kecamatan Poncokusumo, Kabupaten Malang seiring dengan kemajuan zaman, baik akibat dari bertambahnya populasi, maupun alih fungsi lahan sebagai keperluan industri membutuhkan teknik baru dari dunia pertanian agar kebutuhan pangan tetap tercukupi dan pertanian sebagai mata pencaharian tetap bisa memenuhi kebutuhan ekonomi. Pertanian yang menjadi komoditas utama membutuhkan inovasi agar modal atau biaya dapat ditekan dan keuntungan yang dihasilkan dapat ditingkatkan seiring dengan biaya hidup yang semakin meningkat pula. Oleh sebab itu, dibuatlah sebuah teknik pertanian yaitu teknik tumpang sari yang bisa menggabungkan 25
beberapa
jenis
tanaman
dalam
satu
lahan
sehingga
bisa
memaksimalkan penggunaan lahan yang semakin sempit dan juga meningkatkan hasil produksi tanaman. Gomez dan Gomez, (1983:29), menyatakan secara tradisonal, tumpang sari digunakan untuk meningkatkan diversitas produk tanaman dan stabilitas hasil tanaman. Keuntungan yang diperoleh dengan
penanaman
secara
tumpang
sari
diantaranya
yaitu
memudahkan pemeliharaan, memperkecil risiko gagal panen, hemat dalam pemakaian sarana produksi, dan mampu meningkatkan efisiensi penggunaan lahan. Selain itu, teknik tanam ini lebih mudah diterapkan dibandingkan dengan teknik-teknik optimalisasi lahan yang lainnya. Teknik tumpang sari memiliki kekurangan yaitu rentannya kompetisi penyerapan unsur hara pada tanah antara tanaman yang satu dengan yang lainnya. Namun, kompetisi pada teknik tumpang sari bisa dikurangi dengan metode perawatan tertentu seperti penyesuaian waktu tanam dan pemanfaatan unsur hara pada lahan secara maksimal. Perbedaan waktu tanam antara dua atau lebih jenis tanaman pada sebidang tanah dapat mengurangi persaingan dalam pemanfaatan hara, ruang tumbuh, dan air. Penundaan waktu tanam dari satu jenis tanaman yang ditumpangsarikan juga dimaksudkan agar saat pertumbuhan maksimum terjadi pada waktu yang tidak bersamaan. Hal ini akan membantu usaha pencapaian potensi produksi dari kedua jenis tanaman yang ditumpangsarikan. Teknik tumpang sari sudah diterapkan oleh masyarakat Desa Pandansari sejak dahulu, tetapi kebanyakan memadukan tanaman keras dengan sayuran. Karena lamanya masa panen tanaman kayu, 26
masyarakat memilih untuk menanam sayuran di sela-sela kayu tersebut agar kebutuhan ekonomi tetap bisa terpenuhi. Berkaca pada tetap berjalannya proses produksi masyarakat meskipun kuantitas yang ditanam tidak terlalu besar, maka diterapkanlah teknik tersebut pada kombinasi tanaman hortikultura. Produk hortikultura yang berupa sayuran dan buah-buahan juga menjadi produk yang paling diminati di kalangan konsumen mengingat kebutuhan gizi yang harus terpenuhi setiap harinya. Dengan kata lain, produk hortikultura akan selalu dibutuhkan dan tidak ada matinya di pasaran.
OPTIMALISASI
PENGGUNAAN
LAHAN
DI
DESA
PANDANSARI Secara administratif, Desa Pandansari memiliki luas 951 hektare dengan jumlah penduduk kurang lebih 7.000 jiwa. Di desa ini terdapat tiga dusun, yaitu Dusun Krajan Pandansari, Dusun Wonosari, dan Dusun Sukosari. Desa Pandansari terletak di Kecamatan Poncokusumo, Kabupaten Malang, Jawa Timur. Lahan yang luas dan belum terdampak industri menjadikan bertani sebagai mata pencaharian utama penduduknya. Selain itu, kondisi geografis yang terletak di kaki Gunung Semeru dan terletak 37 KM dari Gunung Bromo yang menjadikannya berada di dataran tinggi yang merupakan tanah tegalan yang subur dengan komoditas utamanya adalah tanaman keras, sayur-sayuran, dan buah-buahan. Saat ini, lahan pertanian yang produktif berjumlah sekitar 400 hektare dan terus menurun seiring dengan dialihkannya lahan tersebut sebagai permukiman penduduk. Di sisi lain, tren beternak yang cukup diminati oleh penduduk desa juga menyebabkan dibangunnya 27
kandang-kandang ternak di atas lahan yang seharusnya digunakan sebagai lahan pertanian. Lahan-lahan pertanian yang tersisa biasanya dimanfaatkan dengan pola tanam monokultur, yaitu cara budi daya di lahan pertanian dengan menanam satu jenis tanaman dalam satu areal. Strategi
ini
menguntungkan
petani
karena
memungkinkan
pengurangan biaya. Namun, ketika satu varietas spesies gagal ditanam, hal itu dapat membahayakan pertanian hingga kegagalan panen yang meluas. Pola tanam monokultur juga menyebabkan masih tersisanya beberapa area dalam satu lahan pertanian atau dengan kata lain masih terdapat ruang yang seharusnya masih bisa dimanfaatkan. Pola tanam monokultur biasanya juga diterapkan dalam penanaman tanaman keras seperti kayu mahoni, kayu jati, dan kayukayuan lainnya. Tanaman kayu sendiri bukanlah tanaman produktif yang bisa dimanfaatkan dalam satu musim panen yang biasanya berkisar antara 3-6 bulan, tetapi membutuhkan waktu yang lama bahkan bertahun-tahun karena semakin lama kayu tersebut ditanam, kambium akan semakin menebal dan diameter batang kayu akan semakin besar. Besarnya kambium inilah yang menyebabkan tingginya nilai jual kayu tersebut. Di sisi lain, selama waktu tunggu kayu tersebut, kebutuhan ekonomi terus berjalan dan harus terpenuhi. Bagi petani yang memiliki banyak lahan pertanian, bisa dilakukan penanaman varietas yang memiliki masa tanam lebih pendek seperti sayur-sayuran di lahan yang lain, tetapi berbeda dengan petani yang hanya memiliki satu areal lahan. Mereka harus mencari cara agar produksi tetap berjalan. Oleh sebab itu, ditanamlah beberapa varietas tanaman seperti cabai di sela-sela tanaman kayu sehingga kebutuhan ekonomi 28
petani
bisa
tetap
terpenuhi.
Pola
tersebut
terbukti
bisa
mengoptimalkan penggunaan lahan sekaligus menjaga kestabilan produksi dan bisa diterapkan tidak hanya antara tumbuhan kayu dengan cabai, tetapi juga antara sayuran dengan sayuran. Teknik tersebut disebut dengan teknik tumpang sari.
TEKNIK
TUMPANG
SARI
DENGAN
TANAMAN
HORTIKULTURA Salah satu upaya tanam ganda untuk meningkatkan produksi yaitu melalui tumpang sari. Tumpang sari adalah bentuk pola tanam yang membudidayakan lebih dari satu jenis tanaman dalam satuan waktu tertentu dan tumpang sari ini merupakan suatu upaya dari program intensifikasi pertanian dengan tujuan untuk memperoleh hasil produksi yang optimal dan menjaga kesuburan tanah (Prasetyo, Sukardjo, dan Pujiwati, 2009:53). Jumin dalam Marliah, Jumini, dan Jamilah, (2010:33), menyatakan bahwa tujuan dari sistem tanam tumpang sari adalah untuk mengoptimalkan penggunaan hara, air, dan sinar matahari seefisien mungkin untuk mendapatkan produksi maksimum di samping untuk mengoptimalkan penggunaan lahan. Tumpang sari dari dua jenis tanaman menimbulkan interaksi, akibat masing-masing tanaman membutuhkan ruangan yang cukup untuk memaksimalkan kerja sama dan meminimalkan kompetisi sehingga pada sistem tumpang sari ada beberapa hal yang harus diperhatikan antara lain pengaturan jarak tanam, populasi tanaman, umur panen tiap tanaman dan arsitektur tanaman (Sulivan, 2003:5). Kesesuaian pemilihan tanaman tersebut akan berpengaruh cukup besar terhadap hasil panen kedua tanaman tersebut yang bisa 29
menentukan apakah lebih baik daripada pola tanam monokultur. Pada dasarnya, pertanaman tumpang sari lebih banyak diketahui mampu memberikan hasil tanaman secara keseluruhan yang lebih tinggi dibandingkan monokultur, apabila tepat dalam pemilihan sepesies tanaman yang ditumpangsarikan. Pemilihan tanaman penyusun dalam tumpang sari berdasarkan pada perbedaan karakter morfologi dan fisiologi antara lain kedalaman dan distribusi sistem perakaran, bentuk tajuk, lintasan fotosintesis, dan pola serapan unsur hara sehingga diperoleh sauatu karakteristik pertumbuhan, perkembangan, dan hasil tumpang sari yang bersifat sinergis (Palaniappan, 1985:95). Selain itu, menurut Odum, (1983:129), tanaman yang ditumpangsarikan adalah tanaman dari lain famili dan yang memenuhi syarat-syarat yaitu berbeda dalam kebutuhan zat hara, hama, dan penyakit serta kepekaaan terhadap toksin dan faktor-faktor pengendali lain yang sama pada waktu yang berbeda. Sistem tumpang sari akan meningkatkan kompetisi dalam menggunakan
faktor
pertumbuhan.
Oleh
karena
itu,
untuk
mengurangi kompetisi itu, perlu pengaturan waktu tanam dari tanaman yang ditumpangsarikan (Anonim, 1998:78). Pemilihan waktu tanam menjadi faktor penting dalam pertumbuhan
tanaman.
Waktu
tanam
yang
berbeda
juga
memengaruhi kebutuhan perawatan yang berbeda pula. Dengan demikian, bisa dilakukan penundaan waktu tanam pada salah satu tanaman
agar
tanaman
yan
ditumpangsarikan
bisa
saling
menguntungkan. Penundaan waktu tanam salah satu jenis tanaman dalam sistem tumpang sari akan memberikan peluang agar pada saat tanaman mengalami pertumbuhan maksimal tidak bersamaan dengan 30
tanaman yang lain. Hal ini akan membantu usaha pencapaian potensi hasil dari kedua jenis tanaman yang ditumpangsarikan. Rafiuddin, (1994:27), menyatakan bahwa penanaman yang terlambat dari periode yang dipertimbangkan akan menurunkan hasil secara nyata walaupun kelembapan tanah cukup. Penurunan hasil ini disebabkan oleh kurangnya cahaya yang diterima karena adanya persaingan dengan tanaman lain di sekitarnya. Tanaman yang cenderung mudah dikombinasi dengan teknik tumpang sari adalah tanaman hortikultura. Tanaman hortikultura adalah tanaman yang dibudidayakan di kebun dengan beberapa jenis tanaman seperti frutikultura (buahbuahan),
olerikultura
(sayuran),
florikultura
(bunga-bungaan),
biofarmaka (tanaman obat), dan lansekap (taman). Untuk berbudi daya tanaman hortikultura ini bisa diartikan sebagai kegiatan budi daya tanaman yang dilakukan di kebun atau pekarangan aehingga bisa dilakukan di area-area yang terbatas alias sempit. Jenis tanaman hortikultura mempunyai ciri-ciri khusus sebagai berikut: 1. Cepat busuk, tetapi selalu dibutuhkan setiap hari dalam keadaan segar, seperti wortel, bayam, asparagus, kol, sawi, kangkung, cabai, brokoli, tomat, terung, dan sebagainya. 2. Memiliki nilai estetika, jadi harus memenuhi keinginan masyarakat umum. Keadaan ini sangat sulit karena tergantung pada cuaca, serangan hama dan penyakit. Contoh tanamannya antara lain bunga gladiol, bunga sedap malam, bunga krisan, dan sebagainya. 3. Produksinya musiman, beberapa diantaranya tidak tersedia sepanjang tahun, seperti durian, langsat, rambutan, manggis, mangga, dan sebagainya. 31
4. Memerlukan volume (ruangan) yang besar, menyebabkan ongkos angkut menjadi besar pula dan harga pasar menjadi tinggi, contohnya durian. 5. Memiliki daerah penanaman (geografis) yang sangat spesifik atau membutuhkan agroklimat tertentu, seperti jeruk tebas, durian balai karangan, langsat Punggur, duku palembang, jeruk garut, mangga indramayu, markisa medan, rambutan parit baru, nanas palembang, dan sebagainya. Dengan karakteristik tanaman hortikultura yang bisa tumbuh dengan baik di lahan sempit dan di dataran tinggi, tanaman hortikultura cocok untuk dibudidayakan dengan pola tanam tumpang sari. Di Desa Pandansari, komoditas utamanya adalah sayuran dan buah-buahan, maka yang akan dikombinasikan untuk menjadi tumpang sari adalah sayuran dengan sayuran, buah dengan buah, atau buah dengan sayuran. Kombinasi tersebut akan berhasil jika memerhatikan potensi yang ada seperti kondisi tanah, kandungan unsur hara, ketersediaan air, dan kecocokan iklim dengan kesuburan tanaman. Peningkatan produksi sayur dan buah tidak dapat dipungkiri akan memberikan manfaat bagi produsen maupun konsumen. Di Indonesia, oleh karena adaptasi yang buruk terhadap panas dan kelembaban daerah dataran rendah tropis, sebagian jenis sayur dan buah tersebut pada umumnya diusahakan di dataran tinggi. Sistem pertanaman berganda atau tumpang sari yang juga sudah banyak digunakan petani dataran tinggi tampaknya memiliki berbagai karakteristik yang sejalan dengan upaya mewujudkan keseimbangan antara kelestarian lingkungan dengan pendapatan petani. 32
Pada tabel 1 diidentifikasi beberapa jenis buah dan varietasnya. Kecamatan Poncokusumo sendiri merupakan daerah penghasil buah yang cukup besar seperti apel, belimbing, kelengkeng, tebu, dan jeruk. Buah-buahan tersebut tersebar di beberapa desa yang memang kondisi tanahnya sesuai dengan jenis buah tersebut. Untuk Desa Pandansari, komoditas buah yang ditanam adalah kelengkeng, tebu, dan jeruk. Ketiga komoditas tersebut selalu menjadi andalan masyarakat setiap musim tanam karena potensinya yang cukup menguntungkan. Tabel 1. Jenis buah-buahan dan varietas yang sedang atau pernah ditanam petani Jenis Buah
Varietas
Potensi
Tebu (Saccharum
Unggul PS 851
Sangat Baik
Jeruk (Citrus)
Keprok Batu 55
Sangat Baik
Kelengkeng
Lengkeng Leci
Sangat Baik
officinarum)
(Dimocarpus longan)
Buah-buahan pada tabel 1 pada umumnya memiliki masa panen yang cukup lama dan jarak tanamnya cukup luas sehingga petani bisa memanfaatkan tanah pada jarak tanam tersebut untuk ditanami sayuran. Tumpang sari buah dan sayur cukup lumrah dilakukan karena selain membantu menyokong kebutuhan ekonomi, sayuran yang ditanam juga dapat menjadikan penggunaan lahan lebih optimal. Meskipun karakteristik antara buah dan sayuran tidak 33
banyak kesamaan, tetapi biasanya kandungan nutrisi yang digunakan untuk tumbuh sesuai dan saling melengkapi sehingga kedua jenis tanaman ini dapat ditumpangsarikan. Buah dan sayur yang sering ditumpangsarikan adalah jeruk dengan cabai. Beberapa jenis sayuran yang diidentifikasi dalam tabel 2 merupakan sayuran yang pernah dan sedang ditanam oleh petani di Desa Pandansari sekaligus potensinya. Informasi tersebut sebagai konfirmasi atas potensi yang sedang dikembangkan di Desa Pandansari. Data didapatkan dari Badan Penyuluhan Pertanian Kecamatan Poncokusumo. Tabel 2. Jenis sayuran dan varietas yang sedang atau pernah ditanam petani dan potensinya Jenis Sayuran
Varietas
Potensi
Kentang (Solanum tuberosum L.)
Granula
Sangat Baik
Jagung (Zea Mays)
Bisi-12
Sangat Baik
Kubis (Brassica oleracea var. Capitata)
Green
Sangat Baik
Coronet
Cabai (Capsicum frutescens)
Hot chili,
Baik
Tomat (Solanum lycopersicum)
TW 375
Baik
Bawang Prei (Allium ampeloprasum)
Lokal
Baik
TM 99
Dari beberapa jenis tanaman sayuran yang ditanam tersebut, ada beberapa jenis tanaman yang memiliki peluang keberhasilan tinggi ketika ditumpangsarikan. Tanaman tersebut antara lain jagung, cabai, tomat dan kubis. Kesesuian interaksi antara kedua tanaman 34
tersebut cocok jika ditanam dalam satu areal lahan, di samping karakteristiknya yang memang mampu tumbuh di lahan sempit. Contoh pengelolaan dengan pola tumpang sari antara lain: 1. Jagung dengan Cabai Usaha tani tumpang sari di Desa Pandansari biasanya dilakukan oleh petani tradisional dengan skala usaha kecil, dan tumpang sari antara jagung dengan cabai merah paling sering dilakukan. Tumpang sari jagung dengan cabai banyak diminati karena: a. Tanaman jagung dan cabai merah dapat memberikan pendapatan yang tinggi karena harganya tinggi dan hasilnya banyak. b. Cocok untuk ditumpangsarikan. c. Lahan yang dimiliki oleh petani sesuai untuk ditanami jagung dan cabai merah. Usaha tani tumpang sari jagung dengan cabai di daerah ini dilakukan dengan teknologi sederhana. Beberapa tahap yang dilakukan dalam pengusahaan adalah pengolahan lahan, pengadaan bibit, penanaman, dan pemanenan. Namun, keberhasilan penanaman cabai sangat dipengaruhi oleh cuaca. Jika memasuki musim penghujan, sebaiknya tidak dilakukan penanaman cabai karena hasilnya yang tidak semaksimal ketika musim kemarau meskipun harga jualnya cenderung mahal di pasaran. 2. Cabai dengan Tomat Usaha tani cabai dan tomat dipilih karena memiliki nilai ekonomis yang tinggi dan permintaan konsumen akan selalu tinggi. Usaha tani tomat dan cabai dapat diusahakan di lahan sawah maupun lahan kering dan tersebar cukup luas mulai dari dataran rendah sampai dataran tinggi. Namun, sebagian besar diusahakan di lahan 35
kering dataran tinggi. Permasalahan utama pada usaha tani sayuran di lahan kering dataran tinggi adalah serangan hama dan penyakit, kondisi ini menyebabkan tingginya biaya input produksi terutama untuk pembelian pestisida. Biaya input produksi untuk pupuk pun dari tahun ke tahun dirasakan cenderung terus meningkat, selain karena harga pupuk yang semakin mahal juga karena respons tanaman terhadap pupuk pun semakin meningkat pula akibat ketidakseimbangan unsur hara di dalam tanah. Salah satu usaha dalam menekan tingginya biaya input produksi dalam pengendalian hama dan penyakit adalah dengan menerapkan sistem tanam tumpang sari, karena sistem ini memiliki beberapa keuntungan antara lain: a. Efisiensi pengolahan tanah meningkat. b. Pemanfaatan ruang secara ekonomis. c. Efisiensi penggunaan pupuk meningkat. d. Menekan perkembangan hama dan penyakit. e. Meningkatkan pendapatan petani. 3. Tomat dengan Kubis Tomat dan kubis dipilih berdasarkan segi ekonomis dan juga kesesuaiannya dalam proses penanaman. Berdasarkan hasil analisis statistik oleh petani di Desa Pandansari, untuk tanaman tomat tidak ada perbedaan yang nyata pada perlakuan baik ditanam dengan sistem ganda (tumpang sari), maupun ditanam dengan sistem tunggal (monokultur), meskipun tomat yang ditanam dengan sistem tumpang sari cenderung lebih pendek karena adanya persaingan penyerapan unsur hara. Pola penanaman juga terbukti dapat mempengaruhi pengendalian hama. Penanaman dengan pola dua baris kubis dengan 36
dua baris tomat dapat menekan serangan P. Xylostella (Buranday dan Raros, 1975:370). Dalam tumpang sari antara tomat dan kubis, serangan hama berkurang karena tomat menghasilkan tomatin yang dapat mengusir ngengat P. Xylostella betina yang akan bertelur pada tanaman kubis. Dengan demikian, tumpang sari antara kubis dengan tomat cocok untuk diterapkan dan lebih menguntungkan. Berdasarkan beberapa contoh penerapan tumpang sari tersebut, dapat disimpulkan bahwa untuk sayuran dataran tinggi lebih menguntungkan jika ditanam dengan sistem tumpang sari. Hal ini sejalan dengan berbagai penelitian yang telah dilakukan, di mana produksi kumulatif sistem tumpang sari lebih tinggi daripada sistem tanam tunggal, terutama bila spesies tanaman yang digunakan memunyai sifat morfologi dan fisiologi yang sesuai dan saling melengkapi (Soetiarso dan Setiawati, 2010:295). Hasil penelitian Setiawati & Asandhi, (2003:45), menunjukkan bahwa tumpangsari yang mengkombinasikan jagung, cabai, kubis, dan tomat memberikan produktivitas yang lebih tinggi (91-94%) daripada ditanam secara tunggal. Dengan demikian, penanaman dengan pola tumpang sari menguntungkan baik dari segi ekonomis, perawatan, maupun efisiensi penggunaan lahan.
PENUTUP Simpulan Pola tanam tumpang sari merupakan sebuah usaha untuk mengoptimalkan penggunaan lahan yang semakin sempit di Desa Pandansari. Pola tanam tumpang sari biasanya memaksimalkan penggunaan lahan dan hal tersebut cocok dengan proses budi daya 37
tanaman hortikultura yang dapat tumbuh dalam satu areal yang tidak terlalu luas. Selain itu, pola tanam ini juga dapat menekan modal untuk perawatan tanaman sehingga keuntungan yang didapatkan juga semakin tinggi. Kesaamaan fisiologi dan morfologi antarjenis tanaman menjadi kunci utama dalam keberhasilan penggunaan pola ini. Dibutuhkan teknik-teknik khusus dalam pengelolaan seperti penundaan masa tanam, jumlah air yang diberikan, dan kesesuaian nutrisi
antartanaman.
Dengan
adanya
kesesuaian
interaksi
antartanaman yang dipilih, dapat menguntungkan petani karena kebutuhan nutrisinya saling memenuhi sehingga biaya untuk pemenuhan nutrisi dari sumber eksternal bisa ditekan. Pola tumpang sari juga menurunkan peluang adanya gagal panen karena biasanya masa panen antara dua jenis tanaman yang dipilih tidak bersamaan sehingga mengurangi risiko gagal panen yang meluas. Saran Diharapkan tulisan ini dapat membantu petani di Desa Pandansari, Kecamatan Poncokusumo dalam memaksimalkan potensi lahan yang ada. Penulis berharap apa yang ditulis dapat memberikan gambaran tentang tanaman apa yang sebaiknya ditanam di Desa Pandansari yang berada di dataran tinggi. Petani di Desa Pandansari bisa mulai mengombinasikan tanaman-tanaman hortikultura karena kesesuaian tanaman dalam pola tanam tumpang sari sekaligus sesuai dengan
kondisi
alam
yang
ada.
Tentu
saja
petani
perlu
memperhatikan pergantian musim tanam dan pengelolaan lahan sehingga hasil yang didapatkan maksimal.
DAFTAR RUJUKAN 38
Anonim. 1998.
Pola Tumpang Sari Kencur dengan Jagung dan
Kacang Tanah di Lahan Kering. Departemen Pertanian. Bahan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Balai Pengkajian Teknologi Pangan Pertanian Ungaran. Buranday, R.P. dan R.S. Raros. 1975. Effects of Cabbage Tomato Intercropping
on
The
Incidence
and
Oviposition
of
Diamondback Moth Plutella xylostella. The Phillippines Entomologist, 2:369-374. Gomez, A.A. dan K.A. Gomez. 1983. Multiple Cropping in The Humid Tropics of Asia. International Development Research Centre. Ottawa. 248 p. Marliah, A., Jumini, Jamilah. 2010. Pengaruh Jarak Tanam Antarbarisan pada Sistem Tumpangsari Beberapa Varietas Jagung Manis dengan Kacang Merah terhadap Pertumbuhan dan Hasil. Jurnal Agrista, 14 (1):30-38. Odum, E. P. 1983. Basic Ecology. CBS College Publishing. Japan. 611p. Palaniappan, S.P. 1985. Cropping System in The Tropics: Principles and 20 Management. Wiley eastern Ltd., New Delhi. 215 p. Prasetyo, Sukardjo E. I., Pujiwati H. 2009. Produktivitas Lahan dan NKL pada Tumpang Sari Jarak Pagar dengan Tanaman Pangan. Jurnal Akta Agrosia, 12 (1):51-55.
39
Rafiuddin. 1994. Waktu Tanam Kedelai dan Pemangkasan Jagung pada Tumpangsari Jagung-Kedelai. Tesis. Program Pasca Sarjana. Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta. Setiawati dan Asandhi. 2003. Pengaruh Sistem Pertanaman Monokultur dan Tumpangsari Sayuran Cruciferae dan Solanaceae terhadap Hasil dan Struktur dan Fungsi Komunitas Antropoda. Jurnal Hortikultura, 13 (1):41-47. Soetiarso dan Setiawati. 2010. Kajian Teknis dan Ekonomis Sistem Tanam Dua Varietas Cabai Merah di Dataran Tinggi. Jurnal Hortikultura, 20 (3):284-298. Sulivan,
P.
2003.
Practices:
Intercropping Agronomy
Principles
and
System
http://attra.ncat.org/attra-pub/PDF/intercrop.pdf
40
Production Guide.
PENGEMBANGAN PERTANIAN PADI ORGANIK DENGAN SISTEM SRI (SYSTEM OF RICE INTENCIFICATION) DI DESA NGOMPRO Arni Febriana Pragono Putri Politeknik Pembangunan Pertanian Malang Email: arnifebrianapragonoputri@yahoo.com ABSTRAK: Artikel ini bertujuan mendeskripsikan tentang penerapan pertanian padi organik menggunakan sistem SRI. Penerapan pertanian padi organik sistem SRI sebagai salah satu solusi pertanian berkelanjutan yang ramah lingkungan. Dengan penjelasan ini diharapkan agar kita semua akan menyadari bahwa pertanian organik adalah masa depan pertanian di Indonesia, karena upaya manusia untuk menjaga kesehatan, menjaga alam, dan lingkungan akan memberi kita sumber pangan yang aman untuk dikonsumsi.
Kata-kata kunci: desa ngompro, pertanian padi organik, sistem sri (system of rice intencification)
Di masa lalu, produksi pertanian melalui pengembangan sumber
daya
alam
dan
penggunaan
berbagai
caratermasuk
penggunaan bahan kimia yang berlebihan berdampak negatif pada pertanian saat ini. Beberapa uji coba lapangan jangka panjang telah menunjukkan bahwa budidaya padi intensif akan mengurangi hasil gabah dalam kondisi pemupukan yang konstan dan besar. Seiring waktu, padi monokultur dengan jelas menunjukkan degradasi sumber daya tanah dalam jangka panjang.Oleh karena itu, peningkatan dan pemeliharaan produktivitas sistem dan kualitas sumber daya sangat penting untuk pertanian berkelanjutan. Kita perlu melakukan perubahan drastis dalam sistem pangan global untuk mencapai pertanian berkelanjutan, yang akan menyediakan
pangan
yang
cukup 41
bagi
rakyat,
mendorong
pembangunan pedesaan, dan menyediakan mata pencaharian bagi petani tanpa merusak basis sumber daya alam. Pertanian organik dianggap
sebagai
sarana
penting
untuk
mencapai
tujuan
tersebut.Pertanian organik dapat menyelesaikan semua masalah tersebut di atas.Pertanian organik dianggap sebagai salah satu pilihan terbaik untuk melindungi atau menjaga kesehatan tanah. Manfaat lain adalah bahwa perbaikan yang signifikan pada fisik tanah, kesuburan dan sifat biologis telah dilaporkan dalam beberapa percobaan pertanian organik. Pertanian organik dapat menyesuaikan ekosistem dengan lebih baik terhadap efek perubahan iklim dan meningkatkan potensi penyerapan karbon dari tanah. Salah satu jenis budidaya padi organik yang umumnya berkembang saat ini disebut SRI Organik.Pengenalan teknologi tanam SRI untuk mencari jalan keluar dari sistem tanam tradisional yang dibawa oleh Revolusi Hijau. SRI yang dikembangkan di Desa Ngompro
merupakan SRI organik yang menekankan pada
penggunaan pupuk organik untuk meningkatkan kesuburan tanah, penghematan penggunaan air. Desa Ngompro merupakan salah satu daerah di Kecamatan Pangkur yang memprioritaskan pengembangan SRI organik dan diharapkan dapat menjadi produk unggulan di daerahnya.
METODE
TANAM
PADI
SRI
(SYSTEM
OF
RICE
INTENCIFICATION) Penanaman padi dengan bantuan sistem SRI (Rice Intensification
System)
merupakan
penanaman
yang
dapat
menghemat input berupa benih, air, pupuk dan pestisida kimia 42
dengan meningkatkan kearifan petani dan penduduk setempat. Beberapa daerah di Indonesia sudah menerapkan sistem pertanian SRI. SRI dikembangkan oleh Pastor Perancis dan Pastor pada awal 1980-an. Henri de Laulanie, S.J, Madagaskar. SRI diperkenalkan pada tahun 1997 oleh Norman Uphoff (Direktur Cornell International Food, Agriculture and Development Research Institute) Indonesia dan menjadi terkenal di banyak negara di dunia, termasuk Indonesia. Pada 1999, percobaan SRI dilakukan pertama kali di luar Madagaskar. Pada dasarnya tanaman padi yang dibudidayakan dengan teknologi SRI berbeda dengan tanaman air yang membutuhkan banyak air karena apabila air cukup tergenang maka akan menimbulkan dampak yang merugikan yaitu rusaknya jaringan kompleks akar (korteks, xilem, akar, dan floem) atau bahkan kematian. Bagi tanaman padi, hal ini akan mempengaruhi aktivitas perakaran, mengurangi penyerapan unsur hara dalam tanah, menghambat pertumbuhan dan perkembangan tanaman, serta menurunkan kapasitas produksi. Akibat genangan air, penanaman padi SRI dapat diartikan sebagai sebuah karya yang didedikasikan untuk menanam tanaman padi yang harus memperhatikan semua komponen dalam ekosistem seperti tanah, tumbuhan, mikroorganisme, organisme besar, udara, sinar matahari dan air. Untuk memberikan produktivitas yang tinggi dan menghindari berbagai dampak buruk pada umur komponen tersebut, serta untuk memperkuat dukungan aliran energi dan sirkulasi nutrisi alami, kami juga akan memperkenalkan panduan elektronik budidaya padi dengan sistem SRI. 43
TEKNIS BUDIDAYA PADI ORGANIK METODE SRI 1. Varietas, Benih, dan Persemaian a. Varietas Varietas baik atau lokal yang direkomendasikan disesuaikan dengan
lingkungan
tertentu
dan
dapat
menahan
organisme
pengganggu tanaman utama (OPT) yang ditemukan di lokasi.Umur panen tergantung pada bagaimana tanaman ditanam atau jumlah air yang tersedia.Direkomendasikan untuk merotasi varietas. b. Benih Bibit berkualitas / bersertifikat.Benih memiliki berat jenis yang tinggi, kualitas fisiologis yang tinggi (perkecambahan dan vigor), serta dapat memberikan pertumbuhan yang cepat dan seragam.Benih yang murni, sehat, bersih dan sehat.Masa dormansi benih telah terlampaui. c. Persemaian Lahan di persemaian tidak terganggu oleh hewan, mudah diairi, dan tidak dekat lampu untuk menghindari serangan hama. Media persemaian adalah tanah, kompos jerami atau campuran pupuk dan abu, dengan perbandingan abu: tanah: kompos: abu 7: 2: 1. Dibutuhkan 10 kg benih per hektar.
Pembibitan SRI dilakukan
dengan cara kering (tidak tergenang) dan disiram setiap hari. Pembibitan bisa dilakukan di sawah, lahan kering atau pekarangan yang ditutup plastik atau menggunakan palet nampan.Saat benih berkecambah, tambahkan air.Pantau persemaian setiap 2-3 hari untuk memantau wereng, serangga, atau hama lainnya. Jika hama 44
ditemukan di persemaian, harap gunakan insektisida biologis untuk pengendalian. Bibit di persemaian siap ditanam pada umur 5-7 HSS (beberapa hari setelah tanam). 2. Penyiapan Lahan Tanam a. Penyiapan lahan Kompos atau pupuk didistribusikan secara merata (12 ton per ton) sebelum dibajak atau digaru. Tujuan dari perawatan tanah adalah agar tanah benar-benar berlumpur, kedalaman lumpur minimal 20 cm, tidak ada tanah gulma, pengairan lancar, struktur tanah baik dan ketersediaan menambah unsur hara tanaman. Genangi lahan 2-5 cm selama 2-5 hari.Gunakan traktor bajak untuk memperdalam tanah pertama menjadi 15-20 cm, lalu diamkan (inkubasi) selama 3-4 hari.Perbaiki tanggul dan parit untuk mencegah rembesan air.Sudut-sudut plot dan sekitar Bund yang tidak dibudidayakan digantung hingga kedalaman 20 cm. Sawah direndam selama 2-3 hari dengan kedalaman 2-5 cm, pembajakan kedua dilakukan pada tanah untuk melumasi.Gunakan penggaruk atau papan
yang ditarik dengan tangan untuk meratakan
tanah.Gulma sisa dihilangkan.Beri jeda pada lahan budidaya selama 1-2 hari untuk menstabilkan tanah. b. Tanam Kegiatan penanaman meliputi pemberian benih, pencaplakan dan penanaman benih. Cara tanam SRI dan jarak tanamnya sangat lebar, ada pilihan antara lain 25 cm x 25 cm atau 30 cm x 30 cm. 1) Penyediaan bibit Cabut bibit pada umur 5-7 HSS.Cabut bibit dengan akar dan batang utuh tanpa putus.Tidak disarankan menanam bibit dari 45
penjual bibit yang sudah jadi, terutama karena varietasnya tidak jelas. 2) Penyaplakan Pencaplakan untuk membuat “tanda” jarak tanam. Ukuran pencaplakan sangat
menentukan jarak tanam dan populasi
rumpun tanaman per satuan luas. Jumlah rumpun per meter pada berbagai jarak tanam yang dapat dipilih adalah. 16 rumpun/m2 = tegel jarak tanam 25 cm x 25 cm 11 rumpun/m2 = tegel jarak tanam 30 cm x 30 cm 21 rumpun/m2 = jajar legowo 2:1 jarak tanam (25 cm x 12,5 cm) x 50 cm. Pemilihan jarak tanam tergantung kesuburan tanah dan varietas. 3) Tanam Saat penanaman kondisi kualitas air, macak-macak. Tanam satu benih per lubang (tanam tunggal, lapisan dangkal dan posisi akar membentuk huruf L). 3. Pemeliharaan a. Penyulaman Menyulam tanaman bila ada tanaman yang mati.Benih yang digunakan untuk penyulaman adalah benih yang diambil dari sisa bibit yang ditanam di tepi tanggul.Penyulaman sebaiknya dilakukan pada 5-7 HST sedini mungkin untuk memastikan pertumbuhan tanaman seragam. b. Pengairan 1) Saluran masuk air atau water inlet terletak di depan tanggul dekat saluran tersier, dan ujung persawahan membentuk 46
“celah pintu” atau saluran keluar air yang mubazir, ketinggian celah pintu drainase 5 cm dari permukaan tanah. 2) Pada sepuluh hari pertama setelah tanam, perendaman air sedalam 2-5 cm, kemudian buat macaw, lalu lakukan secara berselang-seling, yaitu 7 periode vegetatif yaitu -10 hari. 3) Kemudian selama masa tanam, rendam kembali tanah dengan ketinggian 2-5 cm di atas tanah. 4) Keringkan tanah selama 10-14 hari sebelum panen 4. Penyiangan a. Lakukan penyiangan gulma empat kali, dalam waktu 10 hari. Semprotkan
pupuk
cair
organik
(POC)
/
suplemen
mikroorganisme lokal (MOL) setelah setiap penyiangan. b. Gunakan landak / gasok atau "rotasi manual" untuk penyiangan manual dan mekanis. Penyiangan dilakukan dalam kondisi air macak-macak. 5. Pemupukan a. Pada saat pengolahan tanah atau sebelum tanam, harus disediakan kompos busuk atau bahan organik. b. Mulai dari 10 HST, rutin dilakukan penyemprotan MOL berbahan alami setiap 10 hari dengan konsentrasi 1-2 l MOL / 14 l air. MOL dimaksudkan sebagai suplemen nutrisi bagi tanaman. MOL dapat dibuat dari bahan limbah seperti sayur mayur, buah-buahan, keong mas, buah maha, bonggol pisang, beras dan rebung. Tambahkan air untuk mencuci beras, gula / tetes tebu / air kelapa, dan air kencing sapi / kelinci yang difermentasi ke dalam campuran selama 10-15 hari. 6. Pengendalian Hama dan Penyakit 47
a. Sesuai dengan prinsip pengendalian hama terpadu (PHT), tindakan pencegahan hama dan penyakit telah dilakukan melalui penggunaan fungsi musuh alami dan pemantauan rutin. b. Berdasarkan hasil pemantauan penggunaan pestisida hayati, pengendalian hama akan dilakukan mulai dari budidaya, pembibitan hingga pertumbuhan tanaman. c. Pengendalian hama dan penyakit dengan menggunakan varietas tahan penyakit, penanaman serentak dan penggunaan pestisida secara selektif. 7. Panen dan Penanganan Pasca Panen a. Panen Panen tepat waktu dapat menjamin hasil secara kuantitas dan kualitas, yang akan menentukan tingkat pendapatan usahatani padi. Pemanenan dilakukan pada masa kematangan fisiologis, yaitu saat 95% gabah menguning.Gabah yang sudah dipotong bisa langsung digunakan di mesin perontok (menggunakan terpal sebagai wadah biji atau mesin pemanen gabungan) (16% (gabah kering simpanan / GKS)). b. Pascapanen Keringkan kembali gabah yang belum dikupas hingga mencapai kadar air beras yang belum dikupas (14%). Sebarkan gabah secara merata di atas lantai yang kering atau terpal tebal / alas plastik setebal kurang lebih 5 cm, balik setiap 2 jam Setelah dikemas kantong plastik, kemudian dikirim ke gudang atau pabrik.
KEUNTUNGAN METODE TANAM SRI 1. Tanaman hemat air. 48
2. Hemat biaya, hanya butuh benih 10kg/ha, tidak butuh biaya pencabutan bibit, tidak butuh biaya pindah bibit, tenaga tanam berkurang. 3. Hemat waktu ditanam bibit muda 5-12 hari setelah semai dan waktu panen akan lebih awal. 4. Produksi meningkat. 5. Ramah lingkungan.
PENTUP Simpulan Sistem
tanam
padi
organik
SRI (System
of
Rice
Intencification) merupakan salah satu bentuk usaha tani yang menggunakan input rendah seperti penghematan air, dan penggunaan pupuk anorganik.
Sistem tanam SRI memiliki manfaat yaitu
Memulihkan kesehatan dan kesuburan tanah serta mencapai keseimbangan ekologi tanah Membentuk petani mandiri yang dapat melakukan penelitian di lahan mereka sendiri dan menjadi ahli alihalih mengandalkan pupuk dan pestisida pabrik yang semakin mahal dan terkadang langka, menghasilkan beras yang sehat.Dengan penerapan system tanam SRI ini mampu menekan pengeluaran biaya dalam budidaya padi sehingga nantinya para petani pun mendapat keuntungan yang lebih. Saran Dengan adanya artikel ini penulis berharap diharapkan kepada seluruh petani yang ada di Desa Ngompro dan tidak menutup kemungkinan untuk petani yang ada diseluruh Indonesia untuk menerapkan system tanam SRI (System of Rice Intencification) 49
sebagai usaha untuk keberlajutan pangan di Indonesia yang ramah terhadap lingkungan.
DAFTAR RUJUKAN Anugrah S. I., Sumedi, Wardana P. I. 2008. Gagasan dan Implementasi System of Rice Intensification (SRI) dalam Kegiatan Budidaya Padi Ekologis. Analisis Kebijakan Pertanian, 6(1):76-99. Heryadi Yadi D. D., Roffatin Betty. (2017). Kajian Keberlanjutan Pelaksanaan Pertanian Padi S. R. I. Organik. Jurnal Siliwangi Seri Sains dan Teknologi, 3 (1):172-178. Firsta, Iskandar Jusra, Eko Hirmawa. (n.d.). SRI (System Of Rice Intensification) Organik Sebagai Solusi Masalah Pangan, Lingkungan dan Sumber Energi di Indonesia. Metode Tanam Padi System of Rice Intensification (SRI). Situs Resmi
Pemerintah
Kabupaten
Buleleng.
https://bulelengkab.go.id/detail/artikel/metode-tanam-padisystem-of-rice-intensification-sri-74 (diakses pada 28 Januari 2021). Pusat Pelatihan Kewirausahaan Sampoerna. The System of Rice Intensification. https://sri.ciifad.cornell.edu/countries/indonesia/extmats/indo SampoernaManual09.pdf (diakses pada tanggal 27 Januari 2021). 50
PEMANFAATAN LAHAN SEMPIT DENGAN SISTEM HIDROPONIK UNTUK MENINGKATKAN KETAHANAN PANGAN KELUARGA DI KABUPATEN SUKABUMI Azmi Muhamad Saepulloh Politeknik Pembangunan Pertanian Malang Surel : Azmimuhammad009@gmail.com Abstrak: Tujuan penulisan ini adalah untuk merekomendasikan potensi lahan sempit sebagai penghasil pangan keluarga dalam rangka meningkatkan ketahanan pangan dalam keluarga. Metode yang digunakan dalam tulisan ini adalah mereview berbagai hasil penelitian, karya tulis, hasil Pengabdian masyarakat, khususnya yang berhubungan dengan pemanfaatan lahan sempit, dan optimalisasi lahan sempit. Membandingkan hasil kegiatan dari berbagai sumber dari jurnal penelitian, prosiding dan karya ilmiah yang berhubungan dengan eksploitasi lahan sempit. Halaman sempit yang dimiliki dapat diberdayakan untuk menghasilkan tanaman pangan berupa sayur yang dibudidayakan dengan sistem Hidroponik. Tanaman yang digunakan untuk budidaya di lahan sempit adalah tanaman yang cepat panen dan memiliki perakaran yang dangkal. Ruang kosong seperti pagar rumah, dan ruang di atas got dapat digunakan untuk budidaya tanaman penghasil sayur, dengan teknik budidaya hidroponik. Sistem budidaya hidroponik yang merujuk pada sistem vertikultur merupakan teknik budidaya yang direkomendasikan untuk memberdayakan lahan sempit, untuk menghasilkan bahan pangan dalam memenuhi kebutuhan keluarga. Sistem budidaya hidroponik lebih hemat dalam penggunaan air, dan dapat mengatasi kebutuhan akan media tanam tanah yang subur yang sulit diperoleh. Kata-kata kunci: hidroponik, ketahanan pangan, keluarga, kabupaten Sukabumi, lahan sempit
Pemanfaatan pekarangan rumah untuk tanaman pangan juga dapat dijadikan sebagai bagian dari gaya hidup (life Style) dalam memenuhi kebutuhan pangan rumah tangga, dengan sikap seperti ini 51
maka kemandirian pangan dalam skala rumah tangga dapat dicapai (Noorsya
dan
Kustiwan,
2012).
Dalam
pemanfaatan
lahan
pekarangan ini yang perlu diperhatikan diantaranya adalah luas lahan pekarangan, pengembangan komoditas dan teknologi pertanian ramah lingkungan serta penyuluhan (Sampellilling, Sitorus, Nurisyah, dan Pramudya, 2012). Pemberdayaan pekarangan sempit bisa dijadikan sebagai salah satu alternatif menangkal kerawanan pangan dalam keluarga. Kerawanan pangan dapat didefinisikan sebagai kegagalan dalam mencapai ketahanan pangan, baik dalam skala kecil seperti keluarga maupun dalam skala besar seperti Kelurahan, Kecamatan, Kabupaten, Kota, Propinsi, dan Negara. Pola pangan harapan. Pemanfaatan pekarangan sempit dianjurkan menggunakan sistem Hidroponik, dan tanaman yang direkomendasikan untuk dibudidayakan adalah tanaman sayur, sedangkan untuk pekarangan dengan lahan yang luas direkomendasikan untuk dibudidayakan tanaman sayur, tanaman buah dan tanaman pangan (Nurwati, Surtinah, dan Masykur, 2015).
KETAHANAN PANGAN DI KABUPATEN SUKABUMI Sukabumi merupakan salah satu daerah yang sangat pesat perkembangnnya, pertambahan jumlah penduduk yang pesat dipicu oleh urbanisasi dari Kota, dan banyak yang berasal dari berbagai daerah dari Propinsi yang ada di Indonesia. Peningkatan jumlah penduduk biasanya akan diikuti dengan peningkatan kebutuhan bahan pangan. Sukabumi bukanlah daerah penghasil komoditi pertanian tanaman pangan, justru untuk memenuhi kebutuhan bahan pangan dari jenis hortikultura Sukabumi perlu banyak melakukan strategi dan 52
upaya dalam mengatasi kebutuhan bahan pangan khususnya jenis hortikultura. Daerah pertanian di Sukabumi saat ini sudah berubah menjadi daerah pemukiman, sehingga lahan yang harusnya dapat diberdayakan untuk lahan pertanian, beralih fungsi menjadi lahan pemukiman, kondisi ini semakin mempersempit luasan produksi tanaman pangan. Masalah lain yang dihadapi adalah kondisi tanah yang diplotkan untuk lahan pertanian pada umumnya adalah tanah Podsolik Merah Kuning (PMK) yang sedikit mengandung bahan organik, sedikit unsur hara, pH rendah, sehingga akan menghambat proses budidaya, apabila tanah tersebut tidak diberi tambahan bahan organik. Lahan pertanian yang sudah berubah fungsi menjadi lahan pemukiman bila dikelola dengan cermat maka akan dapat berdayaguna dan berhasilguna. Pemukiman baru yang dibangun pada umumnya memiliki lahan yang sempit, dan lahan sempit inilah yang menjadi tujuan ekploitasi, sehingga dapat bermanfaat dalam menopang kebutuhan pangan keluarga. Apalagi pada saat ini harga kebutuhan pangan bergerak naik, sehingga bila dapat memanfaatkan halaman yang relatif sempit untuk memenuhi kebutuhan pangannya maka dapat menghemat biaya, juga dapat menghadirkan nuansa estetika, kenyamanan hidup dari polusi udara dan mendapatkan bahan pangan yang segar dan sehat. (Yenisbar dan Rawiniwati, 2012) Salah satu cara memanfaatkan halaman sempit adalah dengan teknik budidaya Hidroponik. Budidaya secara hidroponik adalah budidaya tanaman tanpa menggunakan media tanah. Wadah media tanam dapat berupa pot, ember, pipa paralon atau kantong 53
plastik. Pada budidaya hidroponik ini media tanam bisa berupa pasir, kerikil, pecahan bata, pecahan genteng atau limbah organik seperti sabut kelapa, akar pakis dan lain-lain. Namun pada umumnya medianya menggunakan air. Kelebihan sistem pertanian hidroponik adalah : (1) efisiensi penggunaan lahan, (2) penghematan pemakaian pupuk dan pestisida, (3) kemungkinan tumbuhnya rumput dan gulma lebih kecil, (4) dapat dipindahkan dengan mudah karena tanaman diletakkan dalam wadah tertentu, (5) mempermudah pemeliharaan tanaman. Tanaman yang dapat ditanam dengan teknik Hidroponik diusahakan untuk menanam tanaman yang memiliki nilai ekonomis tinggi, berumur pendek, atau tanaman semusim, seperti selada, kangkung, bayam, pokcoy, caisim, tomat, pare, kacang panjang, mentimun, ataupun bunga-bungaan seperti petunia.
PEMANFAATAN LAHAN DENGAN SISTEM HIDROPONIK Peraturan Pemerintah nomor 17 tahun 2015 tentang Ketahanan Pangan dan Gizi adalah kondisi terpenuhinya Pangan bagi negara sampai dengan perseorangan, yang tercermin dari tersedianya Pangan yang cukup, baik jumlah maupun mutunya, aman, beragam, bergizi, merata, dan terjangkau serta tidak bertentangan dengan agama, keyakinan, dan budaya masyarakat, untuk dapat hidup sehat, aktif, dan produktif secara berkelanjutan. “Kebijakan ketahanan pangan dalam aspek ketersediaan pangan, difokuskan pada peningkatan ketersediaan pangan yang beranekaragam berbasis potensi sumberdaya lokal, dan memantapkan penanganan kerawanan pangan untuk mengurangi jumlah penduduk miskin dan kelaparan” (Darmansyah, 2016). 54
“Kementrian Pertanian RI melalui Direktorat Jenderal Hortikultura merencanakan Gerakan Perempuan Untuk Optimalisasi Pekarangan (GPOP). Yang menjadi dasar pelaksanaan adalah Peraturan Presiden No. 22 Tahun 2009 tentang Kebijakan Percepatan Penganekaragaman Konsumsi Pangan Berbasis Sumber daya Lokal yang implementasinya adalah pemberdayaan kelompok wanita melalui Optimalisasi Pemanfaatan Lahan Pekarangan”. Gerakan Percepatan Penganekaragaman Konsumsi Pangan (P2KP) merupakan salah satu upaya untuk mewujudkan peningkatan diversifikasi pangan, sebagai perwujudan dari Peraturan Presiden Nomor 22 Tahun 2009 Tentang Kebijakan Percepatan Penganekaragaman Konsumsi Pangan Berbasis Sumber Daya Lokal, yang ditindaklanjuti oleh Peraturan Menteri Pertanian Nomor 43 Tahun 2009 Tentang Gerakan Percepatan Penganekaragaman Konsumsi Pangan Berbasis Sumber Daya Lokal. P2KP dilaksanakan dalam 3 (tiga) bentuk kegiatan utama yaitu: (a) Optimalisasi Pemanfaatan Pekarangan melalui konsep Kawasan Rumah angan Lestari; (b) Pengembangan Pangan Lokal; serta (c) Promosi dan Sosialisasi P2KP. Kementerian Pertanian (2011) “menginisiasi optimalisasi pemanfaatan pekarangan melalui konsep Rumah Pangan Lestari (RPL). RPL adalah rumah penduduk yang mengusahakan pekarangan secara intensif untuk dimanfaatkan dengan berbagai sumberdaya lokal secara bijaksana yang menjamin kesinambungan penyediaan bahan pangan rumah tangga yang berkualitas dan beragam. Apabila RPL dikembangkan dalam skala luas, berbasis dusun (kampung), desa, atau wilayah lain yang memungkinkan, penerapan prinsip Rumah Pangan Lestari (RPL) disebut Kawasan Rumah Pangan 55
Lestari (KRPL). Selain itu, KRPL juga mencakup upaya intensifikasi pemanfaatan pagar hidup, jalan desa, dan fasilitas umum lainnya (sekolah, rumah ibadah, dan lainnya), lahan terbuka hijau, serta mengembangkan pengolahan dan pemasaran hasil “. Faktor kunci KPRL
akan
terwujud,
menganekaragamkan
pangan,
dan
mengoptimalkan penggunaan pekarangan berbasis sumber daya lokal secara serentak (Saliem, 2011) Rekomendasi pemanfaatan pekarangan harus berdasarkan program-program yang sudah dilaksanakan seperti diversifikasi pangan dan gizi, gerakan perempuan optimalisasi pekarangan, dan kawasan
rumah
pangan
lestari.
Program-program
yang
direkomendasikan akan terwujud bila masyarakat turut berperan aktif, dan komitmen pemerintah daerah yang kuat (Ashari, Saptana, dan Purwantini, 2012). Fauzi, Ichniarsyah, dan Agustin (2016), merekomendasikan bahwa dalam memanfaatkan pekarangan diutamakan memanfaatkan sumber daya lokal, menggunakan teknologi sederhana, menggunakan limbah yang ada disekitar lingkungan tinggal, kegiatan dilakukan berkelanjutan tidak hanya insidental, dan perlunya dukungan pemerintah dalam kepastian hukum dan insentif saprodi. Tujuan penulisan ini adalah untuk merekomendasikan potensi pekarangan sempit
sebagai
penghasil
pangan
keluarga
dalam
rangka
meningkatkan ketahanan pangan dalam keluarga. Ruang terbuka yang dapat dimanfaatkan di sekitar rumah antara lain; pagar rumah, ruang di atas got, dan halaman rumah. Pemanfaatan pekarangan sempit untuk menghasilkan tanaman pangan keluarga dilakukan dengan mengoptimalkan penggunaan ruang 56
terbuka yang mendapatkan sinar matahari terutama sinar matahari pagi. Ruang terbuka yang digunakan pada budidaya sayur, dimana intensitas cahaya matahari cukup diperoleh tanaman dalam menyediakan kebutuhan makan untuk tumbuh dan berkembang, didukung oleh hasil penelitian yang dilaporkan oleh Irwan dan Sarwadi (2016) yang menyatakan bahwa “Ruang sempit dalam permukiman padat menyebabkan tangkapan cahaya untuk pekarangan sangat terbatas, sehingga diperlukan perencanaan pemilihan tanaman yang tahan naungan dan tanaman yang memerlukan pemeliharaan minimal. Alternatif pengembangan pekarangan produktif dengan “tanaman
hortikultura
dalam
pot
(tahorlampot)”
perlu
dipertimbangkan dengan modifikasi desain yang memudahkan pemeliharan dan tangkapan cahaya optimal“. Penanaman secara hidroponik dapat menciptakan lingkungan rumah yang produktif sehingga dapat memenuhi kebutuhan pangan dan gizi keluarga di wilayah peri urban kota Semarang (Nurmawati, dan Kadarwati, 2016). Hasil penelitian yang pernah dilaporkan menyatakan bahwa ”keunggulan hidroponik yaitu: hemat lahan, air, pupuk, menerapkan pertanian organik, artinya tidak perlu bahan kimia secara berlebihan, cocok untuk pertanian kota, implementasi pertanian lahan marginal (sempit), meningkatkan produksi keluarga, berperan sebagai sanitasi lingkungan. Tanaman hasil vertikultur lebih cepat untuk dipanen, subur, mudah mengontrol hama, memiliki kandungan hara yang lebih banyak” (Hasyim, dan Mirajuddin, 2013). Andrianyta, Ulfah, dan Hermawan (2016), melaporkan bahwa pendayagunaan pekarangan orientasi utamanya adalah untuk 57
memenuhi kebutuhan keluarga dan menambah penghasilan keluarga, atau mengurangi pengeluaran belanja keluarga, sehingga budidaya tanaman disekitar rumah dalam Konsep Rumah Pangan Lestari (KRPL) memberikan sumbangsih dalam meningkatkan pendapatan keluarga dan memperkuat ketahanan pangan keluarga. Kondisi seperti ini merupakan suatu kondisi yang akan menghambat tercapainya program ketahanan pangan di tingkat keluarga. Kegiatan yang sudah dilakukan untuk mempercepat tercapainya ketahanan pangan keluarga sudah dilakukan oleh Surtinah, dan Nizar (2017) melalui program pengabdian masyrakat yang orientasinya adalah memanfaatkan teras rumah sebagai sumber pangan keluarga melalui sistem hidroponik sederhana. Program itu hanya bersifat insidental, masyarakat belum terbuka kesadarannya bahwa yang disuluhkan itu adalah sesuatu yang harus dilakukan terus menerus. Kesadaran masyarakat akan pentingnya ketahanan pangan keluarga masih rendah di Pekanbaru, hal ini membuka peluang untuk dilakukan penyuluhan ke seluruh lapisan masyarakat melalui program pengabdian kepada masyarakat lebih sering lagi, sehingga masyarakat benar benar menyadari akan kepentingan Nasional ini harus dimulai dari keluarga. Kendala lain dalam budidaya dengan sistem hidroponik, antara lain sulitnya untuk mendapatkan media tanam yang berupa tanah subur. Bila ada maka harganya mahal, sehingga bila dihitung biaya untuk membeli media tanam dengan yang akan dihasilkan tidak sebanding, sebagai alternatif dilakukan program pemanfaatan pekarangan sempit dengan sistem budidaya tanaman dengan menggunakan media tanam air. Karena air merupakan bahan cair 58
yang ada di setiap rumahtangga. Teknik budidaya dengan menggunakan air sebagai media tanam dikenal dengan istilah Hidroponik. Hasil produksi hidroponik lebih bagus bila dibandingkan dengan budidaya dengan menggunakan media tanah, karena lebih bersih, dan bisa dijadikan sebagai media pajangan yang bernilai estetika lebih tinggi (Surtinah, dan Nizar, 2017). Hasil penelitian yang dilaporkan oleh Surtinah, dan Lidar (2017), bahwa pakchoy yang ditanam dengan system hidroponik dan diberi zat pengatur tumbuh melalui media tanamnya pertumbuhannya menjadi lebih baik. Budidaya dengan system hidroponik akan lebih baik pertumbuhannya apabila tanaman diberi tambahan zat pengatur tumbuh baik melalui media tanam maupun melalui penyemprotan pada organ daun. Lahan sempit yang dimiliki dapat diberdayakan untuk menghasilkan tanaman pangan berupa sayur yang dibudidayakan dengan sistem hidroponik. Tanaman yang digunakan untuk budidaya di lahan sempit adalah tanaman yang cepat panen dan memiliki perakaran yang dangkal Ruang kosong seperti pagar rumah, dan ruang di atas got dapat digunakan untuk budidaya tanaman penghasil sayur, dengan teknik budidaya hidroponik. Sistem budidaya hidroponik merupakan teknik budidaya yang direkomendasikan untuk memberdayakan lahan sempit, untuk menghasilkan bahan pangan dalam memenuhi kebutuhan keluarga. Sistem budidaya hidroponik lebih hemat dalam penggunaan air, dan dapat mengatasi kebutuhan akan media tanam tanah yang subur yang sulit diperoleh di Sukabumi.
59
PENUTUP Simpulan Lahan sempit yang dimiliki dapat diberdayakan untuk menghasilkan tanaman pangan berupa sayur yang dibudidayakan dengan sistem hidroponik. Tanaman yang digunakan untuk budidaya di lahan sempit adalah tanaman yang cepat panen dan memiliki perakaran yang dangkal Ruang kosong seperti pagar rumah, dan ruang di atas got dapat digunakan untuk budidaya tanaman penghasil sayur, dengan teknik budidaya hidroponik. Sistem budidaya hidroponik merupakan teknik budidaya yang direkomendasikan untuk memberdayakan lahan sempit, untuk menghasilkan bahan pangan dalam memenuhi kebutuhan keluarga. Sistem budidaya hidroponik lebih hemat dalam penggunaan air, dan dapat mengatasi kebutuhan akan media tanam tanah yang subur yang sulit diperoleh di Sukabumi. Saran Diharapkan tulisan ini dapat memberikan alternatif bagi para petani di Kabupaten Sukabumi guna meningkatkan ketahanan pangan keluarga mereka. Penulis berharap apa yang ditulis di atas merupakan bentuk pemikiran yang belum sepenuhnya mengalami uji coba. Atas dasar itu, pemikiran yang telah ditulis diharapkan dapat menambah keinginan petani dalam memanfaatkan pekarangan rumah dengan sistem
hidroponik
untuk
meningkatkan
keluaraganya.
60
ketahanan
pangan
DAFTAR PUSTAKA Andrianyta, H., Ulfah, A., dan Hermawan, H. 2016. Dampak Pemanfaatan Pekarangan dalam Perspektif Sosial dan Ekonomi di Kalimantan Timur. Prosiding Seminar Nasional Inovasi Teknologi Pertanian Banjarbaru. Kalimantan: 17071717. Ashari, Saptana, dan Purwantini, T. B. 2012. Potensi dan Propek Pemanfaatan Lahan Pekarangan untuk Mendukung Ketahanan Pangan. Jurnal Forum Peneitian Agro Ekonomi, 30 (1): 1330. Darmansyah. 2016. Pembangunan Katahan Pangan. Media Informasi Digital.
Utusan
Riau.
CO.
http://m.utusanriau.co/index.php?/det/27315; Fauzi, A. R., Ichniarsyah, A. N., dan Agustin, H. 2016. Pertanian Perkotaan: Urgensi, Peranan, dan Praktik Terbaik. Jurnal Agroteknologi, 10 (1): 49-61. Hasim, M., Mirajuddin, M. 2013. Pendampingan Pembuatan Media Veltikultur Untuk Penanaman Tumbuhan Obat Dalam Pemaksimalan Pekarangan Rumah. Jurnal Inovasi dan Kewirausahaan, 2 (2): 82-87. Irwan, S. N. R., dan Sarwadi. 2016. “Pemanfaatan Ruang Terbatas Sekitar
Rumah
Di
Permukiman
Perkotaan
Melalui
Pengembangan Lanskap Produktif”. Seminar Nasional Sains 61
dan Teknologi. Fakultas Teknik, Universitas Muhammadiyah Jakarta, Jakarta. Kementerian Pertanian. 2011. Pedoman Umum Model Kawasan Rumah Pangan Lestari. Jakarta. Noorsya, A. O., dan Iwan Kustiwan. 2012. Potensi Pengembangan Pertanian Perkotaan untuk Mewujudkan Kawasan Perkotaan Bandung yang Berkelanjutan. Bandung. Nurmawati, dan Kadarwati, S., 2016. Vertikultur Media Pralon Sebagai Upaya Memenuhi Kemandirian Pangan Di Wilayah Peri Urban Kota Semarang. Jurnal Pendidikan Sains Universitas Muhammadiyah Semarang, 4 (2): 19-25. Nurwati, N., Lidar, S., dan Mufti. 2015. Model Pemberdayaan Pekarangan Di Kecamatan Rumbai Pesisir Kota Pekanbaru. Jurnal Agribisnis, Vol. 17(1): Nurwati, N., Surtinah,dan Masykur, A. 2015. Analisis Pemanfaatan Pekarangan
untuk
Mendukung
Ketahanan
Pangan
di
Kecamatan Rumbai Pesisir Kota Pekanbaru. Jurnal Ilmiah Pertanian, 11(2): 1-8. Saliem, H. P. 2011. Kawasan Rumah Pangan Lestari (KRPL): Sebagai Solusi Pemantapan Ketahanan Pangan. Kongres Ilmu Pengetahuan Nasional (KIPNAS). Jakarta, 8- 10 November.
62
Sampellilling, S., Sitorus, S. R. P., Nurisyah, S., & Pramudya, B. 2012. Pengembangan Pertanian Kota Berkelanjutan Studi Kasus di DKI Jakarta. Jurnal Analisis Kebijakan Pertanian, 10 (3): 257–267. Surtinah, S. 2006. Peranan Plant Catalyst 2006 dalam Meningkatkan Produksi Sawi (Brassica juncea, L). Jurnal Ilmiah Pertanian, 3(1): 6-16. Surtinah, S., & Nizar, R. (2017). Pemanfatan Pekarangan Sempit dengan
Hidroponik
Sederhana
di
Pekanbaru.
Jurnal
Pengabdian kepada Masyarakat, 23 (2): 274-278. Surtinah, S., & Lidar, S. 2017. Zat Pengatur Tumbuh dalam Nutrisi Hidroponik pada Pertumbuhan dan Hasil Tanaman Pakchoy (Brassica rapa). Jurnal Penelitian Pertanian Terapan, 17 (3): 182-185. Yenisbar, & Wayan Rawiniwati. 2012. Pengembangan Budidaya Sayuran dengan Sistem Pertanian Hidroponik di Perkotaan.
63
PEMANFAATAN BAHAN ORGANIK MENJADI BOKASHI DI KELOMPOK TANI SEKAR JAYA DESA KARANGANYAR Catur Prasetio CandraKirana Politeknik Pembangunan Pertanian Malang Email : caturprstyo@gmail.com ABSTRAK:
Artikel ini bertujuan mendeskripsikan pemanfaatan bahan organik menjadi bokashi. Penggunaan bahan organik menjadi bokasi ini berpotensi meningkatkan perekonomian dan kualitas struktur tanah di kelompok tani sekar jaya Desa Karanganyar.Bokashi adalah pupuk kompos yang dihasilkan dari proses fermentasi atau peragian bahan organik dengan teknologi EM4 (Effective Microorganisms 4). Keunggulan penggunaan teknologi EM4 adalah pupuk organik (kompos) dapat dihasilkan dalam waktu yang relatif singkat dibandingkan dengan cara konvensional. EM4 sendiri mengandung Azotobacter sp., Lactobacillus sp., ragi, bakteri fotosintetik dan jamur pengurai selulosa, sehingga para petani di harapkan bisa menerapkannya.
Kata-kata Kunci: bokashi, desa karanganyar ,kelompok tani sekar jaya, organik
Aktivitas dalam bidang pertanian dalam arti luas selalu menghasilkan limbah terutama limbah padat berupa sisa hasil tanaman atau ternak seperti jerami padi, palawija, atau guguran daundaun tanaman, serta kotoran ternak. Limbah ini bila tidak mendapat penanganan yang memadai akan dapat menyebabkan pencemaran lingkungan. Namun bila limbah tersebut dapat ditangani secara benar akan dapat meningkatkan kesuburan tanah maupun produksi pertanian. Rendahnya produksi pertanian baik secara kuantitas dan kualitas saat ini dapat disebabkan oleh beberapa hal diantaranya: tanah-tanah
pertanian
telah 64
mengalami
kelelahan,
belum
diterapkannya teknologi pertanian secara benar dan konsisten serta pertanian belum dianggap sebagai suatu bisnis sehingga kurangnya keinginan yang lebih besar untuk meningkatkan hasil pertanian. Seperti keadaan perekonomian di kelompok tani sekarjaya desa karanganyar kecamatan tegalampel kabupaten bondowoso ,keadaan perekonomian petani masih kurang baik hal itu disebabkan karena produktifitas yang masih rendah serta keadaan tanah yang semakin memburuk hal itu disebabkan karena penggunaan pupuk kimia secara berlebihan,
karena
pemikiran
petani
semakin
banyak
kita
menggunakan pupuk kimia maka akan semakin cepat pertumbuhan tanaman yang kita budidayakan dan semakin banyak hasil panen dari tanaman yang kita budidayakan. Menurut Munamar, (2010:2), penyebab menurunnya kualitas lahan (kesuburan tanah) merupakan penyebab utama dan terpenting yang harus ditangani sebelum lahan tersebut menjadi lahan marjinal/kritis. Berdasarkan data dari Pusat Penelitian Tanah dan Agroklimat, menunjukkan bahwa 95% lahan-lahan pertanian di Indonesia mengandung bahan organik kurang dari 1%, padahal batas minimum bahan organik dianggap layak untuk lahan pertanian adalah 4-5%. Menurut
Hardjowigeno,
(1987:34),
Selain
penurunan
kandungan bahan organik, terjadi pula kecenderungan penurunan pH tanah pada lahan-lahan pertanian. Pemakaian pupuk kimia seperti urea dan ZA secara terus-menerus, dapat membuat kondisi tanah semakin masam. Di samping menyebabkan terjadinya penurunan pH tanah, penggunaan pupuk N sintetik/pabrik, secara berlebihan akan dapat menurunkan efisiensi penyerapan P dan K serta memberikan 65
dampak negatif seperti meningkatnya gangguan hama dan penyakit tanaman. Berdasarkan hasil-hasil penelitian di lapangan, penggunaan pupuk kimia (pupuk pabrik) yang dipadukan dengan penggunaan pupuk organik (pupuk kandang, kompos, pupuk hijau) dapat meningkatkan produktivitas tanah dan tanaman, serta dapat mengurangi penggunaan pupuk kimia baik pada lahan sawah maupun pada lahan kering. Semakin langka dan mahalnya harga pupuk kimia, maka penggunaan pupuk organik yang berasal dari limbah pertanian sudah saatnya mulai kita terapkan dengan menggunakan teknologi yang murah, tepat guna dan mudah tersedia pada tingkat petani. Penggunaan pupuk organik di samping dapat menekan penggunaan pupuk kimia yang ketersediaannya semakin langka, juga dapat menekan terjadinya pencemaran lingkungan. Fungsi dan peranan pupuk organik
yang sangat
penting.
Bahan organik
dapat
memperbaiki sifat fisik tanah yaitu perbaikan struktur tanah (dari gumpal menjadi remah/gembur), sehingga lebih mudah ditembus akar tanaman. Pada tanah-tanah dengan kandungan liat yang tinggi bahan organik akan dapat mempermudah pengolahan tanah, meningkatkan daya menahan air dari tanah sehingga tanah dapat menyediakan air lebih banyak khususnya di musim kering. Bahan organik dapat memperbaiki sifat sifat kimia tanah seperti: meningkatkan kapasitas tukar kation (pertukaran unsur-unsur hara/zat makanan bagi tanaman) lebih mudah dan lancar, menyediakan hara tanaman berupa unsurunsur N, P, K, Ca, Mg, S, dan unsur-unsur mikro lainnya yang sangat dibutuhkan tanaman. Bahan organik dapat memperbaiki keadaan biologi tanah sehingga tanah tetap hidup, awet dan tahan terhadap 66
goncangan yang menyebabkan kerusakan tanah. Disamping itu bahan organik dapat meningkatkan efisiensi penggunaan pupuk kimia, sehingga dapat menekan biaya pembelian pupuk kimia. Oleh karena itu kita harus memanfaatkan bahan organik menjadi Bokashi sehingga dapat menekan penggunaan pupuk kimia, dapat mengurangi biaya pemupukan dan dapat meningkatkan perekonomian petani serta dapat meningkatkan kembali kualitas struktur tanah. dari uraian diatas maka di ambil di ambil judul “Pemanfaatan Bahan Organik Menjadi Bokashi di Kelompok Tani Desa Karanganyar Kecamatan Tegalampel
Kabupaten
Bondowoso”
sebagai
upaya
untuk
memberitahukan petani guna meningkatkan perekonomian dan memperbaiki struktur tanah
PERTANIAN DI KELOMPOK TANI. Pertanian di kelompok tani sekarjaya desa karanganyar kecamatan tegalampel kabupaten bondowoso memiliki beberapa komoditas utama pertanian yaitu padi dan jagung .karena komoditas tersebut mudah dibudidayakan, sehingga petani banyak yang membudidayakan tanaman padi dan jagung. Dalam proses budidaya di kelompok tani sekarjaya desa karanganyar kecamatan tegalampel kabupaten bondowoso masih menggunakan pupuk kimia secara berlebihan ,alasan mereka menggunakan pupuk kimia secara berlebihan yaitu agar tanaman yang merekan budidayakan memiliki produktifitas yang maksimal, sehingga mereka tidak memikirkan dampak
dari
penggunaan
pupuk
berlebihan
yang
mereka
gunakan. penggunaan pupuk kimia bisa menimbulkan dampak yang justru merusak kesuburan tanah itu sendiri dan bukan menjadikannya 67
subur. Pupuk kimia adalah pupuk yang dibuat oleh pabrik-pabrik pupuk dengan meramu bahan-bahan kimia anorganik berkadar hara tinggi,dalam
jangka pendek, pupuk kimia
memang mampu
mempercepat masa tanam karena kandungan haranya bisa diserap langsung oleh tanah, namun di sisi lain dalam jangka panjang justru akan menimbulkan dampak yang negatif, Pada umumnya tanaman tidak bisa menyerap 100% pupuk kimia. Selalu akan ada residua atau sisanya. Sisa-sisa pupuk kimia yang tertinggal di dalam tanah ini, bila terkena air akan mengikat tanah seperti lem/semen. Setelah kering, tanah akan lengket satu dengan lain (alias tidak gembur lagi), dan keras. Selain keras, tanah juga menjadi masam. Kondisi ini membuat organisme-organisme pembentuk unsur hara (organisme penyubur tanah) menjadi mati atau berkurang populasinya. Beberapa binatang yang menggemburkan tanah seperti cacing tidak mampu hidup di kawasan tersebut dan kehilangan unsur alamiahnya. Bila ini terjadi, maka tanah tidak bisa menyediakan makanan secara mandiri lagi, dan akhirnya menjadi sangat tergantung pada pupuk tambahan, khususnya pupuk kimia.Apabila ketergantungan pada pupuk kimia tidak terelakkan, maka tanah pertanian kita seperti masuk dalam lingkaran setan.Dipakai semakin banyak, tanah semakin rusak. Dan tanah yang semakin rusak akan membuat petani semakin bergantung pada pupuk kimia. Pada akhirnya, penghasilan petani semakin menurun akibat menurunnya produktifitas tanah seiring dengan meningkatnya biaya akibat meningkatnya kebutuhan pupuk. Hal semacam ini tentunya nanti akan berdampak pada petani itu sendiri.
68
Karenanya petani harus diberikan pemahaman tentang dampak atau efek dari penggunaan pupuk kimia secara berlebihan. Menurut Indriani dalam Sri utami lestari, Muryanto (2018:60) pupuk an organik dapat menimbulkan ketergantungan dan dapat membawa dampak kurang baik misalnya tanah menjadi rusak akibat penggunaan yang berlebihan dan terus-menerus akan menyebabkan tanah menjadi keras, air tercemar dan keseimbangan alam akan terganggu. Dari beberapa permasalahan diatas maka salah satu upaya untuk meningkatkan perekonomian dan memperbaiki struktur tanah yaitu dengan pemanfaatan bahan organik menjadi bokashi.
PEMANFAATAN BAHAN ORGANIK MENJADI BOKASHI Bahan
organik
merupakan
bahan-bahan
yang
dapat
diperbaharui, didaur ulang, dirombak oleh bakteri-bakteri tanah menjadi unsur yang dapat digunakan oleh tanaman tanpa mencemari tanah dan air. Bahan organik tanah merupakan penimbunan dari sisasisa tanaman dan binatang yang sebagian telah mengalami pelapukan dan pembentukan kembali. Bahan organik demikian berada dalam pelapukan aktif dan menjadi mangsa serangan jasad mikro. Sebagai akibatnya bahan tersebut berubah terus dan tidak mantap sehingga harus selalu diperbaharui melalui penambahan sisa-sisa tanaman atau binatang. Menurut
Peraturan
Menteri
Pertanian
No.
2/Pert./HK.060/2/2006, yang dimaksud dengan pupuk organik adalah pupuk yang sebagian besar atau seluruhnya terdiri atas bahan organik yang berasal dari sisa tanaman atau hewan yang telah mengalami 69
rekayasa berbentuk padat atau cair yang digunakan untuk memasok bahan organik, memperbaiki sifat fisik, kimia dan biologi tanah (Direktorat Sarana Produksi dalam thoyib nur dkk 2006: 45). Salah satu bentuk pemanfaatan bahan organik yaitu Pupuk Bokashi merupakan “Bahan Organik yang telah difermentasikan”. Bokashi adalah hasil fermentasi atau peragian bahan-bahan organik seperti sekam, serbuk gergaji, jerami, kotoran hewan atau pupuk kandang, dan lain-lain bahan organik. Bahan-bahan tersebut difermentasi dengan bantuan microorganism activator untuk mempercepat prosesnya. Ada pula yang mengartikan bahwa BOKASHI adalah kependekan dari Bahan Organik Kaya Sumber Hayati. Bokashi adalah pupuk kompos yang dihasilkan dari proses fermentasi atau peragian bahan organik dengan teknologi EM4 (Effective Microorganisms 4). Keunggulan penggunaan teknologi EM4 adalah pupuk organik (kompos) dapat dihasilkan dalam waktu yang relatif singkat dibandingkan dengan cara konvensional. EM4 sendiri mengandung Azotobacter sp., Lactobacillus sp., ragi, bakteri fotosintetik dan jamur pengurai selulosa. Bahan untuk pembuatan bokashi dapat diperoleh dengan mudah di sekitar lahan pertanian, seperti jerami, rumput, tanaman kacangan, sekam, pupuk kandang atau serbuk gergajian. Namun bahan yang paling baik digunakan sebagai bahan pembuatan bokashi adalah dedak karena mengandung zat gizi yang sangat baik untuk mikroorganisme. Wididana et al., (1996), menyatakan bahwa pupuk bokashi dapat
memperbaiki
sifat
fisika,
kimia,
dan
biologi
tanah,
meningkatkan produksi tanaman dan menjaga kestabilan produksi tanaman, serta menghasilkan kualitas dan kuantitas hasil pertanian 70
yang berwawasan lingkungan. Pupuk bokashi tidak meningkatkan unsur hara tanah, namun hanya memperbaiki sifat fisika, kimia, dan biologi tanah, sehingga pupuk anorganik masih diperlukan (Cahyani dalam Arnold C Tabun 2017: 110). Pupuk
bokashi,
seperti
pupuk
kompos
lainnya,
dapat
dimanfaatkan untuk meningkatkan kandungan material organik pada tanah yang keras seperti tanah podzolik sehingga dapat meningkatkan aerasi tanah dan mengurangi bulk density tanah . Cahyani dalam Arnold C Tabun, (2003:110), penambahan pupuk bokashi berbahan dasar arang sekam padi dapat meningkatkan nilai batas cair dan batas plastis tanah latosol, namun terjadi peningkatan indeks plastisitas. Penambahan bokashi arang sekam padi juga berpengaruh terhadap kekuatan geser tanah dan peningkatan tinggi maksimum tanaman. Bokashi juga dapat digunakan untuk mengurangi kelengketan tanah terhadap alat dan mesin bajak sehingga dapat meningkatkan performa alat dan mesin bajak, dengan pengaplikasian bokashi sebelum pengolahan tanah dilakukan. Pupuk organik bokashi merupakan pupuk organik dasar bagi pertanian. Proses pembuatannya dari limbah peternakan dan pertanian, dengan menggunakan metode fermentasi. Pupuk organik ini tidak berpengaruh terhadap kesehatan manusia atau petani sebagai pemakai. Bahan yang digunakan adalah: 1. Feses sapi atau ayam petelur/potong, ternak babi /kambing: 60 kg 2. Limbah pertanian (Jerami, alang-alang, semak bunga putih): 35 kg 3. Abu sekam bakar: 5 kg 4. EM4 (efectif Microba): 1000 cc 5. Gula air: 1 liter 71
6. Air bersi: 5 liter
Proses Pembuatan: 1. Limbah pertanian di cincang sampai halus, dicampur dengan feses dan arang sekam sampai merata. 2. Pembuatan larutan EM4, gula air dan air bersih. 3. Penyiraman dan lakukan pembalikan sampai semua material tercampur merata dengan cairan. 4. Paking dengan terpal diusahankan disimpan ditempat yang teduh. 5. Pembalikan setiap 7 hari untuk membuang gas panas yang terbentuk 6. Lama fermentase 21 s/d 60 hari. 7. Setelah 21 hari dapat dipaking di karung/atau plastik. 8. Pupuk dapat digunakan sebgai pupuk dasar di sawah atau bedeng sayur, tanaan bungga. Penggunaan: 1. Kebutuhan pupuk bokashi untuk 1 hektare sawah dapat menggunakan 10 ton 2. Untuk tanaman sayuran perpohon: 0,5-1 kg. 3. Untuk tanaman buah-buahan perpohon: 1-3 kg 4. Bunga: 2-3 kg 5. Tanaman umur panjang: 5 - 10 kg
PENUTUP Simpulan 72
Bidang pertanian dalam arti luas selalu menghasilkan limbah terutama limbah padat berupa sisa hasil tanaman atau ternak seperti jerami padi, palawija dan lain sebagainya. Limbah ini bila tidak mendapat penanganan yang memadai akan dapat menyebabkan pencemaran lingkungan. Namun bila limbah tersebut dapat ditangani secara benar dapat meningkatkan kesuburan tanah maupun produksi pertanian.Rendahnya produksi pertanian baik secara kuantitas dan kualitas saat ini dapat disebabkan oleh beberapa hal diantaranya: tanah-tanah
pertanian
telah
mengalami
kelelahan,
belum
diterapkannya teknologi pertanian secara benar dan konsisten serta pertanian belum dianggap sebagai suatu bisnis sehingga kurangnya keinginan yang lebih besar untuk meningkatkan hasil pertanian.Untuk itu dengan adanya pemanfaatan bahan organik menjadi bokashi menjadi salah satu solutif yang baik untuk ke depannya. Saran Berdasarkan potensi yang ada dan hasil data informasi mengenai manfaat bahan organik untuk dijadikan bokashi maka perlu ditingkat mengenai peran kelompok tani sekitar beserta petani agar kedepannya dapat terlaksa lebih baik lagi.Pemanfaatan ini berdampak positif
dan
sangat
bermanfaat
untuk
kedepannya
mengenai
keberadaan pertanian berkelanjutan.Kritikan dan masukan dari pembaca demi perbaikan data penelitian yang akan datang.
DAFTAR RUJUKAN Hardjowigeno, S. 1987. Ilmu Tanah. Jakarta: PT Mediyatama Sarana.
73
Kartadi. 2019. Dampak Penggunaan Pupuk dan Pestisida yang Berlebihan terhadap Kandungan Residu Tanah Pertanian Bawang Merah di Kecamatan Gemuh Kabupaten Kendal. Jurnal Kampus, 26 (1): 66-69. Lestari dan Muryanto. 2018. Analisis Beberapa Unsur Kimia Kompos Azollamycrophylla. Jurnal Ilmiah Pertanian, 14 (2): 12-18. Munamar, E. I. 2006. Pembuatan dan Aplikasi Pupuk Organik Padat. Seri Agro Tekno Penebar Swadaya, Cimanggis, Bogor. Nur. 2018. Pembuatan Pupuk Organik Cair Dari Sampah Organik Rumah Tangga Dengan Bioaktivator Em4 (Effective Microorganisms). Jurnal Ilmiah Pertanian, 14 (2): 56-61. Rahmawati. Bahan Organik Tanah. Tabun. 2017. Pemanfaatan Limbah Dalam Produksi Pupuk Bokhasi Dan Pupuk Cair Organik Di Desa Tuatuka Kecamatan Kupang Timur. Jurnal Ilmiah, 2 (2): 44-57.
74
BUDIDAYA JAGUNG MENGGUNAKAN SISTEM DOUBLE TRACK PADA LAHAN KERING DI NUSA TENGGARA TIMUR Claris Fransiska Tanmenu Politeknik Pembangunan Pertanian Malang Email : Ira.Tanmenu0302@gmail.com Abstrak : Artikel ini bertujuan menjelaskan bagaimana membudidayakan tanaman jagung dengan menggunakan sistem double track pada lahan kering di wilayah Nusa Tenggara Timur, yang dikenal sebagai wilayah dengan musim kemarau lebih panjang dibandingkan musim hujan. NTT memiliki Sumber Daya Alam berupa lahan kering yang sangat besar dibandingkan lahan basah sehingga peluang pengembangan jagung menjadi sentra utama bagi masyarakat. iklim kering tersebut dipengaruhi oleh musim kemarau lebih panjang, yaitu + 8 bulan (April sampai dengan November), sedangkan musim hujan hanya 4 bulan ( Desember sampai dengan Maret). Sistem Double Track merupakan salah satu inovasi yang diterapkan untuk mengimplementasikan tata tanam jagung dengan mengatur jarak tanam dan jumlah benih sehingga pertumbuhan dan perkembangan tanaman akan optimal, dan produksinya akan maksimal (Maria Helena Bere, 2019). Potensi yang dimiliki dari aspek Sumber Daya Manusia (SDM) untuk mengelola lahan adalah petani. Mereka telah memiliki pengalaman dalam membudidayakan tanaman yang menjadi makanan pokok keluarga.
Kata-kata kunci: budidaya jagung, lahan kering, NTT, sistem double track
Nusa Tenggara Timur dikenal sebagai daerah lahan kering iklim kering dengan salah satu komoditas yang menjadi andalan di Provinsi NTT adalah tanaman pangan jagung. Berbagai upaya telah dilakukan agar petani dapat meningkatkan pendapatannya melalui pengusahaan tanaman jagung, sehingga hasil yang diperoleh selain 75
untuk kebutuhan sehari-hari tapi juga dapat dijual. Salah satu terobosan yang sudah diperkenalkan di berbagai kelompok tani NTT adalah sistem tanam jalur ganda (Double Track) (Adriana Bire, 2020). Lahan kering di Nusa Tenggara Timur mempunyai potensi yang lebih besar dibandingkan lahan sawah sehingga peluang pengembangan lahan kering sangat terbuka untuk pengembangan komiditas unggulan salah satunya jagung. Salah satu persoalan yang ada diantara persoalan lainnya, yakni pola tanam yang masih konvensional menjadi salah satu kendala yang dialami petani. Untuk itu peneliti pertanian yang bernaung dibawah Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Provinsi NTT, terus melakukan penelitian dan uji coba teknologi untuk menghasilkan metode tata tanam yang efektif dalam peningkatan produksi jagung. Peneliti pertanian, Toni Basuki menemukan pola tanam model baru dengan nama Sistem Double Track atau jalur ganda. Tata tanam double track memiliki dua keunggulan dibanding tanam baris atau acak. Keunggulan yang pertama yaitu populasi tanaman menjadi 70.000 tanaman dimana produksi akan naik, kedua ruang diantara track dapat dimanfaatkan untuk menanam tanaman lainnya seperti ubi kayu, kacang tanah, bawang merah serta kacang hijau. Menurut Tony Basuki (2018), ada beberapa hal penting yang berhubungan dengan double track yaitu, (1) double track adalah salah satu opsi inovasi tata tanam jagung, (2) pola double track, menanam 1 biji/lubang untuk meningkatkan performa pertumbuhan dan produksi sejak perkecambahan hingga pengisian biji, (3) opsi ini dibuat atas realitas lapangan dimana dalam satu lubang tanam, ditambah lebih 76
dari 3 biji/lubang bahkan di Malaka ada sampai 10 biji/lubang, (4) double track adalah teknik menata persaingan hara, gas (co2 dan o2) dan cahaya matahari antar tanaman dalam satu lubang (sebelum) yang kemudian dengan cara dipisahkan (disapih) menjadi satu lubang satu biji, (5) dengan cara penataan ruang, justru telah meningkatkan populasi
menjadi
71.000
tanaman/hektar
dibandingkan
cara
konvensional tanam berbasis dengan jarak 80 × 40 cm yang populasinya 66.000 pertanaman, (6) double track berbeda dengan legowo 2:1 yang digunakan pada tanaman padi. Legowo lebih pada meningkatkan efek tepi sehingga memacu meningkatnya jumlah anakan per rumpun, sedangkan double track bukan mendapatkan efek tepi tapi menekan tingkat kompetisi terhadap tiga hal (hara, gas dan cahaya), (7) persamaan Legowo 2:1 dan double track terkesan bentuknya sama secara visual.
BUDIDAYA JAGUNG SISTEM DOUBLE TRACK Teknologi pola tanam double track merupakan sebuah terobosan pola tanam yang baru dilkembangkan di Wilayah Nusa Tenggara Timur. Pola tanam ini dinilai sangat menguntungkan dari segi produksi dan produktifitas khusus untuk komoditi jagung, karena populasi tanaman jagung dalam luasan lahan satu hektar mencapai 77.000 pohon. Berbeda dengan pola tanam baris biasa hanya sekitar 55.000-66.000 pohon. Iplementasi pengembangan double track terluas saat ini diadakan di Kabupaten Malaka melalui program Revolusi Pertanian Malaka (RPM) pemerintah Malaka. Sementara di Kabupaten Kupang metode ini diterapkan melalui program Kajiterap
77
dikalangan penyuluh pertanian dan beberapa kelompok tani di Kecamatan Sulamu. Menurut Suryawati (2015), penduduk NTT yang sebagian besar bekerja disektor pertanian dengan tingkat pendidikan yang rendah memiliki berbagai keterbatasan dalam berusaha tani. Selain itu karena keterbatasan sumber air menyebabkan usaha tani umumnya dilakukan dengan cara berladang dilahan kering yang disesuikan dengan kondisi musim. Petani mengelola lahannya dengan menanam berbagai macam tanaman sebagai sumber pangan keluarga terutama jagung. Keterbatasan pengetahuan dan teknologi yang dimiliki petani menyebabkan budidaya jagung dilakukan secara tradisional. Petani NTT tergolong petani subsistem yaitu petani yang melakukan usahatani untuk konsumsi sendiri sehingga mereka hanya melakukan usaha tani pada lahan yang sempit. Hasil budidaya yang dijual hanya kelebihan dari yang dikonsumsi keluarga, oleh karena itu pengembangan
teknologi
double
track
sangat
meningkatkan
produktifitas pertanian jagung sehingga bisa di pasarkan dengan baik.
PEMANFAATAN LAHAN KERING DI NTT Wilayah Nusa Tenggara Timur merupakan daerah dengan musim kemarau sangat kering, bahkan selama empat bulan tidak pernah terjadi hujan dan walupun terjadi hujan jumlahnya tidak lebih dari 290 mm, bahkan lebih sering dibawah 100 mm. Menurut Ichwan (2010), minimnya curah hujan di NTT dipengaruhi oleh posisi NTT yang dekat dengan Australia, dimana arus angin yang banyak mengandung uap air dari Asia dan Samudra Pasifik ketika sampai di wilayah NTT kandungan uap airnya sudah berkurang, akibatnya hari 78
hujan di NTT tidak maksimal. Keadaan ini menjadikan NTT sebagai wilayah kering dimana hanya empat bulan yang keadannya relatif basah dan delapan bulan lainnya relatif kering. Untuk itu petani memanfaatkan lahan kering yang tersedia untuk menanam jagung sebagai komoditas utama masyarakat NTT. Besarnya peranan jagung bagi kesejahteraan penduduk telah mendorong pemerintah daerah untuk membuat program peningkatan produksi jagung. Hal ini telah diimplementasikan melalui salah satu prioritas program yaitu “GEMA AGUNG” (Gerakan Masyarakat Agribisnis Jagung). Program ini dilaksanakan dari tahun 2009 sampai tahun 2013. Kebijakan program dituangkan dalam kesepakatan antara pemerintah provinsi dengan pemerintah kabupaten. Kesepakatan (MoU) ini didukung oleh alokasi anggaran publik yang lebih besar untuk mempercepat peningkatan kesejahteraan. Anggaran untuk program disebut Anggaran Untuk Rakyat Menuju Sejahtera (Anggur Merah) tertuang dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) NTT dan dijabarkan pada Rencana Strategis Satuan Kerja Perangkat Daerah untuk pengembangan jagung di NTT melalui strategi perluasan areal tanam. Hasil program menunjukan adanya peningkatan produksi jagung walaupun program belum mampu menjadikan NTT sebagai pronvinsi jagung. Program peningkatan produksi jagung ditetapkan karena berbagai alasan, yaitu (1) Produksi jagung petani masih rendah, (2) Produksi jagung belum mencukupi kebutuhan, dan (3) Potensi lahan tidur yang belum dimanfaatkan masih luas. Jagung menjadi komoditas sentral dari program Pemda NTT karena jagung merupakan produk unggulan Nasional. Selain itu NTT adalah 79
provinsi terbesar ke enam penghasil jagung dan ditetapkan sebagai salah satu dari delapan provinsi sentra produksi jagung di Indonesia. Pandangan dari aspek ekonomi juga menempatkan jagung sebagai komoditas multiguna yaitu sebagai bahan pangan dan juga sebagai bahan baku industri. Kebutuhan jagung terus meningkat sedangkan produksi dalam negeri belum mampu memenuhi kebutuhan nasional. Maka pemerintah NTT mendukung serta membantu petani dalam meningkatkan produksi dan produktifitas jagung melalui inovasi baru yaitu metode Daouble Track. Dengan adanya metode ini maka para petani dapat meningkatkan produktifitas tanaman jagung secara maksimal.
TEKNIK PENANAMAN JAGUNG DOUBLE TRACK Pola Double Track yaitu menanam 1 biji/lubang untuk meningkatkan
performa
pertumbuhan
dan
produksi
sejak
perkecambahan hingga pengisian biji. Opsi ini dibuat atas realitas lapangan dimana dalam satu lubang tanam, ditanam lebih dari 3 biji/lubang bahkan di Kabupaten Malaka ada mencapai 10 biji/lubang. 1. Persiapan Lahan dan waktu tanam Sebelum melakukan penanaman maka biasanya petani akan melakukan pembersihan lahan dari tunggul-tunggul (rumput-rumputan,
semak)
yang
dapat
menggangu
tanaman proses
pertumbuhan dan perkembangan benih jagung. Pekerjaan ini biasanya dilakukan satu atau dua bulan sebelum musim tanam (sebelum musim hujan datang). Setelah itu, tanah bisa diolah menggunakan traktor atau biasanya menggunakan pacul apabila tekstur tanah mengeras. 80
Idelanya sebelum tanam, tanah perlu diberi pupuk kandang disesuikan dengan luas lahan atau kondisi lahan yang akan ditanami, sehingga tanaman dapat tumbuh subur. Penentuan waktu tanam dapat dilakukan dua cara yaitu, cara pertama adalah cara konvensional yang berdasarkan jumlah curah hujan. Dimana, jika curah hujan sudah beberapa kali datang (tiga sampai empat kali) berturut-turut, maka sudah bisa memutuskan untuk melakukan penanaman. Cara kedua yaitu dengan metode penentuan waktu menggunakan TBR. Dimana, membiarkan gulma tumbuh setinggi minimal 10 cm walaupun hujan sudah turun beberap kali, maka jagung segera ditanam dalam kondisi kepadatan gulma yang tinggi. Setelah selesai menanam segera disemprot dengan herbisida gilfosat (Hosang, Basuki, 2015), Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Peneliti BPTP NTT. 2. Persiapan Benih dan Penanaman Benih bermutu yang berasal dari varietas unggul sangat menentukan produktivitas jagung yang akan dihasilkan. Varietas unggul baru cukup banyak yang sudah dilepas Badan Litbang Pertanian. Varietas unggul baru yang cukup adaptif yakni, Lamuru dan Piet Kuning untuk jagung kuning dan jagung putih adalah Var. Anoman. Untuk jenis hibrida menggunakan Bima 4 dan Bima 9 URI. Ciri-ciri benih yang baik adalah: (1) bebas hama dan penyakit, (2) daya tumbuh diatas 80%, (3) biji sehat, berisi dan tidak keriput serta tidak mengkilat, (4) Tidak bercampur dengan varietas lain, (5) penampilan tanaman seragam, (6) kebutuhan benih jagung dilahan kering A+25 kg/ha.
81
Tata tanam double track merupakan salah satu inovasi yang diterapkan untuk mengimplementasikan tata tanam jagung dengan mengatur jarak tanam dan jumlah benih sehingga pertumbuhan dan perkembangan tanaman akan optimal, dan produksinya akan maksimal (Maria Helena Bere). Penanaman dengan teknologi double track dimana jarak tanam 40 cm (20 cm × 40 cm) × 90 cm, penanaman dilakukan 1 biji per lubang tanam. 3. Pemupukan Pemupukan dilakukan yaitu menggunakan pupuk NPK dan Urea dengan dosis NPK 200kg/ha, urea 200 kg/ha. Pemupukan pertama dilakukan pada umur 10-14 hari, sudah dilakukan dengan 1/3 dosis sekitar 67 kg urea dicampur dengan setengah bagian NPK (100 kg) jadikan satu, ditambah Furadan 3G 2 kg dan ditugal, dimasukan kedalam lubang, dimana ketika dicampur pada hari itu juga pupuk harus habis terpakai, tanpa ada sisa pupuk karena dapat menyebabkan cair dan tidak dapat berfungsi lagi pada tanaman. Pemupukan kedua pada umur 34-40 hari dengan dosis yang tersisa pupuk pertama, 2/3 bagian urea (133 kg) ditambah dengan ½ bagian NPK (100 kg) dan 1 kg furadan 3 gram. Pemupukan diberikan disamping larikan, tiap pohon diberikan 5-7 gram atau satu sendok makan. Pupuk organik juga dibutuhkan sebagai penyubur tanah sekaligus meningkatkan kandungan bahan organik yang akan meningkatkan efisiensi penyerapan pupuk anorganik yang diberikan. Dosis pupuk kandang yang diberikan disesuikan dengan kebutuhan lahan. Pupuk organik terdiri atas bahan organik sisa tanaman, kotoran hewan, pupuk hijau dan kompos (humus), yang telah mengalami proses pelapukan berbentuk padat atau cair. Pemberian pupuk 82
organik dan pupuk kimia dalam bentuk dan jumlah yang tepat sangat penting untuk keberlanjutan pemanfaatan lahan secara intensif. 4. Pemeliharaan Pemeliharaan tanaman meliputi penyiangan (sanitasi), pembumbunan, pengaturan drainase dan aerasi. Pertumbuhan jagung akan lebih baik apabila tidak terjadi persaingan dengan gulma dalam mendapatkan unsur hara, maka kebiasaan petani setelah menanam akan membersihkan lahan yang sudah ditanami jagung. Pengendalian hama sering dilakukan agar tanaman budidaya tidak terganggu saat proses pertumbuhan berlangsung. Hama yang sering mengganggu tanaman jagung adalah penggerek batang, lalat bibit, yang disebut hama utama. Sedangkan beberapa hama lain seperti penggerek daun, belalang, penggerek tongkol dan kutu daun disebut hama kedua. Penyakit yang paling penting menyerang tanaman jagung yaitu bulai, hawar daun, busuk pelepah, bercak daun, busuk tongkol dan busuk batang. Beberapa upaya yang dilakukan untuk menanggulangi hama dan penyakit pada tanaman jagung adalah sebagai berikut: (1) penanaman varietas yang toleran terhadap hama atau penyakit utama, (2) pemusnahan tanaman yang sakit, (3) pengaturan pola tanam, (4) penggunaan fungisida cukup efektif untuk mencegah perkembangan penyakit bulai panen dan pasca panen, (5) penggunaan pestisida nabati dapat mengurangi hama dan penyakit pada tanaman jagung. 5. Pemanenan Pemanenan dapat dilakukan 3 bulan setelah hari penanaman. Jagung kering siap dipanen apabila telah terbentuknya lapisan hitam diujung biji dan kulit tongkol sudah mengering. Kebiasaan masyarakat NTT setelah panen yaitu akan di persembahkan ke gereja 83
dan rumah adat sebagai bentuk rasa syukur. Setelah itu masyarakat dapat mengonsumsi hasil panen mereka ataupun dijual nantinya. Selain jagung untuk dikonsumsi oleh masyarakat, batang jagung pun dapat diberikan kepada ternak sebagai pakan ternak.
PENUTUP Simpulan Budidaya jagung dengan menggunakan Sistem Double Track pada lahan kering di daerah Nusa Tenggara Timur merupakan potensi yang dimiliki untuk meningkatkan produktifitas pertanian lahan
kering.
Tanaman
jagung
merupakan
makanan
pokok
masyarakat NTT, sehingga peluang pengembangan jagung terus dilakukan oleh masyarakat pada musim hujan maupun musim kemarau. Tanaman jagung mampu tumbuh disegala jenis tanah, dengan jumlah hujan yang terbatas tanaman jagung mampu beradaptasi dengan baik sehingga tidak begitu sulit untuk proses penanaman hingga pemanenan. Budidaya jagung di NTT sudah menjadi tradisi yang selalu dilakukan oleh masyarakat, karena selain sebagai kebutuhan pokok, batang jagung juga dapat dimanfaatkan sebagai pakan ternak. Saran Ketersediaan lahan kering di NTT sangat luas, sehingga peluang pengembangan jagung masih terbuka lebar, serta diharapkan kepada seluruh masyarakat dapat menerapkan teknologi double track sehingga dapat meningkatkan produktifitas jagung di NTT. Untuk itu masyarakat NTT harus bisa mengelola lahan dengan baik sehingga bisa mengurangi lahan tidur yang ada. Dalam proses penanaman 84
penggunaan pupuk organik sangat meningkatkan potensi hasil panen, untuk itu kebiasaan menggunakan pupuk organik oleh masyarakat jauh lebih bermanfaat dibandingkan penggunaan pupuk anorganik yang berlebihan.
DAFTAR RUJUKAN Adriana Bire. 2020. Sistem Tanam Jalur Ganda Double Track Mendominasi Kegiatan Usahatani Jagung di NTT. Basuki. 2018. Double Track Inovasi Baru Metode Tanam Varietas Jagung. Hasil Kajian Peneliti. NTT. Helena Bere. 2019. Teknik Penanaman Jagung Dengan Tata Tanam Double Track. Hosang, Basuki. 2015. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Peneliti BPTP NTT. Ichwan. 2013. Kondisi Iklim Provinsi Nusa Tenggara Timur. Suryawati. 2015. Pembelajaran Kontekstual Berbasis Inquiry Training Pendidikan Vokasional Pertanian pada Kompetensi Pemanfaatan
Potensi
Indonesia.
85
Lokal.
Universitas
Pendidikan
SISTEM TANAM JAJAR LEGOWO UNTUK MENINGKATKAN PRODUKTIVITAS TANAMAN PADI DI DESA KEDUNGPUTRI KECAMATAN PARON KABUPATEN NGAWI Destya Romdhotus Samsiyah Politeknik Pembangunan Pertanian Malang Email : destya.samsiyah04@gmail.com ABSTRAK:
Artikel ini bertujuan mendeskripsikan keuntungan penerapan sistem tanam jajar legowo guna meningkatkan produktivitas pada penanaman padi. Penerapan sistem tanam jejer legowo sebagai salah satu cara meningkatkan keuntungan petani padi, sehingga para petani harus mengetahui keuntungan penanaman padi dengan menerapkan sistem tanam jajar legowo. Jadi, diharapkan dengan keuntungan penerapan sistem tanam jajar legowo ini petani banyak yang menerapkan sistem tanam jajar legowo pada tanaman padi mereka.
Kata-kata kunci: desa kedungputri kecamatan paron kabupaten ngawi, pananaman padi, sistem tanam jajar legowo
Indonesia mengandalkan
dikenal sektor
sebagai
pertanian
negara
baik
agraris,
sebagai
sehingga
sumber
mata
pencaharian maupun sebagai penopang pembangunan. Sektor pertanian meliputi subsektor tanaman pangan, subsektor holtikultura, subsektor perikanan, subsektor peternakan, dan subsektor kehutanan. Pertanian merupakan salah satu sektor yang sangat dominan dalam pendapatan masyarakat di Indonesia karena mayoritas penduduk Indonesia bekerja sebagai petani. Menurut Khairudin dalam Syamsyul Bahri (2017), salah satu subsektor pertanian yang sangat penting adalah subsektor tanaman pangan, karena pangan merupakan kebutuhan pokok masyarakat Indonesia. Kebutuhan pangan akan 86
meningkat dikarenakan setiap tahun jumlah peduduk Indonesia terus meningkat, namun produksi pangan dari periode ke periode semakin lama semakin menurun. Penyebab dari kurangnya jumlah produksi ini yaitu dikarenakan sumber daya manusia yang masih rendah dalam mengelola lahan pertanian dan hasilnya. Menurut Julistia Bobihoe dalam Syamsyul Bahri (2017), pemerintah memberikan perhatian khusus terhadap subsektor tanaman pangan guna menjamin ketahanan pangan nasional. Salah satu komoditi tanaman pangan yang sangat penting adalah komoditas tanaman padi. Tanaman padi merupakan salah satu bahan makanan pokok
masyarakat
Indonesia.
Padi
menjadi
prioritas
dalam
menunjang program pertanian, sehingga mendapatkan perhatian serius dari pemerintah supaya produktivitasnya banyak. Salah
satu
upaya
pemerintah
dalam
meningkatkan
produktivitas padi yaitu dengan menggunakan sistem tanam jajar legowo. Namun sistem tanam jajar legowo ini belum banyak dilakukan oleh petani, sehingga belum bisa mengoptimalkan produktivitas tanaman padi. Di Desa Kedungputri yang memiliki luas lahan pertanian sekitar 650 Ha, namun yang menggunakan sistem tanam jajar legowo baru sekitar 10 Ha. Selama ini petani di Desa Kedungputri masih menggunakan sistem tanam tradisional (tegel). Dimana jarak tanam yang digunakan hanya (20 x 20 cm) atau (25 x 25 cm) setiap sisinya. Menurut Julistia Bobihoe dalam Syamsyul Bahri (2017), kondisi jarak tanam yang sempit tumbuhan akan mengalami penurunan jumlah anakan dibandingkan tanaman padi yang memiliki jarak tanam lebar. Salah satu inovasi teknologi
87
pertanian yang mengutamakan jarak tanam dalam membudidayakan tanaman padi adalah sistem tanam jajar legowo. Sistem jajar legowo adalah pola tanam yang berselang seling antara dua atau lebih (biasanya dua atau empat) baris tanaman padi dan satu baris kosong. Istilah Legowo diambil ambil dari bahasa jawa, yaitu berasal dari kata “lego” berarti luas dan “dowo” berarti memanjang. Legowo diartikan pula sebagai cara tanam padi sawah yang memiliki beberapa barisan dan diselingi satu barisan kosong. Istilah tersebut kemudian digunakan pada cara tanam padi sawah sejak tahun 1996 (Departemen Pertanian, 2013). Berdasarkan uraian diatas, maka diambil judul “Sistem Tanam Jajar Legowo untuk Meningkatkan Produktivitas Tanaman Padi di Desa Kedungputri Kecamatan Paron” sebagai upaya dalam memberitahukan petani manfaat-manfaat atau kegunaan sistem tanam jajar legowo dalam meningkatkan produktivitas tanaman padi mereka.
PRODUKTIVITAS
PADI
DI
DESA
KEDUNGPUTRI
KECAMATAN PARON KABUPATEN NGAWI Desa Kedungputri merupakan salah satu desa di Kecamatan Paron Kabupaten Ngawi yang komoditas utamanya yaitu padi dengan luas lahan sekitar 650 Ha. Masyarakat di Desa Kedungputri saat ini sebagian besar masih menggunakan sistem tanam padi secara tradisional atau biasa disebut sistem tegel. Dimana jarak tanam yang digunakan hanya (20 x 20 cm) atau (25 x 25 cm) setiap sisinya. Dengan penerapan sistem tegel tersebut produktivitas tanaman di Desa Kedungputri hanya menghasilkan sekitar 2900 ton setiap musim
88
panen. Karena produktivitas dengan menggunakan sistem tegel ini hanya sekitar 4,6 ton setiap hektarenya. Seharusnya produktivitas padi di Desa Kedungputri masih bisa terus ditingkatkan, namun karena petani padi di Desa Kedungputri
Kecamatan
Paron
kabupaten
Ngawi
masih
menggunakan sistem tanam tradisional atau begel produktivitas padi sulit untuk ditingkatkan. Pengetahuan petani mengenai sistem tanam padi jenis lainnya masih terbatas, sehingga produktivitasnya sulit untuk naik. Berdasarkan kondisi produktivitas padi di Desa Kedungputri Kecamatan Paron Kabupaten Ngawi, sebagai langkah untuk menambah produktivitas tanaman padi maka digunakan sistem tanam jajar legowo.
SISTEM TANAM JAJAR LEGOWO Menurut Yunizar et al dalam Ikhwani et al (2013:73), sistem jajar legowo (tajarwo) merupakan sistem tanam yang memperhatikan larikan tanaman dan merupakan tanam berselang-seling antara dua atau lebih baris tanaman padi dan satu baris kosong. Tujuannya agar populasi tanaman per satuan luas dapat dipertahankan dan ditingkatkan. Sedangkan menurut Departemen Pertanian (2013:4), Sistem tanam jajar legowo adalah pola bertanam yang berselangseling antara dua atau lebih (biasanya dua atau empat) baris tanaman padi dan satu baris kosong. Istilah Legowo di ambil dari bahasa jawa, yaitu berasal dari kata “lego” berarti luas dan “dowo” berarti memanjang. Legowo di artikan pula sebagai cara tanam padi sawah yang memiliki beberapa barisan dan diselingi satu barisan kosong. Baris tanaman (dua atau lebih) dan baris kosongnya (setengah lebar 89
di kanan dan di kirinya) disebut satu unit legowo. Bila terdapat dua baris tanam per unit legowo maka disebut legowo 2:1, sementara jika empat baris tanam per unit legowo disebut legowo 4:1, dan seterusnya. Menurut Departemen Petrtanian (2013:6), sistem tanam jajar legowo merupakan suatu rekayasa teknologi untuk mendapatkan populasi tanaman lebih dari 160.000 per hektar. Prinsip sistem tanam jajar legowo yaitu meningkatkan populasi dengan cara mengatur jarak tanam. Selain meningkatkan populasi juga mampu menambah kelancaran sirkulasi sinar matahari dan udara disekeliling tanaman pinggir sehingga tanaman lebih bisa berfotosintesis dengan baik dan bisa menghasilkan gabah lebih tinggi. Penerapan sistem tanam jajar legowo disarankan menggunakan jarak tanam (25 x 25) cm antar rumpun dalam baris; 12,5 cm jarak dalam baris; dan 50 cm sebagai jarak antar barisan/lorong atau ditulis (25 x 12,5 x 50) cm. 1. Sistem Jajar Legowo 2 : 1 Menurut Departemen Pertanian (2013:7), sistem tanam jajar legowo 2:1 akan menghasilkan jumlah populasi tanaman per ha sebanyak 213.300 rumpun, serta akan meningkatkan populasi 33,31% dibanding pola tanaman tegel (25 x 25) cm yang hanya 160.000 rumpun/ha. Dengan pola 2 : 1 ini, seluruh barisan tanaman akan mendapat tanaman sisipan. 2. Sistem Jajar Legowo 4 : 1 Sistem jajar legowo 4 : 1 ini memiliki dua tipe. Tipe yang pertama yaitu pada keseluruhan baris mendapat sisipan. Menurut Departemen Pertanian (2013:7), pola ini cocok diterapkan pada kondisi lahan yang kurang subur. Populasi tanaman yang akan 90
diperoleh yaitu 256.000 rumpun per ha. Sedangkan tipe yang kedua yaitu sisipan hanya terletak pada kedua barisan pinggir. Menurut Departemen Pertanian (2013:7), populasi tanaman yang didapatkan pada pola ini yaitu 192.712 rumpun per ha. Dan pola ini cocok diterapkan pada lahan yang subur. Menurut Ikhwani (2013:73), pengaturan sistem tanam ternyata menentukan kuantitas dan kualitas rumpun tanam padi, yang kemudian bersama populasi atau jumlah rumpun tanaman per satuan luas berpengaruh terhadap hasil tanaman. Namun beberapa faktor juga mempengaruhi diterapkannya suatu jarak tanam oleh petani di suatu wilayah sebagai berikut : 1. Ketersediaan tenaga kerja 2. Ketersediaan benih 3. Kemudahan operasional di lapang 4. Penyuluhan tentang jarak tanam 5. Kondisi wilayah
Menurut Warjido et al dalam Ikhwani (2013:73), penggunaan jarak tanam pada dasarnya merupakan pemberian kemungkinan tanaman untuk tumbuh dengan baik tanpa mengalami banyak persaingan dalam hal mengambil air, unsur-unsur hara, dan cahaya matahari. Jarak tanam yang tepat penting dalam pemanfaatan cahaya matahari secara optimal untuk proses fotosintesis. Dalam jarak tanam yang tepat, tanaman akan memperoleh ruang tumbuh yang seimbang. Dengan menggunakan sistem tanam jajar legowo ini produktivitas tanaman padi bisa mengalami peningkatan yang disebabkan oleh beberapa hal :
91
1. Jarak tanam lebar memberikan peluang varietas tanaman mengekspresikan potensi pertumbuhannya (Pratiwi et al dalam Ikhwani, 2013:74) 2. Sistem tanam jajar legowo menjadikan semua tanaman menjadi tanaman pinggir. Sehingga semua tanaman akan memperoleh sinar matahari lebih banyak, sirkulasi udara yang lebih baik, dan tanaman akan memperoleh unsur hara yang lebih banyak dibandingkan sistem tanam tegel (Mujisihono dalam Yuzniar dalam Ikhwani, 2013 : 74). Dari hal-hal diatas menyebabkan padi dengan sistem tanam jajar legowo akan memberikan hasil yang lebih banyak jika dibandingkan dengan sistem tanam tradisional (tegel). PENUTUP Simpulan Sistem tanam jajar legowo merupakan salah satu teknologi pertanian guna meningkatkan produktivitas tanaman. Sistem jajar legowo ini memiliki beberapa versi penanaman. Dengan penerapann sistem tanam jajar legowo maka petani di Desa Kedungputri Kecamatan Paron Kabupaten Ngawi memiliki peluang untuk meningkatkan produktivitas hasil pertanian tanaman padi sehingga para petani juga akan mendapatkan penghasilan yang lebih. Saran Diharapkan tulisan ini dapat memberikan alternatif bagi petani di Desa Kedungputri Kecamatan Paron Kabupaten Ngawi guna meningkatkan produktivitas tanaman padi mereka. Penulis berharap apa yang ditulis di atas merupakan bentuk pemikiran yang belum 92
sepenuhnya mengalami uji coba. Atas dasar itu, pemikiran yang telah ditulis diharapkan dapat menambah keinginan petani dalam menggunakan sistem tanam jajar legowo pada tanaman padi mereka.
DAFTAR RUJUKAN Bahri, Syamsul. 2017. Faktor-faktor yang Berhubungan dengan Keputusan Petani dalam Menerapkan Sistem Tanam Jajar Legowo Padi Sawah di Kecamatan Jambi Luar Kota Kabupaten Muaro Jambi. https://repository.unja.ac.id/1183/, diakses pada tanggal 1 Januari 2021. Departemen
Pertanian.
2013.
http://sidolitkaji.litbang.pertanian.go.id/i/files/SistemTanamLe gowo.pdf, diakses pada tanggal 5 Januari 2021. Falcon, Agung. “Jarak Tanam” Youtube, 25 Juli 2017, Sumber : https://youtu.be/qyGpvVupxbE. Diakses pada tanggal 6 Januari 2021. Ikhwani, dkk. 2013. Peningkatan Produktivitas Padi Melalui Penerapan Jarak Tanam Jajar Legowo. Iptek Tanaman Pangan, 8 (2).
93
PENGOPTIMALAN PENGGUNAAN PEKARANGAN MELALUI BUDIDAYA TANAMAN SAYURAN SECARA HIDROPONIK Devi Dwi Ariyanti Politeknik Pembangunan Pertanian Malang Surel: devidwiariyanti9@gmail.com ABSTRAK:
Artikel ini bertujuan mendeskripsikan budidaya tanaman sayuran pada pekarangan secara hidroponik. Penerapan sistem hidroponik ini sebagai upaya untuk mengoptimalkan penggunaan pekarangan sempit sekaligus mewujudkan kemandirian pangan dalam rumah tangga. Tanaman sayuran menjadi fokus utama karena memiliki kemudahan jika dikombinasikan dengan sistem hidroponik. Selain itu, petani saat ini lebih banyak mengembangkan pertanian padi sehingga kebutuhan sayuran semakin menipis. Jadi diharapkan tema atau topik yang dipilih dapat sesuai dengan keadaan sosial masyarakat. Sistem hidroponik dapat dijadikan acuan untuk membentuk kawasan rumah pangan lestari yang dapat meningkatkan penghasilan masyarakat meskipun hanya melalui pekarangan rumah.
Kata-kata kunci: budidaya, hidroponik, pekarangan, tanaman sayuran
Peningkatan
penduduk
yang
banyak
terjadi
saat
ini
mendorong semakin meluasnya alih fungsi lahan. Desa Sambiroto, Kecamatan Kapas, Kabupaten Bojonegoro menjadi salah satu bukti bahwa alih fungsi lahan pertanian menjadi perumahan semakin marak terjadi. Hal ini mengakibatkan penurunan lahan pertanian yang secara tidak langsung akan berpengaruh terhadap ketersediaan bahan pangan. Oleh karena itu, masyarakat dituntut untuk mampu memenuhi kebutuhan pangan secara mandiri agar tidak bergantung terhadap ketersediaan pangan di pasaran yang semakin menipis. 94
Pengoptimalan pekarangan melalui budidaya tanaman sayuran secara hidroponik menjadi salah satu langkah awal untuk mengatasi permasalahan tersebut. Potensi lahan pekarangan untuk menambah produktivitas hasil pertanian cukup besar di Indonesia. Lahan pekarangan berpotensi untuk dimanfaatkan sebagai Kawasan Rumah Pangan Lestari (KRPL). Selain itu, pemanfaatan lahan pekarangan ini dapat menambah penghasilan masyarakat jika pengelolaannya dilakukan secara intensif. Masyarakat dapat dengan mudah untuk senantiasa berproduktif meskipun hanya di rumah saja. Anggapan bahwa pekarangan yang dapat dimanfaatkan untuk budidaya tanaman adalah pekarangan yang luas. Sedangkan pekarangan sempit masih jarang dimanfaatkan dan sebatas ditanami rumput atau tanaman hias saja. Padahal dengan teknologi yang sederhana masyarakat dapat menanami pekarangan mereka dengan berbagai jenis tanaman konsumsi. Selain itu, sistem pengelolaan komoditas tanaman khususnya sayuran, masih menggunakan tanah sebagai media tanam. Hal ini merupakan kendala jika lahan pekarangan yang sempit tidak mempunyai tanah sebagai media tanam dan waktu terbatas bagi pemilik rumah untuk memelihara tanaman karena kesibukan lainnya. Untuk mengatasi permasalahan tersebut diperlukan sistem budidaya hidroponik. Hidroponik merupakan sistem budidaya yang menggunakan media tanam selain tanah. Hidroponik mempunyai banyak keunggulan diantaranya pemakaian pupuk lebih hemat, produksi tanaman lebih tinggi, kualitas tanaman lebih baik dan beberapa tanaman dapat ditanam di luar musim . Tanaman yang 95
sering dibudidayakan dengan sistem hidroponik adalah tanaman sayuran karena batang sayur-sayuran tidak terlalu besar dan berat. Saat ini ketersediaan sayuran di pasaran semakin menipis jika dibandingkan dengan beras. Padahal sayuran juga sumber makanan yang menyediakan nutrisi lengkap untuk kepentingan tubuh. Menurut data Badan Ketahanan Pangan Kementerian Pertanian dalam Anis Wahyuningsih (2016:596), sasaran konsumsi sayur penduduk Indonesia perkapita tahun 2011-2015 menunjukkan pertumbuhan 7,0 %
per
tahun. Ini membuktikan bahwa pengoptimalan
pekarangan melalui budidaya tanaman sayuran secara hidroponik perlu dilakukan untuk memenuhi kebutuhan pangan masyarakat secara mandiri.
OPTIMALISASI PENGGUNAAN PEKARANGAN Menurut Sajogyo (1994), pekarangan adalah sebidang tanah di sekitar rumah yang masih diusahakan secara sambilan. Simatupang dan Suryana (1989) menyatakan bahwa pekarangan berasal dari kata “karang”
yang
berarti
tanaman
tahunan
(perennial
crops).
Pekarangan dicirikan oleh adanya rumah tinggal yang tetap, sehingga tidak berlaku untuk permukiman yang berpindah-pindah. Oleh karena letaknya yang berada di sekitar rumah, maka pekarangan merupakan lahan yang mudah diusahakan oleh seluruh anggota keluarga dengan memanfaatkan waktu luang yang tersedia. Pekarangan juga merupakan agroekosistem yang baik dan mempunyai potensi cukup besar dalam pemenuhan kebutuhan hidup masyarakat. Bahkan jika dikembangkan jauh lagi akan memberikan pendapatan ekonomi
96
rumah tangga, kesejahteraan masyarakat sekitar, dan pemenuhan kebutuhan pasar. Berdasarkan pengamatan, kondisi pekarangan pada saat ini baik di daerah pedesaan maupun daerah perkotaan belum mendapat perhatian sepenuhnya. Seperti yang kita ketahui bersama, banyak sekali masyarakat desa yang mempunyai lahan pekarangan luas membiarkan pekarangan tidak terpakai begitu saja. Banyaknya pekarangan
yang
terlantar
dikarenakan
kurangnya
kesadaran
masyarakat pemilik rumah dalam berinovasi. Para masyarakat lebih memilih untuk menjadikan pekarangan sekadar tempat memelihara hewan ternak, seperti ayam yang justru akan membuat kondisi lahan menjadi kotor. Selain itu, masyarakat desa banyak yang membiarkan pekarangan rumahnya tidak terawat sehingga ditumbuhi banyak tanaman penganggu, seperti tanaman lumut dan tanaman paku karena kebiasaan malas untuk menjaga lingkungan tempat tinggal. Dari segi permukiman masyarakat perkotaan pengoptimalan penggunaan lahan pekarangan relatif masih terbatas sehingga pengembangan berbagai kreativitas dengan lahan pekarangan belum banyak berkembang. Masyarakat kota beranggapan bahwa lahan pekarangan sempit yang dimiliki menjadi penghalang mereka untuk berinovasi. Mereka berpikir jika hendak melakukan kegiatan berkebun atau budidaya haruslah membutuhkan media dan peralatan yang rumit. Selain itu, banyaknya kesibukan kerja menjadikan mereka tidak mempunyai waktu untuk merawat lahan pekarangan rumah dengan baik. Kondisi penggunaan pekarangan yang belum optimal juga disebabkan
adanya
berbagai 97
kendala
pengoptimalan
lahan
pekarangan dari faktor eksternal. Saptana, (2011) dalam hasil penelitiannya menyatakan bahwa terkait dengan kawasan rumah pangan lestari atau KRPL secara umum permasalahan yang dihadapi dalam pengoptimalan lahan pekarangan adalah: pilihan jenis komoditas dan bibit terbatas, kurang tersedianya teknologi budidaya spesifik lahan pekarangan, kurang tersedianya teknologi panen dan pasca panen komoditas pangan lokal, bersifat sambilan, serta hanya untuk memenuhi kebutuhan rumah tangga dan belum berorientasi pasar. Hal ini juga berkaitan dengan adanya pandangan masyarakat bahwa pekarangan sebagai lahan budidaya kurang menjanjikan dan bermanfaat jika dibandingkan lahan sawah yang sudah jelas keuntungannya. Bayangkan saja lahan sawah dapat panen padi tiga kali dalam setahun, dimana setiap satu kali panen petani mendapat keuntungan lebih dari 50 juta. Sedangkan jika memanfaatkan pekarangan membutuhkan biaya dan perawatan ekstra. Namun, dari segi keuntungan sangat rendah yakni hanya berkisar 5-10 juta. Ini membuktikan adanya perbandingan keuntungan yang cukup jauh. Sehingga tidak heran para masyarakat tertarik untuk mengoptimalkan sawah daripada pekarangan. Untuk itu perlu pemilihan berbagai teknik atau sistem budidaya yang sesuai agar masyarakat mampu menggunakan lahan pekarangan secara optimal dengan menghasilkan keuntungan maksimal. Pengoptimalan pekarangan adalah pekarangan yang dikelola melalui pendekatan terpadu. Pengoptimalan lahan pekarangan dapat dilakukan dengan memperhatikan tiga model penanaman yaitu penanaman secara konvensional, penanaman dengan menggunakan pot dan penanaman secara vertikultur, seperti sistem hidroponik. 98
Penanaman konvensional adalah penanaman secara langsung di tanah dan prinsipnya sama dengan berkebun sayuran biasa. Sementara penanaman dengan menggunakan pot adalah sebuah alternatif untuk memperbanyak jumlah tanaman dan jenis sayuran yang diusahakan, sedangkan penanaman vertikultur adalah pola bercocok tanam yang menggunakan wadah tanam untuk mengatasi keterbatasan lahan. Sedangkan hal yang paling penting dalam pengoptimalan lahan pekarangan
rumah
menjadi
lahan
budidaya
tanaman
harus
memperhatikan kesiapan alat dan bahan yang mewadai. Banyak sekali manfaat yang dapat dirasakan dari adanya fungsi lahan pekarangan rumah jika kita mampu melakukan pengoptimalan lahan dengan baik. Menurut Sopiah (2006), lahan pekarangan memiliki beberapa fungsi sebagai berikut : 1. Fungsi Lumbung Hidup Pekarangan biasanya dapat membantu pemilik rumah menyediakan sumber pangan yang hidup seperti: tanaman palawija dan tanaman holtikultura. 2. Fungsi Warung Hidup Pekarangan menyediakan berbagai jenis tanaman yang setiap saat dapat dijual untuk memenuhi kebutuhan pemilik rumah. 3. Fungsi Apotek Hidup Pekarangan menyediakan berbagai jenis tanaman obatobatan: jeruk nipis, kunyit dan jahe yang dapat dimanfaatkan sebagai obat-obatan tradisional. 4. Fungsi Sosial Lahan pekarangan biasa digunakan sebagai tempat untuk berkumpul, bermain, berdiskusi dan kegiatan sosial lainnya. Dengan 99
ini pekarangan juga dapat menjalin hubungan sosial yang baik antara masyarakat sekitar. 5. Fungsi Sumber Benih dan Bibit Pekarangan yang ditanami berbagai jenis tanaman mampu menyediakan bibit berupa: biji-bijian, stek maupun cangkok. 6. Fungsi Pemberi Keasrian Pekarangan yang berisi berbagai jenis tanaman dapat menciptakan suasana yang asri. 7. Fungsi Pemberi Keindahan Pekarangan yang ditanami dengan berbagai jenis tanaman yang ditata rapi akan memberikan keindahan dan ketenangan bagi pemiliknya. Keuntungan
yang
tidak
kalah
penting
dari
adanya
pengoptimalan penggunaan pekarangan rumah secara intensif yaitu menambah pendapatan keluarga. Jika pekarangan ditanami berbagai jenis tanaman pangan, disamping pemilik pekarangan mampu memenuhi kebutuhan pangan secara mandiri juga memungkinkan pemilik pekarangan untuk menjual hasil panen tersebut. Dimana hasil penjualan itu dapat digunakan untuk kebutuhan hidup lainnya seperti: biaya anak sekolah, pembayaran listrik dan lain sebagainya. Salah satu contoh upaya pengoptimalan lahan pekarangan yang saat ini banyak dikembangkan di kalangan masyarakat ialah budidaya tanaman sayuran melalui sistem hidroponik. Budidaya tanaman sayuran dengan sistem hidroponik dianggap tidak membutuhkan media serta perawatan yang terlalu rumit.
100
CARA
BUDIDAYA
TANAMAN
SAYURAN
SECARA
HIDROPONIK Budidaya tanaman sayuran secara hidroponik menjadi sebuah aktivitas yang saat ini dikembangkan masyarakat. Budidaya dapat diartikan sebagai sebuah kegiatan yang direncanakan untuk melestarikan sumber daya hayati di suatu daerah dengan maksud memanfaatkan hasil panennya. Pemilihan sayuran sebagai bahan budidaya secara hidroponik dikarenakan ketersediaannya di pasaran semakin langka yang berakibat kepada peningkatan harga beli. Selain itu, sayuran juga berfungsi sebagai hiasan lahan pekarangan rumah karena identik dengan warna hijau segar. Istilah hidroponik pertama kali diperkenalkan oleh W.A Setchle sehubungan dengan keberhasilannya dalam pengembangan teknik bercocok tanam menggunakan air sebagai media tanam. Hidroponik berasal dari bahasa latin hydros yang berarti air dan phonos yang berarti kerja. Secara umum hidroponik diartikan sebagai cara bercocok tanam tanpa menggunakan tanah sebagai tempat tumbuhnya tanaman. Menurut Douglas dalam Rini Rosliani dan Nani Sumarni (2005), budidaya dengan sistem hidroponik telah dikenal dan dikembangkan secara komersial pada awal tahun 1900-an di Amerika Serikat. Di Indonesia, hidroponik mulai mendapat perhatian masyarakat dan berkembang sejak tahun delapan puluhan yang dimulai oleh beberapa pengusaha di daerah perkotaan. Sistem hidroponik merupakan cara produksi yang paling efektif (Raffar,1990). Sistem ini dikembangkan berdasarkan alasan bahwa jika tanaman diberi kondisi pertumbuhan yang optimal, maka potensi maksimum untuk berproduksi dapat tercapai. Hal ini 101
berhubungan dengan pertumbuhan sistem perakaran tanaman, dimana pertumbuhan perakaran tanaman yang optimum akan menghasilkan pertumbuhan tunas atau bagian atas yang sangat tinggi. Pada sistem hidroponik, larutan nutrisi yang diberikan mengandung komposisi garam-garam organik berimbang untuk menumbuhkan perakaran dengan kondisi lingkungan perakaran yang ideal. Beberapa kelebihan yang terdapat pada budidaya tanaman secara hidroponik: tidak menggunakan media tanah untuk bercocok tanam, dapat dilakukan di lahan sempit karena jarak antar tanaman dapat lebih dekat tanpa harus mengurangi ketersediaan hara untuk tanaman, mengurangi risiko serangan patogen yang biasanya terdapat dalam tanah, mencegah tumbuhnya gulma yang dapat mengurangi unsur hara tanaman dan pemakaian pupuk yang dibutuhkan dapat dihitung lebih cermat sehingga dapat mengurangi biaya produksi secara berlebihan. Selain itu, hasil tanaman yang dibudidayakan secara hidroponik secara kuantitas dan kualitas lebih baik dibandingkan tanaman yang ditanam di tanah sehingga menjadikan peluang bagi masyarakat untuk meningkatkan penghasilannya dengan menanam tanaman sayuran dengan nilai ekonomi tinggi. Menurut Lingga (2002), media tanam yang dapat digunakan secara hidroponik dilakukan dalam tiga sistem: sistem kultur air, sistem kultur pasir dan sistem kultur bahan porous (kerikil, pecahan genting, gabus putih dan lain lain). Sistem kultur air adalah hidroponik
yang
banyak
dilakukan
masyarakat.
Air
yang
mengandung nutrisi diberikan melalui pancaran di daerah perakaran tanaman tanpa bahan penahan air. Selain media tanam yang digunakan, keberhasilan sistem hidroponik juga ditentukan oleh 102
nutrisi yang diberikan. Larutan nutrisi yang harus diberikan setidaknya mengandung 16 unsur makro dan mikro yang dibutuhkan tanaman, diantaranya : N, P, K, S, Ca, Mg, Fe, B, Mn, Cu, Zn, Mo dan Cl. Untuk memulai budidaya tanaman sayuran secara hidroponik, ada beberapa hal yang harus dipersiapkan agar tanaman yang dihasilkan dapat dipanen dengan maksimal. Beberapa hal yang harus dipersiapkan sebagai berikut: 1. Menentukan Jenis Tanaman Sayuran Pemilihan jenis tanaman sayuran merupakan pertimbangan awal yang perlu ditetapkan sebelum memulai budidaya secara hidroponik.
Dalam
penentuan
jenis
tanaman
sayuran
harus
memperhatikan cuaca dan iklim di daerah sekitar. Beberapa jenis sayuran yang dapat dikembangkan secara hidroponik: sawi, selada, pakcoy, kangkung, bayam, mentimun, cabai, tomat, brokoli, bawang dan lain sebagainya. 2. Menentukan Sistem Hidroponik yang Akan Digunakan Di antara berbagai jenis sistem hidroponik, jenis yang paling sederhana adalah sistem Wick. Pemberian nutrisi pada sistem ini menggunakan sumbu yang digunakan sebagai reservoir yang melewati media tanam. Pada sistem ini digunakan dua pot (pot dapat berupa botol bekas). Pot pertama sebagai tempat media tanaman diletakkan di atas pot kedua yang lebih besar sebagai tempat air/nutrisi. Pot pertama dan kedua dihubungkan oleh sumbu yang dipasang melengkung dengan lengkungan berada di dalam pot pertama sedangkan ujung pangkalnya dibiarkan melambai di luar pot kedua. Hal ini memungkinkan air terangkat lebih tinggi. Larutan hara 103
yang naik dapat langsung mengisi ruang berpori media tanaman sehingga tanaman sayuran akan cepat tumbuh. 3. Menentukan dan Membuat Media Tanam Pembuatan media budidaya sayuran secara hidroponik tidak terlalu sulit, alat dan bahan yang digunakan mudah untuk didapatkan. Media tanam yang dapat digunakan bagi masyarakat pemula adalah botol bekas. Botol bekas banyak dianggap sebagai barang yang kurang beguna. Namun, dengan kreativitas dan inovasi yang tinggi barang bekas tersebut dapat dijadikan media penghasil uang. Langkah yang harus dilakukan untuk membuat media tanam hidroponik dari botol bekas sebagai berikut: 1. Potong botol menjadi dua bagian (atas dan bawah) 2. Lubangi bagian atas (daerah leher botol) untuk pemasangan sumbu dan aliran udara 3. Pasang sumbu pada bagian bawah botol 4. Masukkan bagian atas botol ke bagian bawah botol dengan cara dibalik 5. Isi bagian atas botol dengan media tanam (sekam bakar,spon atau pecahan bata merah). Pilih salah satu yang paling mudah didapat. Karena fungsi media ini hanya untuk pijakan akar agar tidak jatuh 6. Tanam bibit sayuran ke dalam media tanam 7. Siram dengan larutan air/nutrisi hidroponik 8. Simpan di tempat yang tidak terkena hujan tetapi masih bisa mendapat sinar matahari 4. Teknik Perawatan Hidroponik Kunci
keberlanjutan
sistem
hidroponik adalah
pada
perawatan media dan tempat penampung media atau instalasi 104
hidroponik. Secara
sederhana,
sistem
Wick
cukup
mudah
digunakan dan mudah perawatannya. Tempat/pot yang berasal dari botol bekas hanya perlu dibersihkan secara rutin. Media dengan menggunakan tanah pasir dan arang sekam tidak perlu diganti total karena dapat bertahan untuk beberapa tahun, cukup ditambah jika telah banyak berkurang karena tercuci.
PENUTUP Simpulan Pengoptimalan pekarangan adalah pekarangan yang dikelola melalui pendekatan terpadu. Pengoptimalan tersebut dapat dilakukan dengan memperhatikan tiga model penanaman yaitu penanaman secara konvensional, penanaman dengan menggunakan pot dan penanaman secara vertikultur, seperti sistem hidroponik. Budidaya tanaman sayuran secara hidroponik dapat dijadikan alternatif untuk mengoptimalkan pekarangan di rumah. Hidroponik adalah cara bercocok tanam tanpa menggunakan media tanah sebagai media tanam. Mengoptimalkan pekarangan dengan budidaya tanaman sayuran
secara
hidroponik
mempunyai
banyak
keunggulan:
menghasilkan tanaman sayuran dengan kuantitas dan kualitas tinggi dengan mudah, praktis, dan sederhana. Pengoptimalan pekarangan juga menjadi langkah awal masyarakat untuk mampu berinovasi dan mengembangkan kreativitas meskipun hanya di rumah saja. Selain itu, masyarakat juga berpartisipasi aktif dalam mendukung program KRPL (kawasan rumah pangan lestari) dengan memenuhi kebutuhan pangan secara mandiri, khususnya tanaman sayuran yang saat ini ketersediannya semakin menipis. 105
Saran Diharapkan tulisan ini dapat memberikan alternatif bagi para masyarakat termasuk para mahasiswa untuk mampu mengembangkan kebiasaan bertanam sejak awal sehingga kedaulatan pangan akan mudah tercapai. Masyarakat dengan mudah memenuhi kebutuhan pangan secara mandiri tanpa bergantung dengan ketersediaan pangan di pasaran. Penulis berharap apa yang ditulis di atas merupakan bentuk pemikiran yang belum sepenuhnya mengalami ujicoba. Atas dasar itu, pemikiran yang telah ditulis diharapkan dapat dijadikan pedoman atau acuan oleh semua masyarakat dalam mengoptimalkan pekarangan yang ada di rumah. Karena pekarangan yang mampu dimanfaatkan dengan baik akan menghasilkan banyak keuntungan termasuk menambah penghasilan rumah tangga.
DAFTAR RUJUKAN Lingga, P. 2002. Hidroponik Bercocok Tanam Tanpa Tanah. Jakarta: Penebar Swadaya. Raffar,
K.A.
1990.
Hydroponics
in
Tropica.
Malaysia:
International Seminar on Hydroponic Culture of High Value Crops. Rosliani Rini dan Sumarni N. 2005. Budidaya Tanaman Sayuran Dengan Sistem Hidroponik. Bandung: Balai Penelitian Tanaman Sayuran. Sajogyo. 1994. Menuju Gizi Baik yang Merata di Pedesaan dan Di Kota. Yogyakarta: Gajah Mada Press. 106
Saptana,T.B. 2011. Dampak Pengembangan Model Kawasan Rumah Pangan Lestari Terhadap Kesejahteraan Rumah Tangga dan Ekonomi di Pedesaan. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian: Pusat Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian. Simatupang,P. dan A.Suryana. 1989. Literature Review of SocioEconomic Aspects of Pekarangan Land in Indonesia. Bogor: FAO/UN Jakarta Office. Sopiah,P. 2006. Menghijaukan Pekarangan Dengan Tanaman yang Bermanfaat. Jakarta: PT Sinergi Pustaka. Wahyuningsih, Anis. 2016. Komposisi Nutrisi dan Media Tanam Terhadap Pertumbuhan dan Hasil Tanaman Pakcoy (Brassica rapa L) Sistem Hidroponik. Malang: Jurnal Produksi Tanaman.
107
BUDIDAYA SAYUR ORGANIK DATARAN RENDAH DI KECAMATAN PAITON KABUPATEN PROBOLINGGO Dina Mahiratul Muna Politeknik Pembangunan Pertanian Malang Surel : mahiratuldina@gmail.com ABSTRAK : Saat ini di beberapa daerah di Indonesia, telah bermunculan kebun-kebun sayuran organik. Namun dalam budidayanya belum seluruhnya menerapkan kaidah-kaidah budidaya secara organik. Sayuran organik dapat dibudidayakan, baik di dataran rendah maupun dataran tinggi. Artikel ini bertujuan menjelaskan bagaimana membudidayakan tanaman organik di dataran rendah, Kita ketahui Bersama bahwasannya penggunaan pestisida kimia sudah merambah ke petani sayur khususnya dataran rendah contohnya sawi,kangkung,kubis dataran rendah,dan lain-lain. Oleh karena itu saya merasa perlu untuk mengangkat judul ini agar para peetani merubah pola usaha taninya menjadi budidaya sayur organik yang nantinya menggunakan pupuk organik padat,pupuk organik cair,serta pestisida nabati. Konsumsi masyarakat terhadap sayur sudah meningkat,Bahkan penggunaan sayur segar tanpa di olah seperti lalapan sudah mulai banyak di masyarakat .Inilah yang menjadi pilihan saya agar masyarakat sehat dan iklim di lingkungan petani juga sehat.
Kata-Kata Kunci: budidaya sayur organik, dataran rendah, Kecamatan Paiton Kabupaten Probolinggo
Sayur organik adalah sayur yang ditumbuhkan tanpa menggunakan pupuk kimia sintetis, pestisida (pembasmi hama), herbisida (pembasmi gulma), bibit tanaman yang direkayasa, dan radiasi tertentu untuk membasmi hama (Nurhayati A, SP, 2019). Kabupaten Probolinggo mayoritas penduduknya bermata pencaharian di bidang pertanian khususnya di bidang budidaya sayur yaitu sayur organik. Banyak orang mengira bahwa budidaya tanaman sayur 108
organik hanya bisa di lakukan di dataran tinggi saja,namun ternyata perkiraan itu salah,saaat ini sayuran yang biasanya di budidayakan di dataran tinggi juga bisa di budidayakan di dataran rendah.Beberpa sayuran
organik
seperti
sawi,kubis
dataran
rendah,selaada,kangkung,kembang kol,dan lain lain sudah banyak di budidayakan di dataran rendah dengan ketinggian 5-200 mdpl. Budidaya sayur di dataran rendah membutuhkan perawatan yang sedikit berbeda dengan budidaya sayur di dataran tinggi,Namun secara garis besar tahapan budidayanya tetap sama.biasanya untuk budidaya di dataran rendah, media tanam yang di gunakan berupa campuran tanah dan kompos yang terbuat dari bakaran sampah orgaanik yang sudah diayak.Tujuan mencampurkan tanah dan sampah organik agar tanah semakin gembur dan mengandung banyak nutrisi (Hery Nugroho,Dewi Novalinda.2007). Sistem pertanian organik mempunyai kelebihan dan kekurangan dibandingkan dengan sistem pertanian non organik. Kelebihan sistem pertanian organik diantaranya adalah sebagai berikut: 1. Tidak menggunakan pupuk maupun pestisida kimia sehingga tidak menimbulkan pencemaran lingkungan, baik pencemaran tanah, air dan udara serta produknya tidak mengandung racun, 2. Tanaman
organik
mempunyai
rasa
yang
lebih
manis
dibandingkan tanaman non organik, 3. Produk tanaman organik lebih mahal. Sedangkan kekurangan atau kelemahan dari system pertanian organik adalah sebagai berikut; a.
Penampilan fisik tanaman organik kurang bagus seperti berukuran
lebih
kecil 109
dan
daun
berlubang-lubang
dibandingkan dengan tanaman yang dipelihara secara non organik, b.
Kebutuhan tenaga kerja lebih banyak terutama untuk pengendalian hama dan penyakit yang umumnya dilakukan secara manual.
Manfaat Sayuran Organik Konsumsi bahan pangan organik dari tahun ke tahun cenderung meningkat seiring dengan meningkatnya kepedulian konsumen terhadap mutu produk dan kesehatan tubuh. Sayuran organik memiliki 50% lebih banyak antioksidan dari sayuran an organik, yang dapat menurunkan resiko penyakit kanker dan jantung. Sayuran organik juga mengandung lebih banyak vitamin dan mineral seperti besi dan zink. Dengan mengkonsumsi sayuran organik lebih dapat melawan kanker dan orang yang memakan makanan organik, kekebalan tubuhnya meningkat, tidur lebih nyenyak, dan berat badannya lebih ringan dari pada yang mengkonsumsi makanan nonorganik. Kelebihan dari sayuran organik kandungan mineral tinggi, rasa lebih renyah, lebih manis, tahan disimpan dan terhindar dari residu kimia (pestisida dan pupuk kimia) yang dapat menyebabkan penyakit berbahaya seperti kanker, sedangkan kelemahannya kemungkinannya penampilan produknya kurang menarik (berlubang) apabila dimakan ulat. Cara Budidaya Sayuran Organik Dataran Rendah Sayuran organik adalah sayuran yang dibudidayakan tanpa menggunakan pupuk kimia ataupun pestisida kimia. Sehingga kandungan dalam sayuran benar-benar alami dan menyehatkan untuk tubuh manusia. Budidaya sayuran organic dataran rendah ini ternyata 110
juga sangat baik untuk lahan yang ditanami, sebab lahan tersebut akan terbebas dari bahan kimia sehingga kesuburannya tetap terjaga. Pengolahan Lahan dan Ketersediaan Air Tanah yang akan ditanami digemburkan dahulu dan dibersihkan dari gulma dan sampah plastic atau bungkus produk kimia. Pada lahan gambut dengan pH yang rendah harus diberi kapur dan saluran drainase yang dapat mengalir agar lahan tidak bersifat racun bagi tanaman. Ketersediaan air sangat diperlukan bagi kelangsungan hidup tanaman dimusim kemarau dan tanah harus beraerasi baik di musim hujan agar akar tanaman tidak membusuk akibat serangan penyakit terutama cendawan dan bakteri. Penyemaian Benih Benih atau biji yang digunakan sebaiknya dari buah yang sudah tua dari varietas unggul yang dapat diperoleh dari lembaga penelitian, balai benih atau penangkar yang memproduksi benih bersertifikat. Benih yang kering atau kandungan airnya sekitar 8 – 11% dapat bertahan lama bila disimpan ditempat kering dan agak dingin. Benih dapat disemaikan dahulu di tempat persemaian sehingga dapat dijaga kestabilan suhu, kelembaban lingkungan dan intensitas sinar (tempat persemaian dibuat miring kearah barat dan dihadapkan ketimur). Tanah persemaian dibersihkan dari bongkahan dan disterilkan dengan zat kimia seperti formalin 4 % dengan cara direbus/diasap sehingga benih tumbuh 80 – 100% dan terhindar dari hama penyakit rebah kecambah. Sebelum bibit dipindahkan ke lahan, perlu dikuatkan dahulu dengan cara atap persemaian dibuka agar bibit terkena sinar matahari penuh atau bibit disemprot larutan kalium klorida (KCl) 0,2%. 111
Pemupukan Tanah yang telah digemburkan dan dibuat bedengan dengan ukuran 1 m x 10 m atau
(sesuaikan dengan Panjang lahan)perlu
ditaburi dan dicampur dengan pupuk organik yaitu berupa kompos atau pupuk kandang dengan kebutuhan sekitar 30 t/ha atau dimasukkan kelubang tanaman sebanyak 1 kg per lubang tanam. Setelah itu bedengan disiram air septic tank, air kompos atau air limbah ternak untuk menambah unsur N, S dan P. Khusus untuk tanaman wortel perlu diberi abu hasil bakaran organik sebanyak 1 genggam untuk barisan 10 m sebagai sumber unsur K yang lebih banyak dibutuhkan wortel dibanding unsur lainnya. Pupuk susulan berupa pupuk kandang diberikan sekitar 4 minggu setelah tanam dengan dosis 10 t/ha. Pola Tanam Penanaman dapat dilakukan dengan sistem monokultur ataupun polikultur. Monokultur adalah menanam satu jenis tanaman pada lahan dengan waktu yang sama. Teknis budidaya relatif mudah tetapi mudah terserang hama dan penyakit. Sedangkan polikultur menanam lebih dari satu jenis tanaman pada lahan dan waktu yang sama dengan syarat pemilihan jenis-jenis tanaman harus sesuai. Penanaman Sebelum bibit dipindahkan kelahan, kondisi tanah diperiksa dahulu. Bila kondisi tanah kering harus diberi air terlebih dahulu untuk memudahkan penanaman karena pada tanah yang kering akan mengakibatkan kerusakan bibit terutama melukai akar. Penanaman harus dilakukan dengan hati-hati agar bibit tidak rusak terutama akarnya. Setelah itu bibit perlu dilindungi dari sinar 112
matahari langsung dengan mengunakan pelepah pisang, kelapa atau dedaunan yang dapat dibuka setelah tanaman tumbuh yakni sekitar 5 – 7 hari untuk mencegah penguapan berlebihan pada tanaman muda yang belum dapat menyerap air dalam tanah. Pembuatan lubang tanaman dapat dilakukan dengan cara ditugal dengan jarak tanam tergantung dari jenis sayuran yang diusahakan.. Jenis-jenis sayuran yang dapat tumbuh didataran rendah dengan jumlah benih/ha dan jarak tanam. Pemeliharaan Tanaman Tanaman harus diperhatikan secara rutin. Dalam perawatan tanaman, pencegahan serangan penyakit (bakteri, cendawan/fungi dan virus) serta pemberantasan serangan hama-hama (kutu dan ulat) harus menjadi perhatian. Bebrapa perawatan yang perlu dilakukan yaitu: 1. Penyiraman dilakukan jika tanah kelihatan kering. 2. Dianjurkan tanaman menggunakan mulsa yang bertujuan mencegah penguapan sehingga tanaman tidak kekeringan. 3. Penggemburan dan pembubunan dilakukan bila tanah kelihatan padat atau akar mulai tampak dipermukaan, dilakukan secara hatihati agar tidak merusak akar. 4. Pemupukan dilakukan bila tanah dianggap belum subur dan tanaman kelihatan tidak subur dengan pupuk organik berupa pupuk kandang dengan dosis 10 t/ha atau disiram air limbah ternak atau septic tank. 5. Pemasangan turus/penopang diperlukan pada tanaman yang merambat dan tanaman yang tidak dapat menopang buah pada saat berbuah. Penopang dipasang sedini mungkin agar tidak
113
merusak perakaran yang dapat dibuat dari bambu atau kayu dengan ukuran yang disesuaikan dengan jenis tanaman. 6. Penyulaman dilakukan terhadap tanaman yang mati, kerdil dan tidak sehat. - Penyiangan terhadap gulma-gulma yang tumbuh dan mengganggu pertumbuhan tanaman. 13 14 7. Pemberantasan hama dan penyakit pada tanaman yang telah terinfeksi dengan cara mekanis atau dilakukan penyemprotan pestisida nabati. Pengendalian Hama dan Penyakit Pengendalian hama dan penyakit dalam pertanian organik untuk mendapatkan produksi sayuran sehat dapat dilakukan secara manual yaitu membasmi hama satu persatu atau dilakukan penyemprotan yang menggunakan pestisida nabati dengan bahan dasarnya yang berasal dari tumbuhan. Pestisida nabati bahannya relatif mudah didapat dan murah serta relatif mudah dalam pembuatannya. Pestisida nabati bersifat mudah terurai dialam bebas sehingga tidak mencemari lingkungan dan tidak membahayakan manusia dan ternak karena residunya mudah hilang. Pengendalian hama dan penyakit dapat dilakukan sebagai berikut: 1. Apabila memungkinkan dilakukan dengan cara mekanis atau manual yaitu memusnahkan hama satu persatu hingga mati seperti kutu, ulat dan siput. 2. Bagian tanaman yang terinfeksi virus, bakteri, nematoda, jamur atau cendawan dikumpulkan dan dibakar. 3. Jika hama dan penyakit tidak dapat dikendalikan secara manual maka dapat dilakukan penyemprotan dengan pestisida nabati. Panen dan Pasca Panen 114
Panen Untuk
memperolaeh
hasil
tanaman
sayur
yang
berkualitas,baik penampilan maupun rasanya, kegiatan panen dan pascapanen harus diperhatikan. Panen yang tidak memenuhi syarat hanya akan menghasilkan tanaman sayur yang rendah kualitasnya, apalagi jika tidak diikuti dengan kegiatan pascapanen yang benar. Hindari tanaman dipanen terlalu awal ataupun terlalu karena akan menurunkan kualitas dan kuantitas hasil panen. Secara umum, saat panen tanaman sayur berbeda-beda, tergantung pada jenisnya. Panen tanaman sayuran daun paling baik dipanen saat daun masih cukup muda karena teksturnya masih renyah dengan warna hijau cerah. Panen yang terlambat atau terlalu tua dapat menyebabkan daun bertekstur liat dan warnanya tidak menarik lagi. Sedangkan pada buah saat buah sudah mencapai ukuran maksimun tetapi belum tua karena biasanya daging buah yang sudah tua teksturnya liat dan bijibijinya keras, sehingga kurang enak dikonsumsi. Khusus sayur penghasil buah, seperti cabai dan tomat paling baik dipanen pada tingkat kematangan 90 % ditandai warna merah pada buahya atau tergantung kepada kebutuhan misalnya pemanenan cabai, ada yang minta cabai hijau adapula yang minta cabai merah atau bila menghendaki buah yang muda berarti waktu panennya bisa dipercepat. Pasca Panen 1. Pencucian dan dan pembuangan kotoran Setelah dipetik, sebaiknya tanaman sayur dicuci dengan air yang bersih dan mengalir agar bebas dari datanh dan kotoran lain yang menempel pada sayuran. Tanaman sayuran yang masih terdapat 115
tanah atau kotoran lain akan mempercepat kerusakan komoditi tersebut terutama mempercepat pembusukan. Sayuran yang telah dicuci tersebut selanjutnya ditiriskan di atas para-para, tangguk yang terbuat dari bambu/palstik atau dengan cara digantung sampai airnya tidak meneteslagi. 2. Sortasi Tanaman sayuran buah setelah dipetik perlu dilakukan sortasi untuk memisahkan tanaman sayuran yang rusak atau dipilih berdasarkan ukuran buah. 3. Pengemasan Banyak cara dilakukan untuk pengemasan tanaman sayuran tergantung kemana sayuran tersebut akan dikirim dan dipasarkan. Secara umum tanaman sayuran daun dikemas menggunakan keranjang bambu atau menggunakan daun pisang. Sedangkan untuk sayuran buah dikemas dalam kotak kayu atau karung jaring. Untuk dipasarkan di pasar swalayan sayuran dikemas menggunakan sterofoam yang dibungkus palstik transparan. 4. Penyimpanan. Secara umum, tanaman sayur penghasil daun maupun penghsil buah mempunyai daya simpan yang sangat terbatas jika tidak mendapat penanganan dengan baik. Kerusakan tanaman sayur pada dasarnya disebabkan oleh proses penguapan air (transpirasi) dan pernapasan (trabspirasi). Untuk memperlambat kerusakan tersebut bisa dilakukan dengan menaikan kelembaban udara, menurunkan suhu ruangan penyimpanan dan membungkusnya menggunakan palstik berlubang.
116
PENUTUP Simpulan Budidaya sayur organik dataran rendah sangatlah mudah dan banyak sekali macam macam sayuran organik yang bisa di budidayakan di dataran rendah serta manfaat nya juga sangat banyak yaitu Memiliki kandungan gizi yang tinggi, Lebih segar dan tahan lama. Baik untuk kesehatan, Antioksidan untuk menangkal radikal bebas,
Meningkatkan
sistem
Imun
Tubuh,dan
Menangkal
pencemaran udara serta meningkatkan ekonomi keluarga tani sebagai peluang untuk berusaha. Saran Agar pengembangan sayur organik ini bisa cepat dan di minati oleh para petani di wilayah dataran rendah,maka para petugas khususnya penyuluh pertanian Bersama dengan Lembaga terkait contohnya PKK desa,PKK kecamatan,PKK kabupaten serta dari Lembaga kesehatan Bersama-sama mengadakan bimbingan secara langsung kepada petani lahan sawah dataran rendah maupun di lahan pekarangan untuk praktek membudidayakan sayuran organik dataran rendah. Untuk selanjutnya di adakan pembahasan bersama dengan tim tersebut dan para petani untuk pemasarannya.Agar konsumen lebih yakin dengan produk tersebut maka kebun sayur organik perlu di
daftrakan
di
Lembaga
sertifikasi
DAFTAR RUJUKAN Sunarjono, H. 2006. Bertanam 30 Jenis Swadaya.
117
organik
Indonesia.
Sayur. Jakarta: Penebar
Hery Nugroho, Dewi Novalinda. 2007. Usaha Sayuran Sehat di Dataran
Rendah.
Balai
Pengkajian
Teknologi
Pertanian.Jambi. Saptono. E., Andoko. A. 2005. Bertanam Sayuran Organik Di Pekarangan. Jakarta: PT Agro Media Pustaka. Humas, Balitsa. 2015. Manfaat sayuran organik. Balai penelitian tanaman sayuran. Jawa barat. Nurhayati A.
S.
P.
2019.
Budidaya
Sayuran
Secara
Organik. Penyuluh peertanian muda. Kardinan.A. 2005. Pestisida Nabati Ramuan dan Aplikasi. Jakarta: Penebar Swadaya.
118
PEMBERDAYAAN MASYARAKAT DALAM PEMANFAATAN TANAMAN SORGUM SEBAGAI PENINGKATAN EKONOMI DI KABUPATEN SITUBONDO Faqih Abil Qosim Politeknik Pembangunan Pertanian Malang Surel : faqihabilq@gmail.com ABSTRAK: Artikel ini bertujuan untuk mendeskipsikan cara mengolah hasil budidaya sorgum dalam upaya meningkatkan ekonomi masyarakat di Kabupaten Situbondo melalui pemberdayaan masyarakat. Dengan cara tersebut diharapkan petani mampu mengangkat harkat dan martabat dalam berusaha di bidang pertanian khususnya pada tanaman sorgum. Tanaman sorgum dipilih karena memiliki manfaat yang beragam seperti dijadikan sebagai bahan pokok dan pakan ternak. Selain itu, tanaman ini sangat toleran terhadap genangan dan kekeringan sehingga mudah dibudidayakan dan dapat meningkatkan ekonomi masyarakat. Pemberdayaan di masyarakat diperlukan seiring dengan pengoptimalan pemanfaatan hasil tanam agar lebih beragam dan bernilai ekonomis tinggi.
Kata-kata kunci: Kabupaten Situbondo, pemberdayaan masyarakat, peningkatan ekonomi, tanaman sogum
Potensi
pertanian
Indonesia
yang
besar
tetapi
pada
kenyataannya, sampai saat ini, sebagian besar dari petani kita masih banyak yang termasuk golongan menengah ke bawah. Hal ini menunjukkan bahwa pemerintah pada masa lalu bukan saja kurang memberdayakan petani tetapi juga kurang memperhatikan terhadap sektor pertanian keseluruhan. Pembangunan pertanian pada masa lalu mempunyai beberapa kelemahan yakni hanya terfokus pada usaha tani, lemahnya dukungan kebijakan makro, serta pendekatannya yang 119
sentralistik (Daryanto, 2010:9). Akibatnya, usaha pertanian usaha pertanian di Indonesia sampai saat ini masih banyak didominasi oleh usaha dengan
skala kecil, modal yang terbatas, penggunaan
teknologi yang masih sederhana, sangat dipengaruhi musim, dan lainlain. Selain itu, Daryanto, (2010:12), menyebutkan ada 5 hambatan dalam pengembangan pertanian di negara-negara berkembang, antara lain adalah: pertama, belum terciptanya efisiensi teknis dan ekonomis usaha pada sektor pertanian sehingga rendahnya daya saing komoditas pertanian. Kedua, kondisi politik, ekonomi, dan keamanan yang masih tidak menentu sehingga tidak kondusif bagi para investor untuk menanamkan modal pada sektor petanian. Ketiga, kondisi insfrastuktur yang buruk karena pada dasarnya pembangunan tingkat output sektor pertanian sangat tergantung pada insfrastruktur yang baik. Keempat, kualitas sumber daya manusia (SDM) yang relatif rendah. Kelima, kebijakan pemerintah belum berpihak pada sektor pertanian. Pembangunan pertanian di masa yang akan datang tidak hanya dihadapkan untuk memecahkan masalah – masalah yang ada, tetapi juga dihadapkan pula pada tantangan untuk menghadapi perubahan tatanan politik di Indonesia yang mengarah pada era demokratis yakni tuntunan otonomi daerah dan pemberdayaan petani. Di samping itu, dihadapkan pula pada tantangan untuk mengantisipasi perubahan tatanan dunia yang mengarah pada globalisai dunia. Oleh karena itu, pembangunan pertanian di Indonesia tidak saja dituntut untuk menghasilkan produk-produk yang berdaya saing tinggi, tetapi juga
mampu
mengembangkan
pemberdayaan masyarakat.
pertumbuhan
daerah
serta
Pemberdayaan merupakan hal yang 120
dilakukan untuk mencapai keberdayaan bagi masyarakat yang dapat dikembangkan sesuai dengan potensi yang ada dengan cara memberikan kekuatan pada mereka untuk dapat mengembangkan potensi-potensinya. Dalam pemberdayaan tidak terlepas dari peran pengorganisasian masyarakat dan upaya pengembangan masyarakat. Pengorganisasian
adalah
suatu
proses
kegiatan
untuk
mengelompokkan beberapa orang dengan menjalankan tugas dan fungsinya masing-masing, sedangkan pengembangan masyarakat merupakan
proses
mengembangkan
potensi-potensi
terhadap
masyarakat yang telah tergabung kedalam suatu kelompok. Melalui pemberdayaan masyarakat petani secara intensif diharapkan mampu mengangkat harkat dan martabat bagi masyarakat petani dalam berusaha di bidang pertanian khususnya pada tanaman sorgum. Sorgum adalah tanaman toleran yang dapat tumbuh dimana saja baik di daerah yang kering maupun yang basah. Situbondo ialah suatu daerah dengan kondisi tanah didominasi dengan fraksi pasir yang mempunyai ciri-ciri kadar air tersedia dan unsur hara rendah. Begitu juga dengan Dusun Alassumur, daerah tersebut adalah pegunungan yang dekat dengan pantai. Dengan demikian, kondisi tanah di sana didominasi dengan fraksi pasir. Pada saat musim kemarau, sangat susah tumbuhan tumbuh di daerah tersebut karena kekurangan air sehingga banyak petani yang mengalami gagal panen dan kondisi perekonomian sangat menurun drastis karena mayoritas penduduk di sana adalah petani. Areal yang berpotensi untuk pengembangan sorgum di Alassumur sangat luas, meliputi daerah beriklim kering atau musim hujannya pendek serta tanah yang kurang subur. Di lahan tegal dan sawah tadah hujan, 121
sorgum biasa ditanam sebagai tanaman sisipan atau tumpang sari dengan padi, kedelai, kacang tanah, atau tembakau. Demikian juga di lahan sawah, sorgum bisa ditanam secara monokultur pada musim kemarau.
PEMBERDAYAAN
MASYARAKAT
DI
KABUPATEN
SITUBONDO Unsur
utama
dalam
pemberdayaan
masyarakat
adalah
pemberian kewenangan dan pengembangan kapasitas masyarakat. Kedua unsur tersebut tidak dapat dipisahkan. Oleh karena itu, apabila masyarakat telah memperoleh kewenangan tetapi tidak tahu atau belum memiliki kapasitas untuk menjalankan kewenangan tersebut maka hasilnya juga tidak optimal. Lebih lanjut menurut Zubaidi, (2013:2), pemberdayaan masyarakat adalah untuk meningkatkan harkat dan martabat golongan masyarakat yang sedang kondisi miskin sehingga bisa melepaskan diri dari perangkat kemiskinan dan keterbelakangan. Pemberdayaan
adalah
upaya
membangun
kemampuan
masyarakat dengan mendorong motivasi untuk mengembangkan potensi
menjadi
tindakan
nyata.
Hakikatnya,
pemberdayaan
merupakan suatu tindakan yang lebih menekankan kepada proses tanpa bermaksud menafsikan hasil dari pemberdayaan itu sendiri, dengan kaitannya dengan proses maka partisipasi atau keterlibatan dalam setiap tahapan sangat diperlukan.
Sebagaimana yang
diungkapkan oleh Suharto, (2003:70-75), bahwa pemberdayaan menekankan kepada proses goal, yaitu tujuan yang berorientasi kepada proses yang mengupayakan intergrasi masyarakat dan 122
dikembangkan kapasitasnya guna memecahkan masalah mereka secara komprehensif atas dasar kemauan dan kemampuan menolong diri sendiri (self help) atau sesuai prinsip demografis dengan menekankan pada proses. Pemberdayaan masyarakat dalam prosesnya cenderung dengan adanya inisiasi pemberdayaan dari dalam masyarakat sendiri, artinya dalam pemberdayaan masyarakat akan lebih mudah tercapai degan adanya pendamping dari dalam masyarakat. Hal ini dikarenakan program-program yang akan direncanakan akan lebih tepat ketika pemberdayaan ini cenderung mengutamakan alur dari bawah atau bottom-up. Menurut Subejo dan Suprianto dalam Zubaidi, (2013:48), pandangan pembangunan lama top-down perlu diorientasikan menuju pendekatan bottom-up yang menetapkan masyarakat atau petani di perdesaan sebagai pusat pembangunan. Menurut Sunyoto Usman dalam Suharto, (2003:78), bahwa salah satu strategi penting dalam pembangunan adalah pentingnya pemberdayaan pada masyarakat. Pemberdayaan pada masyarakat adalah satu kekuatan yang sangat vital. Kekuatan yang dimaksud dapat dilihat dari aspek fisik, material, aspek ekonomi dan pendapatan, aspek kelembagaan (tumbuhnya kekuatan individu dalam bentuk wadah atau kelompok), kekuatan kerja sama, kekuatan intelektual dan kekuatan komitmen bersama untuk mematuhi dan menerapkan
prinsip-prinsip
pemberdayaan.
Arti
pentingnya
pemberdayaan masyarakat adalah menciptakan kemandirian, agar masyarakat mampu berbuat, memahami serta mengaplikasikan dalam berbagai kegiatan pembangunan. Di Desa Alassumur sendiri masih belum ada pemberdayan masyarakat. Maka dari itu, diperlukan 123
pemberdayaan masyarakat di sektor tanaman sorgum untuk meningkatkan perekonomian.
PEMANFAATANTANAMAN
SORGUM
UNTUK
MENINGKATKAN PEREKONOMIAN Sorgum (Sorghum bicolor L.) merupakan salah satu jenis tanaman serealia yang mempunyai potensi besar untuk dikembangkan di Indonesia karena mempunyai daerah adaptasi yang luas. Tanaman ini toleran terhadap kekeringan dan genangan air, dapat berproduksi pada lahan marginal, serta relatif terhadap gangguan hama atau penyakit. Menurut Sirappa, (2003:133), biji sorgum dapat digunakan sebagai bahan pangan serta bahan baku industri pakan dan pangan seperti industri gula, monosodium glutamate (MSG), asam amino, dan industri minuman. Dengan kata lain, sorgum merupakan komoditas pengembang untuk diversifikasi industri secara vertikal. Sorgum mempunyai potensi yang cukup besar sebagai bahan pangan.
Namun,
pemanfaatannya
belum
berkembang
karena
pengupasan biji sorgum cukup sulit dilakukan. Masalah ini telah dapat diatasi dengan memperbaiki teknologi pengolahan yaitu dengan menggunakan mesin penyosoh beras dengan cara mengikis kulit biji dan lapisan testa. Menurut Sarippa, (2003:135), kandungan nutrisi sorgum juga cukup tinggi dibanding bahan pangan lainnya, sehingga cukup potensial sebagai bahan pangan pengganti beras. Begitu pula kandungan asam aminonya tidak kalah dengan bahan makanan lainnya. Penggunaan biji sorgum dalam pakan ternak bersifat suplemen (subtitusi) terhadap jagung karena nilai nutrisinya tidak jauh berbeda 124
dengan jagung. Biji sorgum dapat diberikan secara langsung berupa biji atau diolah terlebih dahulu dan dicampur dengan bahan bahan lain. Penggunaan biji sorgum dalam ransum dengan berbagai rasio tidak menimbulkan efek samping (Soebarinoto dalam Sarippa, 2003:136). Limbah sorgum yaitu daun dan batang juga dapat dimanfaatkan sebagai hijauan pakan ternak dengan cara dilayukan dahulu sekitar 2–3 jam karena nutrisi daun sorgum setara dengan rumput gajah dan pucuk tebu. Dalam upaya memenuhi kebutuhan pangan, pakan, dan bahan industri yang terus meningkat, serta untuk meningkatkan pendapatan petani di daerah beriklim kering, pengembangan sorgum merupakan salah satu alternatif yang dapat dipilih. Di daerah-daerah yang sering mengalami kekeringan atau mendapat genangan banjir, tanaman sorgum masih dapat diusahakan. Oleh karena itu, terdapat peluang yang cukup besar untuk meningkatkan produksi sorgum melalui perluasan areal tanam. Sukarno dan Marsono dalam Sarippa, (2003:138),
untuk
mengembangkan
sorgum
juga
diperlukan
keterkaitan antara pemerintah, petani produsen, dan pabrik pakan ternak. Dengan adanya keterkaitan tersebut, produksi sorgum dapat ditampung oleh industri pakan sehingga terdapat jaminan pasar bagi petani dan sebagai peningkatan ekonomi masyarakat setempat. Peningkatan adalah proses, cara, perbuatan untuk menaikkan sesuatu atau usaha kegiatan untuk memajukan sesuatu ke suatu arah yang lebih baik lagi daripada sebelumya. Ekonomi adalah ilmu sosial yang mempelajari aktivitas manusia yang berhubungan dengan produksi, distribusi, dan konsumsi terhadap barang dan jasa. Istilah "ekonomi" sendiri berasal dari bahasa Yunani, yaitu oikos yang 125
berarti "rumah tangga" dan nomos yang berarti "mengatur". Peningkatan ekonomi merupakan suatu hal yang sepenuhnya harus dilakukan
guna
memberikan
kesejahteraan
pada
masyarakat
Kabupaten Situbondo khususnya Dusun Alassumur yang daratannya digunakan untuk pertanian dan mayoritas penduduknya adalah petani dan memiliki potensi yang cukup untuk mengeluarkan produk sumber daya dengan berbahan baku sorgum yang bernilai ekonomis dan bernilai jual tinggi. Pemberdayaan masyarakat dalam mengolah hasil panen sorgum adalah salah satu bentuk usaha dalam peningkatan ekonomi masyarakat melalui pemanfaatan sumber daya lokal dan diharapkan masyarakat bisa memanajemeni usaha yang baik untuk meningkatkan ekonomi masyarakat.
PENUTUP Simpulan Pemberdayaan masyarakat menjadi isu utama dalam program dan orientasi pembangunan nasional pada saat ini. Dalam upaya meningkatkan ekonomi masyarakat di Kabupaten Situbondo dapat dilakukan melalui pemberdayaan masyarakat tentang cara pengolahan hasil budidaya sorgum. Hasil olahan tersebut berupa bahan pangan seperti dijadikan tepung sehingga menjadi bahan baku dari berbagai makanan yang bernilai ekonomis. Untuk pakan ternak dari biji hingga daun dan batangnya bisa dijadikan pakan yang bernutrisi dan tentu memiliki harga jual yang tinggi. Tanaman sorgum juga toleran terhadap musim kemarau maupun hujan sehingga produksi akan terus berlanjut sepanjang tahun.
126
Saran Diharapkan tulisan ini dapat memberikan alternatif bagi pemerintah Kabupaten Situbondo khususnya Dusun Alassumur untuk meningkatkan ekonomi masyarakat setempat. Pemerintah juga harus memberikan dorongan dan semangat kepada masyarakat agar memiliki motivasi dan inovasi dalam mengembangkan hasil dari pertanian setempat. Penulis berharap apa yang ditulis diatas merupakan bentuk pemikiran yang belum sepenuhnya mengalami uji coba. Atas dasar itu, pemikiran yang telah ditulis diharapkan dapat dijdikan pedoman atau acuan oleh pemerintah dalam upaya meingkatkan ekonomi masyarakat. Tentu saja pemerintah perlu menyesuaikan dengan kondisi dan situasi yang dihadapi, sehingga memungkinkan dilakukan perbaikan dan penyempurnaan.
DAFTAR RUJUKAN Daryanto, Arief. 2010. Posisi Daya Saing Pertanian Indonesia dan Upaya Peningkatannya. Bogor. Institut Pertanian Bogor Sarippa, M.P. 2003. Prospek Pengembangan Sorgum di Indonesia sebagai Komoditif Alternatif untuk Pangan, Pakan, dan Industri. Jurnal Litbang Pertanian. 22 (4): 133 – 140. Suharto, Edi. 2003. Membangun Masyarakat Memberdayakan Rakyat: Kajian Strategis Pembangunan Kesejahteraan Ssosial dan Pekerjaan Sosial. Bandung: Rafika Aditama.
127
Zubaidi, Adi. 2013. Pemberdayaan Partisipasi dan Penguatan Kapasitas Masyarakat. Bandung: Humaniora.
128
PENINGKATAN PRODUKSI DAN KUALITAS PADI DENGAN MENERAPKAN SISTEM TANAM JAJAR LEGOWO Fardhina ‘Aisyi Mizania Politeknik Pembangunan Pertanian Malang Surel: afardhina@gmail.com ABSTRAK: Artikel ini bertujuan mendiskripsikan kemajuan teknologi dan inovasi yang terus bergerak ke arah yang positif, yang tentu saja memberi manfaat di segala bidang. Inovasi-inovasi tersebut turut menjadi daya utama peningkatan produksi dan produktivitas tanaman padi. Salah satu contoh teknologi budidaya yang digunakan untuk meningkatkan produktivitas tanaman padi ialah melalui penerapan sistem Jajar Legowo. Banyak penelitian telah menunjukkan bahwa sistem tanam Jajar Legowo dapat meningkatkan produktivitas jauh lebih tinggi dibandingkan dengan metode tanam konvensional. Oleh sebab itu, kualitas tanaman padi, kuantitas produksi, dan peningkatan mutunya dapat dicapai dengan menggunakan sistem yang inovatif tersebut. Kata-kata kunci: padi, produksi, tanam jajar legowo
Seiring berjalannya waktu dan perkembangan segala teknologi di bidang-bidang tertentu, manusia terus mencari inovasi yang dapat menguntungkan segala pihak dalam bidang atau studi apapun. Salah satunya inovasi di bidang produksi pangan yang selalu menjadi swasembada berkelanjutan dan memerlukan teknik budidaya yang baik dan inovatif. Salah satu contohnya adalah sistem budidaya padi. Padi merupakan sumber pangan utama penduduk Indonesia yang sebagian
besar
pembibitan,
dibudidayakan
persiapan
sebagai
padi
lahan, pemindahan
sawah
bibit
melalui
atau tanam,
pemupukan, pemeliharaan (pengairan, penyiangan, pengendalian
129
hama) dan panen (Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Kementerian Pertanian, 2013:2). Menurut Sutoro dan Makarim (dalam Ikhwani et al., 2013:73), pada dasarnya sistem atau teknik budidaya padi terbaik perlu mempertimbangkan segala aspek ilmiah serta lingkungan seperti tanah, air, iklim, organisme pengganggu tanaman (OPT), karakter tanaman (varietas sesuai) termasuk bentuk tajuk tanaman. Pengaturan sistem tanam ternyata juga menentukan kuantitas dan kualitas rumpun tanaman padi, yang kemudian bersama populasi/jumlah rumpun tanaman per satuan luas berpengaruh terhadap hasil tanaman (Ikhwani et al., 2013:73). Dewasa ini, metode budidaya tanam padi yang menjadi sorotan utama dan dijadikan salah satu inovasi peningkatan produksi dan kualitas padi adalah sistem tanam jajar legowo. Selain guna mendapatkan
kualitas
pertumbuhan
tanaman
yang
optimal
penggunaan sistem tersebut juga bertujuan untuk meningkatkan hasil dan pendapatan petani. Faktanya, studi lapangan membuktikan bahwa individu tanaman padi pada jarak tanam lebar memiliki kualitas yang lebih bagus dibandingkan dengan jarak tanam rapat. Oleh sebab itu, penerapan sistem jajar legowo yang sesuai dan pas dengan kondisi lingkungan sekitar hampir secara keseluruhan dapat meningkatkan produktivitas tanaman padi dan keuntungan bagi petani itu sendiri. Sedangkan perluasannya, dalam skala nasional dapat meningkatkan produksi padi dan kualitas padi tersebut. Artikel ini bertujuan untuk membahas sistem tanam jajar legowo, yaitu dari segi pengertian, aspek teknis, agronomis, pengaruh penerapan sistem terhadap produktivitas dan kualitas tanaman padi, 130
beserta persyaratan-persyaratan tertentu agar produktivitas tanaman padi dapat secara nyata terlaksana dengan penerapan sistem tanam jajar legowo.
SISTEM TANAM JAJAR LEGOWO Sistem tanam jajar legowo merupakan sebuah pola bertanam yang berselang-seling antara dua atau lebih (biasanya dua atau empat) baris tanaman padi dan satu baris kosong (Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Kementerian Pertanian, 2013:4). Jika melihat arti secara harfiah, istilah Legowo sendiri diambil dari bahasa Jawa, yaitu berasal dari kata lego berarti luas dan dowo yang berarti memanjang.
Pada
dasarnya,
sistem
ini
bertujuan
untuk
memperbanyak tanaman pinggir agar pertumbuhannya lebih bagus dan menciptakan kualitas yang lebih tinggi (Dinas Pertanian Kota Bima, 2018). Artinya, jika rumpun-rumpun yang berada di pinggir semakin banyak maka jumlah hasil panen juga akan lebih banyak. Sebagai contoh, baris tanaman (dua atau lebih) dan baris kosongnya (setengah lebar di kanan dan di kirinya) disebut satu unit legowo. Jadi, jika terdapat dua baris tanam per unit legowo maka disebut legowo 2:1. Sementara itu, jika terdapat empat baris tanam per unit legowo disebut legowo 4:1 (berlaku kelipatan dan seterusnya). Menurut Suharno (2013:4), secara umum sistem tanam jajar legowo memiliki beberapa tujuan dan maksud, diantaranya adalah: 1. Mempermudah pelaksanaan pemeliharaan, pemupukan dan pengendalian hama penyakit tanaman yang dilakukan melalui barisan kosong atau lorong.
131
2. Mengurangi kemungkinan serangan hama dan penyakit terutama hama tikus. 3. Menghemat pupuk, karena yang dipupuk hanya bagian tanaman dalam barisan. 4. Menerapkan sistem tanam jajar legowo akan menambah kemungkinan barisan tanaman untuk mengalami tanaman pingir dengan memanfaatkan sinar matahari secara optimal bagi tanaman yang berada pada barisan pinggir. Selain tujuan yang menghasilkan keuntungan bagi para petani seperti dijelaskan di atas, menurut Ikhwani et al., (2013:74), sistem tanam jajar legowo juga tentu memiliki beberapa kelemahan, seperti: 1. Membutuhkan tenaga tanam yang lebih banyak dan waktu tanam yang lebih lama. 2. Membutuhkan benih yang lebih banyak dengan semakin banyaknya populasi. 3. Biasanya pada bagian lahan yang kosong di antara barisan tanaman akan lebih banyak ditumbuhi rumput Meskipun demikian, tidak dapat dipungkiri bahwa dengan menggunakan
sistem/teknik
ini,
petani
akan
lebih
mudah
meningkatkan kualitas padi saat masa panen serta turut meningkatkan pendapatan para petani tersebut. Menurut Makarim dan Ikhwani (dalam Ikhwani et al., 2013:76), sistem tanam jajar legowo memiliki beberapa jenis berdasarkan jarak tanam dan ukurannya. Jarak tanam sebenarnya terdiri dari berbagai ukuran mulai dari tegel (20 cm x 20 cm; 25 cm x 25 cm; 27,5 cm x 27,5 cm; 30 cm x 30 cm) hingga pola jajar legowo dengan berbagai variasinya, yaitu legowo 2:1, 4:1, 6:1 dan 8:1 masing-masing berasal 132
dari jarak tanam tegel. Dari beberapa contoh legowo di atas, berikut adalah penjelasan mendetail mengenai dua dari empat variasi legowo tersebut. 1. Legowo 2:1 Dengan pola tanam ini, seluruh baris tanaman akan mendapat tanaman sisipan dan menghasilkan jumlah populasi tanaman per ha sebanyak 213.300 rumpun dengan populasi 33,31% lebih banyak dibanding pola tegel. Pola ini sangat direkomendasikan oleh BPTP Jawa Barat karena dianggap sangat menguntungkan petani, tetapi dengan syarat menyesuaikan kondisi lahan dan kesuburan tanah di masing-masing lokasi (spesifik lokasi). Jajar legowo 2:1 menerapkan metode dimana setiap dua baris tanaman diselingi oleh satu barisan kosong yang memiliki jarak dua kali dari jarak tanaman antar baris, sedangkan jarak tanaman dalam barisan adalah setengah kali jarak tanam antar barisan. Gambar 1. Jajar legowo 2:1 Sumber: unsurtani.com
133
2. Legowo 1:4 Menurut
Badan
Penelitian
dan
Pengembangan
Pertanian
Kementerian Pertanian, (2013:7), sistem tanam legowo 4:1 merupakan pola tanam legowo dengan keseluruhan baris mendapat tanaman sisipan yang cocok diterapkan pada kondisi lahan yang kurang subur. Dengan menerapkan pola ini, populasi tanaman dapat setidaknya mencapai 256.000 rumpun/ha dengan peningkatan populasi sebesar 60% dibanding pola tegel (25 x 25) cm. Dengan sistem legowo seperti ini maka setiap baris tanaman ke-1 dan ke-4 akan menjadi tanaman pinggir yang diharapkan dapat memperoleh hasil panen tinggi. Gambar 2. Jajar legowo 4:1.
Sumber: unsurtani.com
134
PENGARUH SISTEM TANAM JAJAR LEGOWO TERHADAP PRODUKTIVITAS PADI Pada umumnya, nilai produktivitas tanaman padi dapat ditentukan oleh kondisi agroekologi, varietas, dan jenis teknologi yang digunakan dalam teknik budidayanya. Salah satu teknik budidaya yang mulai didalami oleh para petani khususnua petani Indonesia adalah sistem tanam jajar legowo. Sistem tanam legowo merupakan salah satu komponen PTT yang diharapkan mampu meningkatkan produktivitas padi di Indonesia. Jika dilihat dari proses pengerjaannya, karena menggunakan tenaga manusia, sistem tanam jajar legowo memang membutuhkan waktu 1½ kali lebih lama dibandingkan dengan tanam cara tegel. Hal ini dipengaruhi oleh banyaknya spot yang harus ditanami pada sistem jajar legowo. Selain spot yang banyak, jumlah benih yang digunakan juga lebih sekita 1½ kali lebih banyak. Sebagai contoh perhitungan antara harga benih, jumlah benih, dan modal yang dibutuhkan pada penerapan sistem tanam jajar legowo, perhatikan tabel berikut. Sistem Tanam
Harga benih (/kg)
Banyak benih (kg/ha)
Modal (Rp)
Tanam Jajar Legowo
Rp. 20.000/kg
30 kg/ha
Rp. 600.000
Tanam Tegel
Rp. 20.000/kg
20 kg/ha
Rp. 400.000
Tabel 1. Perhitungan harga benih, jumlah benih, dan modal pada sistem tanam jajar legowo.
135
Setelah melihat tabel di atas, dapat diketahui bahwa sistem tanam jajar legowo memerlukan modal untuk benih sejumlah Rp 200.000
lebih
banyak.
Sedangkan,
kelebihan
untuk
upah
ketenagakerjaan pada sistem tanam jajar legowo dibandingkan tegel adalah 1,5 x 7 HOK/ha x Rp 35.000/ha = Rp 367.500/ha, sehingga total input dari tanam cara jajar legowo lebih besar Rp 567.500. Ini berarti hasil gabah dari cara tanam jajar legowo minimal harus lebih besar Rp 567.500 dibagi Rp 4.000/kg atau 142 kg gabah lebih tinggi dibandingkan dengan cara tanam tegel, dengan asumsi harga jual gabah Rp 4.000/kg (Ikhwani et al., 2013:75). Berdasarkan data-data di atas dapat disimpulkan bahwa penerapan sistem tanam jajar legowo di daerah yang kekurangan tenaga kerja atau memiliki kecepatan kerja buruh tani yang rendah akan lebih sulit dilakukan. Maka dari itu, akan jauh lebih baik jika para petani sekitar diintroduksi terlebih dahulu pada mesin tanam (tanam benih atau tanam pindah). Jadi, sebaiknya perlu pertimbangan yang matang oleh para petani jika hendak menjalankan sistem tanam jajar legowo ini agar kedepannya dapat menikmati kemudahan operasional dan perawatan tanaman tersebut tanpa mengalami kendala apapun. Berdasarkan beberapa studi lapangan yang telah dilakukan oleh para ahli, keragaan produktivitas padi yang diciptakan oleh teknik atau sistem tanam baik tanam jajar legowo (2:1, 4:1) dan sistem tanam tegel dapat diuraikan seperti pada grafik berikut.
136
Grafik 1. Grafik Produktivitas Padi Sawah Varietas Inpari 13 pada sistem tanam legowo 2:1 (a), legowo 4:1 (b) dan tegel (c)
Berdasarkan grafik tersebut dapat penulis simpulkan bahwa pengaruh penerapan sistem tanam jajar legowo sangat mempengaruhi kualitas dan produktivitas tanaman padi tersebut. Berdasarkan grafik juga dapat terlihat bahwa produktivitas tanaman padi jauh lebih terlihat dengan menggunakan metode tanam jajar legowo 2:1 daripada legowo 4:1. Sedangkan metode tanam tegel berada di posisi terendah dalam hal produktivitas tanaman padi yang dihasilkan saat musim panen tiba.
PENGARUH SISTEM TANAM JAJAR LEGOWO TERHADAP KUALITAS PADI Penelitian dan penerapan sistem jajar legowo sebenarnya telah dilakukan sejak tahun 2000. Menurut hasil penelitian tersebut, salah satu faktor penting yang mempengaruhi pertumbuhan tanaman adalah luas jarak tanam. Lin et al. (dalam Ikhwani et al., 2013:74), menyatakan bahwa jarak tanam yang lebar dapat memperbaiki total penangkapan cahaya oleh tanaman dan dapat meningkatkan hasil biji. 137
Lebih lebarnya jarak antar barisan dapat memperbaiki total radiasi cahaya yang ditangkap oleh tanaman dan dapat meningkatkan hasil. Sebaliknya, jarak tanam yang rapat seringkali mengakibatkan persaingan antar individu tanaman. Persaingan tersebut dapat terjadi sebab sinar matahari yang diterima oleh tanaman cukup sedikit (bahkan kurang). Hal tersebut dapat mengakibatkan varietas pada umumnya tidak tumbuh baik dan optimal. Pertumbuhan yang kurang optimal (pada padi jarak tanam rapat) ditunjukkan dari jumlah malai yang lebih sedikit dan pendek. Selain itu, jumlah gabah per malai juga ikut berkurang. Pernyataan tersebut dapat diperkuat dengan adanya fakta di lapangan bahwa penampilan tanaman padi pada jarak tanam lebar lebih optimal dan bagus dibandingkan dengan padi jarak tanam rapat. Meskipun demikian, perlu diperhatikan juga apabila jumlah malai per rumpun atau hasil gabah berkurang 1,33 kali atau lebih (lebih kecil atau sama dengan 3/4 kali hasil tegel) karena jarak tanam yang rapat, misalnya dari 20 malai/rumpun menjadi 15 atau kurang, maka produktivitas tanaman dengan cara tanam jajar legowo menjadi sama atau lebih rendah dibandingkan dengan cara tegel (Ikhwani et al., 2013:75). Menurut Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Kementerian Pertanian (2013:2), varietas padi pada jarak tanam lebar dapat mencapai (50 x 50) cm, varietas Inpari 9-Elo dapat menghasilkan lebih dari 50 anakan/rumpun, dengan vigor vegetatif yang sangat baik terutama apabila tanah cukup air dan hara. Sebaliknya, pada kondisi jarak tanam rapat (20 x 20) cm hanya menghasilkan <20 anakan/rumpun. Hasil penelitian Litbang Pertanian
138
menyatakan bahwa sistem tanam jajar legowo yang dianjurkan adalah sistem tanam legowo 2:1 dan legowo 4:1.
PENUTUP Simpulan Sistem tanam jajar legowo merupakan salah satu sistem budidaya padi yang cukup menjanjikan bagi para petani khususnya di Indonesia. Meskipun memiliki beberapa kelemahan, metode ini dianggap efektif bagi sebagian besar petani dari berbagai wilayah. Salah satu keuntungan metode budidaya padi yang menerapkan sistem jajar legowo adalah kuantitas dan kualitas produk akhir yang tinggi pada saat tanaman padi memasuki fase vegetatif akhir hingga saat panen. Saran Beberapa saran terkait sistem tanam jajar legowo tentu saja berpaku pada keefektifan metode pelaksanaan sistem ini. Beberapa petani di daerah terpencil mungkin saja menganggap metode ini cukup rumit dan membutuhkan banyak modal, tenaga kerja, dan waktu yang lebih, sehingga beberapa saran yang dapat penulis sampaikan adalah sebagai berikut: 1. Akan jauh lebih baik jika para petani dapat mengidentifikasi dan meninjau terlebih dahulu mengenai macam/varietas padi yang benar-benar cocok untuk diterapkannya sistem tanam jajar legowo agar profit dan kuantitas hasil jauh lebih besar. 2. Mengingat cukup banyak para petani yang terkendala saat mencoba menerapkan sistem ini, maka akan lebih baik jika para petani tersebut dibantu oleh alat tanam sistem legowo yang 139
tentunya lebih inovatif, jauh lebih fleksibel, akurat, serta mudah diatur dan dioperasionalkan oleh para petani tersebut.
DAFTAR RUJUKAN Badan
Penelitian dan
Pertanian.
Pengembangan
2013.
Sistem
Pertanian Kementerian Tanam
Legowo.
(http://sidolitkaji.litbang.pertanian.go.id/i/files/SistemTanamLe gowo, diakses pada 15 Januari 2021) Dinas Pertanian Kota Bima. 2018. Sistem Tanam Jajar Legowo (Si Jarwo): Upaya Peningkatan Produksi Padi di Kota Bima. Tersedia. (https://pertanian.bimakota.go.id/web/kontent/44/tanaman_pang an, diakses pada 15 Januari 2021) Ikhwani, Gagad Restu Pratiwi, dan Eman Paturrohman. 2013. Peningkatan Produktivitas Padi Melalui Penerapan Jarak Tanam Jajar Legowo. Iptek Tanaman Pangan. 8 (2): 72-78. Suharno. 2013. Sistem Tanam Jajar Legowo (Tajarwo) Salah Satu Upaya Peningkatan Produktivitas Padi. Karya Ilmiah. STTP Yogyakarta.
140
MENINGKATKAN PRODUKTIVITAS HASIL TANI MELON MELALUI USAHATANI KOMODITAS DI KABUPATEN NGAWI Himata Suryani Politeknik Pembangunan Pertanian Malang Email : him.himmata06@gmail.com ABSTRAK: Artikel ini bertujuan mendeskripsikan peluang usahatani komoditas melon di Kabupaten Ngawi. Banyaknya petani padi yang beralih menjadi petani melon menjadikan peluang usahatani melon semakin besar dan pengoptimalannya pun harus semakin meningkat. Karena itu peningkatan produktivitas adalah upaya penting guna mengembangkan usahatani komoditas melon. Dengan mengetahui kondisi wilayah di Kabupaten Ngawi, juga syarat dan tatacara budidaya melon menjadikan produktivitas melon meningkat dan mengurangi resiko kegagalan dalam berusahatani komoditas melon. Kata-kata kunci: produktivitas hasil, tani melon, usahatani komoditas
Secara umum, kebijakan pemerintah diberlakukan untuk semua jenis buah. Namun, secara khusus ada beberapa jenis buah yang mendapat prioritas dan dijadikan buah unggulan, seperti: rambutan, jeruk, pisang, durian, mangga, salak, manggis, duku, jambu air, nanas, papaya, dan sawo. Tanaman melon memang belum mendapat prioritas. Belum masuknya tanaman melon dalam kelompok buah unggulan mempunyai keuntungan dan kerugian. Keuntungannya, dipandang dari sudut pasar, harga melon tidak dibatasi dengan harga dasar sehingga naik turunnya harga benar-benar dipengaruhi oleh pasar dan sedikit atau banyaknya permintaan dan penawaran (supply 141
demand). Sedangkan kerugiannya, bila petani mengabaikan situasi dan kondisi pasar dan tidak membuat pola tanam yang tepat (panen dilakukan pada saat buah melimpah di pasar) maka petani akan dipermainkan oleh harga yang memang selalu fluktuatif. Selain itu melon merupakan pemasok terbesar mengalahkan daerah asal melon pertama kali ditanam (Prajnanta dalam firman yulianto ,1998). Ngawi merupakan salah satu sentra penghasil melon di Jawa Timur yang terkenal, bahkan para pedagang di pasar induk Kramat Jati menggolongkan melon ini, disebabkan karena daging buahnya tebal, rasanya yang manis dan tahan lama sehingga Geneng, Ngawi, Pitu, Padas, dan Paron.
USAHATANI
KOMODITAS
MELON
DI
KABUPATEN
NGAWI Kabupaten Ngawi terletak di wilayah barat Propinsi Jawa Timur yang berbatasan langsung dengan Propinsi Jawa Tengah. Luas wilayah Kabupaten Ngawi adalah 1.298,58 km2, di mana sekitar 40 persen atau sekitar 506,6 km2 berupa lahan sawah. Secara administrasi wilayah ini terbagi ke dalam 17 kecamatan dan 217 desa, dimana 4 dari 217 desa tersebut adalah kelurahan. Pada tahun 2004 berdasarkan Peraturan Daerah (Perda) wilayah Kabupaten Ngawi terbagi ke dalam 19 kecamatan, namun karena prasaranan administrasi di kedua kecamatan baru belum terbentuk maka dalam publikasi ini masih menggunakan Perda yang lama. Secara geografis Kabupaten Ngawi terletak pada posisi 7o21’-7o31’ Lintang Selatan dan 110o10’-111o40’ Bujur Timur.Topografi wilayah ini adalah berupa dataran tinggi dan tanah datar. Tercatat 4 kecamatan terletak 142
pada dataran tinggi yaitu Sine, Ngrambe, Jogorogo dan Kendal yang terletak di kaki Gunung Lawu. Suhu udara di wilayah Kabupaten Ngawi bervariasi sebagai akibat dari tingkat elevasi tanah, tetapi secara umum suhu udara di wilayah Kabupaten Ngawi berkisar antara 20°–34°C dengan tingkat kelembapan nisbi berkisar antara 68–85%. Wilayah Kabupaten Ngawi beriklim muson tropis (Am) berdasarkan klasifikasi iklim Koppen. Terdapat dua musim di wilayah ini yang dipengaruhi oleh pergerakan angin muson, yaitu musim kemarau yang dipengaruhi angin muson timur–tenggara yang bersifat kering dan dingin dan musim penghujan yang dipengaruhi oleh angin muson barat daya–barat laut yang bersifat basah dan lembab. Musim kemarau di wilayah Ngawi berlangsung pada periode Mei–Oktober dengan bulan terkering adalah Agustus. Sedangkan musim penghujan di wilayah ini berlangsung pada periode November–April dengan bulan terbasah adalah Januari dengan jumlah curah hujan bulanan lebih dari 280 mm per bulan. Curah hujan di wilayah Kabupaten Ngawi berkisar antara 1.500–2.000 mm per tahun dengan jumlah hari hujan berkisar antara 90–140 hari hujan per tahun. Buah melon dipilih karena komoditas tersebut cocok ditanam di musim kemarau. Yakni tahan cuaca panas dan tidak membutuhkan banyak air seperti halnya saat menanam padi. Rata-rata para petani di desa memiliki lahan berkisar setengah hingga dua hektare. Di tingkat petani, satu kilogram melon dijual dengan harga Rp5.000 hingga Rp6.000. Harga tersebut naik Rp2.000 jika dibandingkan dengan musim penghujan yang hanya mencapai Rp4.000 per kilogramnya. Petani desa Kasreman mengubah lahan sawah seluas 15 hektare yang telah dialihkan untuk bercocok tanan melon. Saat sedang masa panen, 143
harganya juga bagus karena memasuki musim kemarau dan banyak permintaan. Petani melon, Suroto mengaku, pada September 2018 merupakan panen yang kedua selama musim kemarau berlangsung. Meski Covid-19, Petani budidaya melon dikabupaten Ngawi Jawa Timur tetap panen melon. Hal tersebut disampaikan oleh Shinta Ayuning Tyas mahasiswa Politeknik Enjinering Pertanian Indonesia (PEPI) program studi teknologi hasil pertanian (THP) dari desa brubuh kecamatan jogorogo kabupaten ngawi, Jawa Timur. Shinta mahasiswa THP menyatakan bahwa tanaman melon milik bapak Agus Pramono dengan luas setenga hektar yang ditanam di area sawah membuahi hasil. Buah melon yang berat 3 kg dilakukan panen serentak oleh 20 orang warga desa brubuh kecamatan ngawi. “Warga desa dengan suka cita melakukan panen tersebut, mereka menyatakan senang dengan hasil panen dikarnakan pada panen ini tanaman melon mereka tidak terjangkit virus seperti biasanya. Buah melon yang meraka panen cukup besar dan manis”, Tegas Shinta. Agus Pramono saat di wawancarai oleh Mahasiswa PEPI menyatakan bahwa masyarakat di sekitar tidak takut akan virus corona, karena kami mematuhi apa-apa saja yang diperintahkan oleh pemerintah. “Walaupun kabupaten Ngawi sudah dilakukan lockdown namun penyebaran hasil buah melon bisa diterima oleh pasaran. Buah melon tersebut menjadi konsumsi sehari-hari dalam kondisi lockdown”, Tegas Agus saat diwawancarai Shinta di lahan. Dalam pelaksanaan panen agus menghimbau kepada warganya untuk menjaga jarak dengan orang lain sejauh 1 sampai 3 meter. Menggunakan sarung tangan dan setelah selesai untuk dapat membasuhnya dengan sabun pada air yang mengalir. Peralatan yang 144
sudah dipakai untuk dapat dibersihakan dan diletakkan digudang dan dilakukan penyemporan disinfektan. Meski demikian, para petani tetap harus waspada dengan hama tikus yang menyerang buah melon siap panen. "Pengganggunya itu tikus. Meski sudah dikasih jebakan, tetap saja merusak buah melon. Jadi hamanya itu tikus," kata Suroto. Pihaknya menambahkan para petani di daerah setempat, akan berhenti menanam melon, setelah musim hujan tiba. Dan setelah itu beralih kembali menanam padi. Adapun, wilayah sawah di Kabupaten Ngawi yang biasanya digunakan petani untuk beralih menanam melon di antaranya terdapat di Kecamatan Geneng, Kwadungan, dan Widodaren. Banyaknya petani melon di Kabupaten Ngawi tidak menuntut kemungkinan berhasil panen,kegagalan panen merupakan hal yang tidak diinginkan dan menjadi momok menakutkan bagi petani,seperti yang terjadi di desa babadan para petani melon mengalami kerugian karena gagal panen.Ada beberapa hal yang menyebabkan kegagalan panen,diantaranya adalah proses perawatan dan cara bertanam yang tidak tepat,menurunnya kualitas hasil panen kurangnya memperhatikan laju pertumbuhan dan perkembangan tumbuhan yang ditanam,serta ketidaktepatan dalam memilih musim dan syarat tumbuh tumbuhan yang ditanam.
MENINGKATKAN
PRODUKTIVITAS
DENGAN
MEMAKSIMALKAN USAHATANI KOMODITAS MELON Untuk
meningkatkaan
usahatani
komoditas
memperhatikan beberapa aspek antara lain: 1. Syarat pertumbuhan tanaman melon a.
Tanah 145
melon
perlu
Pertumbuhan optimal pada tanah dengan kisaran PH 6,0-6,8. Namun demikian tanaman melon masih dapat tumbuh dan berproduksi
pada PH
5,6-7,2. Tanaman
melon tidak akan
berproduksioptimal apabila diusahakan di daerah yang bertanah masam (pH<5,6). b.
Iklim Tanaman melon memerlukan curah hujan antara 2000-3000
mm pertahun. Kelembaban yang ideal yang dibutuhkan tanaman melon sekitar 60% angina yang sepoi-sepoiakan membentuk sirkulasi udara disekitar tanaman lancer, tetapi jika terlalu besar dapat mengakibatkan banyak batang yang roboh. Ketinggian optimaluntk budidaya melon adalah 200-600 m dpl, namun tanaman melon masih dapat berproduksi dengan sangat baik pada ketinggian 0-100 m dpl. Intensitas sinar matahari yang diperlukan berkisar 10-12 jam perhari. Tanaman melon memerlukan air yang cukup untuk pertumbuhan dan produksinya karena lebih dari 90% kandungan buah melon terdiri dari air (Prajnanta dalam firman yulianto,1998). 2.
Tatacara budidaya melon Tanaman melon yang sehat dan berproduksi optimal berasal
dari bibit tanaman yang sehat, kuat dan terawat baik pada awalnya. Benih direndam kedalam larutan Furadam dan Atonik selama 2 (dua) jam. Benih yang baik berada di dasar air, dan benih yang kurang baik akan mengapung di atas permukaan air. Oleh sebab itu, pembibitan merupakan kunci keberhasilan suatu agribisnis melon. a.
Penyiapan Benih
1) Pengadaan benih secara generative
146
Fase generatif ditandai dengan keluarnya bunga. Pada fase ini tanaman memerlukan banyak unsur fosfor untuk memperkuat akar dan membentuk biji pada buah. Pada fase ini apabila tanaman dalam kondisi sehat maka jaringp jaring pada buah diharapkan muncul secara merata. Untuk mendukung pertumbuhan generatif, tanaman disemprot dengan pupuk daun Complesal. super tonic (merah) dengan konsentrasi 2 gram/liter seminggu sekali. Untuk mencegah kekurangan unsur kalsium dan boron maka tanaman disemprot dengan pupuk daun Ferti-cal dengan konsentrasi 2 ml/liter atau CaB dengan konsentrasi 2 ml/liter. 2) Pengadaan benih secara vegetatif (Kultur Jaringan) Dengan metoda kultur jaringan, pemilihan media tanam dan sumber eksplan yang digunakan haruslah tepat agar memberikan hasil yang maksimal. Media dasar yang dipakai tersusun dari garamgaram berdasarkan susunan Murashige & Skoog (1962) dengan penambahan thiamin 0,04 mg/liter, myoM inositol 100 mg/liter, surkosa 30 gram/liter berbagai kombinasi hormon tanaman yang ditambahkan sesuai dengan perlakuan. Media dibuat dalam bentuk padat dengan penambahan agar bacto 8 gram/liter, pH media dibuat 5,7 dengan penambahan NaOH atau HCl 0,1 N. sterilisasi media dilakukan dengan autoklaf bertekanan 17,5 psi, suhu 120 derajat C selama 30 menit. Tanaman yang didapat dari kultur jaringan membentuk bunga jantan dan bunga betina separti halnya tanaman yang didapat dari biji. 4) Cara penyimpanan benih
147
Benih harus disimpan ditempat yang kering dan tempat untuk menyimpan benih dapat dibuatkan rumah pembibitan yang sederhana karena mengingat umur benih hanya selama 10–14 hari, karena untuk melindungi benih tanaman yang masih muda dari terik sinar matahari, air hujan, dan serangan hama maupun penyakit. Alas rumah pembibitan, tempat polibag diletakkan dilapisi kertas koran agar perakaran bibit tidak menembus ke dalam tanah. b. Teknik Penyemaian Benih 1) Cara dan Waktu Penyemaian Benih melon yang akan disemaikan, direndam terlebih dahulu di dalam air selama 2–4 jam. Kemudian benih disemaikan pada kantong plastik, yang telah diisi tanah dan pupuk kandang yang dicampur dengan perbandingan 5:1. Benih disemaikan dalam posisi tegak dan ujung calon akarnya menghadap ke bawah. Benih ditutup
dengan
campuran
abu
sekam
dan
tanah
dengan
perbandingan 2:1 yang telah disiapkan, agar tanaman dapat tumbuh dengan baik, tidak mudah rebah. Untuk merangsang perkecambahan benih
dengan
menciptakan
suasana
hangat
maka
tutuplah
permukaan persemaian dengan karung goni basah. Apabila kecambah telah muncul kepermukaan media semai (pada hari ke-3 atau ke-4) maka karung goni dapat dibuka. 2) Pembuatan Media Semai Melon termasuk tanaman yang tidak terlalu menuntut media semai yang khusus untuk pembibitannya. Medianya dapat dibuat dengan berbagai variasi, contohnya dengan mencampurkan tanah, pasir dan pupuk kandang atau kompos, asal perbandingannya sesuai misalnya 1:1:1. Untuk mendapatkan hasil bibit melon yang kekar 148
dan sehat maka komposisi media semai yang tepat terdiri dari campuran tanah, pupuk kandang, pupuk SP-36 atau NPK ditambah dengan insektisida karbofuran. 3) Penjarangan Penjarangan dilakukan dengan tujuan untuk menyiapkan bibit-bibit yang sehat dan kekar untuk ditanam. Penjarangan ini mulai dilakukan 3 hari sebelum penanaman bibit ke lapangan. Bibit yang mempunyai pertumbuhan seragam dikumpulkan menjadi satu. Bibit-bibit yang pertumbuhannya merana disingkirkan dan tidak ditanam. 4) Pemupukan Untuk pertumbuhan vegetatif bibit dapat dipacu dengan penyemprotan pupuk daun yang mengandung unsur nitrogen tinggi. Pupuk daun cukup dilakukan satu kali, yaitu pada saat umur bibit 7– 9 HSS dengan konsentrasi 1,0–1,5 gram/liter. Pupuk akar berupa pupuk kimia maupun pupuk organik tidak perlu ditambahkan selama pembibitan karena pupuk akar yang diberikan pada media semai telah mencukupi. 5) Pemberian Pestisida Pada Masa Pembibitan Pada masa pembibitan penyemprotan pestisida dilakukan apabila dianggap perlu. Konsentrasi penuh akan menyebabkan daun-daun bibit melon ini terbakar (plasmolisis). Penyomprotan ini dilakukan terutama pada saat 2-3 hari sebelum bibit ditanam dilapangan. Contoh pestisida yang digunakan adalah Insektisida Dicarzol 0,5 g/liter dan fungisida Previcur N 1,0 ml/liter. c. Pengolahan Media Tanam 1) Pengukuran pH Tanah 149
Pengukuran pH tanah dengan menggunakan alat pH meter. Tanah yang akan di ukur dibasahi terlebih dahulu. Pengambilan sampel dilakukan di 10 titik yang berbeda, kemudian dihitung pH rata-rata. 2) Analisis Tanah Berdasarkan fakta di lapangan tanaman melon dapat ditanam pada berbagai jenis tanah terutama tanah andosol, latosol, regosol, dan grumosol, asalkan kekurangan dari sifat-sifat tanah tersebut dapat dimanipulasi dengan pengapuran, penambahan bahan organik, maupun pemupukan. 3) Penetapan Waktu/Jadwal Tanam Penetapan waktu tanam berkaitan dengan perkiraan waktu panen suatu varietas melon yang ditanam dan waktu panen varietas melon lainnya. Misalnya waktu tanam melon pada bulan Maret adalah varietas ten me, April varietas aroma, Mei varietas new century (hamiqua) dan seterusnya sehingga petani/pengusaha agribisnis perlu menjadwal waktu tanaman varietas melon yang dikehendaki pelanggan. 4) Penetapan Luas Areal Penanaman Penetapan luas penanaman berkaitan erat dengan pemilikan modal, luas lahan yang tersedia, musim dan permintaan pasar. Tanaman melon yang diusahakan di lahan terbuka di musim hujan akan rusak terserang penyakit karena terguyur hujan terus-menerus. Maka penanaman melon di musim hujan lebih diarahkan dengan sistem hidroponik. 5) Pengaturan Volume Produksi
150
Pengaturan volume produksi berkaitan erat dengan perkiraan harga pada saat panen dan permintaan pasar. Cara penanaman melon dilakukan secara bertahap. Misalnya penanaman pertama 20% di lokasi A, kedua 40% di lokasi B, dan ketiga 40% di lokasi C. Interval penanaman berkisar 2 minggu. Pengaturan ini lazim dilakukan pada agribisnis melon dengan sistem hidroponik. Untuk menjaga kontinuitas produksi, biasanya interval tanamnya berselang 1-2 minggu. 6) Pembajakan Untuk penanaman melon di dataran menengah-tinggi, struktur tanah biasanya sudah sangat remah sehingga tidak memerlukan pembajakan. Lahan yang dibajak harus digenangi air lebih dahulu selama semalam, kemudian keesokan harinya dilakukan pembajakan ini cukup untuk membalik tanah sehingga cukup dilakukan sekali dengan kedalaman balikan sekitar 30 cm. 7) Penggarukan dan Pencangkulan Lahan Serta Waktu Lahan Siap Tanam Untuk pencangkulan dan penggarukan, keadaan tanahnya harus cukup Karena kita bisa mudah membentuk tanah yang semula berbongkah-bongkah dan cukup liat, tanah yang beremah-remah dan cukup sarang (mudah diserap air). Dengan tanah tersebut akan menguntungkan tanaman. Selain perakarannya mudah menembus tanah, juga akan mudah bernapas. 8) Pembentukan Bedengan a) Cara Pembuatan Selama 5–7 hari lahan dibiarkan kering setelah dibajak (atau dibalik). Proses ini akan membuat tanah menjadi lengket 151
dan berbongkah sehabis dibajak menjadi agak hancur karena mengalami proses pengeringan matahari dan penganginan. Selama proses tersebut beberapa senyawa kimia yang beracun dan merugikan tanaman dan akan hilang perlahan-lahan. Setelah kering, bongkahan tanah dibuat petakan dengan tali rafia untuk membentuk
bedengan
dengan
ukuran
panjang
bedengan
maksimum 12–15 m; tinggi bedengan 30–50 cm; lebar bedengan 100–110 cm; dan lebar parit 55–65 cm. b)
Bentuk Bedengan Bedengan dibentuk dengan cara mencangkuli bongkahan
tanah menjandi struktur tanah yang remah/gembur. Bila telah bentuk bedengan terlihat, baik itu bedengan kasar/setengah jadi bedengan tersebut dikeringanginkan lagi selama seminggu agar terjadi proses oksidasi/penguapan dari unsur-unsur beracun ada hingga menghilang tuntas. c)
Ukuran dan Jarak Bedengan Dengan
panjang
maksimum
15
m
tersebut
akan
memudahkan perawatan tanaman dan mempercepat pembuangan air, terutama di musim hujan. Tinggi bedengan dibuat sesuai dengan musim dan kondisi tanah. Pada musim hujan tinggi bedengan 50 cm agar perakaran tanaman tidak terendam air jika hujan deras. Dan pada musim kemarau tinggi bedengan cukup 30 cm, karena untuk memudahkan perawatan pada saat bedengan digenangi. Parit dibuat dengan lebar 55–65 cm adalah untuk memudahkan perawatan pada saat penyemprotan, pemasangan ajir, maupun penalian. 9) Pengapuran 152
Dengan pengapuran akan menambah unsur hara kalsium yang diperlukan
untuk
dinding
sel
tanaman.
Pengapuran
dapat
menggunakan dolomit/calmag (CaCO3 MgCO3) kalsit/kaptan (CaCO3). Setelah diperoleh pH rata-rata, penentuan kebutuhan dapat dilakukan dengan menggunakan data berikut ini: a) < 4,0 (paling asam): jumlah kapur >10,24 ton/ha b) 4,2 (sangat asam): jumlah kapur 9,28 ton/ha c) 4,6 (asam): jumlah kapur 7,39 ton/ha d) 5,4 (asam): jumlah kapur 3,60 ton/ha e) 5,6 (agak asam): jumlah kapur 2,65 ton/ha f)
6,1 – 6,4 (agak asam): jumlah kapur <0,75 ton/ha
10) Pemasangan Mulsa Plastik Hitam-Perak (PHP) Mulsa PHP yang terdiri dari dua lapisan, yaitu lapisan berwarna perak di bagian atas dan warna hitam dibagian bawah dengan berbagai keuntungan. Warna perak pada mulsa akan memantulkan cahaya matahari sehingga proses fotosintesis menjadi lebih optimal, kondisi pertanaman tidak terlalu lembab, mengurangi serangan penyakit, dan mengusir serangga-serangga penggangu tanaman seperti Thirps dan Aphids. Sedangkan warna hitam pada mulsa akan menyerap panas sehingga suhu di perakaran tanaman menhadi hangat. Akibatnya, perkembangan akar akan optimal. Selain itu warna hitam juga mencegah sinar matahari menembus ke dalam tanah sehingga benih-benih gulma tidak akan tumbuh (kecuali teki dan anak pisang). Pemasangan mulsa PHP sebaiknya dilakukan pada saat panas matahari terik agar mulsa dapat memuai sehingga menutup bedengan dengan tepat. Teknis pemasangannya cukup oleh 2 orang 153
untuk satu bedengan. Caranya tariklah kedua ujung mulsa pada bedengan, kaitkan salah satu ujungnya pada bedengan menggunakan pasak penjepit mulsa kemudian ujung yang satunya. Setelah kedua ujung mulsa PHP terkait erat pada bedengan, dengan cara bersamaan tariklah mulsa pada kedua sisi bedengan setiap meternya secara bersamaan. Kaitkan kedua sisi mulsa dan bedengan dengan pasak penjepit tadi sehingga seluruh sisi mulsa terkait rapat pada bedengan. Setelah selesai pemasangan, bedenganm bedengan dibiarkan tertutup mulsa PHP selama 3–5 hari sebelum dibuat lubang tanam. Tujuan agar pupuk kimia yang diberikan dapat berubah menjadi bentuk tersedia sehingga dapat diserap tanaman. d. Teknik Penanaman 1) Pembuatan Lubang Tanam Untuk membuat lubang tanam dengan menggunakan pelat pemanas atau memanfaatkan bekas kaleng susu kental. Plat pemanas yang berupa potongan besi dengan diameter 10 cm, dibuat sedemikian rupa hingga panas yang ditimbulkan dari arang yang dibakar mampu melubangi mulsa PHP dengan cepat. Model penanaman dapat berupa dua baris berhadap-hadapan membentuk segi empat ati dia baros berhadap-hadapan membentuk segi tiga. 2) Cara Penanaman Bibit yang telah di semai + 3 minggu dipindahkan kedalam besar beserta medianya. Akar tanaman diusahakan tidak sampai rusak saat menyobek polibag kecil. Cetakan tanah yang telah berisi bibit melon, diletakkan pada lubang yang telah ditugal dan
154
diusahakan agar tidak pecah/hancur karena bisa mengakibatkan kerusakan akar dan tanaman akan layu jika hari panas. e. Pemeliharaan Tanaman 1) Penjarangan dan Penyulaman Penjarangan dan penyulaman dilakukan bila dalam waktu 2 (dua) minggu setelah tanam bibit tidak menunjukkan pertumbuhan normal. Tanaman dicabut beserta akarnya kemudian diganti dengan bibit/tanaman baru. Hal ini sebaiknya dilakukan pada sore hari agar tanaman muda ini dapat lebih beradaptasi dengan lingkungan barunya. Penyulaman dan penjarangan biasanya dilakukan selama 3 – 5 hari, karena kemungkinan dalam seminggu pertama masih ada tanaman lainnya yang perlu disulam. Saat setelah selesai penjarangan dan penyulaman tanaman baru harus disiram air. 2) Penyiangan Pada budidaya melon sistem mulsa PHP penyiangannya dilakukan pada lubang tanam dan parit di antara dua bedengan. Gulma
yang
tidak
dibersihkan
menyebabkan
lingkungan
pertanaman lembab sehingga merangsang penyakit. Gulma juga dapat sebagai inang hama dan nematoda yang merugikan. 3) Pembubunan Untuk pembubunan pertama-tama kita lakukan adalah pemupukan awal dan mensterilkan lahan di situ. Tujuannya adalah setelah tanah diolah dan dipupuk, tanah akan menjadi subur dan akan terbebas dari hama dan penyakit. Saat melakukan pemupukan, tanah yang sebelumnya sudah diolah, telah dikelentang selama 2 minggu. Dengan begitu, diharapkan tanah yang cukup lama terkena terik matahari tersebut, cukup sehat untuk ditanami. 155
4) Perempalan Perempelan dilakukan terhadap tunas/cabang air yang bukan merupakan cabang utama. 5) Pemupukan Pemupukan diberikan sebanyak 3 kali, yaitu 20 hari setelah ditanam, tanaman berusia 40 hari (ketika akan melakukan penjarangan buah) dan pada saat tanaman berusia 60 hari (saat menginjak proses pematangan). Caranya sebarkan secara merata di atas tanah bedengan pada pinggiran kiri dan kanannya (10–15 cm). Kemudian tanah dibalik dengan hati-hati supaya tidak merusak perakaran tanaman, dan agar pupuk tersebut bisa aman terpendam dalam tanah. Untuk memudahkan dalam pemupukan, dibuat data mengenai rangkaian pemupukan sejak awal. a) Pupuk kandang/kompos: pupuk dasar=10–20 ton/ha. b) Urea: pupuk dasar=440 kg/ha; pupuk susulan I=330 kg/ha; pupuk susulan II=220 kg/ha; pupuk susulan III=440 kg/ha. c) TSP: pupuk dasar=1.200 kg/ha; pupuk susulan I=220 kg/ha; pupuk susulan II=550 kg/ha. d) KCl: pupuk dasar=330-440 kg/ha; pupuk susulan II=160 kg/ha. Keterangan pupuk dasar: pemupukan pada pengolahan tanah (sebelum tanam); pupuk susulan I: umur ±20 hari; pupuk susulan II: umur + 40 hari; pupuk susulan III: umur + 60 hari. 6) Pengairan dan Penyiraman Tanaman melon menghendaki udara yang kering untuk pertumbuhannya, tetapi tanah harus lembab. Pengairan harus dilakukan jika hari tidak hujan. Pengairan dilakukan pada sore atau malam hari. 156
Tanaman di siram sejak masa pertumbuhan tanaman, sampai tanaman akan dipetik buahnya. Saat menyiram jangan sampai air siraman membasahi daun dan air dari tanah jangan terkena daun dan buahnya. Tujuannya adalah supaya tanaman tidak dijangkiti penyakit yang berasal dari percikan tersebut, kalau daun basah kuyup akan mengundang jamur sangat besar. Penyiraman dilakukan pagi-pagi sekali atau malam hari. Oleh karena itu ada pengairan di sekitar kebun besar sekali manfaatnya. 7) Waktu Penyemprotan Pestisida a) Tindakan preventif, benih direndam dalam larutan bakterisida Agrimycin (oxytetracycline dan streptomycin sulfate) atau Agrept (streptomycin sulfate) dengan konsentrasi 1,2 gram/liter dan penyemprotan bakterisida pada umur 20 b) Penyemprotan
fungisida
Previcur
N
(propamocarb
hydrochloride) dengan konsentrasi 2–3 ml/liter apabila serangan telah melewati ambang c) Fungisida Derasol 500 SC (carbendazim) dengan konsentrasi 1– 2 ml/liter. Pangkal batang yang terserang dioles dengan larutan fungisida Calixin 750 EC (tridemorph) dengan konsentrasi 5 ml/liter. 8) Pemeliharaan Lain a) Pemasangan Ajir Ajir atau tongkat dari kayu atau bilahan bambu, untuk rambatan dapat di pasang setelah selesai membuat pembubunan dan selesai mensterilkan kebun. Atau dapat juga ajir dipasang sesudah bibit ditanam, dan bibit sudah mengeluarkan sulur-sulurnya kirakira tingginya adalah 50 cm. Ajir harus terbuat dari bahan yang kuat 157
sehingga mampu menahan beban buah dengan bobot kira-kira 2–3 kg. Tempat ditancapkannya ajir dengan jarak kira-kira 25 cm dari pinggir guludan baik kanan maupun kiri. Supaya ajir lebih kokoh lagi, kita bisa menambahkan bambu panjang yang diletakkan di bagian pucuk segitiga antara bambu atau kayu yang menyilang, mengikuti barisan ajir-ajir di belakangnya. b) Pemangkasan Pemangkasan yang dilakukan pada tanaman melon bertujuan untuk memelihara cabang sesuai dengan yang dikehendaki. Tinggi tanaman dibuat rata-rata antara titik ke-20 sampai ke-25 (bagian ruas, cabang atau buku dari tanaman tersebut). Pemangkasan dilakukan kalau udara cerah dan kering, supaya bekas luka tidak diserang jamur. Waktu pemangkasan dilakukan setiap 10 hari sekali, yang paling awal dipangkas adalah cabang yang dekat dengan tanah dan sisakan dua helai daun, kemudian cabang-cabang yang tumbuh lalu dipangkas dengan menyisakan 2 helai daun. Pemangkasan dihentikan, jika ketinggian tanamannya sudah mencapai pada cabang ke-20 atau 25. Syarat dan tatacara budidaya melon adalah beberapa hal yang utama dalam memaksimalkan peningkatan produktivitas usahatani melon agar hasil yang didapatkan memuaskan dan mengurangi resiko kegagalan panen.
PENUTUP Simpulan Usahatani melon adalah salah satu komoditas yang dipilih para petani di Kabupaten Ngawi walaupun di masa pandemi 158
sekalipun komoditas ini dapat menembus pasar, juga karena masa berbuahnya tidak begitu lama, komoditas ini cocok ditanam pada musim kemarau, perawatannya tidak membutuhkan banyak air, dan keuntungan yang diperoleh besar jika berhasil panen. Namun jika gagal panen kerugian pun juga sangat besar, karena itu dalam menanam komoditas melon harus memperhatikan beberapa hal diantaranya: kondisi geografis wilayah, iklim, pH tanah, juga tatacara budidaya melon yang tepat. Peningkatan dalam kualitas dan kuantitas usahatani komoditas melon ini diperlukan guna mencegah kerugian pada masa panen, dan memberikan peluang besar dalam upaya peningkatan pertanian, karena itu dalam berbudidaya melon harus memperhatikan beberapa hal diatas. Saran Diharapkan tulisan ini dapat bermanfaat bagi para pembaca baik para petani maupun para mahasiswa untuk menambah wawasan dalam berusahatani komoditas melon. Penulis berharap tulisan ini dapat dipahami dengan mudah oleh pembaca dan dapat menjadi suatu referensi pembelajaran, juga diharapkan dapat menjadi salah satu acuan dalam berusahatani komoditas melon terutama dalam tatacara budidaya melon,agar kuantitas dan kualitas melon dapat dioptimalkan dengan baik.Jikalau para pembaca terutama petani melon mengetahui kondisi wilayah yang tepat bagi usahatani melon juga syarat dan tatacara budidaya melon maka kemungkinan gagal panen dapat teratasi, semoga tulisan ini dapat memberikan pengetahuan yang lebih luas bagi pembaca dalam berusahatani komoditas melon.
DAFTAR RUJUKAN 159
A. Zubaidi dkk. (2012). Analisis Efisiensi dan Pemasaran Melon di Kecamatan Muncar Kabupaten Banyuwangi. Buana Sains. 12 (2):19-26. Firman Yulianto. 2004. Analisis Pendapatan dan Pemasaran Usahatani Melon. Universitas Jember. Kunto, W. 2011. Hama Ancam Petani Melon Ngawi Gagal Panen. Retrieved
from
antaranews:
(https://www.antaranews.com/berita/265800/hama-ancampetani-melon-ngawi-gagal-panen, diakses pada 8 Januari 2021) Ngawi, diskominfo. 2018. ”Letak Geografis”, Letak Geografis Pemerintah Kabupaten Ngawi (ngawikab.go.id), diakses pada 31 januari 2021. Ngawi, D. (n.d.). Letak Geografis. ( https://ngawikab.go.id/, diakses pada 8 Januari 2021). Pepi. 2020. Wabah Virus Menyebar, Panen Melon Tersebar. Retrieved from pepi. (https://pepi.ac.id/berita/wabah-virusmenyebar-panen-melon-tersebar/, diakses pada 10 Januari 2021). Rekhan Andrianto, Istiko Agus Wicaksono, Diyah Panuntun Utami. 2018. Analisis Usahatani Melon di Desa Wonosari Kecamatan Ngombol Kabupaten Purworejo. Surya Agritama, 7 (2). Suwardi, Z. M. (2016). Prospek Pengembangan Usaha Tani Melon Kecamatan Muara Batu dan Dewantara Kabupaten Aceh Utara. Agrifo, 1 (1). 160
Sudjianto, U. dan V. Krestiani 2009. Studi Pemulasan Kandungan Pada Buah Melon. J. Sains dan Teknologi Tjahjadi, N. (1987). Bertanam Melon. Kanisius.
161
BUDIDAYA TANAMAN STROBERI DENGAN SISTEM HIDROPONIK DI DESA SUMBERAGUNG Jauharul Habib Politeknik Pembangunan Pertanian Malang Surel: jauharulhabib9c21@gmail.com ABSTRAK: Artikel ini bertujuan untuk mendeskripdikan budidaya tanaman stroberi secara hidroponik di Desa Sumberagung Kecamatan Plosoklaten. Penerpan sistem hidroponik ini merupakan salah satu cara untuk penanaman stroberi di dataran rendah. Stroberi (Fragaria sp.) memiliki nilai ekonomi tinggi, jadi diharapkan dengan sistem hidroponik ini masyarakat di desa sumberagung bisa melakukan budidaya tanaman stroberi.
Kata-kata kunci: budidaya, desa Sumberagung, sistem hidroponik, tanaman stroberi.
Stroberi (Fragaria sp.) adalah tanaman subtropis yang akan tumbuh dengan maksimal jika ditanam pada dataran tinggi. Tanaman stroberi yang dibudidaya di dataran rendah hasilnya akan berbeda dengan tanaman stroberi yang dibudidaya pada dataran tinggi sehingga akan sulit untuk membudidayakan stroberi seperti biasanya. Suhu dan intensitas cahaya matahari yang tinggi menjadi suatu kendala dalam budidaya stroberi di dataran rendah. Budidaya stroberi di dataran rendah untuk skala produksi masih jarang dilakukan. Menurut Mappanganro (2013:481), Pengaruh lingkungan daerah dataran rendah yang tidak sesuai untuk pertumbuhan stroberi dapat diminimalkan
dengan
melakukan
budidaya
stroberi
secara
hidroponik. Produksi buah stroberi yang dihasilkan sekarang belum bisa memenuhi permintaan pasar. Untuk memenuhi permintaan pasar 162
yang semakin hari semakin meningkat, beberapa alternatif teknik budidaya dapat dilakukan terhadap tanaman stroberi, dengan harapan, produksi yang dihasilkan optimal, baik kualitas maupun kuantitas. Cara yang dilakukan antara lain dengan sistem penanaman, teknik budidaya yang tepat, dan penggunaan varietas yang mempunyai sifat unggul. Budidaya secara hidroponik merupakan teknologi dalam bidang pertanian yang efektif dan fleksibel karena dapat diterapkan dimana saja dan tidak membutuhkan lahan yang luas. Sistem hidroponik pada dasarnya merupakan modifikasi dari sistem pengelolaan budidaya tanaman di lapangan secara intensif untuk meningkatkan kuantitas dan kualitas produksi tanaman serta menjamin keberlanjutan produksi tanaman. Sistem ini dikembangkan berdasarkan alasan bahwa jika tanaman diberi nutrisi yang cukup maka kondisi pertumbuhan akan optimal, maka potensi maksimum untuk berproduksi dapat tercapai. Menurut Rosliani dan Sumarni (2005:482), larutan nutrisi yang langsung diberikan pada zona perakaran, mengandung komposisi garam-garam
organik
yang
berimbang
untuk
menumbuhkan
perakaran dengan kondisi lingkungan perakaran yang ideal. Salah satu faktor penting yang perlu diketahui pada saat melakukan
penyiraman
dengan
larutan
nutrisi
pada
sistem
hidroponik, yaitu konsentrasi larutan nutrisi. Semakin tinggi konsentrasi pupuk yang diberikan maka kandungan unsur hara yang diterima oleh tanaman akan semakin tinggi. Namun, pemberian dengan konsentrasi yang berlebihan dapat berakibat tidak baik pada pertumbuhan tanaman. Oleh karena itu, pemilihan konsentrasi yang tepat perlu diketahui. 163
Desa Sumberagung merupakan daerah yang berada di dataran rendah. Tanaman stroberi sulit dikembangkan di Desa Sumberagung, Untuk melakukan budidaya tanaman stroberi maka diperlukan sistem penanaman secara hidroponik. Sehingga dalam artikel ini diambil judul “Budidaya Tanaman Stroberi Secara Hidroponik pada Dataran Rendah di Desa Sumberagung”. BUDIDAYA
TANAMAN
STROBERI
DI
DESA
SUMBERAGUNG Tanaman stroberi merupakan salah satu jenis buah yang sangat terkenal di seluruh Negara, bentuknya yang unik dipadukan dengan rasa manis asam segar menjadi sebuah keunggulan dari buah yang berwarna merah ini. Stroberi dapat dikonsumsi secara langsung jika sudah matang dan dapat juga diolah menjadi sirup, selai, dan jus. Buah yang memiliki nama latin (Fragaria sp) ini, pertama kali ditemukan di Negara Chili. Karena sangat di sukai oleh masyarakat, akhirnya tanaman yang satu ini terus berkembang pesat dan akhirnya menyebar ke berbagai negara hingga sampai ke Indonesia.Di Indonesia sendiri, buah stroberi menjadi salah satu buah yang paling banyak dicari masyarakat untuk dikonsumsi. Tak heran jika permintaan pasar untuk buah stroberi selalu meningkat setiap tahunnya. Syarat tumbuh menurut Krisnaindra (2017:2): 1. Iklim Tanaman stroberi adalah tanaman yang tumbuh baik di daerah subtropis namun dapat beradaptasi dengan baik di dataran tinggi tropis. Tanaman stroberi membutuhkan curah hujan 600-700 mm/th. 164
Setiap harinya tanaman stroberi membutuhkan lama penyinaran berkisar antara 8-9 jam/hari.Suhu. Pertumbuhan dan perkembangan tanaman stroberi dapat optimal jika tumbuh pada ketinggian tempat seperti 1.000 mdpl sampai 1.500 mdpl dengan suhu 17-20 derajat selsius. Sementara kelembaban udara yang dibutuhkan berkisar antara 80-90%. 2.
Tanah Tanaman stroberi membutuhkan kondisi tanah liat berpasir,
subur, gembur, sirkulasi udara dalam tanah baik, mengandung banyak bahan organik, dan kandungan air tanah cukup. Stroberi yang ditanam di tanah kebun membutuhkan pH 5,4-7,0, sedangkan di dalam pot membutuhkan pH 6,5-7,0. Di kebun, syarat kedalaman air yang dibutuhkan tanaman stroberi berkisar antara 50-100 cm. Desa Sumberagung adalah sebuah desa yang berada di Kecamatan Plosoklaten Kabupaten Kediri. Desa ini memiliki ketinggian sekitar ±230 mdpl dan memiliki suhu 22- 28 derajat selsius, sementara kelembapan udaranya 80-90%. Sehingga perlu di berikan perlakuan khusus agar tanaman stroberi dapat tumbuh dengan optimal di desa sumberagung Perlakuan khusus yang dapat di lakukan ada banayak salah satunya dengan sistem hidroponik. Dengan sistem hidroponik suhu disekitar tempat budidaya dapat disesuaikan. Ketika suhu sudah di sesuaikan tanaman stroberi akan mudah untuk di budidayakan. Pertumbuh dan perkembang tanaman stroberi akan bagus dan optimal
SISTEM HIDROPONIK PADA TANAMAN STROBERI
165
Tanaman stroberi kurang cocok apabila di tanam di Desa Sumberagung Kecamatan Plosoklaten Kabupaten Kediri karena kondisi lingkungan tidak sesuai dengan syarat tumbuhnya. Untuk mengoptimalkan kondisi lingkungan, salah satu usaha yang dapat dilakukan adalah dengan membudidayakan stroberi dengan sistem hidroponik (Noviyanti dan Susanto, 2005:1). Schwarz (1995:1), menyatakan bahwa budidaya secara hidroponik mempunyai banyak keuntungan, diantaranya tidak membutuhkan lahan yang luas, kebutuhan air, hara dan cahaya mudah diatur sesuai dengan kebutuhan tanaman, pengendalian hama dan penyakit lebih mudah, serta lebih steril karena tidak menggunakan tanah. Budidaya secara hidroponik dapat berhasil apabila kebutuhan air, sirkulasi udara dan hara tanaman tercukupi. Dalam budidaya tanaman secara hidroponik media tanam yang digunakan bersifat inert, sehingga untuk memenuhi kebutuhan hara tanaman harus diberi dan mendapatkan suplai hara dari luar. hidroponik saat ini memang sedang banyak digemari. Pertama sistem ini penanamannya menggunakan media air, lebih hemat tempat dan bisa menghasilkan tanaman yang lebih melimpah. Dengan menggunakan sistem hidroponik tanaman bisa menyerap nutrisi lebih banyak, sehingga pertumbuhannya lebih maksimal. Ada banyak tanaman yang bisa di tanam dengan cara hidroponik, salah satunya adalah tanaman stroberi. Stroberi merupakan buah yang mengandung vitamin c sangat tinggi. Berikut adalah budidaya tanaman stroberi dengan sistem hidroponik: 1. Alat Dan Bahan
166
Untuk menanam buah stroberi dengan cara hidroponik, Anda harus menyiapkan alat dan bahannya terlebih dahulu. Alat yang dibutuhkan antara lain jerigen, baki persemaian, hand sprayer, pot, tali kompos, pipa paralon, timbangan ohaus dan ember. Sedangkan bahannya tentunya Anda membutuhkan bibit buah stroberi, garam mineral dan pupuk yang sudah siap pakai. Itulah beberapa bahan yang harus Anda siapkan. Lanjut ke tahap penanaman dan persiapan lainnya. 2.
Persiapan Bibit Tahapan pertama adalah pembibitan buah stroberi terlebih
dahulu. Penyemaian benih stroberi dilakukan dengan media pasir. Ambil pasir yang kering kemudian di ayak sampai halus. Jangan lupa untuk cuci dan direndam dengan menggunakan air selama 1 jam. Bersihkan baki persamaian dan masukan pasir yang sudah dibersihkan tadi sampai ketinggian 4 cm. Siram baki dengan menggunakan air sampai baki terlihat kelebihan air beberapa menit saja. Taburkan biji stoberi ke dalam baki. Taburan bibitnya tak perlu terlalu rapat-rapat. Pada saat proses penyemaian jangan sampai pasir menjadi kering. Jadi harus dilakukan penyemprotan setiap harinya. Jika sudah tumbuh 2 sampai 4 helai daun. Berarti bibit stroberi sudah siap untuk dipindah ke media tanam. 3.
Tahap Penanaman Siapkan wadah yang akan digunakan sebagai media tanam.
Misalnya dengan menggunakan pralon. Belah pralon menjadi dua bagian. Jangan sampai ada lubang satu pun. Selain menggunakan pralon, Anda juga bisa menggunakan pot atau wadah lainnya. Pemberian lubang harus diatur, ini hanya berguna untuk penanaman 167
tanamannya saja. Beri jarak 3 - 5 cm setiap lubangnya. Untuk medianya berupa kerikil, pasir dan lainnya. Cuci semua bahan tersebut sampai bersih dan rendam dengan menggunakan air mendidih selama 30 - 60 menit. Masukan media yang sudah Anda buat ke dalam wadah yang sudah disiapkan. Kurang lebih dengan ukuran 3 - 4 cm di atas lubang yang sudah Anda buat. Ambil tanaman yang sudah Anda semaikan, jangan sampai bagian akarnya terputus. Pindahkan ke media yang sudah Anda buat. Jangan lupa untuk diberikan nutrisi. Nutrisinya menggunakan pupuk organik yang cair. Bisa juga dengan menggunakan pupuk lainnya, asalkan berbentuk cair. Letakkan tanaman jauh dari daerah yang banyak serangga, tetapi tetap cukup sinar matahari dan tidak terlalu lembab. Jika tanaman sudah berumur 2 atau 3 minggu berikan pupuk cair lagi. 4.
Tahap Perawatan Pada sistem hidroponik, perawatannya memang harus lebih
intensif dibandingkan dengan siistem yang lainnya. Kita harus memperhatikan pH media tanam juga. PH yang baik sekitar 6,3. Jika terlalu tinggi kita harus menurunkannya dan jika terlalu rendah harus menaikannya. Selain itu juga harus tetap dilakukan pemberian pupuk cair secara rutin. Bisa menggunakan pupuk kcl, pupuk tsp, pupuk urea dan lain sebagainya asalkan dalam bentuk cair. Selain itu harus membasmi
hama
menyemprotkan
penyakit
fungsisida,
yang
menyerang.
insektisida
dan
Bisa
lain
dengan
sebagainya.
Penyemprotan hama dilakukan jika terdapat hama penyakit saja. jika tidak ada tidak perlu dilakukan penyemprotan. 5.
Tahap Pemanenan 168
Pemanenan tanaman stroberi biasanya dapat dilakukan setelah berumur 4 sampai 6 bulan.ini juga tergantung dengan pertumbuhan dari tanaman tersebut. Untuk cara memanennya sangat mudah. Anda tinggal memotong buah stroberi yang sudah merah. Bisa dengan menggunakan gunting atau pisau. Tetapi harus hati-hati jangan sampai merusak bagian tanaman yang belum tumbuh. Biasanya buah stroberi tidak berbuah secara bersamaan. Pemanenan dilakukan pada pagi atau siang hari dan dilakukan dua minggu sekali.
PENUTUP Simpulan Tanaman stroberi adalah tanaman yang bisa tumbuh dimana saja. Stroberi mebutukan suhu dan itensitas cahaya matahari yang di sesuaikan dengan karakteristiknya, salah satu cara penyesuaiannya dengan sistem hidroponik. Penyesuaian suhu bertujuan agar tanaman dapat beradaptasi secara baik sehingga pertumbuhan tanaman tidak terhambat. Sistem hidroponik ini tidak terlalu memakan lahan sehingga sehingga lahan sempitpun dapat di manfaatkan. Saran Dengan adanya artikel ini saya berharap agar warga desa sumberagung melakukan
kecamatan budidaya
plosoklate
tanaman
kabupaten
stroberi
Kediri
menggunakan
dapat sistem
hidroponik. Sistem hidroponik ini tidak membutuhkan lahan yang luas sehingga warga yang tidak memiliki lahan yang luas tetap biasa mebudidayakan. Diharakan artikel dapat menjadi panduan cara budidaya stroberi dengan sistem hidroponik. 169
DARTAR PUSTAKA Krisnaindra.
2017.
Syarat
Tumbuh
Strawberry/Stroberi.
(https://www.teorieno.com/2017/08/syarat-tumbuhstrawberry.html?m=0, diakses pada tanggal 22 januari 2021) Mappanganro, N. 2013. Pertumbuhan tanaman Stroberi pada Berbagai Jenis dan Konsentrasi Pupuk Organik Cair dan Urine Sapi dengan Sistem Hidroponik Irigasi Tetes. Biogenesis. 1: (2). 123-132. Noviyanti, E., S. Susanto. 2005. Pertumbuhan dan kualitas buah stroberi yang ditanam secara hidroponik pada lingkungan yang berbeda. Gakuryoku, 11 (2):195-199. Rosliani, R dan N. Sumarni. 2005. Budidaya Tanaman Sayuran dengan Sistem Hidroponik. Balai Penelitian Tanaman Sayuran, Bandung. Schwarz, M. 1995. Soilless Culture Management. Springer-Verlag, Berlin. 77 p.
170
POTENSI KOMODITAS TEMBAKAU SELOPURO DI PROVINSI JAWA TIMUR Junaidi Hari Setiawan Politeknik Pembangunan Pertanian Malang Surel: junaidisetiawan9i21@gmail.com ABSTRAK: Artikel ini bertujuan untuk meningkatkan potensi komoditas tembakau selopuro agar semakin terkenal di pasar nasional, tanaman tembakau selopuro sendiri mempunyai nilai tersendiri bagi para petani karena memiliki nilai jual yang cukup tinggi pada pasar nasional. Selopuro sendiri merupakan daerah yang cocok di tanami tembakau karena kontur tanah serta ketersediaan air yang cukup untuk pertumbuhan tanaman tembakau sendiri. Kata-kata kunci: komoditas, potensi, provinsi Jawa Timur, tembakau selopuro
Tembakau atau biasa disebut dengan Nicotiana tergolong dalam produk tanaman semusim, lalu tembakau ini bisa di sebut dengan tanaman
waktu
luang
karena
masyarakat
Indonesia
sering
mengkonsumsinya sebagai bahan aku rokok dan cerutu. Peran tembakau dan industri hasil tembakau dalam kehidupan sosial ekonomi masyarakat adalah penerimaan negara dalam bentuk cukai dan devisa, penyediaan lapangan kerja, sebagai sumber pendapatan petani, buruh, dan pedagang, serta pendapatan daerah. Penerimaan negara dari cukai hasil tembakau mengalami peningkatan secara signifikan yaitu dari Rp32,6 triliun pada tahun 2005 menjadi Rp65,4 triliun pada tahun 2011. Pada kegiatan on farm komoditas tembakau mampu menyerap tenaga kerja sebesar 21 juta jiwa sedangkan di kegiatan off farm sebesar 7,4 juta jiwa (Ditjen Perkebunan, 2009). 171
Jawa Timur merupakan propinsi penghasil tembakau terbesar di Indonesia (58,2%). Selopuro merupakan salah satu daerah penghasil tanaman tembakau terbaik di Kabupaten Blitar yang namanya sudah merajai di pasar nasional sebagai bahan baku rokok kretek, serta menjadikan daerah selopuro menjadi sentra tanaman tembakau adalah iklim, serta kontur tanah dan air yang cocok untuk di tanami tembakau. Tembakau sendiri memiliki arti penting bagi masyarakat selopuro karena mengubah perekonomian dan sosial budaya, karena itulah masyarakat selopuro sangat bergantung kepada komoditas tembakau selopuro. Di Desa Popoh, Kecamatan Selopuro, Kabupaten Blitar masyarakat sering mengkonsumsi tembakau dalam pembuatan rokok karena memiliki ciri khas tersendiri yaitu rasa keras di dada yang membuatnya menjadikannya primadona, dengan harga di pasaran Rp 16.000/kg membuatnya sangat di minati oleh masyarakat. Namun di balik semua itu terdapat permasalahan yang memperihatinkan karena tembakau selopuro ini kurang dilirik oleh pihak pabrik rokok yang kalah branding dengan tembakau temanggung. Selain itu ada permasalahan lagi yaitu Kendala produksi tembakau seperti yang dijumpai di wilayah Blitar umumnya terletak pada perubahan cuaca global yang sulit diprediksi dan pengolahan tanah tidak dilakukan untuk menciptakan struktur tanah yang sesuai untuk pertumbuhan tanaman tembakau. Peran pemerintah daerah sangatlah besar dalam permasalahan yang terjadi dalam industri tembakau nasional saat ini yang nantinya akan merugikan daripada pihak petani tembakau tersendiri. Dalam sebuah pertemuan gabungan kelompok tani kecamatan selopuro di 172
hadiri oleh seorang anggota dewan bernama Nugroho menyampaikan bahwa para anggota dewan ingin memajukan komoditas tembakau selopuro karena sebagai asset berharga Kabupaten Blitar, sehingga beliau
mau
menakomodasi
keperluan
kelompok
tani
untuk
memajukan komoditas tembakau selopuro secara bersama-sama. TANAMAN TEMBAKAU DI PROVINSI JAWA TIMUR Tembakau merupakan salah satu komoditi perkebunan utama di Jawa Timur yang memiliki peran penting dalam pembangunan ekonomi regional maupun nasional (Disbun Prov Jatim, 2012). Tembakau juga dapat diartikan sebagai tanaman yang memiliki nilai jual hasil olahan yang cukup tinggimaka untuk meningkatkan produktifitas tembakau, petani dianjurkan melaksanakan teknik budidaya yang benar dan menanam varietas-varietas unggulan yang dianjurkan oleh pemerintah. Kualitas tanaman tembakau banyak dipengaruhi oleh keadaan lingkungan terutama faktor iklim dan tanah. Walaupun secara genetika tanaman tembakau tidak mengalami perubahan,
namun
secara
fenotip
tergantung
pada
keadaan
lingkungannya. Hal ini menyebabkan jenis tembakau yang dihasilkan berbeda karena keadaan lingkungan yang tidak sama. Secara morfologi Tembakau dicirikan dengan keadaan tanaman yang kokoh dan besar dengan ketinggian tanaman sedang, daunya tipis dan elastisitas, bentuk daun bulat lebar, bermahkota slinder dan daunya berwarna cerah (Listyanto,2010). Sedangkan Deskripsi Morfologi Tembakau sebagai berikut: 1. Semak, semusim, tinggi kurang lebih 2 cm.
173
2. Tanaman tembakau memiliki bentuk batang agak bulat, agak lunak tetapi kuat, makin ke ujung makin kecil. 3. Daun tanaman tembakau berbentuk bulat lonjong (oval) atau bulat, tergantung pada varietasnya. 4. Bunga majemuk, tumbuh diujung batang, kelopak berbulu, benang Sari lima, kepala sari abu-abu, kepala putik satu, mahkota berbentuk terompet berwarna merah muda. 5. Buah kotak, bulat telur, masih muda hijau setelah tua coklat. 6. Biji kecil berwarna coklat 7. Akar tanaman tembakau merupakan tanaman berakar tunggang yang tumbuh tegak ke pusat bumi. Adapun Varietas-varietas unggulan tembakau yang sering ditanam di Jawa Timur adalah Grompol Jatim1, Kasturi, Kasturi 1, Kasturi 2, Cangkring 95, Coker 176, Sindoro 1, Kemloko 1, Kemloko 2, Kemloko 3, Prancak N-1, Prancak N-2, Prancak 95, Bligon 1, Virginia dan Bojonegoro 1. Pada dasarnya Jawa Timur memiliki lokasi pengembangan yang potensial seperti wilayah kabupaten Bojonegoro, Lamongan, Bondowoso, Jember, Blitar dan lain-lain. Jenis-jenis tembakau yang ada sekarang biasanya diberi nama berdasarkan tempat asal tembakau terus menerus diusahakan. Potensi ini menjadikan Jawa Timur sebagai provinsi penghasil tembakau terbesar di Indonesia. Berdasarkan Surat Edaran Gubernur Kepala Daerah Tingkat I Jawa Timur setiap tahun dikeluarkan Petunjuk Pelaksanaan Pembinaan Pertembakauan dan Program Intensifikasi Tembakau Virginia (ITV) dan Intensifikasi Tembakau Rakyat (ITR) di Jawa Timur, yang mengatur proyeksi luas areal tanaman tembakau untuk 174
meningkatkan kesejahteraan petani. Luas areal tanaman tembakau disesuaikan dengan kebutuhan tembakau oleh pabrik rokok dan diharapkan terjadi keseimbangan antara jumlah kebutuhan dengan jumlah produksi tembakau, sehingga dengan demikian akan memperbaiki harga tembakau dan tingkat pendapatan petani tembakau.
Oleh karena itu, komoditas tembakau memberikan
kontribusi terhadap Pendapatan Asli Daerah (PAD) yang cukup besar melalui pengembalian cukai rokok dari pemerintah pusat, sehingga tembakau dijadikan sebagai salah satu komoditas unggulan yang dibudubayakan di Jawa Timur termasuk di daerah Selopuro.
POTENSI KOMODITAS TEMBAKAU SELOPURO Kecamatan Selopuro merupakan bagian dari wilayah Kabupaten Blitar yang memiliki Luas Wilayah 39,29 Km2. Ketersediaan lahan yang cukup luas dan kondisi alam yang menyediakan beberapa macam agen hayati, serta iklim yang cenderung sedang dapat mendukung berjalannya kegiatan pertanian maupun perkebunan di Kecamatan Selopuro. Penggunaan lahan di Kecamatan Selopuro dibedakan menjadi sawah, bangunan/pekarangan, tegal dan tanah lainnya. Pada lahan sawah masih dibedakan menurut sistim pengairannya yaitu menjadi sawah tehnis, setengah tehnis dan sederhana. Oleh karena itu, pengoptimalan lahan yang dapat dimanfaatkan sebagai kegiatan pertanian dan perkebunan sangat diperlukan. Tembakau yang merupakan salah satu komoditas perkebunan yang dibudidayakan di Kecamatan Selopuro. Dengan acuan data pada tahun 2016, lahan yang digunakan untuk membudidayakan tembakau 175
seluas 64 Ha pada dasarnya mampu membantu meningkatkan taraf perekonomian masyarakat. Namun sangat disayangkan bahwa dalam usaha budidaya tersebut masih banyak mengalami kesulitan, seperti kualitas hasil panen yang tidak mampu bersaing dengan daerah lain khususnya di daerah Temanggung. Tembakau yang dihasilkan masih belum mampu memenuhi kualitas yang dibutuhkan oleh pihak pabrik rokok. Selain itu, kondisi alam yang tidak mementu juga berpengaruh pada produktivitas tembakau. Berdasarkan hasil survei di lapangan dapat dijumpai masalahmasalah internal yang dihadapi dalam sistim produksi tembakau Selopuro. Masalah internal dapat dibagi menjadi 3 (tiga) yaitu di tingkat on-farm, off farm dan kelembagaan. Pada tingkat on-farm permasalahan ini meliputi: telah terdapat indikasi degradasi lahan diberbagai wilayah penghasil tembakau, penyediaan air untuk kebutuhan tanaman yang semakin berkurang terutama pada musim
kemarau, penanaman tembakau
yang cenderung
berkembang ke wilayah di luar spesifik lokasi, penguasaan lahan oleh petani yang semakin sempit dan belum bersertifikat, penyediaan sarana produksi (pupuk, benih, pestisida) yang belum memadai, sumber daya manusia pada pengusahaan tembakau pada umumnya belum mampu menyesuaikan dengan tuntutan teknologi budidaya. Semua hal diatas telah mengakibatkan sulitnya produktifitas dan kualitas sesuai harapan pasar. Pada tingkat offfarm permasalahan ini meliputi: perkembangan selera pasar baik didalam maupun di luar negeri, impor tembakau yang belum bisa disubtitusi, perdagangan propinsi)
telah
antar
menyebabkan 176
daerah
(kabupaten,
sulitnya mempertahankan
spesifik lokasi jenis tembakau akibat tercampurnya berbagai jenis tembakau, persyaratan konsumen semakin meningkat dalam hal ambang atas kandungan residu
pestisida,
kandungan
bahan
kimiaberbahaya lainnya dan tuntutan kandungan tar dan nikotin rendah, banyaknya rokok illegal, registrasi mesin rokok pada industri belum
diatur, tenaga
kerja
yang
berkaitan
dengan
tembakau baik di on-farm maupun off-farm belum terdata lengkap, serta ketergantungan industri rokok terhadap “saos” impor. Masalah kelembagaan pada tingkat petani
belum seluruhnya terbentuk
organisasi yang dapat berperan aktif di dalam menampung segala kepentingan petani. Pada tingkat birokrat belum ada kelembagaan sentral (propnsi dan kabupaten) yang bersifat koordinatif dan komperehensif. Belum ada koordinasi di bidang penelitian secara terpadu baik antar pemangku kepentingan (stakeholders). (Kuntoro Boga Andri, 2012) Dengan beberapa masalah yang dihadapi dalam menunjang potensi komoditas tembakau di Kecamatan Selopuro dibutuhkan sebuah upaya pemecahan untuk menyelesaikannya. Potensi yang dimiliki Kecamatan Selupuro dapat menunjang taraf ekonomi masyarakat. Peran pemerintah dapat mendukung keberlangsungan hidup petani yang hanya mengandalkan tanaman tembakau selopuro untuk bertahan hidup dan menghidupi keluarganya. Dalam hal ini, peran pemerintah sangat berpengaruh untuk mengatasi permasalahan yang dihadapi. Hal ini dilakukan guna melestarikan agen hayati terutama tembakau di Kecamatan Selopuro, serta mensejahterakan kembali para petani pelaku budidaya tembakau khususnya di Kecamatan Selopuro. 177
PENUTUP Simpulan Tembakau selopuro merupakan salah satu komoditas unggulan yang ada di Kabupaten Blitar dengan kualitas yang sudah tak di ragukan di Jawa Timur karena memiliki ciri khas tersendiri yang membuat para penggemarnya menjadi candu dengan tembakau tersebut. Namun di balik itu ada permasalahan yang sangat kompleks tentang tembakau selopuro peran pemerintahlah yang menentukan akan di bawa kemana komoditas unggulan yang menjadi icon Kabupaten Blitar membuat para petani bisa menyambung hidupnya berkat tembakau selopuro. Saran Dengan adanya artikel ini semoga bermanfaat untuk pengenalan komoditas tembakau selopuro di kedepannya yang akan menjadi sebuah komoditas yang melegenda di kalangan para pecandu rokok kretek.
DAFTAR RUJUKAN Andri, Kuntoro Boga. 2012. Analisa Manajemen Rantai Pasok Agribisnis Tembakau Selopuro Blitar bagi Kesejahteraan Petani Lokal. Seminar Nasional: Kedaulatan Pangan dan Energi Fakultas Pertanian. Universitas Trunojoyo. 178
Fuad Hasan dan Dwidjono Hadi Darwanto. 2013. Prospek dan Tantangan Usaha Tani Tembakau Madura: Jurusan Agribisnis Fakultas Pertanian. Eko Purdyaningsih, SP. 2013. Mengenal Varietas Unggul Tembakau di Jawa Timur sebagai Upaya Meningkatkan Mutu Benih: PBT Ahli Muda BBPPTP Surabaya. Iswin Raka Agung Wijaya, dkk. 2014. Analisis Input Output Pengolahan Tembakau di Provinsi Jawa Timur: Jurusan Sosial Ekonomi Pertanian Fakultas Pertanian. Universitas Gadjah Mada.
179
POTENSI TANAMAN SERAT KAPAS DI JAWATIMUR DI ERA INDUSTRI 4.0 M. Naufal Wijaya Kusuma Politeknik Pembangunan Pertanian Malang Email: naufalw06@gmail.com Abstrak: Artikel ini bertujuan untuk mengenalkan serat alam yang memiliki potensi besar pada era globalisasi saat ini serta pelestarian serat kapas yang ada di Indonesia. Terbukanya peluang industri maupun terbukanya lapangan kerja baru dari potensi serat alam ini. Selain itu faktor pelstarian lingkungan juga menjadi salah satu alasan adanya berbagai inovasi untuk mengembangkan fungsi serat alam yang lebih maksimal lagi. Di Indonesia sendiri sudah mulai ada banyak penelitian mengenai perkembangbiakan beberapa serat alam diberbagai daerah yang sesuai di Indonesia, penelitian tersebut tentunya dari berbagai pihak baik dari balai penelitian tanaman serat maupun dari pihak lain.
Kata-kata kunci: Jawa Timur, potensi, serat kapas era indutri 4.0, tanaman
Pada masa saat ini memang semakin lama perkembangan masyarakat yang cenderung bergantung pada suatu teknologi yang akan berdampak pada semakin banyaknya dampak pencemaran lingkungan. Yang dimaksud dalam ketergantungan masyarakat dan berdampak pada pencemaran ini adalah ketergantungan mereka yang cenderung menjadi konsumtif dan menyukai suatu hal yang berjalan secara instan, sehingga berdampak pada penggunaan bahan-bahan sekali pakai ataupun bahan dengan daya tahan tinggi dan mudah didapatkan. Dari hal tersebut tentunya akan berdampak pada pengelolaan limbah guna menyeimbangkan antara konsumsi dan pengelolaan limbahnya. Dengan adanya hal tersebut jika apa yang 180
digunakan masyarakat adalah bahan yang susah untuk diuraikan maupun didaur ulang maka akan menjadi residu dialam sekitar yang akan berdampak buruk pada kesehatan dan kebersihan lingkungan. Jika hal tersebut terus menerus dipertahankan maka akan berdampak sangat besar pada kerusakan lingkungan sekitar. Serat alam merupakas salah satu solusi dalam mengurangi penggunaan barang sekali pakai maupun barag yang menimbulkan limbah yang susah untuk diuraikan. Penggunaan serat ini itdak sepenuhnya digunakan didalam barang tersebut melaikan dijadikan sebagai kombinasi, sehingga perlahan-lahan penggunaan bahan susah diuraikan ini dapat tergantikan. Berbagai serat alam ini sangat berpotensi dan memiliki niali ekonomis cukup baik karena dalam perkembanganya kita akan kembali untuk menggunakan bahan ramah ligkungan. Indonesia sendiri memiliki potensi dalam industri serat baik yang berupa tekstil pulp dan kertas. Indonesia merupakan merupakan negara yang sangat potensial dalam penyediaan bahan baku industri yang bersumber dari alam. Salah satu bahan baku alam yang dapat dimanfaatkan dalam industri adalah serat-serat alam (agrifiber) yang berasal dari berbagai jenis tanaman. Serat alam yang sudah banyak dimanfaatkan untuk bahan baku industri antara lain: kayu, bambu, ampas tebu (bagasse), kapas (gossypium hirsutum), kenaf (hibiscus cannabinus), yute (corchorus capsularis), rosela (hibiscus sabdarifa), rami (boehmeria nieva). Berdasarkan data konsumsi serat dunia terus meningkatdimana saat ini mencapai 9,7 kg/kapita. Oleh karena itu serat alam memiliki prospek yang baik untuk dikembangkan di indonesia (Pranta MT, 2012:7).
Salah
satu
jenis
industri
181
yang
dapat
menunjang
pembangunan indonesia adalah industri selulosa yang mengolah bahan baku serat alam menjadi produk yang dibutuhkan masyarakat (Ngakan T dan Susi S, 2012:41).
INDUSTRI SERAT ALAM Kebutuhan serat dunia terutama untuk memenuhi industri pulp dan kertas dengan kapasitas produksi pulp dan kertas. Tahun 2010, konsumsi serat rami dunia mecapai 500.000 ton, atau sebesar 60% dari total kebutuhan, setara dengan 300.000 ton yang dipenuhi oleh Cina meskipun meningkatkan volume kebutuhan serat rami dunia. Sementara itu potensi pasar internasional serat abaka terancam sebesar 600.000 ton pertahun. Saat ini potensi pasar serat abaka baru dipenuhi oleh produsen utama Filipina sebesar 18% (Pranata MT, 2012:8-9). Di Indonesia sendiri ada berbagai perusahaan yang bergerak dibidang industri serat ini seperti PT. Indonesia Nihon Seima, PT. ABA, PT. Perkebunan Bayu Lor (Adji Sastrosupadi, 2006) Pada desember 2005 world trade organization (WTO) menyelenggarakan sidang tahunan di Hongkong yang menghasilkan kesepakatan antara lain menghapus subsidi ekspor kapas dari negara maju mulai tahun 2006. Dampak yang mungkin terjadi adalah meningkatnya harga kapas dunia karna sto terbatas dan secara langsung mempengaruhi produksi tekstil nasional yang 99% bahan bakunya dari serat impor (Teger Basuki dkk, 2006:142). Melihat dari hal tersebut maka potensi pengembangan serat di Indoneisa sangat berpotensi memiliki nilai ekonomis karena tentunya dengan adanya peraturan tersebut maka produsen tekstil di Indonesia akan lebih 182
memilih menggunakan hasil pertanian petani Indonesia daripada harun impor bahan baku dari luar negeri. Di Indonesia sendiri industri pengolahan serat alam ini sudah banyak didirikan bahkan telah menjadi andalan devisa negara dari sektor non migas berkembang cukup pesat yang ditandai dengan meningkatnya industri pemintalan dari sekitar 6,1 juta mata pintal tahun 1991 menjadi sekitar 7,8 juta pada saat ini atau meningkat sekitar 2% prtahun dalam 15 tahun terakhir (Agus Hasanuddin R, 2007:33). Tak hanya berhenti di produk kapas saja, dalam industri tekstil sudah berkembang berbagai macam inovasi yang menawarkan bahan tambahan dalam pengolahan serat kapas menjadi tekstil yang berkualitas. Menurut (Sudjindro, 2007: 158), komoditas serat selain kapas sebagai altrnatif bahan tekstil yang sudah dikembangkan di Indonesia ada Rami (B. nivea), Kenaf (IH. Cannabinus), Kapuk (C. Pentandra G.), Yute (C. Capsularis dan C. Olitorius), Abaka (M. textilis), Sisal (A. Sisalana), Linum (flax) (L. Usitatissimum). Selain serat alam dimanfaatkan untuk tekstil serat alam juga dimanfaatkan sebagai
bahan
baku
pembuat
pulp
dan
kertas.
Semakin
berkembangnya suatu era bahan pembuatan pulp dan kertas juga semakin menipis artinya kebutuhan dan bahan baku produksi tidak seimbang, maka dari itu ada juga bahan yang digunakan sebagi pengganti pulp dan kertas. Menurut (Ngakan Timur A dan Susi Sugesty, 2012:44), berbagai jenis bahan baku alternatif yang berptensi sebagai bahan baku pulp dan kertas berasal dari serat primer telah dieliti di balai besar pulp dan kertas, antara lain adalah Bambu, tanaman serat karung (Kenaf, Yute, dan Rosella), Rami, Tandan Kosong, dan Pelepah Sawit, Jerami atau Merang, serta serat non kayu 183
lainnya. Pengalihan bahan baku tersebut bertujuan juga untuk menjaga kelestarian lingkungan dan ekosistem, jika semua pohon ditebang untuk dijadikan kertas maupun pulp maka hutan-hutan akan terjadi penggundulan dan berakibat hingga bencana alam. Dengan hadirnya era industri 4.0 ini yang lebih banyak mengedepankan adanya upaya energi terbarukan dan mengurangi penggunaan bahan fosil maupun bahan-bahan yang dapat merusak lingkungan. Hadirnya berbagai serat alam ini menjadi peluang besar bagi kita dalam berpartisipasi untuk meramaikan upaya pengguanaan bahan ramah lingkungan. Penggunaan serat alam ini sangat beragam dalam industri di masa saat ini diantaranya adalah penggunaan serat kenaf sebagai salah satu bahan dalam pembuatan doortim interior mobil. Hal tersebut menunjukkan bahwa masih banyak peluang berbagai macam serat alam dalam mengambil bagian untuk ikut berperan dalam berbagai aspek mengurangi pengguaan bahan yang tidak ramah lingkungan salah satu dari serat tersebut adalah serat kapas. POTENSI TANAMAN SERAT KAPAS DI JAWA TIMUR Menurut (Emy Sulistyowati dan Moch. Mahid, 2006:147) indonesia adalah negara dengan produsen tekstil nomor 5 didunia dengan kapasitas industri 7,4 juta mata pintal. Nilai ekspor tekstil dan produk tekstil tahun 2002 mencapai 6,5 miliar USD atau 15% dari nilai ekspor non migas. Jumlah tenaga kerja yang diserap oleh industri ini sebanyak 1,3 juta orang, belum termasuk tenaga kerja yang diserap oleh sektor perdagangan dan pertanian. ironisnya industri yang berorientasi ekspor ini tidak didukung oleh pasokan 184
serat kapas domestik yang tinggi, sehingga ketergantungan akan serat kapas impor mencapai rata-rata 454-762 ribu ton kapas yang menghabiskan devisa 600-650 juta USD. Produksi kapas dalam negeri hanya berkisar 1.600-2.500 ribu ton atau kurang dari 0,5% kebutuhan nasional. Selain itu menurut (Ngakan Timur A dan Susi Sugesty, 2012:42), Indonesia merupakan produsen pulp no. 9 di dunia dan sebagai produsen kertas Indoneisa menduduki peringkat ke-11 dunia. Pada tahun 2010, kebutuhan proyeksi kertas dunia diperkirakan akan naik sampai 425 juta ton pertahun dan pulp kertas dari non kayu diharapkan dapat meningkat lebih dari 10%. Penanaman tanaman serat sendiri sudah banyak diteliti oleh berbagai pihak terutama yang dilakukan oleh badan penelitian tanaman serta (balittas). Dari hasil yang telah diteliti tersebut tentunya diharapkan mampu memberikan waran baru bagi pertanian maupun perkebunan di Indonesia baik sebagai petani maupun industri lain yang masih bergantung pada serat alam tersebut. jika kita melihat disekitar kita tepatnya di Provisni Jawa Timur telah dilakukan berbagai survei menganai kecocokan lahan utnuk ditanami tanaman serat. Menurut (Prima Diarini R, 2012:160), pengembangan baru bagi tanaman kapas di Jawa Timur (tim survei 2001). Wilayah pengembangan baru tersebut terbagi menjadi 3 wilayah yaitu wilayah timur yang meliputi Pasuruan, Probolinggo, Situbondo, Banyuwangi, dan Lumajang; Wilayah Selatan Meliputi Kabupaten Malang, Blitar, Tulungagung, Trenggalek, Kediri, Pacitan, dan Ponorogo; dan Wilayah Barat Meliputi Kabupaten Ngawi, Bojonegoro Mojokerto, Lamongan, Tuban, dan Gresik. Diwilayah yang disurvei, kapas belum dikembangkan walaupun disebagian besar wilayah jawa timur 185
tanaman kapas sudah lama dikembangkan. Unit pengolahan yang sudah ada dijadikan entry point dalam mengembangkan kapas/rami secara
terencana
dan
bertahap.
Dengan
mempertimbangkan
kemampuan unit pengolahan yang ada, potensi lahan dan kemampuan petani pada MTT 2007 diproyeksikan pertanaman kapas mencapai areal seluas 18.000 ha dengan produksi sekitar 67.300 ton kapas berbiji atau sekitar 15.000 ton serat kapas (10% dari kebutuhan kapas nasional) dan rami 1.102 ha dengan produksi sekitar 1.100 ton serat siap pintal (rami top) (Agus Hasanuddin R, 2007:35). Survei yang telah dilakukan oleh tim survei 2001, tentu memiliki kriteria dalam penetapan lokasi yang telah disebutkan tadi. Kriteria dalam penetapan tersebut Menurut (Agus Hasanuddin R, 2007:34), lahan yang sesuai untuk pertumbuhan kapas adalah lahan yang mempunyai iklim dengan curah hujan 1000-1750 mm/tahun dengan jumlah bulan kering 3-4 bulan. Bentuk wilayahnya sebaiknya datar sampai berombak dengan lereng < 8%. Sifat fisik tanah yang dibutuhkan untuk pertumbuhan kapas adalah kedalaman efektif > 60 cm, drainase baik sampai sedang dengan daya memegang air yang cukup baik, tekstur tanah sedang sampai ringan (lempung, lempung berpasir, lempung berdebu, lempung berliat, lempung liat berdebu, dan lempung liat berpasir). Sedangkan sifat kima tanah yang dikehendaki adalah pH 6,5-7,5, salinitas < 16 mMhos/cm, N total sedang, P2O5 tinggi, dan K2O rendah. Selain hal-hal tersebut lebih rinci lagi Budi Hariyono, (2012:148) menjelaskan bahwa pihak pengembangan sumber daya lahan pertanian (BBSDLP). Lahan yang sangat sesuai untuk kapas ialah yang memiliki temperatur rata-rata 26-28°C, curah hujan 1.000-1500 mm, kelembapan <65%, drainase 186
sedang-baik, tekstur sedang-halus, bahan kasar <15%, kedalaman tanah >75cm, KTK liat >16 cmol+. Kg-1, kejenuhan basa >50%, pH H2O 6,0-7,6, C-organik >0,4%, salinitas <10dS/m, ESP <20%, kedalaman sulfidik >125 cm, bahaya erosi sangat rendah, tidak ada genangan, batuan di permukaan dan singkapan batuan <5% (Anonymous dalam Budi Hariyono, 2012:148). Selain semua yang telah dijelaskan terdapat faktor iklim dan cuaca yang menjadi masalah terbesar dalam bertani kapas ini karena akan langsung berpengaruh terhadap kualitas dan kuantitas hasil panen. Menurut (Teger Basuki dkk, 2007:143), unsur-unsur iklim yang berpengaruh dalam pengusahaan kapas adalah curah hujan, suhu udara, radiasi surya, kelembapan, dan kecepatan angin. Faktor curah hujan merupakan unsur iklim yang paling menentukan, karena curahnnya fluktuatif menurut waktu dan tempat. Curah hujan yang tidak menentu merupakan salahsatu kendala penanaman kapas di lahan kering yang sering menimbulkan masalah kekurangan atau kelebihan air pada suatu periode tertentu (Riajaya dalam Teger Basuki dkk, 2006:143). Untuk menghindari terjadinya iklim yang berdampak buruk pada penanaman kapas menurut (Prima Diarini R, 2012:161), penentuan waktu tanamn kapas sangat diperlukan agar tanaman kapas mendapat suplai air hujan yang cukup untuk memenuhi kebutuhan air selama pertumbuhannya dan memasuki periode kering saat panen. Hujan yang turun saat panen mempengarui kualitas serat (Bange dalam Prima Diarin R, 2012:161). Bagi para petani yang menanam kapas setalah melakukan pertanian jagung maupun padi menurut (Prima Diarini R, 2012:166), menanam tanaman kapas pada lahan pesawahan baik dilakukan pada bulan 187
(maret-april) agar kapas masih mendapatkan hujan minimal selama 2 bulan dan selanjutnya perlu tambahan air. Tantangan yang dihadapi oleh pengembangan kapas di Indonesia cukup kompleks, berawal dari ketidak tersediaan benih bermutu sampai dengan kelangkaan modal petani. Balittas telah menghasilkan berbagai macam teknologi, antara lain varietas unggul, pemupukan, pengendalian hama, dan lain-lain untuk menyambut peluang pengembangan yang masih cukup luas. Ketersediaan lahan yang sesuai masih cukup luas diluar jawa, seperti Sulawesi Selatan, Sulawesi Tengah, dan Sulawesi Tenggara memberikan peluang bagi pengembangan kapas nasional (Emy Sulistyowati dan Moch. Sahid, 2007:147). Menueurt (Adji Sastrosupadi, 2006), pengembangan berbagai tanaman serat telah ditampung maupun bekerjasama dengan perusahaan terkait salahsatunya yang ada di provinsi Jawa Timur. Serat kapas dilamongan sudah mapan berkat kemitraan antara petani dengan pihak pabrik rokok sukun sebagai pengelola, karena PR sukun ingin memenuhi kebutuhan kapas untuk pabrik tekstilnya yaitu PT Sukun Tex, kudus. Pada serat kenaf masih da pengembangan kenaf di lahan banjir lamongan. Seratnya dibeli oleh PT. ABA, suatu perusahaan jepang yang mempunyai pabrik pembuat interior mobil, khususnya doortrim di purwodadi pasuruan. Sedangkan serat sisal dari madura khususnya untuk tali temali pengebalan tembakau madura; sedangkan serat siasl dari blitar selatan untuk bahan baku industri kerajinan rumah tangga di daerah ngunut, tulungagung. Produk diversifikasi juga cukup banyak seperti pulp, karpet, kertas sigaret, kantong kertas, kertas saring, kertas celup teh. Pada tanaman 188
abaca satu-satunya perkebunan abaca yang masih ada yaitu di PT Perkebunan Bayu Lor, Banyuwangi. Dengan sedikitnya perkebunan yang ada maka masih banyak peluang untuk kita dalam melakukan tanam dan penjualan hasil tanam kepada perusahaan terkait.
PENUTUP Simpulan Serat alam merupakan sebuah potensi besar yang dimiliki oleh indonesia untuk meningkatkan industri baik tekstil maupun pulp. Sebagai produsen pulp no. 9 dan kertas no. 11 didunia kita harus tetap melestarikan
dan
meberikan
inovasi
agar
tetap
mampu
mempertahankan prestasi dalam perdagangan di dunia. Melihat dari masih banyaknya peluang dalam penanaman serat kapas maupun serat linnya didukung dengan adanya berbagai penelitian agar memudahkan
kita
untuk
melakukan
pengambangbiakan
dan
pengelolaanya. Selain itu dengan dilakukanya penanaman serat alam ini juga akan memberikan dampak untuk mengurangi pengangguran di indonesia melihat hingga saat ini sudah 1,3 juta orang yang tergabung dalam industri serat alam. Saran Kita sebagai pemuda dan generasi penerus bangsa haruslah kita menjaga lingkungan dan sadar akan penggunaan barang yang tidak mencemari lingkungan seagai langkah awal dalam upaya pelestarian lingkungan. Sebagai pemuda kita juga harus kritis dan mampu membaca peluang pasar global mengingat masih banyak potensi untuk meningkatkan kesejahteraan diri sendiri maupun lingkungan sekitar. 189
DAFTAR RUJUKAN Antara, Ngakan Timur Dan Sugesty, Susi. 2012. Pengembangan Serat Alam dan Pemanfaatanya dalam Industri Pulp dan Kertas. Makalah dalam Prosiding SEMIAR NASIONAL SERAT ALAM Inovasi Teknologi Serat Alam Mendukung Agroindustri yang Berkelanjutan. Malang, 6 juli: SEMIAR NASIONAL SERAT ALAM Inovasi Teknologi Serat Alam Mendukung Agroindustri yang Berkelanjutan. Basuki, Teger., Sahid., Moch Dan Wanita, Yeyen P. 2007. Pengembangan Kapas di Indonesia dan Permasalahanya. Makalah dalam Prosiding Lokarya Nasional Kapas Dan Rami. Surabaya, 15 maret: Lokarya Nasional Kapas dan Rami. Hariyanto, Budi. 20212. Pengelolaan Lahan: Salah Satu Kunci Sukses Budidaya Kapas. Makalah dalam Prosiding SEMIAR NASIONAL SERAT ALAM Inovasi Teknologi Serat Alam Mendukung Agroindustri yang Berkelanjutan. Malang, 6 juli: SEMIAR NASIONAL SERAT ALAM Inovasi Teknologi Serat Alam Mendukung Agroindustri yang Berkelanjutan. Ir. Pramata, ME. 2012. Prospek Dan Tantangan Pengembangan Tanaman Serat Mendukung Agro Industri Di Indonesia. Makalah dalam Prosiding SEMIAR NASIONAL SERAT ALAM Inovasi Teknologi Serat Alam Mendukung Agroindustri yang Berkelanjutan. Malang, 6 juli: SEMIAR NASIONAL SERAT ALAM Inovasi Teknologi Serat Alam Mendukung Agroindustri yang Berkelanjutan. 190
Rachman,
Agus
Hasanudin.
2007.
Strategi
Revitalisasi
Pengembangan Kapas dan Rami. Makalah dalam Prosiding Lokarya Nasional Kapas Dan Rami. Surabaya, 15 maret: Lokarya Nasional Kapas dan Rami. Riajaya, Prima Diarini. 2012. Curah Hujan dan Variasinya di Wilayah Pengembangan Baru Untuk Tanaman Kapas di Provinsi Jawa Timur. Makalah dalam Prosiding SEMIAR NASIONAL SERAT ALAM Inovasi Teknologi Serat Alam Mendukung Agroindustri yang Berkelanjutan. Malang, 6 juli: SEMIAR NASIONAL SERAT ALAM Inovasi Teknologi Serat Alam Mendukung Agroindustri yang Berkelanjutan. Sastrosupadi, adji. 2006. Jawa timur sebagai penghasil serat alam untuk beragai agro idustri. Makalah dalam sinar tani edisi 1218 april 2006. April 2006. Sudjiro. 2007. Peluang Dan Tantangan Pemanfaaatan Tanaman Serat Alam Sebagai Bahan Baku Tekstil Di Indonesia. Makalah dalam Prosiding Lokarya Nasional Kapas Dan Rami. Surabaya, 15 maret: Lokarya Nasional Kapas dan Rami. Sulistyowati, Emy Dan Sahid, Moch. 2007. Peluang Dan Dukungan Pengembangan Komoditas Kapas Nasional. Maklah dalam Prosiding Lokarya Nasional Kapas Dan Rami. Surabaya, 15 maret: Lokarya Nasional Kapas dan Rami.
191
STRATEGI PEMERINTAH DAN PERAN MASYARAKAT DALAM MENJAGA KETAHANAN PANGAN DI MASA PANDEMI COVID 19 Miftahul Magfirah Politeknik Pembangunan Pertanian Malang Surel: miftahulmagfirah8@gmail.com. ABSTRAK:
Artikel ini bertujuan mendeskripsikan mengenai keadaan sektor pertanian di masa pandemi Covid19. Selain itu, juga dijelaskan mengenai kebijakan pemerintah dan peran masyarakat dalam menjaga ketahanan pangan di masa pandemi. Strategi yang dijalankan pemerintah seperti peningkatan kapasitas melalui food estate, diversifikasi produksi dan konsumsi pangan , fasilitasi cadangan pangan di berbagai daerah , serta pemasaran komoditas pertanian. Masyarakat juga memiliki peran dalam menciptakan inovasi dan mengembangkan kreativitas demi memajukan sektor pertanian dan pangan. Jadi diharapkan tema atau topik yang dipilih dapat membantu masyarakat dalam menangani masalah yang ada.
Kata-kata kunci: covid-19, ketahanan pangan, pemerintah, peran masyarakat, strategi
Covid-19
mengganggu
sistem
pangan
Indonesia.
Ketenagakerjaan di bidang pertanian diperkirakan akan mengalami kontraksi sebesar 4,87 persen, sedangkan produksi pertanian domestik akan menyusut sebesar 6,2 persen. Impor akan turun sebesar 17,11 persen dan harganya diperkirakan akan naik sebesar 1,20 persen dalam jangka pendek dan sebesar 2,42 persen pada 2022. Dengan berkurangnya pasokan dalam negeri dan dari impor, kekurangan pangan dan inflasi harga makanan berpotensi besar terjadi.
192
Data terkini menunjukkan sektor pertanian telah mengalami kontraksi. Pada Februari 2020, penyerapan tenaga kerja pada sektor pertanian menurun sebesar 60 ribu orang atau sekitar 0,42 persen dibandingkan dengan tahun lalu (BPS, 2020). Pertumbuhan ekonomi pada kuartal I 2020 menunjukkan bahwa sektor pertanian hanya mampu tumbuh 0,02 persen secara tahunan. Meskipun demikian, sektor petanian masih cukup potensial untuk menjadi tumpuan dalam mendorong pertumbuhan ekonomi. Secara kuartalan, pertanian masih sanggup tumbuh 9,46 persen (BPS, 2020). Di wilayah Indonesia yang miskin dan terpencil, kerawanan pangan telah terjadi bahkan sebelum virus corona melanda. Kini, dengan hilangnya sumber uang dari remitansi dan mata pencarian di luar pertanian, kerawanan akan terjadi dalam skala lebih besar, kecuali pendapatan yang hilang dari pertanian dapat tergantikan. Transfer tunai rumah tangga tidak akan cukup untuk menutup investasi besar di muka yang diperlukan untuk mendapatkan input pertanian. Sampai saat ini, kebijakan ketahanan pangan pemerintah adalah berfokus menjaga pasokan bahan makanan pokok. Kegiatan-kegiatan yang dilakukan tidak hanya mengenai berbagai langkah untuk meningkatkan produksi dalam negeri, tetapi juga tindakan yang bersifat sementara untuk menghapus tarif dan mengurangi persyaratan lisensi impor nonotomatis (surat persetujuan impor) untuk bahan makanan penting seperti daging sapi dan gula. Misalnya, jika tarif dihapuskan, harga impor barang pertanian masih mungkin akan naik tetapi hanya sebesar 0,65 persen. Upaya lain termasuk bantuan untuk peternak ayam, peningkatan kredit pertanian, dan insentif harga untuk sereal. 193
Ketersediaan bahan pangan pokok pada kondisi pandemic memegang peranan penting mengingat pangan merupakan kebutuhan dasar penduduk. Hal ini perlu menjadi perhatian mengingat pandemi Covid-19 berpengaruh pada krisis pangan jika tidak dikelola dengan baik. Di satu sisi, pandemik Covid-19 mendorong penerapan pembatasan sosial. Di sisi lain, kebutuhan pangan diperkirakan dikonsumsi
dalam
kuantitas
yang
sama
meskipun
aktivitas
masyarakat lebih terbatas. Berikut Data Konsumsi Makanan Pokok per Pekan di masa Pandemi Covid 19 (Sumber: Kementerian Keuangan, Bahan Rapat Kabinet Terbatas, Jakarta, 9 April 2020). Pangan Pokok Beras Daging Sapi Daging Ayam Telur Cabai Bawang Merah Kedelai Jagung
Jumlah 408,6 2,4 31,8 579 20,2 139,8 245 12,8
Unit Ribu Ton Ribu Ton Ribu Ton Juta Butir Ribu Ton Juta Ons Ton Ribu Ton
KONDISI PERTANIAN PANGAN DI TENGAH PANDEMI COVID-19 Pandemi Covid-19 tidak hanya berdampak pada kesehatan, melainkan juga berdampak pada pada berbagai aspek kehidupan sosial ekonomi, termasuk pada pemenuhan kebutuhan pangan. Untuk memenuhi kebutuhan pangan, produksi dalam negeri memegang peranan kunci meskipun terdapat opsi untuk melakukan impor. Namun dalam kondisi pandemi, impor pun bisa terkendala karena 194
sejumlah negara menahan ekspor pangan demi memenuhi kebutuhan domestiknya. Masalah utama yang perlu menjadi perhatian pengambil kebijakan
sektor
pertanian
adalah
relatif
rendahnya
tingkat
produktivitas di beberapa daerah. Wilayah-wilayah yang mengalami defisit pasokan beras merupakan daerah dengan tingkat produksi padi lebih rendah dibandingkan dengan rata-rata nasional. Diperlukan intervensi secara serius di daerah-daerah ini untuk meningkatkan produksi padi guna memenuhi kebutuhan pangan di wilayah tersebut. Masalah lain di sektor tanaman pangan adalah petani skala mikro lebih mendominasi kelompok RTUP. Hasil SUT 2018 menunjukkan bahwa sebanyak 58,7 persen petani merupakan petani dengan penguasaan lahandi bawah 0,5 hektare. Intervensi dalam jangka pendek yang perlu dilakukan pada kelompok ini adalah upaya untuk meningkatkan produktivitas lahan yang dikelola sesuai dengan komoditas yang relevan dengan kelompok tersebut. Untuk menjaga ketahanan pangan domestik pada masa pandemi Covid-19, pemerintah perlu memberikan stimulus bagi sektor pertanian dengan tujuan untuk meningkatkan produksi tanaman pangan utama. Dari hasil SOUT 2017, terdapat komponen produksi sektor pertanian pangan yang dapat dijadikan sebagai acuan dan instrumen intervensi melalui stimulus fiskal sektor pertanian. Pemerintah dapat memberikan stimulus dalam pengadaan benih, pupuk, dan pestisida untuk meningkatkan produksi dalam jangka pendek.
195
Sebagai gambaran, komponen pupuk memiliki kontribusi sekitar 4-9 persen pada total biaya produksi, sedangkan benih sekitar 3-8 persen dari total biaya produksi (BPS,2018). Adapun pestisida menyumbang sekitar 3-4 persen dari biaya produksi. Langkah intervensi ini memungkinkan Hasil SOUT2017SPD menunjukkan bahwa rumah tangga padi ladang masih kesulitan dalam mengakses pinjaman ke bank (BPS, 2018). Hasil survei memperlihatkan hanya sebesar 16,37 persen rumah tangga padi ladang yang sebagian besar atau seluruh sumber pinjaman dengan bunganya berasal dari bank. Sebagian besar rumah tangga (59,05 persen) memperoleh pinjaman dengan bunga dari perorangan untuk membiayai kegiatan usaha taninya. Alasan utama sebagian besar rumah tangga itu untuk dilakukan dalam jangka pendek guna meningkatkan ketersediaan pangan domestik daripada melakukan pengadaan lahan pertanian sebagaimana pernah dikemukakan sebelumnya. Berdasarkan dengan kondisi pertanian pangan di tengah pandemi yang telah dipaparkan, maka peran pemerintah sangat dibutuhkan dalam menjaga ketahanan pangan di tengah pandemi covid-19. STRATEGI PEMERINTAH DALAM MENJAGA KETAHAN PANGAN DI TENGAH MENGAHADAPI PANDEMI Untuk menjaga kebutuhan masyarakat dan terhindar dari krisis ketahanan pangan, Kementerian Pertanian sebagai lembaga teknis yang bertanggung jawab dalam bidang pertanian (pangan) juga telah menyiapkan berbagai strategi untuk menghadapi tantangan ketahanan pangan di masa pandemi. "Berbagai program telah dipersiapkan," 196
kata Tahlim Sudaryanto selaku Profesor Riset Bidang Ekonomi Pertanian di Kementerian Pertanian dalam kesempatan yang sama. Beberapa program yang telah dipersiapkan tersebut diantaranya sebagai berikut: 1. Peningkatan kapasitas melalui food estate 2. Diversifikasi produksi dan konsumsi pangan 3. Fasilitasi cadangan pangan di berbagai daerah 4. Fasilitasi pemasaran komoditas pertanian melalui Toko Tani Indonesia 5. Beberapa paket jejaring pengaman sosial Para ahli mengingatkan, bahwa menjaga ketahanan pangan di tengah krisis akibat pandemi Covid-19 ini tidak bisa hanya dilakukan oleh para pencetus kebijakan, melainkan masyarakat juga harus terlibat, supaya setidaknya bisa menjaga kesejahteraan pangan individu dan keluarganya sendiri. Oleh karena itu, kata Handoko, jika Anda bisa membuat inovasi dan ide baru yang dapat diadopsi untuk kebutuhan pangan pribadi dan orang di sekitar, itu sudah sangat baik dilakukan sebagai sistem pertahanan pangan berkelanjutan. Menteri Pertanian juga mengatakan bahwa selain medical solution, dalam menghadapi kondisi saat ini food security juga menjadi penting. Karenanya, Kementerian Pertanian mengupayakan tiga strategi dalam menghadapi COVID-19 serta persiapan program peningkatan ketersediaan pangan di era new normal. Tiga agenda utama Kementerian Pertanian pada masa pandemi COVID-19 adalah pertama agenda darurat/jangka pendek. Terdiri dari stabilitas harga pangan termasuk pengendalian harga, fasilitas pembiayaan petani dan padat karya pertanian. Kedua adalah agenda 197
temporary/menengah diversifikasi pangan lokal, supporting daerahdaerah defisit dan antisipasi kekeringan. Dan yang ketiga, agenda permanen/jangka panjang yakni ekstensifikasi tanaman pangan, peningkatan produksi per tahun, pengembangan korporasi petani dan pengembangan para petani milenial. CB1 adalah peningkatan kapasitas produksi melalui percepatan tanam dan perluasan areal tanam, pengembangan lahan rawa di Kalimantan tengah, kurang lebih 164,598 hektar dan peningkatan produksi gula, daging sapi dan bawang putih untuk mengatasi impor. Sementara CB2 adalah pengembangan diversifikasi pangan lokal dengan basis kearifan lokal yang fokus pada satu komoditas utama pada satu wilayah atau provinsi. Lalu dengan pemanfaatan lahan pekarangan dan marjinal melalui program Pekarangan Pangan Lestari. CB3 adalah penguatan cadangan dan sistem logistik pangan untuk stabilisasi pasokan dan harga pangan. Kemudian untuk CB4 itu pengembangan pertanian modern. Di sini peran perguruan tinggi sangat penting. Karena di sini dilakukan pengembangan smart farming, pengembangan dan pemanfaatan
screen
house,
pengembangan
food
estate
dan
pengembangan korporasi petani,” ujar Menteri Pertanian. Hal yang sama disampaikan Rektor IPB University, Prof Dr Arif Satria. Ia menyampaikan bahwa kebijakan logistik agro-maritim dan rantai pasok pangan bisa menjadi solusi jangka pendek dalam masa pandemi dan pasca pandemi. Dalam jangka pendek ini, perlu memperluas akses petani, peternak dan nelayan pada jaring pemasaran daring, stimulus ekonomi khusus untuk pertanian dan pedesaan serta skema perlindungan dan jaring pengaman sosial. Hal 198
tersebut sangat penting untuk menjamin efektivitas mendongkrak produktivitas di lapangan. Selain strategi pemerintah dalam menjaga ketahan pangan di tengah pandemi covid-19, peran masyrakat juga sangat penting untuk bersama–sama dengan pemerintah untuk mewujudkan ketahan pangan di tengah pendemi covid-19.
PERAN MASYARAKAT DALAM MENJAGA KETAHAN PANGAN DI TENGAH PANDEMI COVID 19 Dalam masa pandemi seperti ini, masyarakat cenderung menjadi lebih kreatif dan bisa berkreasi untuk mengakali situasi yang ada. Termasuk halnya dalam menjaga akses terhadap pangan. Masyarakat diharapkan memiliki kesadaran untuk melakukan penanaman mandiri minimal untuk memenuhi kebutuhan pangannya sendiri. Ada banyak sekali cara untuk melakukan penanaman mandiri seperti misalnya urban farming dan juga melakukan penanaman dengan metode hidroponik dengan memanfaatkan lahan-lahan yang ada di rumah. Masyarakat juga dapat membantu menjaga keseimbangan permintaan dan suplai bahan pangan dengan tidak melakukan panic buying. Terutama untuk bahan-bahan pangan dengan umur simpan yang pendek (perishable). Mengingat umur simpan yang pendek, menimbun bahan-bahan pangan tersebut terlalu lama justru akan membawa dampak lain bagi lingkungan, yaitu meningkatnya limbah dari makanan yang tidak dapat dikonsumsi karena sudah lewat umur simpannya.
199
Mengikuti anjuran dari FAO dalam rangka menciptakan kestabilan harga pangan dan perwujudan pangan berkelanjutan, masyarakat juga bisa memprioritaskan membeli bahan pangan pada petani atau produsen kecil secara langsung. Dibandingkan langsung pada distributor yang sering meraup banyak keuntungan yang menyebabkan petani kecil merugi. Menurut World Food Summit (1996), ketahanan pangan terjadi saat semua orang, kapan saja, memiliki akses fisik dan ekonomi untuk memenuhi kebutuhan dan preferensi makanan yang aman dan bergizi dengan cukup untuk kehidupan yang sehat dan aktif. Hal ini dapat diidentifikasi dari empat indikator, yaitu ketersediaan pangan secara fisik (physical availability), akses secara ekonomi dan fisik untuk
mendapatkan
bahan
pangan
(economic
and
physical
availability), pemanfaatan bahan pangan (food utilisation), dan stabilitas dari ketiga indikator tersebut. PENUTUP Simpulan Pada masa pandemi Covid-19, mengganggu berbagai sektor kehidupan, termasuk sektor pertanian dan pangan. Oleh sebab itu, perlu
strategi
yang
tepat
dari
pemerintah
selaku
pengatur
perekonomian negara dalam menjaga ketahanan pangan serta membangun kembali sektor pertanian yang sempat terbengkalai. Tidak hanya pemerintah, masyarakat sebagai penggerak dan salah satu faktor pendorong sektor pertanian, juga seharusnya mampu mengambil peran sehingga terciptanya kerja sama demi membangun perekonomian negara. 200
Saran Diharapkan tulisan ini mampu membantu masyarakat dalam mengetahui bagaimana kondisi sektor pertanian dan mengevalusi strategi yang dapat dilakukan untuk menjaga ketahanan pangan. Sehingga, ke depannya dapat mengatasi masalah-masalah yang mungkin saja timbul dari penyebab yang sama.
DAFTAR RUJUKAN BPS. 2018. Hasil Survei Struktur ongkos Usaha Tanaman Padi 2017. Jakarta: Badan Pusat Statistik. BPS. 2020. Keadaan Ketenagakerjaan Indonesia Februari 2020, No. 40/05/Th. XXIII, 05 Mei 2020. Jakarta: Badan Pusat Statistik. Kementrian Pertanian. 2020. Gerakan Ketahanan Pangan pada Masa Pandemi
Covid-19.
(http://pse.litbang.pertanian.go.id/ind/index.php/covid19/program-kegiatan/367-gerakan-ketahanan-pangan-padamasa-pandemi-covid-19, diakses pada 18 Januari 2021). Kompas. 2020. Pandemi Ancam Krisis Ketahanan Pangan, Apa yang Harus
Dilakukan?.
(https://www.kompas.com/sains/read/2020/11/02/190300423/pa ndemi-ancam-krisis-ketahanan-pangan-apa-yang-harusdilakukan-?page=all, diakses pada 18 Januari 2021). LIPI. 2020. Strategi Ketahanan Pangan di Era New Normal Pandemi COVID-19. Bogor: Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia.
201
(https://ppid.ipb.ac.id/strategi-ketahanan-pangan-di-era-newnormal-pandemi-covid-19/, diakses pada 20 Januari 2021). UMY. 2020. Ketahanan Pangan Indonesia di Masa Pandemi. Yogyakarta:
Universitas
Muhammadiyah
Yogyakarta.
(https://www.umy.ac.id/ketahanan-pangan-indonesia-di-masapandemi.html, diakses pada 22 Januari 2021).
202
PEMANFAATAN PEKARANGAN RUMAH SEBAGAI LAHAN BUDIDAYA TANAMAN BUAH DALAM POT (TAMBULAMPOT) Moh. Bintang Saputra Politeknik Pembangunan Pertanian Malang Surel: mohbintang86@gmail.com ABSTRAK: Artikel ini bertujuan untuk menjabarkan pengaplikasian budidaya tanaman buah dengan metode tambulampot di pekarangan rumah yang dikonversi menjadi lahan produktif. Aktivitas ini dilakukan dalam rangka pengoptimalisasi lahan pekarangan, sehingga tidak hanya digunakan sebagai tempat menjemur baju, pekarangan juga dapat menjadi lahan produktif yang bernilai ekonomi. Selain itu, keberadaan tambulampot tentu akan menjadikan pekarangan semakin indah dipandang serta menjadi sarana rekreasi bagi si tuan rumah ketika penat bekerja. Maka dari itu, diharapkan masyarakat mampu dan mau mengonversi pekarangan belakang atau depan rumahnya sebagai bentuk sedekah terhadap diri sendiri, orang di sekitar, serta lingkungan. Kata-kata kunci: budidaya, lahan, pekarangan rumah, pemanfaatan, tambulampot, tanaman buah
Sebagai negara tropis yang kaya akan keanekaragaman hayati, Indonesia merupakan rumah bagi beragam spesies tanaman, termasuk tanaman buah. Ibaratnya sebuah lirik lagu yang dipopulerkan oleh Koes Plus: “tongkat, kayu, dan batu jadi tanaman.” Indonesia memanglah seperti itu. Dengan curah hujan tinggi dan sinar matahari yang datang tiap harinya, sudah dipastikan tanaman akan tumbuh subur di dalamnya meski tanpa perawatan intensif sekalipun (pemberian pupuk, pestisida, insektisida, dll). Tanaman dalam hal ini merupakan salah satu sumber kebutuhan dasar manusia yaitu bahan pangan. 203
Salah satu komoditas yang tak boleh terlewat ialah buahbuahan. Output perkebunan ini merupakan satu diantara sekian banyak komoditas yang dicari-cari masyarakat lokal maupun internasional. Hal ini dikarenakan kandungan nutrisi serta gizinya yang mampu memenuhi kebutuhan manusia, di samping makanan pokok. Di pasaran, tentu komoditas yang satu ini laris manis diserbu pembeli. Sebagian besar tanaman buah memiliki waktu yang cukup lama agar mampu menghasilkan buah, berbeda dengan sayuran. Selain itu, tanaman buah memiliki kebutuhan hara yang lebih banyak ketimbang tanaman sayuran. Hal itu dikarenakan buah dapat panen kembali setelah berbuah untuk pertama kali, berbeda dengan sayuran yang umumnya hanya sekali panen. Berbicara mengenai tanaman, tentu tidak lepas dari lahan yang digunakan sebagai media umum dalam bercocok tanam. Sebenarnya tanaman dapat tumbuh dilahan mana saja asal dirawat dengan tepat. Salah satunya ialah di pekarangan rumah. Pekarangan umumnya hanya digunakan sebagai tempat membuang sampah, membakar sampah, menjemur pakaian, atau tempat parkir. Hanya sedikit yang tersadar akan potensi tersembunyi dari tanah kosong tersebut. Berdasarkan uraian tersebut, penulis memutuskan untuk mengangkat
judul,
“Pemanfaatan
Pekarangan
sebagai
Lahan
Budidaya Tanaman Buah dalam Pot (Tambulampot).” Mengapa pekarangan? Agar masyarakat dapat memiliki pemasukan tambahan selain dari pekerjaan utama mereka. Selain itu, menanam tanaman juga mampu menetralisir udara jahat yang berkeliaran di sekitar rumah, sehingga membuat kualitas udara menjadi lebih baik. Mengapa tambulampot? Hal ini dikarenakan saat ini urban farming 204
kembali hidup dengan salah satu produk unggulannya yaitu tambulampot (Sasono & Riawan, 2014:3). Dengan meningkatnya peminat akan tambulampot, tentu pemasaran terhadap produk tersebut
akan
mudah
dilakukan,
baik
itu
penjualan
hasil
pembudidayaan maupun penjualan bibit tanaman.
PEMANFAATAN
PEKARANGAN
SEBAGAI
LAHAN
PRODUKTIF Lahan merupakan bagian dari bentang alam (landscape) yang mencakup
pengertian
lingkungan
fisik
termasuk
iklim,
topografi/relief, tanah, hidrologi, dan bahkan keadaan vegetasi alami (natural
vegetation)
yang
semuanya
secara
potensial
akan
berpengaruh terhadap penggunaan lahan. Lahan dalam pengertian yang lebih luas termasuk yang telah dipengaruhi oleh berbagai aktivitas flora, fauna dan manusia baik di masa lalu maupun saat sekarang, seperti lahan rawa dan pasang surut yang telah direklamasi atau tindakan konservasi tanah pada suatu lahan tertentu (Alhikmatu, 2013:1). Pekarangan rumah dapat diartikan sebagai sebuah lahan kosong di dekat rumah. Pekarangan memiliki fungsi sebagai sebuah sarana untuk menunjang aktivitas manusia di rumah tersebut, termasuk di dalamnya menjemur baju, bermain, tempat memasak, atau hanya sekadar sebagai tempat melepas penat saja. Namun, selain itu ternyata pekarangan mampu ikut andil dalam meningkatkan kesejahteraan ekonomi dan lingkungan manusia di sekitarnya. Pekarangan bukan hanya untuk menciptakan keindahan dan kesejukan saja, tetapi lebih daripada itu adalah guna meningkatkan 205
perekonomian keluarga masing-masing dengan menerapkan rumah pangan. Rumah pangan merupakan salah satu konsep pemanfaatan lahan pekarangan baik di pedesaan maupun diperkotaan untuk mendukung ketahanan pangan nasional dengan memberdayakan potensi pangan lokal (Dwiratna, dkk, 2016:20). Penggunaan yang optimal memerlukan keterkaitan dengan karakteristik dan kualitas lahannya. Hal tersebut disebabkan adanya keterbatasan dalam penggunaan lahan sesuai dengan karakteristik dan kualitas lahannya, bila dihubungkan dengan pemanfaatan lahan secara lestari dan berkesinambungan. Pada peta tanah atau peta sumber daya lahan, hal tersebut dinyatakan dalam satuan peta yang dibedakan berdasarkan perbedaan sifat-sifatnya terdiri atas: iklim, landform
(termasuk
litologi,
topografi/relief),
tanah
dan/atau
hidrologi. Pemisahan satuan lahan/tanah sangat penting untuk keperluan analisis dan interpretasi potensi atau kesesuaian lahan bagi suatu tipe penggunaan lahan (Land Utilization Types = LUTs). Beberapa karakteristik lahan umumnya mempunyai hubungan satu sama lainnya di dalam pengertian kualitas lahan dan akan berpengaruh terhadap jenis penggunaan dan/atau pertumbuhan tanaman dan komoditas lainnya yang berbasis lahan (peternakan, perikanan, kehutanan) (Alhikmatu, 2013:3). Penggunaan Lahan untuk pertanian secara umum dibedakan atas penggunaan lahan semusim, tahunan, dan permanen. Penggunaan lahan tanaman semusim diutamakan untuk tanaman musiman yang dalam polanya dapat dengan rotas atau tumpang sari dan panen dilakukan setiap musim dengan periode kurang dari setahun. Penggunaan lahan tanaman tahunan merupakan penggunaan tanaman 206
jangka panjang yang pergilirannya dilakukan setelah hasil tanaman tersebut secara ekonomi tidak produktif lagi, seperti pada tanaman perkebunan. Penggunaan lahan permanen diarahkan pada lahan yang tidak diusahakan untuk pertanian, seperti hutan, daerah konservasi, perkotaan, desa dan sarananya, lapangan terbang dan pelabuhan. (Alhikmatu, 2013: 4). Setiap jenis penggunaan lahan dirinci ke dalam tipe-tipe penggunaan lahan. Tipe penggunaan lahan bukan merupakan tingkat kategori dari klasifikasi penggunaan lahan, tetapi mengacu kepada penggunaan lahan tertentu yang tingkatannya dibawah kategori penggunaan lahan secara umum karena berkaitan dengan aspek masukan, teknologi dan keluarannya sifat-sifat pengunaan lahan mencakup data atau asumsi yang berkaitan dengan aspek hasil, orientasi pasar, intensitas modal, buruh, sumber tenaga, pengetahuan teknologi penggunaan lahan, kebutuhan infrastruktur, ukuran dan bentuk penguasaan lahan, pemilikan lahan dan tingkat pendapatan per unit produksi atau unit areal. Tipe penggunaan lahan menurut sistem dan modelnya dibedakan atas dua macam yaitu multiple dan compound. (Alhikmatu, 2013: 4). Multiple merupakan tipe penggunaan lahan yang tergolong multiple terdiri lebih dari satu jenis penggunaan (komoditas) yang diusahakan secara serentak pada suatu arel yang sama dari sebidang lahan. Setiap penggunaan memerlukan masukan dan kebutuhan, serta memberikan hasil tersendiri. Sebagai contoh kelapa ditanam secara bersamaan dengan kakao atau kopi di areal yang sama pada sebidang lahan. Demikian juga yang umum dilakukan secara diversifikasi antara tanaman cengkih dengan vanili atau pisang. Compound 207
merupakan tipe penggunaan lahan yang tergolong compound terdiri lebih dari satu jenis penggunaan (komoditas) yang diusahakan pada areal-areal dari sebidang lahan yang untuk tujuan evaluasi diberlakukan sebagai unit tunggal. Perbedaan jenis penggunaan bisa terjadi pada suatu sekuen atau urutan waktu, dalam hal ini ditanam secara rotasi atau secara serentak, tetapi pada areal yang berbeda pada sebidang lahan yang dikelola dalam unit organisasi yang sama. Sebagai contoh suatu perkebunan besar sebagaian areal secara terpisah (satu blok/petak) digunakan untuk tanaman karet dan blok/peak lainnya untuk kelapa sawit. Kedua komoditas ini dikelola oleh suatu perusahaan yang sama. (Alhikmatu, 2013:5). Masyarakat, terutama kelompok ibu-ibu yang tergabung dalam organisasi PKK sebelumnya pernah mengetahui tentang konsep pemanfaatan lahan pekarangan, namun dalam prakteknya masih memiliki beberapa kendala. Permasalahan yang umum dijumpai dalam pemanfaatan lahan pekarangan untuk budidaya tanaman dalam pot adalah masalah media tanam dan pemupukan. Kendala yang dihadapi adalah pada budidaya tanaman dalam pot lama-kelamaan media yang digunakan akan mengeras sehingga pertumbuhan tanaman tidak optimal, hal ini dikarenakan masyarakat hanya menggunakan tanah humus saja sebagai media tanam. Selain itu pada budidaya tanaman dalam pot kebanyakan menggunakan pot plastik yang tersedia di pasaran dan menggunakan polibag hitam, hal ini tentunya memerlukan biaya ekstra. Permasalahan lainnya yang dihadapi penyediaan pupuk untuk tanaman (Dwiratna, dkk, 2016:21). Oleh sebab itu, pelaksanaan budidaya tambulampot harus digalakkan kembali di lingkungan pekarangan masyarakat. Hal ini 208
dilakukan sebagai upaya untuk mengembangkan potensi yang ada guna segala potensi serta pemikiran tersebut tidak terbuang percuma. Kemudian daripada itu, tabulampot sendiri memiliki beberapa keunggulan ketika diupayakan di pekarangan rumah. Menurut Sasono &
Riawan
(2014:4)
menyatakan
bahwa
berikut
merupakan
keunggulan dari tabulampot antara lain: 1. Sistem drainase lebih mudah diterapkan sehingga jarang terjadi kelebihan air. 2. Keindahan tabulampot mudah untuk dinikmati kaarena tajuknya lebih kompak dan buahnya lebih mudah terlihat. 3. Diversifikasi jenis tanaman buah untuk mencegah punahnya suatu varietas tanaman yang semakin sulit diperoleh. 4. Pengaturan masa berbunga dan berbuah lebih mudah dilakukan di dalam pot dibandingkan dengan ditanam langsung di lahan. 5. Kualitas buah yang dihasilkan lebih terjaga, khususnya apabila ingin menghasilkan buah organik yang bebas kandungan bahan kimia.
BUDIDAYA
TANAMAN
BUAH
DALAM
POT
(TAMBULAMPOT) Tabulampot (tanaman buah dalam pot) adalah salah satu metode budidaya tanaman yang memanfaatkan pot sebagai tempat media tanamnya. Tabulampot sering dimanfaatkan bagi mereka yang tidak memiliki lahan yang cukup luas untuk menanam tumbuhan yang diinginkan. Pada dasarnya hampir semua jenis tanaman buah bisa tumbuh apabila dibudidayakan dalam bentuk tabulampot. Akan tetapi, tidak semua tabulampot bisa menghasilkan buah. Karena meskipun 209
bisa tumbuh subur, jenis-jenis tanaman tertentu belum bisa berbuah dalam lingkungan tabulampot (Butarbutar, 2016: 38). Media tanam adalah salah satu faktor penting yang menentukan keberhasilan penanaman tanaman buah dalam pot. Hal ini disebabkan media tanam tabulampot jumlahnya dibatasi oleh volume pot, sehingga komposisi yang tepat akan membuat perakaran tanaman dapat berkembang dengan baik untuk menunjang pertumbuhan dan perkembangan tanaman. Dimana ciri utama media tanam yang baik adalah tidak gampang memadat meski telah digunakan dalam kurun waktu cukup lama. Adapun media tanam yang sering digunakan para pehobi tabulampot antara lain campuran tanah, kompos, dan arang sekam dengan komposisi 1:1:1. Jumlah pupuk organik yang dipakai untuk kebun buah-buahan umumnya banyak (Prihmantoro, 2007:17) Bisa juga campuran tanah, pupuk kambing, dan sekam padi dengan komposisi 1:1:1.
Setelah menyiapkan media tanam, langkah
selanjutnya adalah menyiapkan pot sebagai wadah. Jenis pot dapat terbuat dari tanah liat (gerabah), keramik, semen, plastik, logam (drum). Wadah tabulampot yang baik harus memiliki aerasi yang baik, dan memiliki kaki atau alas yang memisahkan dasar pot dengan tanah. Hal ini penting untuk aliran drainase dan memudahkan pengawasan agar akar tanaman tidak menembus tanah (Butarbutar, 2016:37). Dalam proses pembibitan, bibit tanaman merupakan hal yang sangat menentukan tingkat keberhasilan tabulampot. Dimana ada dua jenis bibit tanaman, yaitu bibit hasil perbanyakan generatif (dari biji) dan bibit hasil perbanyakan vegetatif (cangkok, okulasi, stek, merunduk, menyambung/grafting) yang dapat digunakan untuk 210
tabulampot. Akan tetapi, perlu dipertimbangkan bahwa prinsip utama pembudidayaan tabulampot adalah sisi artistik tanaman yang bersangkutan dalam hal ini berarti tabulampot tumbuh dengan subur dan menghasilkan buah. Oleh karena itu, menurut Alamntani dalam Butarbutar (2016:40) menyatakan bahwa ada baiknya untuk budidaya tabulampot menggunakan bibit hasil perbanyakan vegetatif. Karena bibit hasil vegetatif memiliki sifat tanaman yang bisa dipastikan sama dengan sifat induknya, sehingga keberhasilannya lebih mudah diprediksi serta lebih cepat berbuah. Pembudidayaan tanaman buah dalam pot atau tabulampot tumbuh, berkembang, dan menghasilkan buah tidak semudah tanaman buah yang dibudidayakan di alam bebas. Oleh karena itu, diperlukan beberapa perlakuan khusus agar pertumbuhan tabulampot mendekati normal. Menurut Turang dalam Butarbutar, (2016:38) menyatakan bahwa ada beberapa syarat budidaya tabulampot yang perlu diperhatikan, antara lain : 1. Sesuaikan iklim dengan jenis tanaman buah yang akan ditanam. Contoh: tanaman yang cocok untuk dataran tinggi, seperti lengkeng dan strawberry tidak akan berhasil apabila ditanam di dataran rendah yang panas. Selain itu, perbedaan lokasi penanaman juga akan menyebabkan terjadinya perbedaan warna buah yang dibudidayakan dalam pot. Misalnya, jambu air varietas Madu Deli Hijau (MDH) yang ditanam di daerah dengan ketinggian 200 m dpl berwarna hijau, sedangkan jambu MDH yang ditanam di daerah dengan ketinggian 600 m dpl berwarna krem bersemburat kemerahan.
211
2. Pilihlah bibit yang baik, kuat, dan cukup umur, sehingga tidak terlalu lama untuk menghasilkan buah. Selain itu, belilah bibit tanaman buah di tempat penangkar yang terpercaya. 3. Media tanam yang tepat dan ukuran pot yang digunakan harus proporsional dengan jenis tanaman buahnya. Biasanya media tanam terdiri dari tanah yang subur, pupuk kandang sebagai tambahan nutrisi, dan sekam atau pasir sebagai bahan untuk memperlancar drainase. 4. Pemupukan yang efektif. Karena keterbatasan akar untuk mencari nutrisi dengan adanya batasan ukuran pot, maka perlu diberikan pupuk organik yang mengandung unsur hara makro (N, P, dan K) serta unsur hara mikro, seperti Ca dan Mg. 5. Pengendalian hama, penyakit, dan gulma. Dimana secara berkala perlu dilakukan pengamatan kondisi tanaman. Apabila terdapat gejala tidak sehat pada tanaman buah, maka perlu dilakukan pengendalian segera baik secara hayati maupun kimiawi.
PENUTUP Simpulan Pekarangan mampu disulap menjadi lahan produktif yang mampu memberikan manfaat kepada manusia di area sekitar tersebut dengan
membudidayakan
tanaman
buah
dengan
metode
tambulampot. Pekarangan tidak hanya digunakan sekadar untuk aktivitas mengistirhatkan diri, namun mampu dijadikan sarana untuk memperkuat ketahanan pangan keluarga. Pada dasarnya, tanaman dapat tumbuh dimana saja, akan tetapi apabila tanaman tersebut dirawat dengan metode yang sederhana namun kompleks, maka akan 212
menghasilkan suatu hal yang kemungkinan besar menguntungkan untuk seluruh pihak, sebab salah satu tujuan dari membudidayakan tanaman ialah mensejahterakan petani termasuk dengan keluarga serta masyarakat di sekitarnya Saran Diharapkan tulisan ini dapat memberikan gambaran serta alternatif kepada para masyarakat agar mampu mengonversi pekarangan menjadi lahan yang produktif dengan cara yang sederhana dan tidak memakan ruang dan waktu terlalu banyak. Penulis berharap tulisan yang hanya sekadar pemikiran serta pengamatan kehidupan sehari-hari mampu diaktualisasi sebagai bahan uji coba apabila waktu serta sarana tercukupi. Tentu, masyarakat harus beradaptasi sesuai dengan situasi dan kondisi yang terjadi di lapangan masing-masing daerah, sehingga memungkinkan dilakukan perbaikan untuk kesempurnaan hasil di kemudian hari.
DAFTAR RUJUKAN Alhikmatu.
(n.d.).
penggunaan
lahan
sempit.
2013.
(https://alhikmatu.blogspot.com/2013/10/penggunaan-lahansempit.html, diakses pada 28 Januari 2021) Butarbutar, YLKD. 2016. Tambulampot: Solusi Pertanian di Perkotaan. METHODARGO, 2 (2): 37-43. Dwiratna, N.P. S., dkk. 2016. Pemanfaatan Lahan Pekarangan Dengan Menerapkan Konsep Kawasan Rumah Pangan Lestari. Dharmakarya: Jurnal Aplikasi Ipteks untuk Masyarakat, 5 (1): 19-22. 213
Muktiani. 2012. TAMBULAMPOT Limpahan Rejeki dari Lahan Sempit. Bantul: Pustaka Baru Press. Prihmantoro, H. 2007 Memupuk Tanaman Buah. Jakarta: Penebar Swadaya. Sasono H., Riawan N. 2014. Mudah Membuahkan 38 Jenis Tambulampot Paling Populer. Jakarta Selatan: Agromedia Pustaka.
214
ALIH FUNGSI LAHAN PERTANIAN KE NON PERTANIAN SEBAGAI KAWASAN AGROPOLITAN DI KOTA BATU Nabila Buana Kania Politeknik Pembangunan Pertanian Malang Surel: nabilabuana8@gmail.com ABSTRAK: Artikel ini bertujuan mendeskripsikan Kota Batu yang merupakan kota berbasis pariwisata dan pertanian yang pengembangan dan pembangunan berfokus pada sektor pariwisata dan sektor pertanian. Seiring dengan meningkatnya jumlah penduduk dan meningkatnya pertumbuhan ekonomi, kondisi sektor pertanian Kota Batu mulai terancam akibat alih fungsi lahan pertanian ke non pertanian guna mendukung sektor pariwisata. Sehingga artikel ini dibuat untuk mengetahui alih fungsi lahan pertanian ke penggunaan non pertanian (permukiman, infrastruktur dan pariwisata) di Kota Batu.
Kata-kata kunci: alih fungsi lahan, kawasan agropolitan, kota Batu
Jumlah penduduk di Indonesia dari tahun ke tahun terus mengalami peningkatan yang signifikan. Berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik Indonesia (2015: 4), jumlah penduduk Indonesia pada tahun 2015 mencapai 255.182.144 jiwa. Meningkatnya jumlah penduduk di Indonesia berdampak pada peningkatan kebutuhan akan lahan baik untuk perumahan maupun bercocok tanam. Kota Batu merupakan kota berbasis pariwisata dan pertanian yang mengindikasikan pengembangan dan pembangunan berfokus pada sektor pariwisata dan sektor pertanian. Terdapat berbagai jenis wisata dalam Kota Batu baik wisata alam maupun wisata buatan. Selain itu Kota Batu memiliki kondisi pertanian sangat subur dengan 215
berbagai variasi tanaman yang dapat di panen. Hal tersebut sesuai dengan visi Kota Batu yang terdapat dalam RTRW Kota Batu Tahun 2010-2030 yakni “Kota Batu Kota Wisata dan Agropolitan (Aris dkk, 2020:136). Perkembangan sektor pariwisata merupakan sektor paling dominan sebagai penyebab terancamnya sektor pertanian yang diakibatkan oleh peningkatan kebutuhan lahan terbangun guna mendukung kegiatan sektor pariwisata (Uchyani & Ani, 2012). Hal itu menyebabkan tumpang tindih penyediaan lahan antara kegiatan pariwisata dan kegiatan pertanian yang sama sama sebagai sektor utama pendapatan Kota Batu. Selain itu terancamnya sektor pertanian semakin diperparah dengan adanya fenomena alih fungsi lahan pertanian ke lahan lainnya menyebabkan lahan pertanian semakin kecil dalam jangka panjang bisa meningkatkan kemiskinan diperkotaan. Menurut Aris dkk (2020:136), fenomena alih fungsi lahan pertanian Kota Batu terjadi di seluruh bagian kecamatan yang ada Kota Batu. Baik di Kecamatan Batu yang berfungsi sebagai pusat Kota Batu, ataupun Kecamatan Bumiaji berfungsi sebagai daerah penyangga yang sebagian besar wilayahnya adalah hutan, maupun di Kecamatan Junrejo yang berfungsi sebagai daerah pertanian karena sebagian besar wilayahnya merupakan kawasan pertanian. Alih fungsi lahan pertanian Kota Batu akan sangat menghawatirkan jika terjadi di kawasan lahan pertanian sawah. Hal tersebut dikarenakan lahan sawah merupakan lahan paling sesuai sebagai media tanam guna menjaga kestabilangan pangan sehingga perlu dipertahankan
216
agar tidak terjadi perubahan fungsi lahan sawah ke fungsi lahan lainnya. Berdasarkan uraian di atas, maka diambil judul “Alih Fungsi Lahan Pertanian ke Non Pertanian sebagai Kawasan Pariwisata di Kota Batu” sebagai referensi untuk mengetahui jawaban dari apa dan bagaimana alih fungsi lahan pertanian di Kota Batu bisa terjadi.
KAWASAN AGROPOLITAN DI KOTA BATU Menurut Basuki (2012:54), Kawasan Agropolitan merupakan kawasan yang terdiri atas satu atau lebih pusat kegiatan pada wilayah perdesaan sebagai sistem produksi pertanian dan pengelolaan sumber daya alam tertentu yang ditunjukkan oleh adanya keterkaitan fungsional dan hierarki keruangan satuan sistem permukiman dan sistem agribisnis. Program agropolitan ini adalah sesuatu yang memanfaatkan kawasan perdesaan dengan basis pertanian secara luas dimulai pada perkebunan, pertanian, peternakan dan kehutanan, dimana hal ini untuk kemajuan perdesaan dan perkembangan perekonomian masyarakat perdesaan untuk kemajuan. Pada dasarnya pelaksanaan program
agropolitan
dipandang
sebagai
alternatif
model
pembangunan yang sangat menjanjikan. Pelaksanaan agropolitan ini justru akan mengatasi ketidak seimbangan antara perkotaan dan perdesaan, hal ini dikarenakan agropolitan merupakan suatu model yang mengandalkan desentralisasi, mengandalkan infrastruktur setara kota di
wilayah perdesaan, sehingga mendorong urbanisasi
(Mahardhani, Ardhana Januar, 2012).
217
Maka dari itu pengembangan kawasan agropolitan berdasarkan pada pedoman umum pengembangan kawasan agropolitan haruslah mampu melihat kedepan dan melakukan pembangunan yang berkelanjutan melalui: 1. Pengembangan Sumber Daya Manusia (SDM), melalui kegiatan pendidikan, pelatihan, penyuluhan pertanian, pengembangan kelembagaan masyarakat yang diarahkan dan terfokus untuk pengembangan kawasan agropolitan, dan lain sebagainya. Pengembangan SDM di kawasan agropolitan menjadi tangung jawab bersama, antar pemerintah, swasta, dan masyarakat. 2. Pengembangan Agribisnis, strategi pengembangan agribisnis yang utuh dan bertahap disetiap daerah memerlukan pendekatan berbeda untuk setiap kawasan agropolitan. Para pelaku agribisnis dan petani di kawasan agropolitan harus mampu menganalisis keuntungan usaha taninya dengan mengembangkan model usaha tani terpadu dan berkelanjutan, pengolahan produk pertanian yang mampu memiliki nilai tambah dan daya saing. 3. Pengembangan Investasi dan Permodalan, strategi ini dapat diterapkan dengan bantuan modal dan kredit yang dilakukan dengan prinsip mendidik terstruktur, dan sistematis. Bantuan langsung dalam bentuk bergulir atau cuma-cuma dalam bentuk uang maupun modal kerja yang diberikan haruslah berdasarkan kebutuhan
dan
mengarah
kepada
masyarakat
kawasan
agropolitan. 4. Untuk itu, sebelumnya harus dilakukan identifikasi dan analisis kebutuhan masyarakat kawasan. Kredit kepemilikan modal ini hendaknya tidak dibatasi untuk usaha budidaya saja, tetapi bisa 218
digunakan untuk segala macam usaha baik on farm maupun off farm. 5. Pengembangan Prasarana dan Sarana yang perlu dikembangkan harus berwawasan lingkungan pertanian, dengan demikian perlu memperhatikan aspek kesesuaian dengan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) baik tingkat Provinsi maupun Kabupaten. Prasarana dan sarana yang dikembangkan perlu diarahkan untuk menunjang: peningkatan produktivitas pertanian (on farm); pengolahan hasil, sebagai upaya untuk mendapatkan nilai tambah atas produk hasil pertanian (off farm); dan pemasaran hasil, sebagai
upaya
menunjang
pemasaran
hasil
yang
dapat
memperpendek mata rantai tata niaga hasil pertanian, sehingga dapat meningkatkan pendapatan petani dan nilai tawar hasi produksi pertanian (Rahayu, Ami, 2012). Menurut Nasution (dalam Putra, 2015:78), karakteristik daripada agropolitan terdiri dari atas lima kriteria, yaitu: 1. Kawasan agropolitan adalah kota memiliki ukuran kecil sampai sedangdengan penduduk maksimall 600 ribu jiwa dan dengan luas wilayah maksimum 30 ribu hektar 2. Kawasan agropolitan memiliki wilayah perdesaan penghasil komoditas utama atau unggulan dan beberapa komoditas yang menunjang dan selanjutnya untuk dikembangkan berdasarkan konsep perwilayahan komoditas. 3. Kawasan agropolitanpun memiliki wilayah perkotaan atau wilayah inti sebagaimana untuk menunjang komoditas yaitu pembangunan agroindustri yang mengolah kembali komoditas
219
yang dihasilkan dari wilayah perdesaan sehingga mempunyai produk komoditas unggulan. 4. Kawasan agropolitan juga harus memiliki pusat pertumbuhan yang harus dapat memperoleh manfaat ekonomi internal bagi perusahaan dan juga memberikan manfaat eksternal bagi pengembangan agroindustri secara keseluruhan. 5. Agropolitan
mendorong
wilayah
perdesaannya
dalam
pembentukan satuan-satuan usaha secara optimal melalui kebijakan sistem insentif ekonomi yang rasional
ALIH FUNGSI LAHAN PERTANIAN KE NON PERTANIAN Pengalihan fungsi lahan atau lazimnya disebut sebagai konversi lahan adalah perubahan fungsi sebagian atau seluruh kawasan lahan dari fungsinya semula (seperti yang direncanakan) menjadi fungsi lain yang menjadi dampak negatif (masalah) terhadap lingkungan dan potensi lahan itu sendiri (Eka:2007). Alih fungsi lahan juga dapat diartikan sebagai perubahan untuk penggunaan lain disebabkan oleh faktor-faktor yang secara garis besar meliputi keperluan untuk memenuhi kebutuhan penduduk yang makin bertambah jumlahnya dan meningkatnya tuntutan akan mutu kehidupan yang lebih baik. Pada alih fungsi lahan pertanian yang terjadi saat ini tentu saja harus diantisipasi maka produksi akan sektor pertanian semakin lama akan mengancam ketahanan pangan. Menurut Iwan (dalam Putra, 2015:77), faktor-faktor yang mendorong terjadinya konversi lahan pertanian menjadi non-pertanian yaitu: 1. Faktor kependudukann: peningkatn pada jumlah penduduk juga membutuhkan permintaan akan lahan untuk perumahan, jasa, 220
industri, dan fasilitas umum lainnya. Adapun peningkatan taraf hidup masyarakat yang semakin bertambah hingga memerlukan suatu lahan. 2. Kebutuhan lahan untuk kegiatan non-pertanian antara lain kawasan indutri, kawasan, perdagangan dan jasa dimana memerelukan lahan yang luas. Baik dari lahan lahan pertanian termasuk sawah asal usul lahan tersebut. 3. Faktor ekonomi: tingginya land rent yang diperoleh aktivitas sektor non pertanian di bandingkan sektor pertanian. Rendahanya insentif untuk berusaha tani disebabkan oleh tingginya biaya produksi, sementara harga hasil pertanian relatif rendah dan berfluktuasi. 4. Faktor sosial dan budaya: keberadaan hukum waris dimana hal ini menyebabkan terfragmentasinya tanah pertanian, sehingga tidak memenuhi
batas
minimum
skala
ekonomi
usaha
yang
menguntungkan. 5. Degradasi lingkungan: kemarau panjang yang menimbulkan kekurangan air untuk pertanian terutama pada wilayah sawah, penggunaan pupuk pestisida secara berlebihan yang berdampak pada peningkatan serangan hama tertentu akibat musnahnya predator alami dari hama yang bersangkutan, serta pencemaran air irigasi. 6. Otonomi daerah yang menguntamakan pembangunan pada sektor yang menjanjikan keuntungan pada jangka pendek lebih tinggi daripada jangka panjang guna meningkatkan Pendapatan Asli Daerah (PAD), yang mana cenderung mendorong konversi lahan pertanian menjadi non-pertanian, serta rendahnya kemauan politik 221
dari pemerintah daerah untuk secara konsisten dan tegas membuat sekaligus melaksanakan peraturan daerah yang terkait dengan konversi lahan pertaian. Di satu sisi alih fungsi lahan ini menambah terbukanya lapangan kerja di sektor non-pertanian seperti jasa konstruksi, dan industri, akan tetapi juga menimbulkan dampak negatif yang kurang menguntungkan. Menurut Widjanarko et al (2006) dampak negatif akibat alih fungsi lahan, antara lain: 1. Berkurangnya luas sawah yang mengakibatkan turunnya produksi padi, yang mengganggu tercapainya swasembada pangan. 2. Berkurangnya luas sawah yang mangakibatkan bergesernya lapangan kerja dari sektor pertanian ke non-pertanian, yang apabila tenaga kerja lokal yang ada tidak terserap seluruhnya justru akan meninggikan angka pengangguran. Dampak sosial ini akan berkembang dengan meningkatnya kecemburuan sosial masyarakat setempat terhadap pendatang yang pada gilirannya berpotensi meningkatkan konflik sosial. 3. Investasi pemerintah dalam pengadaan prasarana dan sarana pengairan menjadi tidak optimal pemanfaatannya. 4. Kegagalan
investor
dalam
melaksanakan
pembangunan
perumahan maupun indusri sebagai dampak krisis ekonomi atau karena
kesalahan
termanfaatkannya
perhitungan
tanah
yang
mengakibatkan
telah
diperoleh
tidak sehingga
meningkatkan luas lahan tidur yang pada gilirannya akan menimbulkan konflik sosial seperti penjarahan tanah. 5. Berkurangnya ekosistem sawah terutama di jalur pantai utara Pulau Jawa yang terbaik dan telah terbentuk puluhan tahun, 222
sedangkan pencetakan sawah baru yang sangat besar biayanya di luar Pulau Jawa seperti di Kalimantan Tengah, tidak memuaskan hasilnya.
PENGENDALIAN ALIH FUNGSI LAHAN PERTANIAN DI KOTA BATU SEBAGAI KAWASAN AGROPOLITAN Dalam mengimplementasikan suatu kebijakan sumberdaya manusia adalah sebagai implementor yang mana mempunyai peran yang sangat penting dalam hal ini. Implementasi kebijakan yang dilakukan oleh Pemerintah Kota Batu dalam pengendalian alih fungsi lahan pertaniannya sebagai kawasan agropolitan adalah: 1. Kondisi sosial dan ekonomi masyarakat Kota Batu. Memberikan penyuluhan pertanian dengan tujuan meningkatkan ekonomi masyarakat. Serta pemberian insentif dan disinsentif bagi pemilik lahan pertanian pangan berkelanjutan oleh Pemerintah Daerah setempat. 2. Dukungan publik dari masyarakat Kota Batu. Meningkatkan guna lahan yang terlantar menjadi lahan produktif, sehingga dengan lahan yang subur maka masyarakat khususnya para petani kembali bersemangat untuk menggunakan lahan, dimana hal tersebut mendukung kinerja pemerintah agar pengalihan fungsi lahan tidak terjadi. 3. Sikap dan sumber-sumber yang dimiliki kelompok pemilih. Kelompok
pemilih
mempengaruhi
yang
implementasi 223
ada
pada
kebijakan
masyarakat melalui
dapat
intervensi
terhadap putusan telah dibuat badan-badan pelaksana dengan cara berbagai macam komentar untuk mengubah keputusan. 4. Dukungan dan komitmen dari para pejabat sebagai pelaksana. Kesediaan para pemangku kepentingan dalam melaksanakan keputusan tersebut. Yaitu komitmen para pejabat ataupun aparat sebagai pelaksana kebijakan dalam merealisasikan sebagai mana tujuan yang ada pada suatu kebijakan, dimana hal tersebut merupakan faktor yang sangat penting. Dimana implementasi kebijakan ini diperlukan kerjasama antara Satuan Kerja Perangkat Daerah yang berwenang dengan masyarakat untuk mengendalikan alih fungsi lahan pertanian. Dalam hal ini yang berperan tidak hanya badan eksekutif saja tetapi peran masyarakat juga sangat diperlukan khususnya pemilik lahan dan para petani.
PENUTUP Simpulan Alih fungsi lahan dapat diartikan sebagai perubahan untuk penggunaan lain disebabkan oleh faktor-faktor yang secara garis besar meliputi keperluan untuk memenuhi kebutuhan penduduk yang makin bertambah jumlahnya dan meningkatnya tuntutan akan mutu kehidupan yang lebih baik. Di satu sisi alih fungsi lahan ini menambah terbukanya lapangan kerja di sektor non-pertanian seperti jasa konstruksi, dan industri, akan
tetapi
juga
menimbulkan
dampak
negatif
yang
kurang
menguntungkan. Agropolitan adalah kota pertanian yang mana berkembang dan tumbuh sejalan dengan sistem dan usaha agribisnis yang mampu mendorong, melayani menarik, dan menghela kegiatan pembangunan pertanian
pada
wilayah
sekitarnya.
Sehingga
dapat
disimpulkan
bahwasannya, kenyataannya di lapangan adalah Dinas Pertanian Kehutanan 224
beserta Badan Perencanaan dan Pembangunan Daerah Kota Batu berkoordinasi dan berusaha untuk mengendalikan alih fungsi lahan pertanian di Kota Batu.
Saran Diharapkan tulisan ini dapat memberikan deskripsi mengenai Kota Batu yang merupakan kota berbasis pariwisata dan pertanian yang dalam pertumbuhan
dan
pengembangannya
sebagai
kawasan
agropolitan
berdampak pada alih fungsi lahan pertanian ke nonpertanian.
DAFTAR RUJUKAN
Aris Subagiyo, dkk. 2020. Alih Fungsi Lahan Pertanian ke Non Pertanian di Kota Batu Indonesia. 8 (2): 135-150 Badan Pusat Statistik. 2015. Penduduk Indonesia Hasil Survei Penduduk Antar Sensus 2015, Hlm.4 Basuki, Agus Tri. 2012. Pengembangan Kawasan Agropolitan. 13 (1): 53-71 Eka fitrianingsih. 2017. Tinjauan terhadap Alih Fungsi Tanah Pertanian ke non Pertanian (permukiman) di kecamatan tomoni kabupaten luwu timur. Skripsi. Fakultas hukum. Universutas Hasanudin Makassar, hlm 15-16 Mahardhani, Ardhana Januar. 2013.
Implementasi Kebijakan
Agropolitan di Kabupaten Tulungagung, Surabaya Prayitno, G., & Subagiyo, A. (2018). Membangun Desa. UB Press. 225
Putra,
Randa
Nuriansyah.
2015.
Implementasi
Kebijakan
Pengendalian Alih Fungsi Lahan Pertanian di Kota Batu sebagai Kawasan Agropolitan. 3 (2): 71-79. Rahayu, Ami. 2012. Status Keberlanjutan Kota Batu Sebagai Kawasan Agropolitan, Universitas Diponegoro, Semarang. Uchyani, R., & Ani, S. (2012). Tren Alih Fungsi Lahan Pertanian Di Kabupaten Klaten. Sepa: 8 (2). Widjanarko, B.S. Pakpahan, M. Rahardjono, B. dan Suweken, P. 2006. Aspek Pertanahan dalam Pengendalian Alih Fungsi Lahan
Pertanian
(Sawah).
Prosiding
seminar
Nasional
Multifungsi Lahan Sawah. Pusat Penelitian dan Pengembangan BPN, Jakarta.
226
PENGGUNAAN MULSA PLASTIK HITAM PERAK DAN JARAK TANAM PADA HASIL BUDIDAYA TANAMAN BAWANG MERAH DI KABUPATEN NGANJUK Nihmatul Ulfa Politeknik Pembangunan Pertanian Malang Email : nihmatululfa272@gmai.com ABSTRAK: Artikel ini bertujuan untuk memberikan contoh bagi petani untuk menerapkan teknologi baru di bidang pertanian, guna meningkatkan pengetahuan dan keterampilan kelompok tani sehingga dapat melakukan inovasi baru yang lebih efektif dan menguntungkan bagi petani sebagai acuan untuk meningkatkan produktifitas dan mendukung pengembangan budidaya bawang merah di Kabupaten Nganjuk. Bawang merah merupakan salah satu jenis sayuran yang tingkat konsumsinya cukup tinggi, karena merupakan bumbu harian. Tingkat konsumsi yang tinggi ini harus diimbangi dengan peningkatan produksi bawang merah. Banyak cara yang bisa dilakukan sebagai upaya peningkatan produksi bawang merah, diantaranya dengan penggunaan mulsa plastik hitam perak dan pengaturan jarak tanam sehingga mampu meningkatkan hasil produktifitas dan menikatkan perekonomian petani bawang merah. Dengan hasil penelitian menunjukkan bahwa penggunaan mulsa plastik hitam-perak meningkatkan semua parameter yang diamati kecuali kadar air relatif dan jarak tanam 10 cm x 25 cm menghasilkan jumlah umbi per rumpun tertinggi dan bobot umbi kering tertinggi.
Kata-kata kunci: budidaya, jarak tanam, mulsa plastik hitam perak, kabupaten nganjuk, tanaman bawang merah
Kabupaten Nganjuk merupakan dataran rendah yang mampu menghasilkan tanaman bawang merah dengan jumlah yang banyak, daerah Nganjuk adalah salah satu sentral bawang merah di Indonesia. Ada 5 Kecamatan yang menjadi sentral bawang merah yaitu Kecamatan Sukomoro, Gondang, Rejoso, Bagor dan Wilangan yang 227
berpusat di pasar Sukomoro. Bawang merah menjadi peluang usaha yang menjanjikan di daerah Nganjuk. Bagaimana tidak, umbi yang bisa dijadikan sebagai bumbu dapur ini selalu dibutuhkan masyarakat Indonesia. Harga jualnya juga stabil, bahkan selalu terjual mahal saat momen hari raya dan akhir tahun. Di Kabupaten Nganjuk bawang merah (Allium Ascalanicum L.) adalah salah satu komoditas sayuran unggulan yang sejak lama telah diusahakan oleh petani secara intensif. Komoditas ini juga merupakan sumber pendapatan dan kesempatan kerja yang memberikan kontribusi cukup tinggi terhadap perkembangan ekonomi wilayah Nganjuk. Nilai ekonomi yang tinggi menyebabkan pengusahaan budidaya bawang merah telah menyebar di hampir semua kecamatan. Akan tetapi hasil produksi di Nganjuk masih kurang dibandingkan dengan besarnya permintaan pasar domestik maupun ekspor. Dengan demikian
untuk
meningkatkan
produktifitas
dan
mendukung
pengembangan budidaya bawang merah diperlukan teknik budidaya yang tepat dan inovatif. Dari permasalahan di atas maka diambil judul artikel yaitu “Penggunakan Mulsa Plastik Hitam Perak dan Jarak Tanam pada Hasil Budidaya Tanaman Bawang Merah di Kabupaten Nganjuk”. Budidaya yang tepat dan inovatif yang akan diterapkan dalam artikel ini adalah penggunaan mulsa plastik hitam perak dan pengaturan jarak tanam sehingga mampu meningkatkan hasil produktifitas dan menikatkan perekonomian petani bawang merah.
BUDIDAYA BAWANG MERAH KABUPATEN NGANJUK
228
Bawang merah (Allium cepa L. var. aggregatum) adalah salah satu bumbu masak utama dunia yang berasal dari Iran, Pakistan, dan pegunungan-pegunungan di sebelah utaranya, tetapi kemudian menyebar ke berbagai penjuru dunia, baik sub-tropis maupun tropis. Wujudnya berupa umbi yang dapat dimakan mentah, untuk bumbu masak, acar, obat tradisional, kulit umbinya dapat dijadikan zat pewarna dan daunnya dapat pula digunakan untuk campuran sayur. Bawang merah sendiri merupakan komoditas hortikultura berumur pendek dan mempunyai nilai komersial tinggi dengan resiko tinggi. Saat ini sudah banyak petani bawang merah di Indonesia khususnya daerah Kabupaten Nganjuk yang mengembangkan budidaya bawang merah, namun dalam proses budidayanya masih ditemui berbagai kendala terutama dari segi teknis budidaya. Oleh sebab itu penggunaan benih bermutu, varietas bawang merah yang mempunyai sifat-sifat unggul, pengendalian hama penyakit terpadu yang ramah lingkungan, pengelolaan unsur hara (pemupukan tepat waktu dan tepat jumlah) serta pola penanaman yang harus lebih di perhatikan. Syarat tumbuh bawang merah: 1. Kesesuaian agroklimat 2. Cahaya matahari minimum 70%, 3. Suhu udara 25-320C, 4. Kelembaban nisbi 50-70%. 5. Struktur tanah remah, tekstur sedang sampai tinggi, drainase dan aerasi yang
baik, mengandung bahan organik yang cukup, dan
pH tanah netral (5,6– 6,5) 6. Jenis tanah: tanah Aluvial atau kombinasinya dengan tanah GleiHumus atau Latosol Sumber air tersedia 229
Budidaya bawang merah dilakukan secara musiman yang pada umumnya dilakukan pada musim kemarau atau sekitar bulan April sampai Oktober sehingga mengakibatkan produksi dan harganya fluktuatif sepanjang tahun dan produktivitasnyapun rendah. Selain faktor musim, faktor yang mempengaruhi produksi komoditi pertanian antara lain adalah faktor sarana pertanian, cara budidaya dan karakteristik petani. Dengan kata lain, faktor input akan mempengaruhi output produksi pertanian, yang berfluktuasi pada setiap daerah sentra masing-masing komoditas di daerah Nganjuk. Dengan menggembangkan perlakuan mulsa plastik hitam perak dan jarak
tanam,
diharapkan
akan
mampu
meningkatkan
hasil
produktifitas budidaya bawang merah. Mulyatri (2003), menyatakan bahwa mulsa dapat meningkatkan kapasitas infiltrasi tanah sehingga kehilangan air dapat dikurangi dan memelihara temperatur dan kelembapan tanah. Ini ditunjukkan dengan hasil pengamatan pada lahan yang diberi mulsa memiliki temperatur tanah yang cenderung menurun dan kelembaban tanah yang cenderung meningkat seiiring meningkatnya dosis pemulsaan. Kelembaban tanah dan temperatur tanah yang optimal, akan berpengaruh pada ketersedian air di bawah permukaan tanah. Kondisi seperti ini sangat menguntungkan bagi tanaman.
PENGGUNAAN MULSA PLASTIK YANG EFEKTIF PADA BUDIDAYA TANAMAN BAWANG MERAH 1. Persiapan Lahan Langkah pertama yang perlu dilakukan ialah melakukan pembersihan dengan cara membabat rumput dan gulma. Kemudian 230
tanah harus digemburkan. Lalu bedengan dibuat dengan lebar sekitar 1 m dengan tinggi 30–40 m. Sebaiknya petani perlu mengetahui pH tanah sebab kondisi tanah yang terlalu asam maupun basa akan mempengaruhi proses penyerapan unsur hara terhadap tanaman. Bawang merah dapat tumbuh dengan optimal di tanah dengan pH 5,6–6,5. Setelah itu yaitu penebaran pupuk. Pupuk yang dipakai ialah pupuk kompos atau pupuk kandang sebanyak 15–20 ton/ha yang ditebar di bedengan. Selanjutnya pakai pula pupuk ZA, TSP dan KNO3 sebanyak 400 kg/ha dengan perbandingan 1:4:11. Campur pupuk dan tebarkan lalu diaduk bersama tanah. Bedengan yang sudah diberi pupuk ini harus dibiarkan selama 10–15 hari sebelum siap ditanami. Setelah itu mulsa plastik dipasang kemudian dilubangi dengan jarak tanam 10x25 cm. Mulsa berwarna perak dipasang menghadap atas dan bagian hitam dibawah menempel terhadap tanah. 2.
Persiapan dan Pemilihan Bibit Bawang merah bisa ditanam dengan umbi maupun biji (TSS).
Pilihlah umbi yang warnanya mengkilat, tidak cacat, padat, serta sudah disimpan selama 2–4 bulan dengan titik tumbuh 80%. Usahakan bibit umbi mempunyai ukuran yang sama sehingga pertumbuhan bawang merah nantinya seragam. 3.
Penanaman Bibit Bibit dengan titik tumbuh sekitar 80% dibersihkan dari kulit
yang mengering serta sisa akar lalu ¾ bagian umbi dibenamkan di tiap lubang mulsa. Bila bibit belum mencapai titik tumbuh 80% maka ujung umbi harus dipotong guna mempercepat pertumbuhan.
231
Sementara itu bila petani memakai biji maka diperlukan tahapan penyemaian. Bawang merah yang ditanam dengan biji akan membutuhkan waktu 5 bulan agar siap panen. 4.
Pemupukan Susulan Pemupukan susulan dilakukan selama 2 kali, yang pertama 15
hari sesudah tanam dan 30 hari sesudah tanam. Pupuk yang dipakai berupa urea, ZA, dan Kcl di sepanjang garitan tanaman. 5.
Pengairan dan Penyiangan Bawang merah memerlukan air yang banyak tetapi jangan
sampai tergenang. Sesudah masa penanaman 0–10 hari penyiraman dilakukan sebanyak 2x sehari, usia 11–35 hari sebanyak 1x sehari (pagi hari), serta diatas 35 hari hingga masa panen 1x/hari pagi atau sore hari. Penyiangan harus dilakukan bila petani menemukan gulma, akan tetapi penggunaan mulsa plastik tentunya akan mengurangi jumlah gulma yang mungkin tumbuh. 6.
Pengendalian Hama dan Penyakit Mulsa plastik terbukti mengurangi jumlah hama serta penyakit
terhadap tanaman bawang merah. Biasanya hama dan penyakit yang menyerang adalah ulat daun dan layu fusarium. Bila petani menemukan hama ulat maka daun sebaiknya dipotong serta dimusnahkan.
Demikian
juga
bila
ditemukan
daun
bawang
menguning serta layu harus langsung dicabut serta dibakar. Penggunaan insektisida juga diperbolehkan sesuai takaran yang berlaku. 7.
Panen
Tanda bawang merah sudah siap panen yaitu: 232
a.
Pangkal terasa lemas bila dipegang
b.
Daun menguning dan rebah
c.
Umbi terlihat di permukaan tanah Panen dilakukan dengan cara mencabut tanaman lalu diikat
kemudian dijemur sampai kering. Hal ini berfungsi guna menjaga supaya umbi bawang merah tidak cepat busuk. Sesudah umbi bawang 85% kering maka bawang merah siap dipasarkan. Menurut Sembiring (2013), penggunaan mulsa bertujuan untuk menekan pertumbuhan gulma, mencegah kehilangan air dari tanah sehingga kehilangan air dapat dikurangi maka temperatur dan kelembaban tanah relatif stabil. Penggunaan mulsa merupakan salah satu upaya memodifikasi kondisi lingkungan agar sesuai bagi tanaman, sehingga tanaman dapat tumbuh dan berkembang dengan baik. PENGUNAAN
JARAK
TANAM
PADA
BUDIDAYA
TANAMAN BAWANG MERAH Upaya peningkatan hasil selain dengan penggunaan mulsa yaitu dengan cara meningkatkan efisiensi penggunaan lahan. Efisiensi penggunaan lahan akan terwujud dengan pengaturan jarak tanam. Jarak tanam merupakan komponen bercocok tanam yang menentukan pertumbuhan tanaman. Pengaturan jarak tanam bisa meningkatkan efisiensi penggunaan lahan. Luas jarak tanam ditentukan oleh jenis tanaman tertentu. Dengan perlakuan mulsa hitam perak dan jarak tanam, diharapkan akan mampu meningkatkan hasil bawang merah. Pengaturan jarak tanam akan mengetahui batas optimum pada hasil
233
yang dicapai pada suatu lahan sehingga hasil umbi bawang merah dapat jauh lebih baik. Menurut Basuki (2009), pengaturan jarak tanam diperlukan agar tanaman dapat tumbuh optimal dan memberikan hasil yang baik tanpa mengalami persaingan baik antar tanaman maupun antara tanaman dan gulma serta dapat mengurangi kemungkinan serangan penyakit terutama di musim hujan. Jarak tanam dengan kepadatan tertentu bertujuan memberi ruang tumbuh pada tiap-tiap tanaman agar tumbuh dengan baik. Jarak tanam akan mempengaruhi kepadatan dan efisiensi penggunaan cahaya, persaingan diantara tanaman dalam penggunaan air dan unsur hara sehingga akan mempengaruhi produksi tanaman. Pada kerapatan rendah, tanaman kurang berkompetisi dengan tanaman lain, sehingga penampilan individu tanaman lebih baik. Sebaliknya padakerapatan tinggi, tingkat kompetisi diantaratanaman terhadap cahaya, air dan unsur hara semakin ketat sehingga tanaman dapat terhambat pertumbuhannya dan secara fisiologis jarak tanam akan menyangkut ruang dan tempat tanaman hidup dan berkembang. Pada hasil Penelitian Irvan dan Suparno (2018), menyatakan bahwa Jarak tanam berpengaruh terhadap jumlah anakan dan berat basah umbi. Jarak tanam 10 cm x 20 cm menghasilkan tanaman bawang merah dengan jumlah anakan paling banyak dan bobot basah umbi paling berat. Dengan begitu jarak tanam 10 cm x 25 cm mampu dikembangkan karena dapat menghasilkan jumlah umbi per rumpun tertinggi dan bobot umbi kering tertinggi. PENUTUP 234
Simpulan Penggunaan mulsa plastik hitam perak dan jarak tanam dapat mempengaruhi hasil budidaya tanaman bawang merah. Karena dengan menggunakan mulsa plastik hitam perak mampu menekan pertumbuhan gulma, mencegah kehilangan air dari tanah sehingga kehilangan air dapat dikurangi maka temperatur dan kelembaban tanah relatif stabil. Sedangkan dengan mengatur jarak tanam bisa meningkatkan efisiensi penggunaan lahan sehingga hasil produksinya bisa meningkat. Saran Diharapkan Artikel ini dapat memberikan alternatif bagi petani untuk meningkatkan produktivitas tanaman bawang merah mereka. Atas dasar itu, pemikiran yang telah ditulis diharapkan dapat menambah wawasan dan pengetahuan petani dalam budidaya bawang merah sehingga lebih efektif.
DAFTAR RUJUKAN Basuki RS. 2009. Analisis kelayakan teknis dan ekonomis teknologi budidaya bawang merah dengan benih biji botani dan benih umbi tradisional. J Hort, 19 (2): 214-22. Cara Menanam Bawang Merah Dengan Mulsa Plastik, Dijamin Ciamik. 2019. (https://medium.com/@limcorp8/cara-menanambawang-merak-dengan-mulsa-plastik-dijamin-ciamik1aae1d6f52f9, diakses pada 25 Januari 2021) Irvan dan Suparno. 2018. Pengaruh Jarak Tanam Dan Pupuk Pelengkap
Cair
Terhadap 235
Pertumbuhan
Dan
Produksi
Bawangmerah (Allium Cepa L.) Varietas Thailand. Jurnal Ilmiah Hijau Cendekia, 3 (1). Mahmudi, Rianto dan Historiawati. 2017. Pengaruh Mulsa Plastik Hitam Perak Dan Jarak Tanam Pada Hasil Bawang Merah (Allium Cepa Fa. Ascalonicum, L.) Varietas Biru Lancor Mulyatri. 2003. Peranan pengolahan tanah dan bahan organik terhadap konservasi tanah dan air. Pros. Sem. Nas. Hasil-hasil Penelitian dan Pengkajian Teknologi Spesifik Lokasi. p. 90-95 Sembiring, A. P. 2013. Pemanfaatan Mulsa Plastik Hitam Perak (MPHP)
dalam
Budidaya
Cabai
(Capsicum
annuL).
(http://www.scribd.com/doc/82000378/Pemanfaatan-MulsaPlastik-Hitam-Perak-MPHP-Dalam-Budidaya-Cabai-Capsicumannum-L, diakses pada tanggal 25 Januari 2021)
236
MENINGKATKAN FASE GENERATIF PADA TANAMAN MELALUI PEMANFAATAN KEONG MAS SEBAGAI PUPUK ORGANIK CAIR Nur Atika Dura Asla Politeknik Pembangunan Pertanian Malang Surel: nuratikaduraasla@gmail.com ABSTRAK: Artikel ini bertujuan untuk memberikan informasi kepada petani tentang pemanfaatan keong mas sebagai bahan dasar dalam pupuk organik cair, karena masih banyak petani yang menganggap keong mas sebagai hama pengganggu terutama ditanaman padi dan masih kurangnya pengetahuan petani tentang manfaat keong mas. Pupuk organik cair adalah dari keong mas bermanfaat pada fase pembuahan (Generatif) tanaman dan mengandung unsur hara nitrogen, kalium dan phospor yang sangat diperlukan tanaman pada fase generatif tanaman. Kata- kata kunci: fase generatif, keong mas, manfaat, pupuk organik cair, tanaman
Keong mas (Pamaceae canaliculata) atau disebut juga siput murbei yang termasuk ke dalam kelas gastropoda, familia ampullaridae. Keong awalnya berasal dari Benua Amerika dan diperkenalkan di Asia pada tahun 1980an. Keong ini menjadi hama serius di Indonesia terutaman ditanaman padi, keong ini menyerang batang dan daun padi yang masih muda sehingga bisa menyebabkan tanaman padi bisa mati. Keong mas bisa hidup dan menyukai berbagai habitat seperti sawah, rawa, sungai, irigasi, kolam. Siklus hidup keong mas bergantung kepada temperatur, hujan, ketersediaan air, dan makanan. Pada lingkungan yang temperaturnya tinggi dan makanan yang cukup, siklus hidupnya lebih pendek sekitar tiga bulan dan produksi sepanjang tahun. sedangkan pada lingkungan dengan jika makanan kurang, siklus hidupnya lebih pangjang dan 237
berproduksi pada musim semi atau awal musim panas. Satu ekor betina dapat menghasilkan 15 kelompok telur berkisar 1000-1200 butir. Telur diletakkan dalam kelompok pada tumbuhan, pematang, ranting dan lain-lain. Beberapa sentimeter diatas permukaan air. Pada umumnya telur berwarna merah muda dengan diameter telur berkisar antara 2,2-3,5 mm. siput ini meletakkan telurnya berkelompok sehingga seperti membentuk buah murbei. warna telur siput murbei akan berubah lebih muda jika ingin mendekati masa masa menetas. Telur ini menetas setelah 8-14 hari dengan daya tetas berkisar antara 61-75 % dan daya tetasnya berkurang jika terkena air. Klasifikasi keong mas Phylum
: Mollusca
Kelas
: Gastropoda
Sub kelas
: Prosobranchia
Ordo
: Mesogastropoda
Superfamily
: Cyclophoracea/Architaenioglossa
Family
: Ampullaridae
Genus
: Pomacea
Spesies
: Pomacea canaliculata
Morfologi keong mas Cangkang berbentuk bulat, berwarna kuning hingga coklat tua. Pada bagian di sekitar sutura warna cangkang menjadi lebih muda. Dinding cangkang tebal, beberapa diantaranya memiliki "pita" melintang berwarna coklat tua hingga tepi mulut cangkang. Sulur tinggi danruncing. Seluk berjumlah 5,25-5,50. Seluk akhir membulat. Pusat cangkang berbentuk celah. Sutura melekuk membentuk kanal yang dalam. Mulut cangkang lonjong, bagian atasnya menaik 238
sehingga terlihat agak meruncing di bagian atas. Warna dinding dalam mulut cangkang sama dengan dinding luarnya. Tepi mulut cangkang tidak menebal dan membentuk pola yang menerus dengan jeda. Hewan ini dapat hidup antara 2 sampai 6 tahun dengan fertilitas yang tinggi. Ukuran makanan mempengaruhi ukuran keong. Berdasarkan hasil penelitian MS Dela Cruz, RC Joshi, dan AR Martin (2001), Tutup rumah siput (operculum) siput murbai betina (a1) berwarna putih cekung dan yang jantan cembung (a2). Tepi mulut rumah siput betina dewasa melengkung kedalam (b1), sedangkan tepi rumah siput yang jantan melengkung keluar. Keong mas memiliki tentakel yang menempel, dapat memanjang, dan bisa lebih panjang dari tubuhnya. Tentakel ini merupakan bagian yang fungsinya sangat penting. Keong mas bersifat amphibi, karena mempunyai dua alat pernafasan yaitu insang dan organ yang menyerupai paru-paru. Keong mas akan bernafas pada ingsang saat berada didalam air dan akan bernafas dengan paru paru ketika berada didarat. Keong mas dapat dengan mudah ditemukan di sawah ketika pada saat pengolahan lahan, ditempat persemaian bibit padi, saat memulai penanaman dan di irigasi. Gejala Serangan Keong mas merusak tanaman padi yang baru di tanam dengan cara memarut jaringan tanaman lalu memakannya. Gejala serangan hama ini terlihat pada bibit yang hilang, tangkai dan helai daun yang rusak akibat bekas gigitan dan pada batang muda terpotong – potong, bahkan serangan berat dapat memakan seluruh tanaman padi.
239
Walaupun keberadaannya tidak diinginkan tetapi keong mas juga memiliki manfaat untuk tanaman terutama pada fase generatif.
FASE GENERATIF TANAMAN Pertumbuhan tanaman adalah penambahan ukuran tanaman, jumlah daun dan bentuk tanaman. Pertumbuhan tanaman dipengaruhi oleh dua faktor, yaitu faktor internal (genetik) dan faktor external (lingkungan). Faktor internalnya antara lain: kekebalan tambuhan terhadap iklim, tanah dan biologis, laju fotosintesis, respirasi tanaman, klorofil tanaman, diferensiasi dan aktivitas enzim. untuk faktor internalnya, meliputi iklim (cahaya, suhu dan temperatur), biologis (hama, penyakit, gulma dan mikroorganisme tanah). Pertumbuhan tanaman ini di bagi menjadi 2 yaitu fase vegetatif dan fase generatif. Fase vegetatif adalah fase dimana terjadi pada perkembangan akar, pertumbuhan daun dan batang. Fase vegetatif ini meliputi 3 proses utama, yaitu: (1) pembelahan sel, (2) Perpanjangan sel, dan (3) tahap pertama dari diferensiasi sel. Untuk fase generatif atau fase reproduksi, perkembangan pada fase ini dimulai dengan inisiasi
bunga.
Pada
fase
ini
meliputi
pembentukan
dan
perkembangan bunga, buah dan biji. Hal yang terpenting pada fase ini adalah pembuatan sel- sel, kuncup bunga, buah dan bijinya, pembentukan koloid hidrofilik dan perkembangan alat penyimpanan makanan. Fase generatif ini lebih difokuskan atau diutamakan pada proses pembungaan dan pembuahan. Dan karbohidrat pada fase ini akan disimpan terlebih dahulu oleh tanaman. Fase generatif tanaman membutuhkan unsur hara phospor, kalium dan nitrogen yang cukup. Adapun fungsi unsur hara tersebut bagi tanaman yaitu: 240
1. Nitrogen a.
Meningkatkan pertumbuhan tanaman.
b.
Meningkatkan produksi dedaunan sehingga sangat cocok untuk tanaman sayuran.
c.
Mengatur pertumbuhan vegetatif tanaman.
d.
Membantu mengolah karbohidrat pada tanaman.
e.
Meningkatkan PH tanah.
2.
Fosfor
a.
Membantu pembentukan bunga dan buah.
b.
Mendorong pertumbuhan akar muda.
c.
Mempercepat pematangan buah / biji.
d.
Berfungsi untuk pengangkut energi hasil metabolisme dalam tanaman.
3.
Kalium
a.
Membentuk dan mengangkut karbohidrat.
b.
Membantu perkembangan akar tanaman.
c.
Memperkuat tegaknya batang sehingga tanaman tidak mudah roboh.
d.
Meningkatkan kualitas buah.
e.
Membuat tanaman menjadi lebih tahan terhadap hama dan penyakit Unsur hara N, P, K ini juga terdapat pada keong mas. Keong
mas (Pamaceae canaliculata) atau disebut juga siput murbei yang termasuk ke dalam kelas gastropoda, familia ampullaridae. Keong awalnya berasal dari Benua Amerika dan diperkenalkan di Asia pada tahun 1980an. Keong ini menjadi hama serius di Indonesia terutaman ditanaman padi, keong ini menyerang batang dan daun padi yang 241
masih muda sehingga bisa menyebabkan tanaman padi bisa mati. Keong mas bisa hidup dan menyukai berbagai habitat seperti sawah, rawa, sungai, irigasi, kolam.
PEMANFAATAN KEONG MAS UNTUK TANAMAN Di balik keberadaannya yang sangat mengganggu, keong mas memiliki banyak manfaat untuk tanaman. Keong mas bisa digunakan untuk dasar pupuk cair organik (ekihi). pupuk cair dapat adalah pupuk yang dibuat menggunakan bahan bahan alami. Keong mas kaya akan nutrisi untuk tanaman seperti protein 12,2 gram, lemak 0.4 gram, karbohidrat 6.6 gram, fosfor 61 mg, sodium 40 mg, potassium 17 mg, riboflavin 12 mg, dan niacin 1,8 mg (Kusriningrum, 2012). Ekihi keong mas mengandung auksin yang mampu merangsang pertumbuhan tanaman. Selain itu keong mas juga mengandung azospirilliam, staphylococcus, pseudomona, azobacter, mikroba pelarut phospat, enzim yang mempunyai manfaat untuk tanaman budi daya, Nitrogen, Posphor, Kalium (NPK) dan kandungan yang paling tinggi di ekihi keong adalah, Asam amino. Fungsi asam amino adalah 1. Meningkatkan imunitas akibat stress. 2. Meningkatkn jumlah klorofil dan fotosintesis 3. Menguatkan daun muda dan pembukaan mulut daun. 4. Mempercepat pertumbuhan hormon. 5. Melebatkan dan memperbesar buah (generative) Ekihi keong juga memiliki fungsi zat perangsang tumbuh (ZPT) 1. Mempercepat perkecambahan biji. 2. Pembentukan akar 242
3. Pembuangan dan pembuahan 4. Mendorong Paertenokapri. Untuk membuat pupuk ini, caranya tidak terlalu sulit. Adapun Cara Pembuatan Ekihi Keong antara lain: Alat: 1. Drum ukuran 150 liter. 2. Gayung. 3. Ember kecil. 4. Tongkat pengaduk. 5. Lesung Bahan: 1. Keong 10 kg. 2. EMB 500 ml. 3. Molase 2.5 liter. 4. Air 50 liter. Proses dan cara pembuatan: 1. Siapkan alat dan bahan. 2. Keong yang sudah siap di masukkan kedalam tumbukan lalu ditumbuk sampai halus, semakin halus ukuran keong yang di tumbuk maka semakin mudah bakteri mengurai keong tersebut. 3. Keong yang sudah di tumbuk halus dimasukkan ke dalam drum, lalu ditambahkan dengan EMB cair, molase, dan air bersih. 4. Setalah itu tutup drum lalu di fermentasikan selama 2 minggu, dan selama proses fermentasi berlangsung di lakukan pengadukan 1 kali seminggu. Lamanya fermentasi akan mempengaruhi kualitas dari pupuk organik cair itu sendiri.
243
Pupuk cair organik dari keong ini dapat digunakan untuk semua tanaman pada fase generatif (pembuahan). Pengaplikasianya pun bisa 2 kali dalam seminggu. Dengan dosis penggunaan ekihi ini adalah untuk tanaman: 1 Liter ekihi + 5 Liter air. Beberapa keunggulan yang bisa didapatkan petani dengan penggunaan pupuk organik ini yaitu, yang pertama dengan mengaplikasikan pupuk organik keong mas ini tanaman dan buah akan lebih cepat pertumbuhannya dibandingkan dengan penggunaan pupuk kimia pada umumnya. Selain itu pupuk organik ini mampu menghidupkan organisme tanah sehingga tanah akan kembali subur. Kemudian keunggulan yang utama adalah pupuk organik ini tidak menimbulkan efek buruk kepada tanaman atau bahkan petani itu sendiri, Penggunaan pupuk organik cair ini lebih bagus dan lebih baik daripada penggunaan pupuk kimia dikarenakan pupuk ini aman dan ramah untuk lingkungan. PENUTUP Simpulan Fase generatif tanaman membutuhkan unsur hara phospor dan nitrogen yang cukup. Di balik keberadaannya yang sangat mengganggu, keong mas memiliki banyak manfaat untuk tanaman. keong mas bisa digunakan untuk dasar pupuk cair organik (ekihi). pupuk cair dapat adalah pupuk yang dibuat menggunakan bahan bahan alami. Ekihi keong mas mengandung auksin yang mampu merangsang pertumbuhan tanaman. Pupuk cair organik dari keong ini dapat digunakan untuk semua tanaman pada fase generatif (pembuahan). Beberapa keunggulan yang bisa didapatkan petani 244
dengan penggunaan pupuk organik ini yaitu, dengan mengaplikasikan pupuk organik keong mas ini tanaman dan buah akan lebih cepat pertumbuhannya dibandingkan dengan penggunaan pupuk kimia pada umumnya dan lebih ramah lingkungan. Saran Diharapakan tulisan ini dapat bermanfaat bagi petani demi meningkatkan produktivitas pertumbuhan pada Fase Generatif pada tanaman. Dengan meningkatnya produktivitas tanaman maka petani akan mencapai tahap kesejahteraan. Penulis berharap apa yang ditulis ini bisa bermanfaat bagi khalayak ramai terutama petani dan bisa dijadikan pedoman untuk memanfaatkan apa yang ada di alam sekitar kita.
DAFTAR RUJUKAN Fauziah, Hani. 2016. Pengertian Pertumbuhan Bagi Orang Awam. (http://tanamanpangan.pertanian.go.id/index.php/forum/main/vi ew/474#:~:text=Pertumbuhan%20tanaman%20dapat%20dibeda kan%20menjadi,fase%20perkecambahan%2C%20vegetatif%20 dan%20generatif.&text=Pertumbuhan%20vegetatif%20terutam a%20terjadi%20pada,pada%20pembentukan%20bunga%20dan %20biji, diiakses pada tanggal 20 Januari 2021). Handayani, Mira. 2019. Pengendalian Hama Keong Mas pada Tanaman
Padi.
(http://cybex.pertanian.go.id/mobile/artikel/69548/PENGENDA LIAN-HAMA-KEONG-MAS-PADA-TANAMAN-PADI/, diakses pada 20 Januari 2021). 245
Isnaningsih, N. R., & Marwoto, R. M. (2011). Keong hama Pomacea di Indonesia: karakter morfologi dan sebarannya (Mollusca, Gastropoda: Ampullariidae). Berita Biologi, 10 (4): 441-447. Kusriningrum R.S. 2012.
Rancangan Percobaan, (Surabaya,
Airlangga University Press(AUP), halaman 44. Lonta, G., Pinaria, B. A., Rimbing, J., & Toding, M. M. (2020, October). Populasi Hama Keong Mas (Pomacea canikulata L.) Dalam Umpan Dan Jebakan Pada Tanaman Padi Sawah (Oryza sativa L.). In COCOS. 5 (5). Martin PR, AL Estebenet and NJ Cazzaniga. 2001. Factors affecting the
distribution
Ampullariidae)
of along
Pomacea its
canaliculata
southernmost
(Gastropoda: natural
limit.
Malacologia. 43 (1): 12-23. Sumarlin, S., Alimuddin, S., Nuhung, E., & Ashar, J. R. (2020). Kandungan Hara Pupuk Organik Cair dari Keong Emas dengan Interval Fermentasi yang Berbeda. AGrotekMAS Jurnal Indonesia: Jurnal Ilmu Pertanian, 1 (1): 16-23.
246
BUDIDAYA TANAMAN PADI SAWAH DI LAHAN BUKAAN BARU DESA FATUBA’A KECAMATAN TASIFETO TIMUR KABUPATEN BELU-NTT Petrus Manek Politeknik Pembangunan Pertanian Malang Surel: petrusmanek@gmail.com ABSTRAK: Tanaman padi sawah (Oryza sativa L.) merupakan sumber bahan makanan pokok sebagian besar masyarakat indonesia. Tanaman padi memerlukan banyak air untuk keberlangsungan hidupnya. Ketersediaan air baku pertanian semakin terbatas. Meningkatnya aktivitas manusia di rumah tangga menyebabkan semakin besarnya volume air limbah yang dihasilkan dari waktu ke waktu. Air limbah domestik memiliki kandungan unsur hara makro dan mikro yang bisa berpengaruh terhadap pertumbuhan tanaman. Dengan adanya budidaya tanaman padi sawah pada bukaan lahan sawah yang baru,dapat mengetahui berbagai hal maupun kendala untuk memperoleh hasil yang baik,serta pengaruh pemberian air terhadap pertumbuhan tanaman padi serta mengetahui pengaruh antara penggunaan pupuk dan tanpa pupuk pada perlakuan. terhadap pertumbuhan tanaman padi sawah (Oryza sativa L). Faktor kedua adalah penggunaan pupuk yang sesuai anjuran. Dengan penerapan ini dapat memberikan pengaruh yang optimal pada pada roduksi tanaman yang maksimal. Karena tanaman padi telah menjadi bagian dari kehidupan masyarakat Indonesia sehingga tidak dapat dipungkiri bahwa komoditas ini telah turut mempengaruhi tatanan politik dan stabilitas nasional. Selain sebagai makanan pokok lebih dari 95% penduduk, padi juga menjadi sumber mata pencaharian sebagian besar petani di pedesaan. Perhatian khusus harus diberikan untuk meningkatkan hasil per satuan luas dengan menerapkan perbaikan teknologi dalam teknik budidaya tanaman.
Kata-kata kunci: budidaya, tanaman padi sawah
247
Budidaya tanaman padi sawah merupakan suatu usaha untuk memperoleh bahan makanan pokok, tetapi juga merupakan sumber pendapatan yang menyediakan lapangan kerja bagi sebagian besar penduduk. Peningkatan produksi tanaman padi sawah ditujukan untuk mencukupi kebutuhan pangan keluarga, meningkatkan pendapatan petani, dan mendukung kemandirian pangan. Peningkatan produksi padi di Indonesia diupayakan dengan menanam padi varitas unggul tahan wereng dan menggunakan pupuk mineral sesuai dosis anjuran, sehingga pada tahun 1984 Indonesia berhasil mencapai swasembada beras. Pada kenyataannya petani menggunakan pupuk di atas dosis anjuran atau berlebihan (high input). Akhir-akhir ini disadari bahwa masukan pupuk tinggi ini dapat merusak lingkungan (this technology have no longer sustainable and not environmentally friendly).
Pencetakan
sawah
bukaan
baru
ditujukan
untuk
meningkatkan luas panen dan produksi padi. Teknologi yang dikembangkan adalah sistem pertanian berkelanjutan dan ramah lingkungan. Oleh karena itu, usaha tani pada sawah bukaan baru harus dilakukan secara tepat antara lain masukan pupuk berdasarkan hasil analisis tanah dan kebutuhan tanaman, terjangkau oleh petani, dan dengan pengolahan tanah yang intensif. Pengolahan tanah intensif pada sawah bukaan baru antara lain melalui pelumpuran.
SAWAH BUKAAN BARU Sawah bukaan baru dapat didefinisikan dari dua aspek, yaitu dimensi waktu dan sifat tanahnya (Agus dan Prasetyo 2007). Berdasarkan dimensi waktu, sawah bukaaan baru adalah sawah 248
tersebut dicetak kurang dari 10 tahun terakhir, semenjak sawah tersebut dibuka/dicetak. Berdasarkan sifat tanah, sawah bukaan baru dicirikan oleh belum terbentuknya lapisan tapak bajak. Menurut asalnya, sawah bukaan baru dapat berasal dari lahan kering atau lahan basah. Dalam rangka meningkatkan produksi pangan khususnya beras, banyak kendala yang dihadapi, salah satunya adalah masalah ketersediaan
lahan,
jumlah
penduduk
terus
bertambah,
dan
fragmentasi lahan yang menyebabkan luasan lahan sawah per rumah tangga petani semakin sempit. Tekanan alih fungsi lahan pertanian menjadi lahan non pertanian (permukiman perkotaan, infrastruktur, dan kawasan industri) terus meningkat. Beberapa alasan mengapa sawah bukaan baru dewasa ini menjadi penting dan perlu ditingkatkan hasilnya: 1. Beras merupakan sumber makanan pokok di Indonesia dan sangat strategis, baik ditinjau dari segi sosial, ekonomi, dan politik. 2. Kebutuhan
akan
beras
terus
meningkat
seiring
dengan
bertambahnya jumlah penduduk yang siknifikan. 3. Peningkatan produksi padi atau beras harus di persiapkan untuk menuju kemandirian pangan. 4. Pencetakan sawah bukaan baru dan peningkatan produksi harus dipandang sebagai sentra lumbung-lumbung beras baru untuk masa mendatang yang berorientasi pada peningkatan produksi beras nasional.
249
PENGOLAHAN TANAH Pengolahan tanah sawah ditujukan untuk membentuk bidang datar dan berlumpur. Alat yang digunakan adalah: cangkul, bajak sapi, dan rotary hand tracktor. Ada perbedaan yang mendasar pada cara pengolahan tanah di sawah bukaan baru yang berasal dari lahan kering dengan sawah bukaan baru yang berasal dari lahan rawa. Pada sawah bukaan baru yang berasal dari lahan kering, pengolahan tanah sebaiknya dilaksanakan dengan intensif mengunakan mesin/hand tracktor. Tujuannya adalah agar dapat terbentuk struktur lumpur dengan cepat dan mempercepat terjadinya lapisan kedap (plough pan layer). Pengolahan tanah yang dianjurkan adalah (Anonymous 1997 dan Bhagat et al 1994) : 1. Pada sawah bukaan baru yang berasal dari lahan kering, pengolahan tanah terdiri atas 2x kali cangkul dan 1x garu atau tergantung pada kebiasaan setempat. 2. Pada sawah bukaan baru yang berasal dari lahan rawa, pengolahan tanah terdiri atas 2x cangkul ringan (kedalaman 15 cm) dan 1x garu. 3. Sebelum dilakukan pencangkulan atau pembajakan kondisi tanah harus basah dengan cara diairi (land soaking). Pelumpuran Pengolahan tanah kedua pada tanah sawah atau penggaruan adalah proses penghalusan tanah, pelumpuran, meratakan permukaan tanah agar tinggi genangan air sama, dan mempermudah penanaman padi dengan cara tanam pindah (transplanting system) (Adachi, 1990 dan Anonymous, 1977). Penggaruan bisa dilakukan dengan tenaga ternak atau mesin. 250
BENIH Untuk mendapatkan hasil panen padi sawah, baik sawah lama atau bukaan baru, diperlukan pemilihan benih padi yang unggul. Benih yang akan ditanam harus berlabel, kalau memungkinkan benih dengan kelas ES (Extension Seed) atau yang berkelas lebih tinggi lagi seperti SS (Stock Seed) dan FS (Foundation Seed). Sebelum disemai sebaiknya ada perlakuan benih (Seed treatment) seperti direndam dahulu dengan air garam untuk mendapatkan benih yang bernas atau berkualitas baik dan dicampur dengan fungisida.
PENANAMAN Pada umumnya penanaman ada 2 cara, yaitu: Sistem pindahan atau tapin dan sistem tabur benih langsung atau tabela. 1. Sistem Pindahan atau Tapin (transplanting system) Sistem tanam pindah umumnya dapat dilaksanakan baik pada lahan sawah bukaan baru yang berasal dari lahan kering maupun yang berasal dari lahan rawa... Kebutuhan benih pada sistem tanam pindah 25 – 30 Bibit tanaman padi siap ditanam pindahkan saat berumur antara 18 – 25 hari dengan 2-3 bibit per lubang. Penanaman bibit yang berumur lebih dari 25 hari, akan mengurangi jumlah anakan padi. Bibit dapat juga ditanam saat berumur 12 – 15 hari (tanam muda) dengan 1 – 2 bibit per lubang. 2.
Sistem Tabela Sistem tabur benih langsung (tabela) biasanya dilaksanakan pada
tahun-tahun awal pencetakan sawah bukaan baru. Alasan utama petani melaksanakan sistem tabela adalah lahan belum bersih dari 251
sisa perakaran, menghemat waktu dan biaya pengerjaan, dan sulit tenaga kerja. Ada beberapa kekurangan dari cara tanam dengan sistem tabela adalah kebutuhan benih lebih banyak dan sulit melakukan penyiangan.
PENGAIRAN DAN TATA AIR Air merupakan unsur utama dalam budi daya tanaman padi sawah. Pada sawah bukaan baru yang berasal dari lahan kering, pengairan dapat bersumber dari air sungai, check dam, dan air hujan yang ditampung di embung buatan. Pembuatan saluran irigasi diusahakan jangan terlalu dalam, sehingga air dapat diatur masuk ke petakan sawah. Menurut Anonymous 1997 dan Sukristiyonubowo et al. 2009, pengaturan tinggi genangan yang dianjurkan meliputi: 1. Saat tanam sampai tanaman berumur 21 hari setelah tanam (HST), tinggi genangan air sebaiknya macak-macak atau sekitar 1– 3 cm. 2. Setelah 21 HST, pemupukan ke dua urea dan KCl diberikan, dan dilakukan penggenangan dengan tinggi air (pounding water layer) antara 5 – 7 cm. Kondisi ini dibiarkan sampai tanaman berumur 35 atau 42 HST, saat tanaman berada dalam fase menjelang keluar bakal bunga (primordia). 3. Lalu air dibuang dan dibiarkan antara 3 – 7 hari dan setelah waktu tersebut dilakukan pemupukan urea dan KCl yang ke III, berikutnya digenangi lagi dengan tinggi air antara 5 cm sampai periode pemasakan (ripening phase) atau 15 hari menjelang panen.
252
PEMBENAH TANAH Pada umumnya sawah bukaan baru yang berasal dari lahan kering mempunyai kandungan bahan organik tergolong rendah, pH bersifat masam dan kandungan besi (Fe), mangan (Mn) serta Al (aluminium) tinggi. Agar dicapai efisiensi pemupukan tinggi dan produktivitas padi dapat ditingkatkan, maka tanah yang bermasalah tersebut perlu ditambahkan bahan pembenah tanah. Artinya tanah harus disehatkan terlebih dahulu melalui penambahan pembenah tanah seperti kapur dan bahan organik (kotoran hewan dan jerami) yang dikomposkan. Dosis anjuran untuk kapur dolomit sebanyak 1 – 2 t/ha, dan bahan organik dalam bentuk kompos sebesar 1 – 2 t/ha. Dolomit dan kompos ini diberikan seminggu sebelum tanam dengan cara disebar merata (Sukristiyonubowo et al. 2011a, 2011b).
PEMUPUKAN Karakteristik tanah pada sawah bukaan baru yang ber pH masam biasanya sangat miskin hara, terutama unsur hara P (fosfor), K (kalium) dan bahan organik. Penambahan unsur hara dapat dilakukan
dengan
memberikan
pemupukan
dengan
mempertimbangkan ratio kebutuhan hara pada tanaman padi. Unsur hara dibagi menurut tingkat kebutuhan tanaman, yaitu: unsur hara makro primer, unsur hara makro sekunder dan unsur hara mikro. Berikut jenis unsur hara menurut tingkat kebutuhannya. 1. Unsur hara yang dibutuhkan tanaman padi meliputi: Hara makro primer : N, P, dan K.
Hara makro sekunder: Ca, Mg, dan S.
Hara mikro: Zn, Cu, B, dll. 253
2.
Pupuk yang mengandung hara makro, adalah ; nitrogen (N) adalah urea (45 % N), ZA (N dan S). Pupuk yang mengandung unsur fosfor (P) adalah SP-18 (18 % P2O5) atau SP-36 (36 % P2O5), dan pupuk yang mengandung unsur kalium (K) adalah KCl (60 % K2O). Unsur Ca dan Mg dipenuhi lewat penambahan dolomit dan unsur hara S (Sulfur) dipenuhi oleh pupuk ZA atau pupuk majemuk.
3.
Sumber hara N (nitrogen) lainnya adalah air hujan, jerami padi, pupuk kandang, kompos dan pupuk organik lainnya. Sumber P lainnya adalah pupuk organik, pupuk kandang dan kompos. Untuk K dapat berasal dari jerami padi, air irigasi, dan kompos. Pupuk yang dipasarkan dapat digolongkan menjadi 2, yaitu pupuk tunggal dan pupuk majemuk. Pupuk tunggal adalah pupuk yang mengandung satu jenis unsur hara saja, misalnya urea, SP 36, KCl. Pupuk majemuk adalah pupuk yang mengandung dua atau lebih unsur hara dalam pupuk.
PENGENDALIAN ORGANISME PENGGANGGU TANAMAN Identifikasi hama dan penyakit Pengamatan hama dan penyakit
sebaiknya
mengindentifikasi
dan
dilaksanakan menduga
secara
jenis
hama
berkala yang
untuk mungkin
menyerang, sehingga bisa cepat melakukan tindakan pencegahan. Cara mendeteksi hama yang praktis dan mudah dilakukan adalah Pengamatan langsung lahan. Pengendalian hama dan penyakit Pencegahan dan pengendalian dilakukan sedini mungkin dengan cara identifikasi jenis hama dan penyakit tanaman. Cara ini akan lebih memudahkan dalam melakukan pencegahan dan pemberantasan 254
hama
dan
penyakit
tanaman.
Tindakan
pencegahan
dan
pemberantasan hama dan penyakit dilakukan dengan cara: 1. Mengendalikan organisme pengganggu tanaman (OPT) dilakukan dengan menerapkan metode pengendalian hama terpadu (PHT). 2. Pemilihan jenis pestisida (insektisida dan fungisida) buatan yang digunakan sebaiknya disesuaikan dengan kebutuhan dan tingkat serangannya,
baik
jenis,
konsentrasi
dan
waktu
penyemprotannya. Hama dan penyakit tanaman padi yang umum dan menyebabkan penurunan dan mutu hasil panen antara lain: 1. Hama yang umum menyerang: penggerek batang (sundep dan beluk), walang sangit, wereng, dan tikus.Penyakit yang umum menyerang : bercak daun coklat (Brown leaf spoted), patah leher malai atau Neck blast (Pyricularia oryzae), hawar daun cendawan (Rhizoctonia
sp.),
hawar
daun
bakteri,
busuk
batang
(Helmithosporium) dan tungro (virus) 2. Pencegahan serangan penyakit hawar daun dan hawar daun bakteri dapat dilakukan dengan pemilihan varietas padi yang resisten, memperjarang jarak tanam dan melakukan sistem pengairan intermiten dimana secara periodik lahan sawah dibiarkan dalam kondisi kering. Penyakit tersebut tidak dapat berkembang dengan baik pada kelembapan di bawah 60%.
PANEN DAN PASCAPANEN 1.
Panen dilakukan ketika malai padi sudah merata menguning.
2. Ciri-ciri umum yang dapat digunakan untuk menentukan panen adalah: 255
a. Butir padi yang berwarna kuning lebih lebih dari 90%. b. Daun berwarna kuning atau mengering c. Biji padi atau gabah mengeras, sulit pecah bila ditekan dengan ibu jari, kadar air gabah kering panen berkisar 22%. d. Panen dapat dilakukan dengan menggunakan sabit e. Agar hasil panen yang diperoleh memiliki kualitas yang baik dan untuk
mengurangi
kehilangan hasil
akibat proses
pengeringan dan penyimpanan yang dilakukan. 3.
Pada umumnya agar menghasilkan beras yang berkualitas tinggi, kadar air gabah dalam penyimpanan adalah 14 %.
4. Penyimpanan dapat menggunakan karung atau dalam bentuk curahan dengan alas penyimpanan yang telah diberi kayu. Apabila sudah disimpan selama kurang lebih tiga bulan, pengeringan kembali dilakukan.
PENUTUP Simpulan Pengelolaan sawah bukan baru, khususnya yang ber pH masam harus dilakukan dengan baik dan benar, mulai dari pengolahan tanah, penggunaan benih sampai dengan panen dan prosessing. Teknologi pengelolaan sawah bukaan baru ini dihasilkan melalui serangkaian penelitian Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian, Kementerian Pertanian, Kementerian Riset dan Teknologi Republik Indonesia. Hasil-hasil penelitian didemplotkan sebagian telah atau disosialisasikan ke petani di beberapa daerah melalui kerjasama dengan Direktorat Jenderal Sarana dan Prasarana Pertanian. Buku yang membahas budi daya sawah bukaan baru ini 256
belum sempurna dan perlu disempurnakan lagi. Buku ini diharapkan dapat membentu petani, PPL, praktisi dan Dinas Pertanian dalam mengelola lahan sawah bukaan baru.
Saran Diharapkan tulisan ini dapat membantu petani untuk mampu mengatasi tingkat kesuburan tanah pada lahan sawah bukaan baru. Agar petani mampu menerapkan sistem aplikasi pupuk yang tetap sesuai dosis yang di terepkan dan produksi yang di hasilkan dapat meningkat maksimal.
DAFTAR RUJUKAN Adachi, K. 1990. Effect of rice-soil puddling on water percolation. I: 146-151. In: Proceedings of the transactions of the 14th international congress on soil science Agus, F. 2007. Pendahuluan. Hal. 1-4 dalam Agus, F., Wahyunto dan Santoso, D. (eds.). Tanah Sawah Bukaan Baru. Balai Besar Litbang Sumberdaya Lahan Pertanian. Departemen Pertanian. Anbumozhi, V., E. Yamaji, and T. Tabuchi. 1998. Rice crop growth and yield as influenced by changes in ponding water depth, water regime and fertigation level. Agricultural Water Management, 37: 241-253. Anonymous. 1977. Bercocok Tanam Padi, Palawija dan Sayur. BIMAS, Departemen Pertanian. 280 p. Anonymous. 2005. Teknologi sawah bukaan baru areal irigasi Batang Hari. 257
http://www.bbp2tp.litbang.deptan.go.id.
22
Januari
2009
Anonymous. 1997. Bhagat, R.M., S.I. Bhuiyan, and K. Moody. 1994. Water, tillage and weed interactions in lowland tropical rice: a review. Agricultural Water Management 31: 165-184. Bhuiyan, S.I. 1992. Water management in relation to crop production: case study on rice. Outlook Agriculture 21: 293299 BPS. 2002. Statistik Indonesia. Biro Pusat Statistik. Jakarta. BPS. 1993-2003. Statistik Indonesia. Biro Pusat Statistik. Jakarta. Prasetyo, B.H. 2007. Genesis tanah sawah bukaan baru. Hal. 2551 dalam F. Agus, Wahyunto, dan D. Santoso (eds.). Balai Besar Litbang
Sumberdaya
Lahan
Pertanian.
Badan
Litbang
Pertanian. Bogor. Sukristiyonubowo
dan
Fadli
Yaffas.
2011.
Laporan
Akhir
Peningkatan Produksi Sawah Bukaan Baru di Kabupaten Merauke. Kerjasama Direktorat Perluasan Areal, Direktorat Jendral Pengelolaan Lahan Dan Air dengan Balai Besar Litbang Sumber daya Lahan Pertanian, Badan Litbang Pertanian. 39 halaman (Tidak dipublikasikan). Sukristiyonubowo dan M. Husni 2012. Laporan Akhir Peningkatan Produksi Sawah Bukaan Baru Di Kabupaten Bangka Selatan. Kerjasama Direktorat Perluasan Areal, Direktorat Jendral
258
Pengelolaan Lahan Dan Air dengan Balai Besar Litbang Sumber daya Lahan Pertanian, Badan Litbang Pertanian. Sukristiyonubowo, Fadhly Y, and A. Sofyan. 2011b. Plot Scale nitrogen balance of newly opened wetland rice at Bulungan District. International Research Journal of Agricukture science and Soil Science 1(7): 234 – 241.
259
EFISIENSI PENGGUNAAN PESTISIDA ORGANIK DARI EKSTRAK BAWANG PUTIH DAN DAUN PEPAYA DALAM MENGATASI HAMA KUTU DAUN PERSIK PADA TANAMAN CABAI DI DESA PACET KECAMATAN PACET KABUPATEN MOJOKERTO Qorinatul Aulia Politeknik Pembangunan Pertanian Malang Surel : qorinaaulia78@gmail.com ABSTRAK: Pestisida merupakan substansi sintetik yang berfungsi sebagai pembasmi hama pada tanaman yang dinilai praktis. Dampak negatif pestisida dapat berpengaruh pada lingkungan dan kesehatan manusia. Alternatif pengganti pestisida kimia adalah pestisida organik. Tanaman yang berpotensi dalam penggunaan pestisida organik adalah ekstrak bawang putih dan daun pepaya. Kandungan belerang yang tinggi, senyawa sulfur dan polisulfan pada tanaman bawang putih serta bahan aktif papain pada pepaya sangat efektif membunuh kutu daun persik pada tanaman cabai. Pestisida organik juga merupakan inovasi baru ramah lingkungan yang menjadi pendukung go green untuk pertanian organik pada Desa Pace, Kecamatan Pacet, Kabupaten Mojokerto.
Kata-kata kunci: daun pepaya, ekstrak bawang putih, hama kutu daun persik, pestisida organik, tanaman cabai
Pestisida merupakan substansi kimia serta unsur lain yang difungsikan untuk mengendalikan berbagai hama. Awalnya, petani menggunakan pestisida organik dalam pembasmian hama, akan tetapi sejak ditemukannya dikloro difeniltrikloroetan (DDT) tahun 1939, penggunaan pestisida organik lambat laun beralih pada pestisida kimia. Penggunaan pestisida kimia yang tidak sesuai takaran 260
menimbulkan dampak negatif dari segi lingkungan maupun dari segi kesehatan manusia (Djojosumarto, 2008). Pestisida kimia menjadi kunci praktis untuk mendapatkan hasil yang instan serta cepat dalam pemeliharaan tanaman. Limbah pertanian yang dihasilkan juga memiliki dampak yang sangat buruk dari penggunaan pestisida kimia yang terpapar langsung. Pestisida akan merujuk pada sasaran tertentu misalnya tanaman dan tanah yang dapat terbawa oleh gerakan air, gerakan angin atau udara. Residu pestisida juga dapt terbawa dalam rantai makanan (Untung:1991). Tanah yang terkontaminasi dengan pestisida kimia lambat laun akan kehilangan unsur hara yang terkandung. Paparan pestisida kimia yang semakin sering digunakan akan mengakibatkan hama semakin resisten. Selain itu, buah dan sayuran yang terkontaminasi pestisida kimia sangat berbahaya dan dapat mengakibatkan kanker (Astuti dan Widyastuti, 2016; Yan et al., 2018; Costa et al., 2020). Desa Pacet berada pada ketinggian 600 mdpl yang memiliki curah hujan yang cukup tinggi tiap tahun, dengan kondisi tersebut membuat kelebaban wilayah mencapai 98% setiap musim penghujan. Hal ini menyebabkan perkembangbiakan hama penyakit semakin cepat, sehingga petani gegabah untuk memberantas hama tersebut menggunakan pestisida kimia yang di nilai praktis. Hama yang paling dominan adalah kutu daun persik, kutu ini merupakan hama yang paling merusak tanaman. Tanaman yang terinfeksi kutu daun ditandai dengan tunas muda yang sudah menggulung. Kutu daun persik juga dapat menghasilkan cairan berupa madu yang terasa manis, hal ini dapat mengundang datangnyaa semut. Dengan demikian tanaman cabai akan menghitam dan menurunkan kualitas panen. 261
Strategi alternatif untuk menanggulangi masalah tersebut dengan menerapkan sistem pertanian organik. Sistem pertanian organik dilakukan tanpa menggunakan bahan kimia baik dari pupuk ataupun pestisida. Kosep awal pertanian organik sendiri yaitu dengan memanfaatkan limbah tanaman serta kotoran hewan (Winarno,2004). Konsep ini sangat sesuai untuk Desa Pacet Kabupaten Mojokerto yang berada pada daerah pegunungan yang dekat dengan sumber air. Salah satu pestisida alami yang memiliki efek yang sangat baik untuk membunuh hama serta penyakit adalah ekstrak dari bawang putih serta daun papaya. Menurut Ratna (2009), konsentrasi ekstrak bawang putih merupakan elemen yang paling berpengaruh terhadap kematian hama kutu daun persik (Myzus persicae Sulz) karena kandungan belerang serta sulfur yang tinggi. Penelitian Susilowati (2005), menunjukkan bahwa semakin tinggi konsentrasi ekstrak daun papaya juga berpengaruh besar efektifitasnya sebagai insektisida tanaman cabai Menurut Astuti dan Widyastuti (2016), pestisida organik memiliki keunggulan yang sangat mendukung proyek go green karena lebih ramah lingkungan, hama tidak akan resisten karena pestisida mengandung bahan alami serta limbah pada pestisida organik mudah terdegradasi
secara
alami.
Kardinan
dan
Ruhnayat
(2003),
mengidentifikasi terdapat lebih dari 1500 jenis tanaman yang berdampak buruk terhadap serangga kutu daun persik. Tanaman yang potensial terinfeksi adalah cabai.
HAMA KUTU DAUN PERSIK TANAMAN CABAI
262
Meilin Araz (2014, hlm. 7-8), menyatakan jenis hama yang sangat berpengaruh merusak tanaman cabai adalah kutu daun dan trips. Kutu daun menyerang tunas tanaman muda secara bergelombol. Kutu daun dapat hidup dengan menghisap cairaan yang terdapat pada tanaman cabai yang diekstrak pada tubuhnya sehingga meneluarkan cairan manis seperti madu dan mendatangkan kumpulan semut. Hal ini menjadi faktor tanaman menghitam serta kekurangan cairan sehingga daun menjadi layu dan mati. Kutu daun persik yang menyerang tanaman cabai merupakan jenis dari Myzus persicae. Selain menyerang dengan menghisap cairan pada daun, hama ini dapat mengundang beberapa penyakit secara tidak langsung. Hama ini dapat menjadi faktor utama pembawa virus, cairan manis yang di ekstrak dari tubuuhnya berwarna kuning kehijauan akan mengundang kumpulan semut serta cendawan yang mengakibatkan timbulnya jelaga hitam pada permukaan daun Phebiola Winawati Kwartinosa Bima (2009) Myzus persicae Sulz disebut aphis tembakau, aphis cabai dan aphis hijau. Hama ini tergolong musuh utama pada petani karena pemakan segala tanaman. Penurunan kualitas tani akan terpengaruh dari timbul atau tidaknya hama ini. hama ini akan ditemukan saat bersembunyi di bawah permukaan daun (Pracaya 2009, hlm. 96). Kutu daun persik akan melindungi diri dengan bersembunyi pada permukaan bawah daun dan pada gulungan daun muda atau pucuk daun tanaman. Kutu daun ini akan mengakibatkan daun muda terekskresi embun jelaga (Cao et al:2018). Menurut Macedo et al. (2003), kutu daun yang menginfeksi tanaman berdampak pada penurunan kemampuan tanaman untuk proses fotosintesis. Hal 263
terserbut terjadi karena sel mesofil tertutup oleh embun jelaga sehingga cahaya matahari menuju ke kloroplas terhambat.
PENGGUNAAN PESTISIDA ORGANIK DARI EKSTRAK BAWANG PUTIH Menurut Agnetha (2005), kandungan yang terdapat pada bawang putih yang berupa Allicin (Sulfur) yang tinggi mengakibatkan rusaknya membran sel larva yang mengakibatkan pertumbuhan larva terhambat dan berakibat larva mati. Adanya kandungan alkaloid merupakan bagian zat tumbuhan sekunder terbesar yang seringkali beracun sehingga dijadikan alternatif dalam bidang pengobatan (Harborne:1987). Kandungan lain dalam bawang putih yang mengancam kematian larva adalah flavonoid. Zat ini akan bekerja sebagai inhibitor pernafasan. Flavonoid akan merangsang untung mengganggu system metabolism energy yang terkandung dalam mitokondria dengan menghambat system pengangkutan elektron (Agnetha:2005). Kandungan bahan aktif ekstrak bawang putih berkorelasi positif dengan peningkatan mortalitas kutu daun persik. Konsentrasi yang diduga
dari
konsentrat
zinnia
hingga
60%
bawang
putih,
menunjukkan bahan aktif bawang putih memiliki senyawa alkaloid, flavonoid, saponin, tanin, fenol hampir sama dengan bahan aktifnya pada daun pepaya. Penggunaan ekstrak bawang putih dapat mengontrol Myzus persicae. Cosmos dan Dapat digunakan sebagai pestisida alami. Iqbal Tunggu. Dll (2011) berpikir ekstrak tumbuhan dapat digunakan sebagai pencegahan pengganti pestisida sintetis kutu daun persik, aman bagi lingkungan dan manusia. 264
PENGGUNAAN PESTISIDA ORGANIK DARI EKSTRAK DAUN PEPAYA Menurut penelitian konno dalam julaily et al., (2013), tanaman papaya mengandung getah yang memiliki enzim sistein protase misalnya papain dan kimopapain. Dalam getah papaya juga mengandung senyawa golongan alkaloid, papain, asam amino non protein, terpenoid, dan flavonoid yang akan membasmi serangga pemakan tanaman. Kandungan kimia alami dalam tanaman papaya ini akan membasmi serangga penganggu tanpa merusak tanaman, dengan
demikian
pestisida
ini
sangat
disarankan
untuk
perkembangbiakan tanaman. Papain adalah enzim yang paling kuat yang diproduksi di seluruh bagian tanaman pepaya kecuali bagian biji dan akarnya. Papain merupakan suatu zat atau enzim yang dapat diperoleh dari sari tanaman pepaya dan buah papaya. Getah pohon pepaya mengandung papain hingga 10%, papain 45%, dan lisozim 20% (Winarno, 1986). Papain termasuk hidrolase yang mengkatalisis hidrolisis substrat melalui molekul air dan hidrolase berdampak pada organisme yang mengganggu tanaman seperti penolakan makanan paparan racun dan gangguan
fisiologis
serangga.
Saponin
dan
alkaloid
dapat
menyebabkan keracunan lambung saat senyawa tersebut masuk ke dalam tubuh serangga organ pencernaan yang akan terganggu alkaloid juga dapat menghambat pertumbuhan serangga terutama 3 hormon utama pada serangga yaitu hormon otak hormon ekdison dan hormon pertumbuhan kurangnya perkembangan hormon yang dapat 265
menyebabkan kegagalan dalam metamorforsis. Flavonoid merupakan senyawa kimia dalam daun pepaya yang dapat berperan sebagai penekan pernafasan yang kuat atau racun pernafasan. Flavonoid mempunyai cara kerja yaitu masuk ke tubuh ulat melalui sistem pernafasan, yang akan menyebabkan penurunan fungsi syaraf dan merusak sistem pernafasan, serta menyebabkan ulat tidak dapat bernafas dan akhirnya mati (Robinson, 1995) . Flavonoid juga dapat menghambat pemberian makan serangga (antifeeding). Saat senyawa tersebut masuk ke dalam tubuh serangga, organ pencernaannya akan terganggu. Senyawa ini juga dapat bekerja dengan memblokir reseptor rasa di mulut serangga. Hal ini mencegah serangga memperoleh rangsangan rasa, sehingga mereka tidak dapat mengenali makanan. Akibatnya serangga tersebut mati kelaparan.
PENUTUP Simpulan Penggunaan pestisida organik dari ekstrak bawang putih dan daun papaya merupakan alternatif pengganti pestisida kimia untuk membasmi hama kutu daun persik pada tanaman cabai. Pada daerah Pacet, Mojokerto yang berada pada ketinggian 600 mdpl, sangat sesuai untuk mengoptimalkan pertanian organik karna berada di daerah pegunungan dekat sumber mata air. Kandungan belerang yang tinggi, senyawa sulfur dan polisulfan pada tanaman bawang putih serta bahan aktif papain pada pepaya sangat efektif membunuh kutu daun persik pada tanaman cabai. Inovasi ini sangat dibutuhkan masyarakat untuk meminimalisir dampak pestisida kimia yang mengancam kerusakan alam dan kesehatan manusia. 266
Saran Diharapkan tulisan ini dapat memberikan gambaran pada petani di Desa Pacet, Kecamatan Pacet, Kabupaten Mojokerto perihal keefektifan penggunaan pestisida alami dari ekstrak bawang putih dan daun papaya untuk membasmi hama kutu daun persik pada tanaman cabai. Penulis berharap dari gambaran perihal bahan aktif yang terkandung dari ekstrak bawang putih dan daun papaya untuk pestisida organic pengganti pestisida kimia, sebaiknya diterapkan pada Desa pacet yang berada pada daerah dataran tinggi untuk mendukung pertanian organic yang sejahtera untuk mengurangi kerusakan lingkungan daan menjaga kesehatan manusia.
DAFTAR RUJUKAN Agnetha, A.Y. 2005. Efek Ekstrak Bawang Putih (Allium sativum L) sebagai Larvasida Nyamuk Aedes sp, Skirpsi, Universitas Brawijaya. Astuti W., Catur Rini Widyastuti. 2016. Pestisida Organik Ramah Lingkungan Pembasmi Hama Tanaman Sayur. Rekayasa. 14(2) : 115-120. BSN (Badan Standar Nasional). 2004. Sistem Pangan Organik. \My20%Documents\sni_organik.htm.
267
Cao H, Zhan-Feng Z, Xiao-Feng W, Tong-Xian L. 2018. Nutrition versus defense: Why Myzus persicae (green peach aphid) prefers and performs better on young leaves of cabbage. PLoS
ONE
13(4):
196-219.
(https://doi.org/10.1371/journal. pone. 0196219 diakses : 28 Januari 2021). Djojosumarto, P. 2008. Pestisida dan Aplikasinya, Agromedia pustaka, Jakarta. Harborne, J. B. 1987. Metode Fitokimia, Penuntun Cara Modern Menganalis Tumbuhan, terbitan kedua, Bandung: ITB.123129. Iqbal, M.F., M. H. Kahloon, M. R. Nawas dan M. I. Javaid. 2011. Effektiveness of Some Botanical Ekstracts on Wheat Aphids. Adaptive Research Farm, Gujranwala, Pakistan. The Journal of Animal & Plant Scienses, 2(1): 2011 Page 114-115. ISSN: 1018-7081. Julaily, N., Mukarlina, dan Setyawati T. R. 2013. Pengendalian Hama pada Tanaman Sawi (Brassica juncea L.) Menggunakan Ekstrak Daun Pepaya (Carica papaya L.). Jurnal Protobiont, 2(3): 171-175. Kardinan, A. dan Ruhnayat, A., (2003), Mimba Budidaya dan Pemanfaatannya, Jakarta: Penebar Swadaya.
268
Macedo TB, Bastos CS, Higley LG, Ostlie KR, Madhavan S. 2003. Photosynthetic response to soybean aphid (Homoptera: Aphididae) injury. J Econ Entomol 96(1): 188-193. Meilin, Araz. (2014). Hama dan Penyakit pada Tanaman Cabai Serta Pengendaliannya. Jambi : Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Jambi. (http://jambi.litbang.pertanian.go.id diakses: 24 januari 2021) Phebiola Winawati Kwartinosa Bima (2009) Pengaruh Insektisida Nabati Ekstrak Bawang Putih (Allium sativum L.) terhadap Mortalitas Kutu Daun Persik (Myzus persicae Sulz) Tanaman Cabai Merah. S1 thesis, UAJY. Pracaya. (2011). Hama dan Penyakit Tanaman. Jakarta : Penebar Swadaya. Ratna, P.W.K.B. 2009. Pengaruh Insektisida Nabati Ekstrak Bawang Putih (Allium sativum L.) Terhadap Mortalitas Kutu Daun (Myzus persicae Sulz) Tanaman Cabai Merah. Skripsi. Fakultas Teknobiologi Program. Robinson, T., 1995, Kandungan Organik Tumbuhan Tinggi, Edisi VI, Hal 191-216, Diterjemahkan oleh Kosasih Padmawinata, ITB, Bandung. Susilowati, Eka Yuni. 2005. Identifikasi Nikotin dari Daun Tembakau Kering dan uji Efektifitas Ekstrak Daun Tembakau
sebagai
Insektisida
Penggerek
Batang
Padi.(http://lib.unses.ac.id/, diakses: 27 Januari 2021). 269
Untung, K. 1991. Dasar-dasar Pengelolaan Hama Terpadu. Gajah Mada University Press. Yogyakarta. Winarno, F.G. 1986. Enzim Pangan. PT. Gramedia Pustaka Utama: Jakarta. Winarno, F.G. 2004. Pangan Organik dan Pengembangannya di Indonesia.(http://www.kompas.com/kompascetak/0211/04/ip tek/pang30.htm, diakses : 27 Januari 2021).
270
UPAYA MENINGKATKAN EKONOMI PEDESAAN MELALUI SEKTOR PERTANIAN Raden Muhammad Adhar Politeknik Pembangunan Pertanian Malang Surel:presidenraden24@gmail.com ABSTRAK:
Pembangunan pertanian dan perdesaan merupakan satu kesatuan yang tidah terpisahkan. Pertanian merupakan komponen utama yang menopang kehidupan perdesaan di Indonesia. Namun demikian peranan sektor pertanian secara keseluruhan tidak berkembang sehingga belum berhasil mengangkat posisi petani pada tingkat sejahtera seperti yang diharapkan. Peranan sektor pertanian dihadapkan pada berbagai permasalahan sejalan dengan pengembangan perekonomian pedesaan. Diperlukan strategi pengembangan sektor pertanian ke depan melalui berbagai agenda kebijakan yang kondusif, sehingga peran sektor pertanian dalam perekonomian pedesaan maupun nasional dapat ditingkatkan.
Kata-kata
kunci:
sektor
pertanian,
pedesaan,
pembangunan
Pertanian dan pedesaan merupakan kesatuan yang tak terpisahkan. Pertanian merupakan komponen utama yang menopang kehidupan perdesaan di Indonesia. Pertanian tidak hanya sebatas pertanian dalam artian sempit, namun dalam artian luas yaitu penghasil produk primer yang terbarukan, termasuk di dalamnya pertanian tanaman pangan dan hortikultura, perkebunan, peternakan, perikanan, dan kehutanan. Pertanian merupakan sektor yang memiliki peranan penting dalam perekonomian. Peranan pertanian antara lain: (1) menyediakan kebutuhan bahan pangan yang diperlukan masyarakat untuk menjamin ketahanan pangan, (2) menyediakan bahan baku industri, (3) sebagai pasar potensial bagi produk-produk yang dihasilkan oleh industri, (4) 271
sumber tenaga kerja dan pembentukan modal yang diperlukan bagi pembangunan sektor lain, (5) sumber perolehan devisa, (6) mengurangi kemiskinan dan peningkatan ketahanan pangan, dan (7) menyumbang pembangunan pedesaan dan pelestarian lingkungan hidup. Pembangunan yang berlangsung selama ini belum berhasil mengangkat petani dan pertanian kepada posisi yang seharusnya. Kesenjangan kesejahteraan petani dibandingkan dengan pekerja di sektor lainnya semakin melebar. Produktivitas usaha tani dan kualitas produk tidak menunjukkan perbaikan yang berarti. Produk-produk pertanian semakin berkurang daya saingnya dibandingkan dengan negara tetangga. Keterpurukan dan tidak berkembangnya sektor pertanian ini memiliki dampak luas dan dalam bagi pembangunan ekonomi dan pembangunan Indonesia secara keseluruhan. Tertinggalnya sektor pertanian mengakibatkan pembangunan ekonomi dan pembangunan negara tidak memiliki landasan yang kokoh dan mudah runtuh saat terjadi perubahan keadaan. Dampak negatif nyata dari terpuruknya pertanian adalah: (1) tingkat kemiskinan meningkat,(2) ketahanan pangan rendah, (3) ketergantungan pada pangan luar negeri menjadi tinggi,(4) industrialisasi yang terjadi sangat tergantung pada faktor produksi atau bahan baku impor, (5) pengangguran di pedesaan tinggi, (6) stabilitas keamanan rendah, (7) mutu kehidupan di pedesaan merosot, (8) kualitas sumberdaya manusia menurun, (9) kualitas lingkungan dan sumberdaya alam merosot, dan (10) kemampuan atau daya saing bangsa dan negara rendah. Guna mencegah hal-hal tersebut diperlukan perhatian besar dari pihak 272
pemerintah dalam upaya pemberdayaan sektor pertanian dan penentuan prioritas pembangunan pertanian dan pedesaan.
PERMASALAHAN YANG DIHADAPI Pembangunan pertanian dan pedesaan perlu dilakukan secara paripurna, terintegrasi, dan sinergis. Setiap unsur atau komponen yang menjadi landasan pertanian perlu dikembangkan secara optimal. Unsur-unsur pertanian pokok adalah petani dan keluarganya, sumberdaya alam, teknologi, dan lingkungan sosial-budaya. Keempat unsur ini merupakan satu kesatuan yang saling terkait dan mempengaruhi. Petani dan keluarga petani serta generasi penerusnya perlu diletakkan sebagai unsur sentral yang memperoleh manfaat terbesar
dari
pembangunan
pertanian.
Kualitas
petani
dan
keluarganya perlu memperoleh prioritas agar mampu melakukan penyesuaian-penyesuaian terhadap perubahan kondisi lingkungan yang
melingkupinya.
keluarganya,
berbagai
Tanpa
perbaikan
peluang
yang
kualitas muncul
petani dari
dan
proses
pembangunan tidak akan mampu diraihnya. Sebagian besar petani di Indonesia dikategorikan sebagai petani gurem, dengan penguasaan aset produktif minimal dan jauh dari memadai untuk suatu usaha yang layak bagi pemenuhan pendapatan keluarga.
Dari
keadaan
ini
tercermin
bahwa
peningkatan
kesejahteraan petani tidak akan tercapai apabila hanya mengandalkan pada hasil usaha taninya. Upaya-upaya peningkatan pendapatan petani dari usaha tani yang diusahakan perlu ditambahkan dengan pendapatan yang dapat diperoleh dari usaha atau bekerja di luar usaha tani atau di luar sektor pertanian. Pembangunan pertanian tidak dapat 273
dilepaskan dari pembangunan perdesaan dalam arti luas. Peluangpeluang ekonomi di perdesaan perlu lebih diversifikasi dan tidak hanya menggantungkan diri pada ekonomi usahatani.
PERANAN SEKTOR PERTANIAN BAGI PEDESAAN
Para pemikir ekonomi pembangunan telah lama menyadari bahwa sektor pertanian memiliki peranan yang besar dalam perekonomian, terutama di tahap-tahap awal pembangunan (Lewis, 1954; Johnston dan Mellor, 1961; Kuznets, 1964). Sektor pertanian yang tumbuh dan menghasilkan surplus yang besar merupakan prasyarat untuk memulai proses transformasi ekonomi. Pada masa awal transformasi ekonomi, pertanian berperan penting melalui beberapa cara. Sektor pertanian yang tumbuh cepat akan mampu meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan penduduk di perdesaan yang pada gilirannya dapat meningkatkan permintaan terhadap barang dan jasa yang dihasilkan oleh sektor nonpertanian. Permintaan yang tumbuh tidak saja terjadi bagi produk-produk untuk konsumsi akhir, tetapi juga produk-produk sektor non-pertanian yang digunakan petani sebagai input usahatani ataupun untuk investasi (Tomich et al., 1995). Lebih jauh lagi pertumbuhan sektor pertanian akan mendorong pembangunan agroindustri. Agroindustri yang ikut berkembang adalah industri yang mengolah bahan baku primer yang dihasilkan pertanian, seperti industri pangan, tekstil, minuman, obatobatan, dan industri bahan bakar nabati. Di bagian hulu, agroindustri yang ikut tumbuh adalah industri yang menyediakan input penting bagi pertanian, seperti industri pupuk, obat dan pestisida, maupun industri
mesin
pertanian.
Berkembangnya 274
agroindustri,
juga
mengakibatkan semakin tumbuhnya infrastruktur, perdesaan dan perkotaan, serta semakin meningkatnya kemampuan manajerial sumberdaya manusia. Pengalaman Korea dan Taiwan menunjukkan bahwa sektor pertanian dan agroindustri yang tumbuh kuat dapat menjadi sarana penting bagi berkembangnya aktivitas-aktivitas di sektor non-pertanian, seperti industri kimia, mesin, ataupun logam (Otsuka dan Reardon,1998). Kemajuan teknologi di sektor pertanian yang diwujudkan dalam peningkatan produktivitas tenaga kerja menjadikan sektor ini dapat menjadi sumber tanaga kerja yang relatif murah bagi sektor nonpertanian (Timmer, 1988). Selain itu, pertumbuhan sektor pertanian yang diikuti oleh naiknya pendapatan penduduk pedesaan akan meningkatkan tabungan. Tabungan tersebut merupakan sumber modal untuk membiayai pembangunan sektor non-pertanian (Mellor, 1973). Sektor pertanian yang tumbuh cepat dapat menjadi sumber penerimaan devisa. Kontribusi devisa pertanian ini diperoleh melalui peningkatan ekspor dan peningkatan produk pertanian substitusi impor. Devisa dari pertanian ini menjadi sarana strategis bagi industrialisasi di suatu negara. Pertumbuhan sektor pertanian yang cepat terutama disebabkan oleh intensifikasi di subsektor tanaman pangan, yaitu dengan diadopsinya
padi
ataupun
gandum
varietas
unggul
beserta
pemanfaatan pupuk, pestisida, dan irigasi. Menurut Tomich et al. 1995, berbagai faktor percepatan pertumbuhan sektor pertanian yang mampu mendorong pertumbuhan sektor non-pertanian adalah: kebijakan yang lebih terbuka, dimana proteksi yang berlebihan bagi sektor industri, terutama lewat nilai tukar, akan menghambat 275
tumbuhnya pertanian dan menghambat terbangunnya industri yang kompetitif, terbentuknya pasar kredit dan perbankan yang efisien, terbangunnya infrastruktur pedesaan yang mencukupi dan berkualitas untuk menghubungkan daerah pedesaan dengan pasar output maupun input, manfaat dari pertumbuhan sektor pertanian terdistribusi dengan baik. Salah satu syarat untuk pertumbuhan sektor pertanian yang equitable adalah distribusi tanah beserta hak kepemilikan atau penguasaan yang lebih merata. Dengan semakin lanjutnya transformasi ekonomi, peranan pertanian dalam bangsa PDB akan semakin berkurang dengan cepat, yang berarti juga peranannya dalam pertumbuhan ekonomi juga berkurang.
Sebaliknya
peranan
sektor
non-pertanian
dalam
pertumbuhan ekonomi semakin penting. Berbagai faktor penyebab turunnya pangsa pertanian dalam PDB antara lain : Engel’s Law, elastisitas permintaan terhadap off- farm marketing services lebih elastis daripada permintaan terhadap produk di tingkat petani dan perubahan diferential teknologi antara sektor pertanian dan sektor non-pertanian, dimana pertumbuhan teknologi di sektor nonpertanian relatif lebih cepat dan akumulasi kapital dan pengaruhnya terhadap endowments kapital-tenaga kerja yang mengakibatkan pangsa sektor pertanian yang intensif tenaga kerjaturun relatif terhadap sektor nonpertanian yang cenderung intensif kapital (Martin dan Warr:1992). Kecepatan turunnya pangsa pertanian dalam PDB ternyata tidak diikuti dengan kecepatan penurunan yang sama dalam pang- sa tenaga kerja. Akibatnya rata-rata produktivitas per tenaga kerja turun. Menurunnya produktivitas tenaga kerja ini menunjukkan turunnya 276
pendapatan petani. Turunnya pangsa pertanian dalam PDB yang tidak disertai dengan turunnya pangsa tenaga kerja dengan kecepatan yang memadai, menjadikan gap produktivitas tenaga kerja sektor pertanian semakin tertinggal dengan sektor non-pertanian.
MEMAJUKAN EKONOMI PEDESAAN
Rumah tangga di pedesaan relatif heterogen dalam aspek aktivitas yang dilakukan serta dalam kepentingan relatif dari aktivitas tersebut dalam memberikan pendapatan rumah tangga. World Bank (2007), menunjukkan bahwa lebih dari 60 persen rumah tangga pedesaan di Indonesia berpartisipasi di pertanian, namun pangsa pendapatan rumah tangga pedesaan yang berasal dari pertanian kurang dari 30 persen. Sumber pendapatan rumah tangga pedesaan berasal dari pertanian, tenaga kerja upahan di desa, ataupun dari migrasi. Sumber pendapatan migrasi adalah dari anggota rumah tangga yang bekerja di luar perdesaan atau bahkan bekerja di luar negeri. Jumlah rumah tangga pedesaan di Indonesia yang pangsa terbesar pendapatannya bersumber dari pertanian hanyalah 16 persen. Pertanian memiliki peran penting dalam transformasi ekonomi perdesaan. Pertanian mempengaruhi aktivitas non-pertanian di pedesaan melalui tiga cara, yaitu produksi, konsumsi, dan keterkaitan pasar tenaga kerja. Pada sisi produksi, pertumbuhan sektor pertanian memerlukan input berupa pupuk, pestisida, benih, ataupun alsintan yang diproduksi dan didistribusikan oleh perusahaan non-pertanian. Sektor pertanian yang tumbuh mendorong semakin berkembangnya aktivitas-aktivitas di bagian hilirnya, yaitu dengan menyediakan bahan baku untuk diproses ataupun didistribusikan. Pada sisi 277
konsumsi, meningkatnya pendapatan menyebabkan konsumsi rumah tangga tani meningkat, yang juga berarti permintaan barang ataupun jasa yang dihasilkan sektor non-pertanian meningkat. Sektor pertanian mempengaruhi sisi penawaran dari ekonomi sektor nonpertanian di pedesaan. Upah di sektor pertanian menjadi patokan biaya oportunitas dari tenaga kerja yang disalurkan ke aktivitas-aktivitas non-pertanian. Permintaan tenaga kerja di sektor pertanian yang bersifat musiman berpengaruh terhadap penawaran tenaga kerja untuk aktivitas non-pertanian. Sebaliknya, peningkatan kesempatan kerja di sektor non-pertanian belum tentu akan menyebabkan meningkatnya tingkat upah. Peningkatan kesempatan kerja di sektor non-pertanian akan menyebabkan kenaikan upah apabila ekonomi sektor non-pertanian tumbuh akibat meningkatnya permintaan dan meningkatnya produktivitas tenaga kerja. Jenis dan jumlah produk yang dihasilkan sektor pertanian di suatu daerah juga mempengaruhi aktivitas-aktivitas non-pertanian yang
akan
berkembang
(pemasaran,
pengolahan,
ataupun
transportasi). Studi lintas negara yang dilakukan Hazell dan Haggblade pada tahun 1993 menunjukkan hubungan yang positif antara pendapatan pertanian, yang diukur dengan pendapatan pertanian per kapita penduduk perdesaan, dan pangsa tenaga kerja non-pertanian di pedesaan. Untuk kasus Indonesia, ditemukan peningkatan yang tajam dari pangsa tenaga kerja non-pertanian saat pendapatan pertanian per kapita meningkat. Pertumbuhan sektor pertanian menjadikan ekonomi pedesaan lebih terdiversifikasi. Sektor non-pertanian di pedesaan menjadi sumber pertumbuhan dan kesempatan kerja yang penting. Sektor non278
pertanian yang semula bersifat usaha sampingan dan berorientasi subsisten, semakin menjadi penggerak pertumbuhan ekonomi dan menjadi sumber pendapatan yang penting bagi rumah tangga di pedesaan. Indikator lain yang dapat dilihat dari semakin pentingnya aktivitas non-pertanian di pedesaan adalah perkembangan pangsa tenaga kerjanya. Sektor non-pertanian memiliki pangsa tenaga kerja yang semakin meningkat. Di daerah perkotaan, sektor non-pertanian menyerap lebih dari 90 persen tenaga kerja. Sedangkan di pedesaan kontribusi tenaga kerja sektor non-pertanian mencapai di atas 36 persen. Komposisi atau sebaran tenaga kerja sektor non-pertanian di daerah
pedesaan
terutama
didominasi
aktivitas
di
bidang
perdagangan, manufaktur, dan jasa. Pangsa tenaga kerja sektor nonpertanian di daerah pedesaan akan meningkat jika di dalamnya dimasukkan daerah-daerah kota yang masih bersifat desa (rural towns) (Hazell dan Haggblade: 1991). Rural towns adalah daerahdaerah yang struktur ketenagakerjaannya masih mencerminkan keterkaitan yang kuat dengan pertanian. Sebaliknya urban towns adalah daerah yang memiliki basis ekonomi yang independen terhadap pertanian. Di daerah pedesaan, jasa dan industri rumah tangga menjadi sumber penampung tenaga kerja yang penting. Sedangkan di daerah rural towns lebih didominasi oleh perdagangan dan jasa. Tenaga kerja non-pertanian di daerah pedesaan dan rural towns juga cenderung bersifat informal, jika dibandingkan dengan di urban towns. Kesempatan kerja di sektor non-pertanian di pedesaan terutama penting bagi penduduk pedesaan yang miskin. Buruh tani 279
ataupun petani gurem umumnya mengandalkan pendapatannya dari aktivitas non-pertanian. Bangsa pendapatan dari non-pertanian memiliki korelasi negatif dengan skala usahatani yang diusahakan. Aktivitas yang bersumber dari investasi usaha yang membutuhkan modal rendah dan tidak memerlukan keterampilan tinggi dari tenaga kerjanya merupakan sumber pendapatan utama dari rumah tangga miskin perdesaan jika dibandingkan rumah tangga yang kaya. Sebaliknya aktivitas yang bersumber dari investasi yang memerlukan modal besar, umumnya relatif sulit diakses oleh penduduk miskin pedesaan. Perempuan memiliki bangsa yang cukup besar dalam partisipasi tenaga kerja di sektor pertanian dan juga di sektor non-pertanian di pedesaan. Lebih dari 35 persen tenaga kerja di sektor pertanian adalah perempuan. Sedangkan pangsa perempuan yang bekerja di sektor pertanian lebih dari 65 persen dari total tenaga kerja perempuan. Di sektor non-pertanian di pedesaan, perempuan lebih terkonsentrasi bekerja di bidang perdagangan, industri pengolahan, dan jasa. Pangsa perempuan yang bekerja di bidang lain, seperti transportasi, konstruksi, dan keuangan relatif kecil. Sebaliknya, lakilaki relatif tersebar bidang aktivitasnya di sektor non-pertanian. Secara umum proses pembangunan akan menuju pada transformasi perekonomian yang dominan pertanian menuju pada dominasi sektor non-pertanian. Pertumbuhan sektor pertanian pada akhirnya dibatasi oleh daya dukung lahan dan pasar produk pertanian. Turunnya peranan pertanian secara relatif merupakan sesuatu yang tak terhindarkan karena meningkatnya spesialisasi produksi yang mengakibatkan transfer pekerjaan non-pertanian dari rumah tangga 280
pertanian ke daerah urban, elastisitas pendapatan yang relatif rendah dari permintaan akan produk-produk pertanian dibandingkan produk non-pertanian pada kondisi pendapatan yang meningkat, dan biaya transport yang tinggi untuk berbagai produk pertanian menghalangi adanya spesialisasi yang sangat lanjut pada produksi pertanian. Kondisi demikian menggambarkan sulitnya pencapaian standart hidup yang tinggi tanpa pergeseran yang berarti menuju aktivitasaktivitas non-pertanian. Salah satu strategi menuju industrialisasi adalah mengutamakan pembangunan pertanian dan pedesaan yang didukung oleh industri penyokong secara selektif. Industrialisasi yang dilakukan dengan cepat dan dalam spektrum yang luas akan mengalami hambatan secara internal dalam bentuk kebutuhan akan wage goods dan kapasitas pembentukan modal yang hanya dapat dilakukan oleh sektor pertanian dan perdesaan yang telah berkembang. Ringkasnya, jika Indonesia menginginkan industrialisasi maka harus bersedia terlebih dahulu membangun pertaniannya. Dalam mencapai tujuan di atas, terdapat tiga alternatif strategi pembangunan pertanian yang dapat dipilih. Strategi pembangunan pertanian yang pertama adalah membiarkan kekuatan-kekuatan ekonomi pasar menentukan arah pembangunan. Peranan yang dapat dilakukan oleh pemerintah adalah menciptakan pasar yang dapat berfungsi dengan efisien. Strategi ini dilandaskan pada asumsi bahwa dalam jangka panjang harga produk pertanian primer cenderung menurun akibat kemajuan teknologi. Peranan sektor pertanian akan menurun secara proporsional pada sisi output dan menurun secara absolut dalam penyerapan tenaga kerja. Strategi ini selaras dengan 281
pandangan bahwa ekonomi yang terbuka akanmenunjukkan kinerja yang lebih baik jika dibandingkan dengan perekonomian yang tertutup. Strategi
kedua
adalah
pembangunan
pertanian
dengan
menekankan perlunya keterlibatan pemerintah yang lebih besar dalam pembangunan nasional. Keterlibatan pemerintah diperlukan sejak dari perancangan strategis sampai pada implementasinya. Strategi pembangunan pertanian yang kedua ini mencerminkan bahwa tujuan pembangunan pertanian dapat dicapai melalui interaksi berbagai kekuatan atau strategi berupa percepatan pertumbuhan di sektor pertanian, produksi wage goods, strategi strukturisasi permintaan yang mengarah pada barang atau jasa yang bersifat intensif tenaga kerja, meningkatkan kesempatan kerja, dan meningkatkan permintaan efektif penduduk berpendapatan rendah. Strategi yang saling berkaitan tersebut harus diarahkan oleh perencanaan pemerintah. Guna memperlancar penerapan strategi di atas dan lebih menjamin keberhasilannya diperlukan elemen-elemen berikut: investasi yang besar di pembangunan sumberdaya manusia, terutama di perdesaan, penciptaan struktur organisasi perdesaan yang mampu memberikan layanan pada petani sekaligus sebagai sarana penyampaian aspirasi petani, dan investasi yang besar pada perubahan teknologi yang sesuai bagi petani skala kecil, sehingga mampu meningkatkan produktivitas pertanian dan pendapatan masyarakat desa secara simultan. Strategi pembangunan pertanian yang ketiga berada di antara strategi pertama dan strategi kedua. Intervensi kebijakan pemerintah mungkin diperlukan untuk mempengaruhi hasil akhir, namun 282
intervensi tersebut memanfaatkan pasar dan sektor privat sebagai kendaraannya. Strategi pembangunan pertanian ketiga ini disusun dengan kesadaran bahwa memang ada “kegagalan pasar” di samping juga ada “kegagalan pemerintah” dalam implementasi aktivitasaktivitas ekonomi. Strategi pembangunan pertanian yang ketiga ini memerlukan pengetahuan yang jelas tentang interaksi antara sektor publik dan sektor private. Faktor-faktor yang dibutuhkan “to get agriculture moving” antara lain adalah kombinasi antara teknologi yang tepat, kelembagaan perdesaan yang fleksibel, dan orientasi pasar yang memungkinkan petani memperoleh imbalan yang memadai dari upaya yang telah dikeluarkannya. Untuk mewujudkan sektor pertanian dan pedesaan yang maju, modern, berdaya saing, dan mampu memberi kesejahteraan bagi para pelakunya diperlukan upaya-upaya yang terstruktur dan terukur. Berbagai upaya tersebut perlu dipetakan dalam dimensi waktu menurut
prioritas
dan
kepentingannya.
Upaya
peningkatan
kesejahteraan petani dapat diringkaskan ke dalam dua kelompok agenda besar, yaitu: perbaikan dan peningkatan penguasaan petani terhadap aset atau tanah pertanian dan peningkatan nilai produk yang dihasilkan per satuan aset yang dikuasai. Untuk
meningkatkan
penguasaan
petani
terhadap
aset
produktif, perlu dilakukan agenda yang mampu mengurangi tekanan tenaga kerja pada sektor pertanian ataupun memperbesar kapasitas produktif pertanian. Agenda ke depan yang perlu dilakukan antara lain adalah:
283
1. Melaksanakan
reforma
agraria
secara
konsisten
yang
memungkinkan petani memperoleh akses yang lebih luas terhadap sumberdaya lahan dan pertanian. 2. Memperluas kesempatan kerja di luar usahatani melalui peningkatan industri perdesaan yang berbasiskan sumberdaya lokal serta pengembangan industri yang mampu menyerap kelebihan tenaga kerja sektor pertanian. 3. Memperbaiki akses petani terhadap sumber-sumber pembiayaan untuk investasi. 4. Memperbaiki prasarana dan sarana pertanian dan pedesaan yang memungkinkan lahan-lahan yang selama ini tidak produktif (terbengkalai) dapat diusahakan oleh petani. 5. Meningkatkan pendidikan dan kesehatan anggota rumah tangga petani, sehingga keluarga tani mampu mengadopsi teknologi yang lebih menguntungkan dan mampu memperoleh kesempatan yang lebih luas untuk berkompetisi dan memperoleh pendapatan dari luar usahatani ataupun luar pertanian. 6. Mendorong dan meningkatkan pembangunan industri yang berbasiskan sumberdaya alam. Industri yang dibangun hendaknya memberikan prioritas terhadap industri yang mampu memberikan nilai tambah terhadap produk primer yang dihasilkan pertanian yang mampu menyerap tenaga kerja di pedesaan, dan yang mampu mengurangi kesenjangan kesejahteraan antar daerah atau wilayah. 7. Memperbaiki dan meningkatkan teknologi di setiap tahapan produksi yang memungkinkan peningkatan kuantitas dan kualitas produksi persatuan aset ataupun persatuan tenaga kerja. 284
8. Memperkuat kelembagaan yang mampu memperlancar transfer teknologi dengan benar dan cepat. 9. Memperbaiki kualitas dan meningkatkan kuantitas ketersediaan sarana produksi pertanian. 10. Memperbaiki dan meningkatkan akses petani terhadap sarana produksi pertanian dan akses pada pembiayaan untuk modal kerja. 11. Meningkatkan kualitas dan kuantitas infrastruktur pertanian dan pedesaan. 12. Mengurangi resiko harga yang dihadapi petani, baik harga output maupun input pertanian melalui kebijakan yang tepat. 13. Meningkatkan pendidikan dan kesehatan bagi petani sehingga petani
mampu
memanfaatkan
peluang-peluang
yang
memungkinkan untuk meningkatkan nilai produksi persatuan aset yang diusahakannya. 14. Menghapuskan berbagai pungutan yang membebani produk pertanian, terutama pungutan liar ataupun yang menurunkan daya saing. 15. Meningkatkan kerjasama antar daerah otonom dalam mengelola sumberdaya alam. 16. Melindungi petani dari persaingan yang tidak sehat dan tidak adil.
PENUTUP Simpulan Pembangunan pertanian dan pedesaan merupakan satu kesatuan yang tidah terpisahkan. Pertanian merupakan komponen utama yang menopang kehidupan perdesaan di Indonesia. Namun, peranan sektor pertanian secara keseluruhan tidak berkembang sehingga belum 285
berhasil mengangkat posisi petani pada tingkat sejahtera seperti yang diharapkan. Peranan sektor pertanian dihadapkan pada berbagai permasalahan
sejalan
dengan
pengembangan
perekonomian
pedesaan. Diperlukan srategi pengembangan sektor pertanian kedepan, melalui berbagai agenda kebijakan yang kondusif, sehingga peran sektor pertanian dalam perekonomian pedesaan maupun nasional dapat ditingkatkan. Saran Dengan adanya artikel ini diharapkan semua pembaca agar mampu menelaah dan memahami apa yang tertulis dalam artikel sehingga dapat menambah ilmu pengetahuan pembaca. Disamping itu, saya juga mengharapkan saran dan kritik dari pembaca sehingga dalam penyusunan artikel selanjutnya lebih baik.
DAFTAR RUJUKAN Fauzi, A. 2006. Ekonomi Sumber Daya Alam dan Lingkungan: Teori dan Aplikasi. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama. Fauzi, A. 2007. Economic of Nature's Non-Convexity Reorientasi. Pembangunan Ekonomi Sumberdaya Alam dan Implikasinya bagi Indonesia. Orasi Ilmiah Guru Besar Ilmu Ekonomi Sumberdaya Alam dan Lingkungan. Kasryno, F. 2000. Menempatkan Pertanian Sebagai Basis Ekonomi Indonesia: Memantapkan Ketahanan Pangan dan Mengurangi Kemiskinan. Widyakarya Nasional Pangan dan Gizi VII. Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia. Jakarta. 286
Krisnamurthi, B. 2006. Revitalisasi Pertanian: Sebuah konsekuensi sejarah dan tuntutan masa depan. Dalam Revitalisasi Pertanian dan Dialog Peradaban. Jakarta: Penerbit Buku Kompas. Nasution, L.I. 1998. Pendekatan Agropolitan dalam Rangka Penerepan Pembangunan Wilayah dan Pedesaan. PWD-PPS IPB.
PSE.
2000.
Pembangunan
Ekonomi
Pedesaan
Berdasarkan Agribisnis. Pusat Penelitian Sosial Ekonoomi Pertanian. Bogor. Saptana. 2003. Efisiensi dan Daya Saing Usaha Tani Beberapa Komoditas Pertanian di Lahan Sawah Kabupaten Sidrap, Sulawesi Selatan. Sayogyo. 1990. Manusia dan Produktivitas Pertanian Penopang Lepas Landas Kita. Prisma No. 2 Tahun XIX. LP3ES, Jakarta. Simatupang, P. 1995. Industrialisasi Pertanian sebagai Strategi Agribisnis dan Pembangunan Pertanian dalam Era Globalisasi. Orasi Pengukuhan Ahli Peneliti Utama Bidang Sosial Ekonomi Pertanian. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian, Jakarta. Sudaryanto, T. dan P.U. Hadi. 1993. Konsepsi dan lingkup agribisnis. Makalah Seminar Pusat Penelitian Sosial Ekonomi Pertanian, Bogor.
287
PENGARUH KEDALAMAN SISTEM RAWAT RATOON TERHADAP BUDIDAYA TANAMAN TEBU DI DESA POJOK KECAMATAN WATES KABUPATEN KEDIRI Rakhmad Darmawan Politeknik Pembangunan Pertanian Malang Surel : rakhmaddarmawan56@gmail.com ABSTRAK: Artikel ini bertujuan untuk mendeskripsikan pengelolaan dan pengaruh kedalaman sistem rawat ratoon pada tanaman tebu di Desa Pojok, Kecamatan Wates, Kabupaten Kediri yang mana mayoritas petani 60%-70% adalah petani tebu. Pada umumnya keadaan sekarang petani tebu cenderung ekspensif terhadap pengelolaan tebu keprasan (rawat ratoon) secara berulang kali. Di mana dalam pelaksanaannya lebih ditonjolkan pada minimalisi biaya pembibitan. Keprasan tebu mampu memperbaiki pertumbuhan tebu, di mana tunas tebu dapat tumbuh banyak dan tidak mengambang diatas permukaan tanah. Sehingga perlu mengetahui kedalaman keprasan tebu yang berkualitas agar mampu memaksimalkan produksi budidaya tebu setempat. Di mana kedalaman keprasan tebu berpengaruh terhadap diameter batang umur 21 HSK (Hari Setelah Kultur) dan umur 28 HSK (Hari Setelah Kultur). Pada budidaya tebu dengan sistem rawat ratoon, potongan utuh keprasan tebu banyak dijumpai pada kedalaman keprasan 6-9 cm dan potongan pecah banyak dijumpai pada kedalaman 0-3 cm, sedangkan pada kedalaman 3-6 cm banyak dijumpai tunggul yang terbongkar.
Kata-kata kunci : budidaya tanaman tebu, Desa Pojok Kecamatan Wates Kabupaten Kediri, sistem rawat ratoon
Tebu (Saccharum officinarum) adalah tanaman perkebunan yang ditanam sebagai penghasil gula yang menjadi salah satu sumber karbohidrat. Tanaman ini sangat dibutuhkan yang kebutuhannya setiap tahun semakin meningkat seiring pertambahan jumlah penduduk yang terus meningkat juga. Tebu merupakan sumber 288
pemanis utama di dunia, hampir 70 % sumber bahan pemanis berasal dari tebu sedangkan sisanya berasal dari bit gula (M.Maulana Rasyid Lubis, 2015:215). Tanaman ini termasuk jenis rumput-rumputan yang memiliki umur tanaman lebih kurang 1 tahun untuk dipanen dan hanya tumbuh di daerah yang memiliki iklim tropis. Di Indonesia, pulau Jawa dan Sumatera adalah wilayah yang banyak membudidayakan tanaman tebu (Ganjar Andaka, 2011:181). Di mana tebu cocok dibudidayakan pada daerah yang memiliki ketinggian tanah sekitar 0 sampai 900 meter diatas permukaan air laut dan curah hujan rata-rata 2000 mm/tahun. Secara morfologi, tanaman tebu dibagi menjadi empat bagian, yaitu bunga, akar, batang dan daun. Bunga tebu merupakan bunga majemuk yang berbentuk terurai di puncak sebuah poros gelagah, dan memiliki akar berbentuk serabut (Anonim dalam Ade Apriliani 2010:24). Tebu memiliki batang tinggi kurus, tumbuh tegak dan tidak bercabang, serta terdiri dari banyak ruas yang setiap ruasnya dibatasi oleh buku – buku, dengan ruas – ruas yang panjang masing - masingnya 10-30 cm. Pada umumnya tinggi batang tanaman tebu bisa mencapai 5 meter bahkan lebih. Kulit batang tebu keras dan memiliki warna bervariasi yaitu ada hijau, kuning, ungu, merah tua atau bahkan kombinasi dari warna – warna tersebut. Bentuk daun tebu berwujud helaian dengan pelepah dan memiliki panjang dapat mencapai 1-2 meter dan lebar 4-8 centimeter, dengan permukaan kasar berbulu. Berdasarkan data dari Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian Indonesia (PUSDATIN) 2016, di Indonesia daerah yang menjadi sentra produksi tebu yaitu Jawa Timur, Jawa Tengah, Lampung, Jawa Barat dan Daerah Istimewa Yogyakarta. Jawa Timur 289
menjadi peringkat pertama dalam pemasok gula Indonesia yang mampu berkontribusi sebesar 65,21% dari total produksi gula di Indonesia. Daerah Kediri termasuk sentra penyumbang tanaman tebu di Jawa Timur yang terbesar kedua setelah Malang. Dengan dibuktikan pada produksi tebu di Kediri sebesar 13,05 % dari total produksi gula di jawa Timur dan Malang sebesar 26,48% dari total produksi gula di Jawa Timur (PUSDATIN, 2016). Berdasarkan
data
Dinas
Pertanian
Kabupaten
Kediri
menyatakan Kecamatan Wates menempati posisi pertama dalam produksi gula dengan luas areal tanaman tebu 3.275.84 Ha dengan produksi gula mencapai 360.465.60 Ton. Dan di Desa Pojok luas tanah yang ada seluas 752,23 Ha dengan rincian lahan sawah 185,00 Ha, tegal 291,23 Ha dan pekarangan 276,00 Ha (Data BPP Kecamataan wates, diakses 18 Januari 2021). Dengan lahan areal yang begitu luas maka perlu adanya sistem pengelolaan dan penanaman tebu yang dapat mempertahankan hasil produksi tiap tahunnya. BUDIDAYA TANAMAN TEBU DESA POJOK KECAMATAN WATES KABUPATEN KEDIRI Tanaman tebu (Saccharum officinarum) termasuk dalam jenis rumput-rumputan (family graminae) yang dapat tumbuh di berbagai kondisi tanah dan iklim. Menurut Notojoewono dalam Rahmawati (1994), tebu semula dikatakan berasal dari India di sekitar Sungai Gangga dan ada lagi yang mengatakan dari Kepulauan Pasifik Selatan atau Irian. Tanaman tebu memiliki fase pertumbuhan yaitu pada umur 3 sampai 8 bulan dan fase pemasakan pada umur 9 sampai 290
12 bulan yang ditandai dengan tebu mengeras dan berubah warna menjadi
kuning
pucat
(Widiyoutomo,
1983).
Berikut
cara
pembudidayaan tanaman tebu. 1. Syarat Tumbuh Tanaman Tebu
a.
Kesesuaian Iklim Tanaman tebu dapat tumbuh di daerah tropik beriklim panas
dan daerah subtropik yang memiliki iklim sedang, yaitu antara 35 LS dan 39 LU. Adapun unsur – unsur penting iklim bagi o
o
pertumbuhan tanaman tebu, yaitu sinar matahari, curah hujan, angin, suhu, dan kelembaban udara. b. Sinar Matahari Radiasi
dari
sinar
matahari
sangat
diperlukan
untuk
pertumbuhan tanaman tebu dan penting dalam proses fotosintesis yang menghasilkan gula. Hal ini cuaca yang berawan pada siang maupun malam hari dapat menghambat pembentukan gula. Pada siang hari, cuaca berawan menghambat proses fotosintesis, sedangkan pada malam hari menyebabkan naiknya suhu yang bisa mengurangi
akumulasi
gula
karena
meningkatnya
proses
pernafasan. c. Curah Hujan Berdasarkan kebutuhan air pada setiap fase pertumbuhannya, maka secara ideal curah hujan yang diperlukan adalah 200 mm per bulan selama 5 – 6 bulan berturutan, 2 bulan transisi dengan curah hujan 125 mm per bulan, dan 4 – 5 bulan berturutan dengan curah hujan kurang dari 75 mm tiap bulannya. d. Angin
291
Angin dengan kecepatan kurang dari 10 km/jam adalah baik bagi pertumbuhan tebu karena dapat menurunkan suhu dan kadar CO2 di sekitar tajuk tebu sehingga fotosintesis tetap berlangsung dengan baik. Kecepatan angin yang lebih dari 10 km/jam dan disertai hujan lebat dapat menyebabkan tanaman tebu yang sudah tinggi roboh. e. Suhu Suhu dapat mempengaruhi pertumbuhan menebal dan memanjang tanaman tebu. Suhu optimal untuk pertumbuhan tebu berkisar antara 24 – 30 C. o
f. Kelembaban Udara Kelembaban
udara
tidak
banyak
berpengaruh
pada
pertumbuhan tebu asalkan kadar air cukup tersedia di dalam tanah, optimumnya kurang dari 80%. g. Kesesuaian Lahan Tanah yang baik untuk tanaman tebu yaitu tanah dengan solum dalam (>60 cm), lempung (baik yang berpasir dan lempung liat). Derajat keasaman (pH) tanah berkisar antara 5,5 – 7,0 merupakan pH paling sesuai untuk pertumbuhan tebu. Tanah dengan pH di bawah 5,5 kurang baik bagi tanaman tebu karena dengan keadaan lingkungan tersebut sistem perakaran tidak dapat menyerap air maupun unsur hara dengan baik, sedangkan tanah dengan pH tinggi (di atas 7,0) sering mengalami kekurangan unsur P karena mengendap sebagai kapur fosfat, dan tanaman tebu akan mengalami “chlorosis” daunnya, karena unsur Fe yang diperlukan untuk pembentukan daun tidak cukup tersedia. 2. Persiapan Lahan Budidaya Tebu 292
Sebelum budidaya tebu dilakukan, lahan harus dipersiapkan. Pastikan tanah sudah memenuhi syarat pertumbuhan dengan pH antara 5,7-7. Prinsip dalam lahan budidaya tanaman tebu yaitu membuat got-got untuk pembuangan dan penampungan air. Di mana hal ini lebih tepat untuk kriteria lahan sawah. Langkah awalnya adalah membolak-balikkan tanah dengan cara pembajakan agar gembur dan udara dapat masuk dengan baik. Kemudian membuat parit atau got agar pembuangan air dapat lancar. 3.
Persiapan Bibit Untuk menghasilkan rendemen yang tinggi, perlu adanya kriteria
bibit yang harus memiliki mutu baik. Bibit tebu yang baik yaitu memiliki daya tumbuh 90%, tingkat kemurnian >95%, batang dalam kondisi sehat dan normal sesuai varietas. Berikut macam-macam bibit tebu, yaitu: a.
Rayungan, bibit yang mata tunasnya telah tumbuh. Cocok untuk perairan yang cukup
b.
Bagal, bibit yang mata tunasnya belum tumbuh. Cocok ditanam di lahan sawah maupun tegalan
c.
Lonjoran, bibit yang belum dipotong-potong menjadi stek
d.
Beberan, bibit bagal yang disemaikan terlebih dahulu sampai keluar tunasnya
e.
Bibit pucuk, bibit yang diambil dari ujung batang dengan 2-3 ruas.
4.
Penanaman Setelah persiapan bibit tebu sudah ada dan siap tanam, sebaiknya perlu
menentukan waktu tanam terlebih dahulu. Di mana bulan Mei, Juni, dan Juli adalah waktu tanam yang tepat dalam budidaya tebu. Hal ini disebabkan 293
karena umur tebu sekitar 12 bulan bertepatan dengan tahun berikutnya dimana pabrik gula sedang giling. Bibit yang sudah siap tanam harus diletakkan
sesuai
dengan
jenisnya.
Jika
menanam
bibit
berupa
rayungan, maka saat penanaman bibit harus diletakkan dengan posisi miring. Selain bibit rayungan, diletakkan dalam posisi mendatar dengan mata tunas di samping. Kemudian, bibit ditutup tanah agar tidak bergeser.
5.
Pemeliharaan Budidaya Tebu Adapun pemeliharaan yang harus diperhatikan untuk mendukung
pertumbuhan tebu, yaitu : a.
Penyulaman Penyulaman pertama yaitu saat bibit tebu yang berumur 1 minggu
setelah tanam dan tidak tumbuh atau mati, maka harus diganti dengan bibit baru. Penyulaman kedua dapat dilakukan pada waktu 4 minggu setelah penyulaman pertama. b.
Pemberian air Tanaman tebu memerlukan air yang cukup pada masa
pertumbuhannya selama 4-5 bulan. Setelah umur 5 bulan, tebu semakin sedikit air yang akan dibutuhkan. 1)
Penyiraman dilakukan setiap 3 hari sekali sampai tanaman
berumur 2 minggu. Kemudia penyiraman menjadi 2 kali seminggu, saat tanaman tebu mencapai 2-4 minggu. 2)
Waktu tanaman berumur 4-6 minggu, penyiraman dilakukan
seminggu sekali. Terakhir, umur 6-16 minggu, penyiramannya menjadi sebulan sekali. 3)
Jika waktu tanamnya sekitar bulan Juni, maka bertepatan setelah
16 minggunya, sudah masuk musim penghujan sehingga tidak perlu melakukan penyiraman lagi. c.
Pemeliharaan Got 294
Tujuan tahap ini yaitu untuk menjaga drainase tetap baik. Pemeliharaannya berupa pembersihan got, perbaikan dinding got yang rusak dan pendalaman got. d.
Pembumbunan Pembumbunan yaitu penimbunan tanah pada tiap lubang tanam
yang telah dibuat. 1.
Pembumbunan dilakukan 4 kali yaitu pada saat umur 1 bulan, 2,5
bulan dan umur 3-3,5 bulan 2.
Pembumbunan terakhir yaitu pada saat tanaman umur 4-5 bulan.
Pembumbunan harus dilakukan untuk menjaga bagian batang bawah sampai akar tetap kuat menopang tanaman tebu yang semakin tinggi. e.
Pemupukan Ada 4 hal penting yang harus diperhatikan dalam pemupukan agar
tanaman tebu, yaitu: 1.
Jenis
pupuk,
dosis
pupuk,
waktu
pemupukan, dan
cara
pemupukan harus dilakukan secara tepat. 2.
Pupuk yang digunakan harus mengandung unsur N, P, dan K. unsur N bisa diperoleh dari pupuk ZA dan urea. Unsur P didapat dari pupuk TSP dan unsur K bisa diperoleh dari pupuk KCl dan ZK.
3.
Untuk pupuk TSP, sebaiknya diberikan sebelum penanaman. Caranya dengan membuat lubang pupuk yang kedalamannya sama dengan jarak tanaman tebu. Misal, 10 cm lubang untuk pupuk, maka jarak pemberian pupuk harus 10 cm dari tanaman.
4.
Dosis pupuk harus memperhatikan aturan yang ada di kemasan atau aturan wadahnya.
f.
Penyiangan 295
Penyiangan yang dimaksud adlah pembersihan gulma yang dapat dilakukan dengan tenaga manusia dan bahan kimia. Apabila menggunakan tenaga manusia, pembersihan gulma harus 4 kali dengan selang waktu 3 minggu setelah tanam, dan bahan kimia yang dipakai adalah herbisida dengan komposisi Diuron 3 kg atau Gesapax 3 kg dan ditambahkan 2,4-D Garam Amida 1,5 liter yang kemudian dilarutkan dalam 1 liter air. Itu adalah dosis untuk kebutuhan 1 ha. Penyiangan tidak hanya pembersihan gulma, tetapi juga pengelupasan daun kering yang disebut klentek. Pengklentekan dilakukan agar menurunkan kelembaban dan meringankan beban tanaman sehingga tanaman tidak roboh. g. Hama dan Penyakit Hama merupakan hewan pengganggu tanaman dengan cara memakan bagian tanaman atau dengan cara menghisapnya. Dengan menanam varietas tebu tahan lama, kebersihan kebun terjamin, dan rotasi tanaman, maka tebu akan terhindar dari hama yang ada. Sedangkan penyakit merupakan gangguan yang dapat menghambat pertumbuhan tanaman dan disebabkan oleh mikroorganisme yang merugikan. Cara mencegahnya yaitu dengan memilih bibit yang sehat, sterilisasi pisau pemotong bibit, menanam varietas tebu tahan penyakit, dan jika perlu pemberian nematisida waktu pengolahan lahan. Jika tanaman tebu terlanjur terkena penyakit, maka potong bagian ataupun seluruh tanaman kemudian dibakar agar tidak menulari tanaman tebu lainnya. 6.
Pemanenan Proses pemanenan biasanya dilakukan saat memasuki bulan
kering yaitu sekitar bulan 4 sampai bulan 10. Untuk memanen tebu, 296
kita dapat menggali dan mengeluarkan tanah di sekitar tanaman tebu dengan kedalaman sekitar 20 cm. Jika ingin menanam tebu kembali, maka sisakan 3 ruas pada bagian batang tebu. Jika tidak, maka dapat mencabutnya sampai bagian akar. Saat memanen, buang bagian pucuk dari tanaman tebu dan ikat batang-batang tebu yang dipanen menjadi satu (biasanya sekitar 20-30 batang). Dengan langkah budidaya tanaman tebu seperti di atas, adapun sistem pengelolaan produksi usaha tanaman tebu di Indonesia pada umumnya terdapat tiga model, yaitu: 1. Milik pemerintah, dalam hal ini milik BUMN (Badan Usaha
Milik Negara) yang dikelola oleh PTPN (PT 13 Perkebunan Nusantara) yang dibentuk dalam Peraturan Pemerintah No. 7 tahun 1996 Tanggal 14 Februari 1996. 2. TRI (Tebu Rakyat Intensifikasi), yaitu progam intensifikasi
penanaman tebu dalam rangka menunjang industri gula Indonesia yang dilakukan melalui Intruksi Prediden No. 9 tahun 1975. Model seperti ini adalah bentuk kerjasama anatara petani dengan pabrik, dimana kebutuhan petani seperti, pupuk dan pestisida dipinjami
oleh
pabrik
terlebih
dahulu.
Namun
dengan
kesepakatan harus menjual tebu ke pabrik tersebut. 3. Milik petani sendiri, model seperti ini umumnya seluruh unsur
pengelolaan ditanggung oleh petani sendiri. Baik tanah, bibit, pupuk, pestisida dan keperluan yang lain. Sistem pengelolaan produksi tanaman tebu yang terjadi di Desa Pojok Kecamatan Wates mayoritas yaitu sistem pengelolaan tanaman tebu dilakukan oleh pemilik tanah sendiri, kemudian dapat juga dilakukan oleh penyewa lahan. Yang mana dikerjakan oleh para 297
pekerja maupun petani sendiri secara bebas dengan proses pengelolaan tanaman tebu mulai dari proses budidaya dan penjualannya. Di dalam proses budidaya tanaman tebu secara garis besar dibagi menjadi 2 cara yaitu budidaya tanaman tebu baru (Plant Cane) dan budidaya tanaman tebu keprasan (Ratoon Cane) (Khaerudin dalam Wahyu K Sugandi. dkk, 2016:257). Secara historis Kabupaten Kediri merupakan daerah tebu, yang mana mampu menggambarkan sebagian besar masyarakatnya bermatapencaharian sebagai seorang petani tebu. Khususnya di Desa Pojok Kecamatan wates hampir 80% masyarakatnya adalah petani tebu. Sehingga tebu menjadi penopang hidup di masyarakat. Dengan luasnya areal sawah dan tegal yang ditanami tebu, di Kediri terdapat banyak pabrik gula mulai dari gula pasir hingga gula jawa/ gula merah sebagai penunjang usaha tani masyarakatnya. Selain itu petani juga tidak ketinggalan dengan sistem dan teknik dalam budidaya tanaman tebu yang semakin praktis dan modern yaitu dengan penerapan sistem rawat ratoon pada tanaman tebu. Keadaan petani tebu di Kabupaten Kediri khususnya di Desa Pojok Kecamatan Wates ini mayoritas petaninya lebih menerapkan sistem rawat ratoon dalam budidaya tanaman tebunya. Dengan sistem rawat ratoon ini dirasa lebih praktis dan petani lebih berhemat dalam pengeluaran pada saat penanaman bibit. Hal ini karena petani
tidak perlu untuk
mengeluarkan uang untuk membeli bibit tebu baru. Pada dasarnya sistem rawat ratoon ini memanfaatkan dan mengolah tunggul tebu yang ada agar dapat tumbuh tunas yang banyak. Sehingga dengan teknik pengeprasan/rawat ratoon yang baik dan berkualitas akan menghasilkan tanaman tebu yang lebih banyak dan melimpah. 298
PENGARUH KEDALAMAN SISTEM RAWAT RATOON Tanaman tebu dengan sistem rawat ratoon (tebu keprasan) adalah tanaman tebu yang bibitnya berasal dari sisa tanaman yang telah dipanen sebelumnya, di mana tunggul-tunggul tabu dipelihara kembali hingga menghasilkan tunas baru yang akan tumbuh menjadi tanaman tebu selanjutnya. Dengan rawat ratoon ini pertumbuhan tunas dari rumpun tebu akan lebih banyak sehingga dapat meningkatkan produktivitas, serta mampu memberikan keuntungan lebih bagi para petani yaitu dapat menghemat biaya benih karena petani tidak perlu membeli bibit baru dan menghemat biaya pengolahan tanah. Namun pada keadaan sekarang, di mana sistem keprasan ini dipraktekkan lebih dari yang direkomendasikan sehingga menyebabkan penurunan produksi dan kualitas tebu. Budidaya tebu dengan sistem rawat ratoon yaitu dilakukan pengeprasan dengan memotong sisa batang tebu yang masih di dalam permukaan tanah dengan menggunakan cangkul atau arit. Kemudian dalam pengeprasan agar tunggul/bekas tanaman tebu tidak mudah terbongkar maka sebaiknya lahan diairi terlebih dahulu. Semua tanaman tebu harus dikepras walaupun terdapat tunas yang sudah tumbuh, hal ini dilakuan agar umur tanaman seragam, karena jika ada tunas yang dibiarkan tumbuh maka akan memiliki tingkat kematangan yang berbeda-beda sehingga susah menentukan waktu tebang yang tepat. Dalam perawatannya tanaman tebu sistem rawat ratoon sama halnya dengan pembibitan tanaman baru. Namun, pada sistem rawat ratoon tebu ada proses pemotongan akar atau sering disebut dengan 299
pedot oyot berguna untuk merangsang pertumbuhan akar baru. Akar baru lebih efektif dalam penyerapan unsur hara dari pada akar yang lama, karena akar baru haus akan makanan sehingga dapat mempercepat penyerapan unsur hara dalam proses pertumbuhannya. Pemotongan akar dilakukan dengan mencangkul kedua sisi juringan yang bermanfaat untuk merangsang pertumbuhan akar baru dan menggemburkan tanah, sehingga akar lama akan menjadi bahan organik bagi tanah. Setelah dilakukan proses tersebut, proses perawatan selanjutnya sama dengan tanaman tebu baru, yaitu penyulaman, pemberian air, pemeliharaan got, pembumbunan, pemupukan, dan penyiangan. Keberadaan pertanaman tebu pada saat ini didominasi dengan sistem rawat ratoon yang terus berulang kali dan memiliki kecenderungan
produktivitas
yang
menurun
seiring
dengan
bertambahnya periode ratoon. Pada umumnya sistem rawat ratoon tanaman tebu ini hanya dianjurkan pada 3-4 kali pengulangan, dan setelahnya menggunakan pembibitan baru lagi. Di mana pernanaman tebu dengan sistem rawat ratoon yang diusahakan terus menerus akan mengalami penurunan kandungan bahan organik tanah sampai dengan 50%, karena seiring bertambahnya periode akan semakin banyak penggunaan pupuk kimia untuk mempertahankan hasil produksi. Selain itu menurut Lisyanto (2007:76) masalah yang timbul yaitu pada perlakuan keprasan tebu dengan cara manual adalah masalah ketersedian tenaga kerja untuk pengolahan lahan tebu yang semakin sedikit dari tahun ke tahun yang menimbulkan persoalan lain yaitu rendahnya keseragaman atau kualitas hasil pengeprasan.
300
Menurut Sutardjo dalam Arzal Bili. dkk (2016:995), untuk mencapai hasil keprasan yang baik maka kedalaman kepras sangat penting untuk diperhatikan agar tunas tanaman tebu yang tumbuh tidak mengambang diatas permukaan tanah. Jika kedalam keprasan ini tidak tepat maka tebu akan mengambang dan dapat berpeluang besar tebu akan roboh ketika sudah tumbuh besar, selain itu kedalaman keprasan yang tidak tepat juga dapat membuat tunggul tebu bisa terbongkar dan akan mengakibatkan tebu tidak tumbuh. Tebu keparsan memiliki pertumbuhan pangkal tebu yang terdapat di bawah permukaan tanah setelah penebangan. Pada pangkal batang tebu memiliki ruas batang yang semakin pendek dan meruncing dengan cepat. Mata tunas yang terdapat pada pangkal batang pertama tumbuh menjadi batang kedua dan mata tunas pada pangkal batang kedua berkembang menjadi batang ketiga. Pertumbuhan tersebut berlangsung berurutan terus-menerus dan memiliki posisi selangseling sesuai dengan posisi mata tunas pada pangkal batang tebu. Penelitian Koswara dalam Arzal Bili. dkk (2016:996), menyatakan kedalaman keprasan memiliki pengaruh terhadap jumlah tunas yang dihasilkan. Dengan kedalaman keprasan 6 dan 9 cm mampu menghasilkan jumlah tunas yang nyata lebih banyak dibandingkan dengan kedalaman kepras 0 dan 3 cm pada umur 4 bulan. Di mana kedalaman kepras 6 dan 9 cm mampu menghasilkan rata-rata 15,99 dan 15,95 tunas permeter juring, sedangkan pada kedalaman kepras 0 dan 3 cm hanya menghasilkan 14,28 dan 14,72 tunas permeter juringnya. Sedangkan perbedaan diameter batang dan tinggi tunas tebu hanya tampak berbeda pada awal pertumbuhan.
301
PENUTUP Simpulan Di Desa Pojok Kecamatan Wates Kabupaten Kediri yang termasuk daerah tebu memiliki sistem pengelolaan tebu yang mayoritas tebu milik petani sendiri dengan seluruh unsur pengelolaan ditanggung oleh petani sendiri. Selain itu juga petaninya menerapkan sistem rawat ratoon (tebu keprasan) dalam budidaya tanaman tebu, karena lebih praktis dan dapat menghemat biaya produksi. Dalam sistem rawat ratoon ini kedalaman dari keprasan memiliki pengaruh terhadap jumlah tunas yang dihasilkan. Kedalaman keprasan 6 dan 9 cm ini mampu menghasilkan jumlah tunas lebih banyak dengan ratarata 15,99 dan 15,95 tunas permeter juring, dibandingkan dengan kedalaman kepras 0 dan 3 cm yang hanya menghasilkan rata-rata 14,28 dan 14,72 tunas permeter juring. Saran Diharapkan tulisan ini dapat memberikan informasi bagi petani guna dalam pengelolaan tanaman tebu dengan sistem keprasan (Rawat Ratoon). Penulis berharap apa yang ditulis di atas merupakan bentuk pemikiran yang belum sepenuhnya mengalami uji coba. Atas dasar itu, pemikiran yang telah ditulis diharapkan dapat menambah pengetahuan petani untuk lebih meningkatkan ketarmpilan dalam mengelola lahan pertaniannya.
DAFTAR RUJUKAN Apriliani, Ade. 2010. “Pemanfaatan Arang Ampas Tebu Sebagai Adsorben Ion Logam Cd, Cr, Cu, dan Pb dalam Air Limbah”. 302
Skripsi. Fakultas Sains dan Teknologi, Kimia, UIN Syarif Hidayatullah, Jakarta. Arzal Bili, Syafriandi, dan Mustaqimah. 2016. Pengaruh Kedalaman Keprasan Tebu dengan Menggunakan Mesin Kepras Traktor Roda Dua Terhadap Kualitas Keprasan dan Pertumbuhan Tunas. Jurnal Ilmiah Mahasiswa Pertanian Unsyiah, 1 (1): 995-1001. BPP Kecamatan Wates. 2020. Programa Balai Penyuluhan Pertanian Kecamatan Wates 2020. Kediri: BPP Kecamatan Wates. BPS Provinsi Jawa Timur. 2018. Luas Areal Perkebunan Tebu di Jawa Timur (Ha), 2006- 2017 (https://jatim.bps.go.id/statictable/2018/11/12/1396/luasareal-perkebunan-tebu-di-jawa-timur-ha-2006-2017.html , diakses:17 Januari 2021). Ganjar Andaka. 2011. Hidrolisis Ampas Tebu Menjadi Furfural dengan Katalisator Asam Sulfat. Jurnal Teknologi, 4 (2): 180188. Ir. Sitty Ahra. 2019. Teknik Budidaya Tebu (http://cybex.pertanian.go.id/mobile/artikel/89479/TeknikBudidaya-Tebu/ , diakses:18 Januari 2021). Lisyanto dkk. 2007. Mekanisme dan Torsi Pengeprasan Tunggul Tebu Menggunakan Pisau Bajak Piring Yang diPutar. Jurnal Keteknikan Pertanian, 21 (1): 75-88. 303
M. Maulana Rasyid Lubis, Lisa Mawarni dan Yusuf Husni. 2015. Respons Pertumbuhan Tebu (Sacharum officinarum L.) terhadap Pengolahan Tanah pada Dua Kondisi Drainase. Jurnal Online Agroekoteknologi, 3 (1): 214-220. Pusdatin, Kementan. 2016. Statistik Pertanian. Jakarta: Pusdatin Kementan RI. Rahmawati, G. 1994. Analisis Tebu Tertinggal di Kebun pada Pabrik Gula Subang, Jawa Barat. Skripsi. Fakultas Teknologi Pertanian, IPB. Bogor. 122 hal. Wahyu K Sugandi, Radite P A Setiawan, dan Wawan Hermawan. 2016. Kinerja Unit Pemotong Serasah Tebu Tipe Reel. Jurnal Ilmiah Rekayasa Pertanian dan Biosistem, 4 (2): 256-263. Widiyoutomo. 1983. Sarana Transportasi Tebu dalam Majalah Gula Indonesia Vol. lX Maret. 1983.
304
SISTEM PERTANIAN ORGANIK BERKELANJUTAN UNTUK MEWUJUDKAN KELESTARIAN LINGKUNGAN DI DESA MOYO KECAMATAN MOYO HILIR KABUPATEN SUMBAWA Rika Sartika Politeknik Pembangunan Pertanian Malang Surel: rsartika584@gmail.com ABSTRAK: Artikel ini mendeskripsikan tentang sistem pertanian organik berkelanjutan untuk mewujudkan kelestarian lingkungan di Desa Moyo kecamatan Moyo Hilir kabupaten Sumbawa. Selama bertahun- tahun sistem pertanian yang ada selalu mengandalkan penggunaan input kimiawi yang berbahaya untuk meningkatkan hasil atau produksi pertanian. Beberapa indikator yang memprihatinkan perkembang kegiatan pertanian saat ini antara lain: tingkat produktivitas lahan menurun, tingkat kesuburan tanah merosot, konversi lahan pertanian semakin meningkat, tingkat pencemaran dan kerusakan lingkungan pertanian meningkat, daya dukung lingkungan merosot. Hal ini menuntut adanya penerapan teknologi yang dapat mengoptimalkan hasil tanpa menimbulkan degradasi pada lingkungan. Salah satu upaya yang dilakukan adalah penerapan sistem pertanian organik yang ramah lingkungan dan berkelanjutan. Artikel ini bertujuan untuk mendeskripsikan Penerapan sistem pertanian organik dalam sektor pertanian sebagai upaya menimalisir terjadinya dampak negatif terhadap lingkungan dan kesehatan. Serta dapat bertahan hingga generasi berikutnya tanpa merusak alam.
Kata- kata kunci: Desa Moyo Kabupaten Sumbawa Kecamatan Moyo Hilir, kelestarian, lingkungan, organik, pertanian, sistem
305
Tahun 1980, istilah “sustainable agriculture” atau diterjemahkan menjadi ‘pertanian berkelanjutan’ digunakan untuk menggambarkan suatu sistem pertanian alternatif berdasarkan pada konservasi sumberdaya dan kualitas kehidupan di pedesaan. Konsep pertanian berkelanjutan (sustainable agriculture) yang merupakan implementasi dari konsep pembangunan berkelanjutan (sustainable development). Pembangunan pertanian berkelanjutan bertujuan untuk meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan masyarakat tani secara luas melalui peningkatan produksi pertanian yang dilakukan secara seimbang dengan memperhatikan daya dukung ekosistem sehingga keberlanjutan produksi dapat terus dipertahankan dalam jangka panjang dengan meminimalkan terjadinya kerusakan lingkungan (Fadlina dkk, 2013: 44). Kegiatan pertanian yang dilakukan manusia berusaha memanfaatkan sumber daya secara berlebihan sehingga merusak kondisi lingkungan dan biologi, akibatnya terjadi percepatan kerusakan sumber daya alam, tanah dan air. Kondisi ini sedang dirasakan di Desa Moyo Kecamatan Moyo Hilir sekarang. Yang dimana para petani disini dalam melaksanakan pertanian belum menerapkan atau memanfaatkan bahan organik dalam proses pertanian. Dengan begitu penggunaan pestisida kimia yang tidak diseimbangi dengan bahan organik maka dapat menyebabkan pencemaran lingkungan serta membahayakan kesehatan bagi masyarakat. Hal tersebut mendorong munculnya gagasan untuk mengembangkan suatu sistem pertanian organik untuk mendukung keberlanjutan yang dapat bertahan hingga ke generasi berikutnya dan tidak merusak alam. 306
Pertanian berkelanjutan dengan masukan teknologi rendah (LEISA) adalah membatasi ketergantungan pada pupuk anorganik dan bahan kimia pertanian lainnya. Gulma, penyakit dan hama tanaman dikelola melalui pergiliran tanaman, pertanian campuran, bioherbisida, insektisida organik yang dikombinasikan dengan pengelolaan tanaman yang baik. Kesalahan persepsi yang sekarang berkembang bahwa apabila kita tidak melaksanakan pertanian modern, maka kita dianggap kembali pada pertanian tradisional dan tanaman yang kita produksi akan turun drastis. Hasil penelitian menunjukkan bahwa apabila pertanian organik dilaksanakan dengan baik dengan cepat memulihkan tanah yang sakit akibat penggunaan bahan kimia pertanian. Hal ini terjadi apabila fauna tanah dan mikroorganisme yang bermanfaat dipulihkan kehidupannya. Pada prinsipnya,
pertanian
organik
sejalan
dengan
pengembangan
pertanian dengan masukan teknologi rendah (low-input teknologi) dan upaya menuju pembangunan pertanian berkelanjutan. Kita mulai sadar tentang potensi teknologi, kerapuhan lingkungan, dan kemampuan budidaya manusia dalam merusak lingkungan. Suatu hal yang perlu dicatat bahwa ketersediaan sumber daya alam ada batasnya.
KELESTARIAN
LINGKUNGAN
DI
DESA
MOYO
KECAMATAN MOYO HILIR KABUPATEN SUMBAWA Sumber daya alam merupakan kekayaan yang dimiliki oleh alam yang harus di jaga kelestarian demi kelangsungan hidup umat manusia. Beberapa kebiasaan masayarakat dalam pengelolaan sumberdaya alam antara lain: menggunakan pupuk dan pestisida 307
sesuai kebutuhan, membatasi penggunaan sumberdaya alam, tidak membuang zat pencemar dan racun kesaluran air. Desa Moyo memiliki lahan pertanian yang cukup luas serta dapat dikatakan penduduk desa ini bermata pencaharian sebagai petani. Tidak hanya iti Desa Moyo memiliki sumberdaya alam yang melimpah yang dimanfaatkan oleh masyarakat sekitar. Desa Moyo sebuah desa yang termasuk dalam wilayah Kecamatan Moyo Hilir
Kabupaten Sumbawa, Propinsi Nusa
Tenggara Barat. Yang terdiri dari 2 dusun yakni Dusun Karang Orong dan Dusun Moyo Luar. Lokasinya tak jauh dari kota Sumbawa Besar, ibu kota Kabupaten Sumbawa . Dengan ketinggian 75 meter dari permukaan laut. Topografi kecamatan Moyohilir tidak rata, karena daerahnya berbukit-bukit dan terdapat padang rumput yang cocok untuk peternakan. Luas wilayah kecamatan ini mencapai 186,79 km2, yang mencakup beberapa gunung antara lain gunung Cabe, gunung Kebo, gunung Langko dan gunung Maner. Dari luas wilayah tersebut, lebih dari 20 persen dijadikan lahan sawah sedangkan sisanya adalah lahan kering. Dapat diketahui masyarakat di Desa Moyo yang bermata pencarian sebagai petani sering mendapatkan penyuluhan mengenai anjuran penggunaan pestisida atau pupuk organik dalam mendukung kelestarian lingkungan yang ada. Dikarenakan PPL Desa Moyo sanggat mengharapkan petani untuk menerapkan sistem pertanian organik dalam berusaha tani. Dimana dari penggunaan pestisida atau pupuk organik ini dapat menekan terjadinya pencemaran air, tanah, kesehatan masyarakat serta tetap menjaga alam tanpa merusaknya untuk generasi yang akan datang. 308
Pelestarian
Lingkungan
adalah
proses
atau
cara
perlindungan dari kemusnahan dan kerusakan. Penataan sumber daya alam yang menjamin pemakaiaannya secara berkesinambungan simpanannya yaitu dengan tetap meningkatkan kualitas nilai keanekaragamannya
dan
tetap
memeliharanya.
Pelestarian
lingkungan hidup berarti memanfaatkaan lingkungan secara bijak agar keseimbangan lingkungan tetap terjaga. Adapun tujuan pelestarian lingkungan hidup: 1. Mengendalikan pemanfaatan sumber daya alam secara arif dan bijaksana. 2. Mewujudkan manusia sebagai pembina dan mitra lingkungan hidup. 3. Melaksanakan pembangunan berkelanjutan yang berwawasan lingkungan demi kepentingan generasi sekarang dan generasi mendatang. 4. Mewujudkan kelestarian antara hubungan manusia dengan lingkungan hidup. Lingkungan adalah hal yang tidak bisa dipisahkan dari kehidupan makhluk hidup. Baik manusia, binatang maupun tumbuhtumbuhan ketiganya hidup di lingkungan. Lingkungan terdiri atas ligkungan daratan, perairan dan juga lingkungan udara. Lingkunga sangat berperan penting bagi kehidupan makhluk hidup. Setidaknya ada beberapa manfaat atau fungsi lingkungan untuk kehidupan manusia. Beberapa fungsi lingkungan bagi kehidupan makhluk hidup antara lain adalah sebagai berikut: 1. Sebagai Tempat Untuk Dapat Bertahan Hidup
309
Fungsi dari lingkungan yang pertama dan yang paling terlihat adalah sebagai tempat untuk dapat bertahan hidup. Telah dikatakan sebelumnya bahwasannya semua makhluk hidup yang mencakup manusia, binatang dan juga tumbuh- tumbuhan mempunyai sifat saling ketergantungan anatara satu dan lainnya, bahkan dengan benda- benda tak hidup yang telah diciptakan oleh Tuhan. 2. Sebagai Tempat Untuk Bersosialisasi Fungsi lingkungan yang selanjutnya adalah sebagai tempat untuk bersosialisasi. Karena kita mengetahui bersama bahwasannya lingkungan tidak hanya berisi elemen abiotik saja namun juga sesama makhluk hidup. Oleh karena itulah lingkungan ini merupakan tempat untuk bersosialisasi. 3. Sebagai Tempat Untuk Mencari Kekayaan Lingkungan juga merupakan tempat untuk mencari kekayaan. Kekayaan alam Indonesia yang terkandung di lingkungan sangat banyak, seperti emas, perak, permata, nikel, timah, batu bara, minyak bumi dan barang- barang tambang lainnya. Selain yang tersimpan di dalam bumi, banyak pula kekayaan yang berada di permukaan bumi. 4. Tempat Untuk Mendapatkan Hiburan Lingkungan juga merupakan tempat untuk memperoleh hiburan. Hiburan yang dapat ditemukan di lingkungan tidak hanya berupa pemandangan tentang keindahan alam saja, namun juga hiburan yang diciptakan oleh manusia. 5. Sarana Edukasi Lingkungan juga merupakan tempat untuk memperoleh pendidikan atau edukasi. Lingkungan bisa digunakan sebagai tempat
310
untuk menyelenggarakan pendidikan, namun dari lingkungan pula manusia bisa memetik banyak sekali pelajaran. 6. Sumber Kebudayaan Lingkungan
juga
merupakan
tempat
lahirnya
suatu
kebudayaan. Kebudayaan terbentuk karena hal- hal yang dibiasakan dalam suatu lingkungan. Oleh karena itulah lahirnya suatu kebudayaan tidak bisa terlepas dari lingkungan. Lingkungan yang kita tempati mempunyai peranan yang sangat penting. Karena lingkungan tersebut haruslah bersih, sehat dan lestari demi kenyamanan dan kebaikan bersama. Ada berbagai hal yang dapat dilakukan manusia untuk pelestarian lingkungan hidup. Untuk mewujudkannya dapat menerapkan sistem pertanian organik berkelanjutan.
Dikarenakan
pertanian
organik
menghindari
penggunaan input kimia. Dengan itu dapat meminimalisisr terjadinya pencemaran serta menjaga kelestarian lingkungan hidup tanpa merusak alam. PENERAPAN
SISTEM
PERTANIAN
ORGANIK
BERKELANJUTAN Salah satu contoh penerapan pertanian berkelanjutan adalah sistem pertanian organik. Pertanian organik adalah metode produksi tanaman yang berfokus pada perlindungan lingkungan. Metode ini menghindari penggunaan input kimia, seperti pupuk dan pestisida (Abando dan Rohnerthielen, 2007 dalam Theocharopoulos et al., 2012:46). Teknik-teknik yang digunakan dalam pertanian organik merupakan pendekatan dari sistem pertanian berkelanjutan yang menekankan pada pelestarian dan konservasi sumberdaya alam guna 311
terciptanya keseimbangan ekosistem dan memberikan kontribusi bagi peningkatan produktivitas pertanian dalam jangka panjang. Kegiatankegiatan yang menunjang pertanian berkelanjutan diantaranya adalah sebagai berikut (Sudirja,2008 : 3) : 1. Pengendalian Hama Terpadu Pengendalian hama tanaman dapat dilakukan dengan cara yang lebih bijak dan ramah lingkungan dengan mengesampingkan penggunaan pestisida kimiawi melalui metode Pengendalian Hama Terpadu (PHT). PHT merupakan pengendalian hama yang dilakukan dengan menggunakan unsur-unsur alami yang mampu mengendalikan hama agar tetap berada pada jumlah di bawah ambang batas yang merugikan dengan cara-cara yang aman bagi lingkungan dan makhluk hidup. Beberapa cara pengendalian hama terpadu yakni: a. Menggunakan serangga atau binatang-binatang yang dikenal sebagai musuh alami hama seperti Tricogama sp. yang merupakan musuh alami dari parasit telur dan parasit larva hama tanaman b. Menggunakan tanaman penangkap hama untuk menjauhkan hama dari tanaman utama c. Melakukan rotasi tanaman untuk mencegah terakumulasinya patogen dan hama yang sering menyerang satu spesies saja 2. Konservasi Tanah Konservasi tanah dapat diartikan sebagai penempatan setiap bidang tanah pada cara penggunaan yang sesuai dengan kemampuan tanah tersebut dan memperlakukannya sesuai dengan syarat-syarat yang diperlukan agar tidak terjadi kerusakan dan dapat berfungsi secara berkelanjutan (Arsyad 2006 dalam Ni Gusti Ketut 2015:8). Kegiatan konservasi tanah diantaranya dengan membuat sengkedan 312
atau terasering pada lahan miring untuk mencegah terjadinya erosi, melakukan reboisasi atau penanaman kembali lahan kritis, melakukan pergiliran tanaman atau crop rotation dan menanam tanaman penutup tanah (cover crop). 3. Menjaga Kualitas Air Menjaga dan melindungi sumberdaya air untuk tetap mempertahankan kualitasnya pada kondisi alamiahnya merupakan hal mutlak dalam pertanian. Penurunan kualitas air akan menurunkan daya guna, produktivitas dan daya tampung dari sumberdaya air yang pada akhirnya akan menurunkan kekayaan sumberdaya air. Kegiatan yang dapat dilakukan untuk menjaga kualitas air antara lain: mengurangi penggunaan senyawa kimia sintetis ke dalam tanah yang dapat mencemari air tanah, menggunakan irigasi tetes yang menghemat penggunaan air dan pupuk, melakukan penanaman, pemeliharaan dan kegiatan konservasi tanah pada kawasan lahan kritis terutama di hulu daerah aliran sungai. 4. Tanaman Pelindung Penanaman tanaman pelindug seperti gandum dan semanggi di akhir musim panen tanaman sayuran atau sereal bermanfaat untuk menekan pertumbuhan gulma, mencegah erosi dan meningkatkan nutrisi dan kualitas tanah. 5. Diversifikasi Tanaman Diversifikasi
tanaman
merupakan
teknik
menanam/memelihara lebih dari satu jenis tanaman dalam satu areal lahan pertanian. Cara ini adalah salah satu alternatif untuk mengurangi resiko kegagalan usaha pertanian akibat kondisi cuaca ekstrim, serangan hama pengganggu tanaman, dan fluktuasi harga 313
pasar. Diversifikasi tanaman juga dapat berkontribusi bagi konservasi lahan, menjaga kelestarian habitat binatang, dan meningkatkan populasi serangga yang bermanfaat. Dari segi ekonomi, diversifikasi tanaman dapat meningkatkan pendapatan petani sepanjang tahun dan meminimalkan
kerugian
akibat
kemungkinan
kegagalan
dari
menanam satu jenis tanaman saja. 6. Pengelolaan Nutrisi Tanaman Pengelolaan nutrisi tanaman diperlukan untuk meningkatkan kondisi tanah serta melindungi lingkungan tanah. Hal ini dapat dilakukan dengan penggunaan pupuk kandang dan tanaman kacangkacangan sebagai penutup tanah yang tidak hanya menyuburkan tanah tetapi juga dapat menekan biaya pembelian pupuk anorganik yang harus dikeluarkan. Beberapa jenis pupuk organik yang dapat dimanfaatkan antara lain pupuk kompos, kascing, dan pupuk hijau (dedaunan). 7. Agroforestri (wanatani) Agroforestri merupakan sistem tata guna lahan (usaha tani) yang mengkombinasikan tanaman semusim maupun tanaman tahunan untuk meningkatkan keuntungan, baik secara ekonomis maupun lingkungan. Sistem ini membantu terciptanya keanekaragaman tanaman dalan suatu luasan lahan untuk mengurangi resiko kegagalan dan melindungi tanah dari erosi serta meminimalisir kebutuhan pupuk dari luar lahan karena adanya daur ulang sisa tanaman. Budidaya tanaman secara organik merupakan salah satu solusi ditengah kecemasan masyarakat terhadap bahaya pestisida dan pencemaran lingkungan.
Atas dasar kesehatan manusia dan
kelestarian lingkungan, pertanian organik muncul sebagai salah satu 314
alternatif pertanian modern dengan mengandalkan bahan alami dan menghindari bahan sintetik. Melalui metode bertanam secara organik diharapkan dapat menghasilkan pangan yang sehat dan bebas residu pestisida, sekaligus tidak menyebabkan pencemaran pada lingkungan. Pupuk yang digunakan untuk budidaya tanaman berasal dari alam, seperti pupuk kandang dan kompos. Sementara itu, pestisida untuk mengendalikan hama dan penyakit tanaman menggunakan musuh alaminya atau pestisida organik (biopestisida). Artinya, seluruh proses pangan organik dilakukan secara alami, mulai budidaya hingga pengolahannya. Hasil produksi dari pertanian organik ternyata lebih bermutu dibandingkan dengan hasil budidaya pertanian konvensional. Beberapa kriteria yang memiliki nilai lebih diantaranya rasa lebih enak, penyimpanan lebih lama, warna lebih menarik, dan lebih menyehatkan karena tidak mengandung bahan kimia. Sistem pertanian organik menjadi trend dan terus berkembang karena dapat menghasilkan produk yang lebih sehat untuk dikonsumsi. Secara fisik, penampilan produk organik tidak berbeda dengan produk nonorganik, tetapi kualitas produk organik lebih baik dibandingkan dengan produk non-organik. Prinsip-prinsip pertanian organik merupakan dasar bagi pertumbuhan dan perkembangan pertanian organik. Prinsip – prinsip ini berisi tentang sumbangan yang dapat diberikan pertanian organik bagi dunia, dan merupakan sebuah visi untuk meningkatkan keseluruhan aspek pertanian secara global. Prinsip-prinsip ini diterapkan dalam pertanian dengan pengertian luas, termasuk bagaimana manusia memelihara tanah, air, tanaman, dan hewan 315
untuk menghasilkan, mempersiapkan dan menyalurkan pangan dan produk lainnya. Prinsip – prinsip tersebut menyangkut bagaimana manusia berhubungan dengan lingkungan hidup, berhubungan satu sama lain dan menentukan warisan untuk generasi mendatang. Pertanian organik didasarkan pada: 1. Prinsip Kesehatan Pertanian organik harus melestarikan dan meningkatkan kesehatan tanah, tanaman, hewan, manusia dan bumi sebagai satu kesatuan dan tak terpisahkan. Prinsip ini menunjukkan bahwa kesehatan tiap individu dan komunitas tak dapat dipisahkan dari kesehatan ekosistem; tanah yang sehat akan menghasilkan tanaman sehat yang dapat mendukung kesehatan hewan dan manusia. Peran pertanian organik baik dalam produksi, pengolahan, distribusi dan konsumsi bertujuan untuk melestarikan dan meningkatkan kesehatan ekosistem dan organisme, dari yang terkecil yang berada di alam tanah hingga manusia. Secara khusus, pertanian organik dimaksudkan untuk menghasilkan makanan bermutu tinggi dan bergizi yang mendukung pemeliharaan kesehatan dan kesejahteraan. Mengingat hal tersebut, maka harus dihindari penggunaan pupuk, pestisida, obatobatan bagi hewan dan bahan aditif makanan yang dapat berefek merugikan kesehatan. 2. Prinsip Ekologi Pertanian organik harus didasarkan pada sistem dan siklus ekologi kehidupan. Bekerja, meniru dan berusaha memelihara sistem dan
siklus
ekologi
kehidupan.
Prinsip
ekologi
meletakkan
pertanian organik dalam sistem ekologi kehidupan. Prinsip ini menyatakan bahwa produksi didasarkan pada proses dan daur ulang 316
ekologis. Makanan dan kesejahteraan diperoleh melalui ekologi suatu lingkungan
produksi
yang
khusus:sebagai
contoh,
tanaman
membutuhkan tanah yang subur, hewan membutuhkan ekosistem peternakan, ikan dan organisme laut membutuhkan lingkungan perairan. Budidaya pertanian, peternakan dan pemanenan produk liar organik haruslah sesuai dengan siklus dan keseimbangan ekologi di alam. Siklus – siklus ini bersifat universal tetapi pengoperasiannya bersifat spesifik-lokal. Pengelolaan organik harus disesuaikan dengan kondisi, ekologi, budaya dan skala lokal. Bahan – bahan asupan sebaiknya dikurangi dengan cara dipakai kembali, didaur ulang dan dengan pengelolaan bahan – bahan dan energi secara efisien guna memelihara, meningkatkan kualitas dan melindungi sumber daya alam. Pertanian organik dapat mencapai keseimbangan ekologis melalui pola sistem pertanian, pembangunan habitat, pemeliharaan keragaman genetika dan pertanian. Mereka yang menghasilkan, memproses, memasarkan atau mengkonsumsi produk – produk organik harus melindungi dan memberikan keuntungan bagi lingkungan secara umum, termasuk di dalamnya tanah, iklim, habitat, keragaman hayati, udara dan air. 3. Prinsip Keadilan Pertanian organik harus membangun hubungan yang mampu
menjamin
keadilan
terkait
dengan
lingkungan
dan
kesempatan hidup bersama. Keadilan dicirikan dengan kesetaraan, saling menghormati, berkeadilan dan pengelolaan dunia secara bersama, baik antar manusia dan dalam hubungannya dengan makhluk hidup yang lain. Prinsip ini menekankan bahwa mereka yang terlibat dalam pertanian organik harus membangun hubungan 317
yang manusiawi untuk memastikan adanya keadilan bagi semua pihak di segala tingkatan; seperti petani, pekerja, pemroses, penyalur, pedagang dan konsumen. Pertanian organik harus memberikan kualitas hidup yang baik bagi setiap orang yang terlibat, menyumbang bagi kedaulatan pangan dan pengurangan kemiskinan. Pertanian organik bertujuan untuk menghasilkan kecukupan dan ketersediaan pangan ataupun produk lainnya dengan kualitas yang baik. Prinsip keadilan juga menekankan bahwa ternak harus dipelihara dalam kondisi dan habitat yang sesuai dengan sifat-sifat fisik, alamiah dan terjamin kesejahteraannya. Sumber daya alam dan lingkungan yang digunakan untuk produksi dan konsumsi harus dikelola dengan cara yang adil secara sosial dan ekologis, dan dipelihara untuk generasi mendatang. Keadilan memerlukan sistem produksi, distribusi dan perdagangan yang terbuka, adil, dan mempertimbangkan biaya sosial dan lingkungan yang sebenarnya. 4. Prinsip Perlindungan Pertanian organik harus dikelola secara hati – hati dan bertanggung jawab untuk melindungi kesehatan dan kesejahteraan generasi sekarang dan mendatang serta lingkungan hidup. Pertanian organik merupakan suatu sistem yang hidup dan dinamis yang menjawab tuntutan dan kondisi yang bersifat internal maupun eksternal. Para pelaku pertanian organik didorong meningkatkan efisiensi dan produktifitas, tetapi tidak boleh membahayakan kesehatan dan kesejahteraannya. Pangan organik yang mengandung berbagai nutrisi penting cukup baik untuk mendukung sistem pencernaan, membantu sistem 318
kekebalan tubuh, memenuhi nutrisi yang penting bagi otak, dan detoksifikasi hati. Pangan organik mengandung antioksidan yang cukup banyak memiliki rasa yang lezat, serta aman untuk bayi dan anak-anak. Selain itu, pangan organik secara tidak langsung dapat membantu membersihkan darah, membuang racun yang menumpuk pada sel, membentuk regenerasi sel-sel baru, menjaga keseimbangan asam-basa, dan sebagai suplemen makanan atau vitamin. Berikut tiga kelebihan produk organik: a.
Kandungan zat antioksidan lebih banyak, khususnya kandungan fenol dan asam salisilat.
b.
Kandungan vitamin C dan mineral lebih banyak, khusunya pada sayuran dan buah.
c.
Seratus persen tidak mengandung residu pestisida yang beracun. Kesehatan tubuh sangat tergantung pada makanan yang
dikonsumsi. Dengan mengonsumsi makanan yang sehat, kondisi tubuh akan tetap sehat. Salah satu jenis makanan sehat adalah pangan yang dibudidayakan secara organik. Pangan yang dihasilkan melalui budidaya organik mengandung zat gizi tinggi dengan rasa yang lebih enak. Produksi pangan organik tidak hanya mengacu kepada proses produksinya, tetapi juga proses pengolahan makanan tersebut. Produk pertanian yang dihasilkan dari budidaya organik terbukti tidak mengandung racun. Saat ini masyarakat lebih cenderung memilih bahan-bahan pangan organik (organic food).
Pasalnya adanya
gerakan gaya hidup sehat ”back to nature” mendorong masyarakat untuk selektif memilih makanan yang sehat dan organik. Pertanian berkelanjutan (sustainable agriculture) adalah pemanfaatan sumber daya yang dapat diperbaharui (renewable 319
resources) dan sumberdaya tidak dapat diperbaharui (unrenewable resources) untuk proses produksi pertanian dengan menekan dampak negatif terhadap lingkungan seminimal mungkin. Keberlanjutan yang dimaksud meliputi : penggunaan sumberdaya, kualitas dan kuantitas produksi, serta lingkungannya. Proses produksi pertanian yang berkelanjutan akan lebih mengarah pada penggunaan produk hayati yang ramah terhadap lingkungan dan berbasis sistem pertanian organik. Untuk dapat dikatakan berkelanjutan, suatu sistem pertanian harus memenuhi prinsip dasar yang secara umum merupakan adopsi dari prinsip dasar pembangunan berkelanjutan .Tiga prinsip dasar sistem pertanian berkelanjutan meliputi: 1. Keberlanjutan Ekonomi Keberlanjutan
secara
ekonomi
dimaksudkan
sebagai
pembangunan yang mampu menghasilkan barang dan jasa secara kontinu
untuk
memelihara
keberlanjutan
pemerintahan
dan
menghindari ketidakseimbangan sektoral yang dapat merusak produksi pertanian dan industri. Pertanian berkelanjutan dapat dilakukan melalui peningkatan pengelolaan tanah dan rotasi tanaman dengan tetap menjaga kualitas tanah dan ketersediaan air sehingga peningkatan produksi pertanian dapat terus dipertahankan hingga jangka panjang. 2. Keberlanjutan Ekologi/Lingkungan Sistem yang berkelanjutan secara ekologi/lingkungan merupakan usaha untuk memanfaatkan dan mengelola sumberdaya alam secara bijaksana dengan tidak memberikan dampak negatif terhadap lingkungan dan berlaku adil bagi generasi mendatang 320
(Keraf, 2002:166). Pertanian berkelanjutan dapat dicapai dengan melidungi, mendaur ulang, mengganti dan/atau mempertahankan basis sumberdaya alam seperti tanah, air, dan keanekaragaman hayati yang memberikan sumbangan bagi perlindungan modal alami. 3. Keberlanjutan Sosial Keberlanjutan sosial diartikan sebagai sistem yang mampu mencapai keadilan dan kesetaraan akses terhadap sumberdaya alam dan pelayanan publik baik dalam bidang kesehatan, gender, maupun akuntabilitas politik. Dalam pertanian berkelanjutan, keberlanjutan sosial berkaitan dengan kualitas hidup dan kesejahteraan dari mereka yang terlibat dalam sektor ini. Pertanian berkelanjutan memberikan solusi bagi permasalahan pengangguran karena sistem ini mampu menyerap tenaga kerja lebih banyak bila dibandingkan dengan sistem pertanian konvensional yang lebih mengedepankan penggunaan mesin dan alat-alat berat. Perbedaan antara pertanian konvensional/modern dengan pertanian berkelanjutan: Pertanian Pertanian Berkelanjutan Konvensional/Modern Sangat tergantung pada Sangat tergantung pada kemajuan inovasi teknologi manajemen, pengetehauan serta keterampilan petani Membutuhkan investasi modal Pada umumnya tidak yang besar untuk produksi dan membutuhkan investasi modal pengembangan teknologi yang besar Skala pertanian yang cukup Skala pertanian luas/besar menengah Sistem tanam: monokultur
kecil
Sistem tanam: diversifikasi
321
dan
Penggunaan pupuk dan Meminimalisir penggunaan pestisida kimiawi secara luas pupuk dan pestisida kimiawi, mengalihkannya dengan pupuk dan pestisida alami Biaya yang dikeluarkan untuk Biaya upah tenaga kerja lebih upah tenaga kerja relatif tinggi karena dibutuhkan lebih rendah karena hanya banyak tenaga kerja dibutuhkan sedikit tenaga kerja Ketergantungan yang tinggi pada penggunaan bahan bakar untuk sumber energi pada produksi pertanian, produksi pupuk, pengepakan, transportasi, dan pemasaran
Penggunaan bahan bakar fosil dalam proses produksi relatif lebih rendah karena minim penggunaan mesin pertanian, tidak memproduksi pupuk kimiawi, dan dalam pemasarannya pun lebih menekankan pada pemasaran secara langsung dan bersifat lokal (areal pertanian dekat dengan konsumen sehingga jalur distribusi lebih pendek dibandingkan dengan sistem pertanian konvensional)
PENUTUP Simpulan Pertanian organik berkelanjutan merupakan salah satu teknologi alternatif yang memberikan berbagai hal positif, dapat diterapkan pada usaha tani yang memiliki produk bernilai komersial tinggi dan tidak mengurangi produksi serta tetap menjaga keseimbangan alam. Dikarenakan Seiring dengan pertumbuhan jumlah populasi yang kian pesat, ketersediaan sumberdaya alam pun menjadi terbatas jumlahnya. Air, tanah dan bahan bakar merupakan 322
tiga komponen penting yang menentukan kelangsungan hidup manusia dan makhluk hidup lainnya, karenanya adalah suatu keharusan untuk memanfaatkannya seefisien mungkin. Dan pertanian organik berkelanjutan terbukti memiliki keunggulan baik dari segi ekonomi, sosial, maupun lingkungan. Manfaat sosial, ekonomi, dan lingkungan dari sistem pertanian organik yang berkelanjutan tersebut adalah alasan mengapa cara terbaik untuk mengakomodasi kebutuhan pangan dan mempertahankan kelestarian lingkungan di Desa Moyo Kecamatan Moyo Hilir Kab.Sumbawa baik untuk generasi sekarang maupun generasi yang akan datang.
Saran Diharapkan tulisan ini dapat membangun kesadaran bagi setiap individu akan kepedulian terhadap sistem pertanian organik yang berkelanjutan untuk selalu mengingat ekologi, teknologi dan produksi secara stabil melalui pemberdayaan alam, ternak dan manusia. Serta diperlukan lebih banyak kajian atau penelitian untuk mendapatkan saprotan organik. Usaha tani yang berorientasi pasar global perlu menekankan aspek kualitas, keamanan, kuantitas dan harga bersaing serta ikut andil dalam menjaga kelestarian lingkungan di Desa Moyo Kecamatan Moyo Hilir Kabupaten Sumbawa. DAFTAR RUJUKAN Arsyad, Sitanala (2006) ‘Konservasi Tanah dan Air’, IPB Press, Bogor. Elfin
Efendi.2016.
IMPLEMENTASI
BERKELANJUTAN 323
SISTEM
DALAM
PERTANIAN MENDUKUNG
PRODUKSI PERTANIAN. Jurnal Warta Edisi : 47. ISSN : 1829 – 7463. Fadlina, Inneke Meilia dkk (2013:44). ‘Perencanaan Pembangunan Pertanian Berkelanjutan (Kajian tentang Pengembangan Pertanian
Organik
Development
of
di
Kota
Agrocultural
Batu)’,
Sustainable
(Studies
on
Organic
Agricultural Development in Batu City), J-PAL, Vol. 4: 1. Kasumbogo Untung. 1997, Peranan Pertanian Organik Dalam Pembangunan yang Berwawasan Lingkungan. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian: Jakarta. Keraf, A. S. (2002) ‘Etika lingkungan’, Penerbit Buku Kompas, Jakarta. Theocharopoulos, Athanasios et al. (2012) ‘Sustainable Farming Systems vs Conventional Agriculture: A Socioeconomic Approach’,
Sustainable
Development
-
Education,
Business and Management - Architecture and Building Construction - Agriculture and Food Security, Prof. Chaouki Ghenai (Ed). Sudirja, Rija (2008) ‘Pembangunan Pertanian Berkelanjutan Berbasis Sistem Pertanian Organik’, disampaikan pada acara Penyuluhan Pertanian, KKNM UNPAD Desa Sawit Kec. Darangdan Kab. Purwakarta, 7 Agustus 2008.
324
REVITALISASI BUDIDAYA TANAMAN APEL DI DESA SUMBERGONDO KECAMATAN BUMIAJI KOTA BATU Risky Wahyu Suliswanto Politeknik Pembangunan Pertanian Malang Surel : riskywahyu859@gmal.com ABSTRAK:
Artikel ini bertujuan mendeskripsikan penerapan revitalisasi terhadap pohon apel untuk meningkatkan produkivitas serta kualitas apel yang dibudidayakan para petani. Penerapan revitalisasi ini sebagai upaya menggalakkan kembali pertanian apel di Kota Batu yang mulai mengalami kepunahan. Berawal dari latar belakang tersebut maka upaya ini menjadi cara alternatif bagi para petani unuk tetap bertahan pada budidaya tanaman apel. Revitalisasi ini dimulai dengan pengambilan anakan apel atau yang biasa disebut dengan istilah understump kemudian anakan tersebut ditanam untuk menggantikan pohon apel yang sudah tidak produktif.
Kata-kata
kunci: budidaya, Desa Sumbergondo, Kecamatan Bumiaji, Kota Batu, revitalisasi, tanaman apel Apel merupakan komoditas terpenting yang menjadi salah satu ikon Kota Batu. Komoditas inilah yang tentunya menjadi daya tarik yang mengangkat citra Kota Batu menjadi Kota Pariwisata baik tingkat nasional ataupun tingkat internasional. Kondisi wilyah di Kota Batu yang merupakan daerah pegunungan dan hutan mendukung terciptanya suasana yang sejuk dan indah, hal ini tentu menarik bagi para wisatawan untuk mengunjungi kota ini. Tanaman apel dapat tumbuh secara optimal pada ketingiggian 1000-1200 mpdl artinya tanaman ini lebih cocok pada daerah dataran tinggi, dengan cura hujan 1000-3000mm pertahun serta suhu 20֯ -25֯ C. Tanaman ini memiliki masa panen ± 6 bulan sekali, jadi tanaman 325
ini dapat dipanen 2 kali dalam setahun. Tanaman ini lebih banyak dibudidayakan di kawasan Bumiaji salah satunya di Desa Sumbergondo. Mayoritas pencaharian masyarakat di desa ini yaitu petani terurutama pada komoditas apel. Ada beberapa jenis apel yang dibudidayakan di desa ini yaitu jenis apel manalagi, anna, rome beauty dan wanglin. Namun yang paling banyak dibudidayakan masyarakat yakni apel jenis manalagi yang identik dengan cita rasanya yang manis. Apel jenis ini sangat digemari konsumen selain memiliki citarasa yang khas apel ini mudah untuk dikembangkan. Pada saat ini kondisi pertanian apel sangat memprihatinkan. Hal ini disebabkan oleh beberapa faktor diantaranya; faktor iklim, faktor usia dan faktor hara. Hal tersebut diperparah dengan kurangnya pengetahuan masyarakat akan cara budidaya yang benar, mereka cenderung mengandalkan bahan kimia untuk mengatasi berbagai permasalahan pada budidaya tanaman apel, mereka tidak tahu bahwa pengunaan bahan kimia justru akan merusak tanaman mereka serta akan beakibat pada penurunan hasil produksi. Seiring berjalannya waktu pertanian apel mulai bergeser pada komoditas lain sepeti sayur dan tanaman hias. Kondisi ini tentu menjadi perhatian khusus bagi pemerintah daerah. BUDIDAYA TANAMAN APEL DI DESA SUMBERGONDO Tanaman apel merupakan tanaman buah yang biasa hidup di wilayah subtropis. Namun, pada kenyataannya tanaman ini dapat tumbuh di daerah tropis seperti Indonesia. Akan tetapi tanaman ini hanya dapat tumbuh pada dataran tinggi atau di daerah pegunugan seperti Kota Batu. Klasifikasi tanaman apel: 326
1. Kingdom
: Plantae
2. Sub Kingdom
: Tracheobionta
3. Super Divisi
: Spermatophyta
4. Divisi
: Magnoliophyta
5. Kelas
: Magnoliopsida
6. Sub Kelas
: Rosidae
7. Ordo
: Rosales
8. Famili
:Rosaceae
9. Genus
: Malus Mill.
10. Spesies
: Malus sylvestris Mill.
Tanaman ini memiliki akar tunggang serta memiliki rambut akar yang berfungi meyerap kadungan nurisi,akar ini bersifat kokoh untuk menopang batang yang berkayu. Sealain itu tanaman ini memiliki daun yang berbentuk lonjong dengan tepi daun yang bergerigi. Tanaman ini juga memiliki bunga yang menyerupai tandan, setiap tandan memiliki 7-11 bunga. Bentuk buah tanaman ini bulat dan biasanya bewarna hijau dan merah serta memiliki biji berbebertuk lonjong dan pipih dengan ujung meruncing dan membulat pada bagian pangkalnya. Tanaman ini memiliki masa panen antara 5-6 bulan sekali, atau dapat dipanen 2 kali dalam setahun. Pada kawasan Kota Batu hanya beberapa daerah saja yang cocok untuk budidaya tanaman apel, yakni di kawasan Kecamatan Bumiaji. Pada kawasan ini masih banyak masyarakatnya tetap bertahan pada komoditas apel, salah satunya di Desa Sumbergondo. Desa ini memiliki luas wilayah ±573 Ha, serta memiliki 3 dusun yaitu Dusun Segundu, Dusun Sengonan, dan Dusun Tegalsari (Gandon). 327
Selain itu desa ini memiliki 17 RT dan 3 RW, jarak tempuh dari Bumiaji sekitar 1,5 km atau sekitar 5 menit jarak yang ditempuh mengunakan kendaraan. Mayoritas pencaharian penduduk dari desa ini sebagai petani baik petani sayur, buah, bunga ataupun sebagai peternak. Namun yang menjadi komoditas utama dari desa ini yaitu tanaman apel, mengingat kondisi wilayah Desa Sumbergondo merupakan wilayah pegunungan sehinga tanaman ini dapat tumbuh dengan optimal. Hal ini tentu menjadi suatu potensi dalam sector pariwisata mengingat komoditas apel sudah menjadi ikon Kota Batu. Komoditas apel yang dibudidayakan di Desa Sumbergondo terdapat 3 jenis diantaranya ; apel manalagi, apel rome beauty dan apel anna. 1. Apel Manalagi, Apel ini berwarna hijau kekuningan, memiliki aroma harum dibandingkan jenis apel lainnya. Apel ini memiliki citarasa yang manis serta memiliki daging buah yang agak keras, memiliki daun yang lebar. Apel ini dapat dijadikan beberapa olahan apel seperti dodol, pie, keripik dan lai sebagainya. Selain itu apel ini dapat bertahan selama satu bulan dengan catatan disimpan pada kondisi yang kering . 2. Apel Rome Beauty Apel jenis ini memiliki warna kulit hijau bersembur merah, serta memiliki citarasa yang segar namun sedikit asam. Berbentuk bulat dengan memiliki ujung buah yang sedikit dalam, apel ini memiliki daging buah yang keras . apel ini biasa dijadikan sebagai olahan apel seperti cuka apel, minuman dan lain sebagainya. 3.
Apel Anna 328
Apel ini merupaka salah satu jebis apel yang nenjadi primadona Kota Batu. Apel ini memiliki kulit buah berwarna merah serta memiliki daging buah yang lunak berkulit tipis. Apel jenis ini banyak diburu para wisatawan karena rasa yang khas dari apel ini menjadikan suatu daya tarik tersendiri. Namun, dalam proses budidaya tanaman ini memerlukan ketelatenan dan kesabaran yang tinggi, dikarenakan tanaman ini mudah terserang hama dan penyakit. Menurut pengakuan Bapak Siyato salah seorang petani apel di Desa Sumbergondo “Untuk dapat bertahan di kondisi saat ini memerlukan modal ± 10-15 juta per musim panen dengan hasil 3-5 ton”. Badan Pusat Statistik Kota Batu mencatat pada tahun 2017 jumlah produksi apel sekitar 55 891,50 ton, sedagkan pada tahun 2018 hanya sekitar 54 506 ton.(Badan Pusat Statistik Batu). Hal ini berarti produksi apel mengalami penurunan setiap tahunnya. Penurunan hasil produksi ini dikarenakan alih fungsi lahan menjadi lahan jeruk ataupun sayuran, selain itu usia pohon apel yang semakin tua juga menjadi penyebab penurunan hasil produksi. Rata-rata usia pohon apel berkisar antara 40-50 tahun, kondisi ini sangat memprihatinkan mengingat komoditas ini juga mulai mengalami kepunahan. Maka dari itu, pemerintah kota Batu membuat suatu program revitalisasi sebagai bentuk pelestarian pohon apel. Ketua Disprata mengatakan “Revitalisasi yang kami programkan itu diantaranya adalah melakukan revitalisasi lahan apel, pengendalian organism pengganggu tanaman apel, hingga peremajaan pohon apel. Mengingat saat ini rata-rata pohon apel yang ada usianya sudah diatas 25 tahun”.
329
REVITALISASI POHON APEL Menurut bahasa istiah revitalisasi adalah suatu proses atau salah satu cara yang efektif untuk menghidupkan kembali suatu hal yang sebelumnya terbedaya. Reviatalisasi pohon apel berarti upaya untuk menghidupkan kembali pertanian apel yang pernah mengalami kejayaan
di
masanya.
Upaya
ini
perlu
dilakukan
untuk
mengembalikan kualitas dan produktivitas pohon apel, hal ini dapat menjadi cara alternatif untuk mengembalikan kualitas tanaman apel yang semakin tahun semakin menurun. Pada saat ini pemerintah Kota Batu mulai menyoroti hal ini. Dinas Pertanian mulai menyusun program ini yang tiak lain bertujuan untuk mencegah kepunahan pohon apel di Kota Batu. Kepala Dinas Pertaian mengatakan “Revitalisasi yang kami programkan
diantaranya
melakukan
revitalisasi
lahan
apel,
pengendalian OPT, hingga peremajaan pohon apel. Revitalisasi lahan tersebut mutlak untuk segera dilakukan antara lain dengan getol menggunakan pupuk organik dan mengurangi penggunaan pupuk kimia. Serta disusul dengan mengganti pohon apel yang sudah tua dan tidak produktif lagi”. Salah satu tujuan utama dari program ini yakni mengembalikan pertanian apel yang mulai pudar, untuk mengatasi hal tersebut diperlukan upaya agar tanaman apel tetap ada dan tetap produktif, salah satunya upaya perbanyakan tanaman apel . Perbanyakan tanaman ini dapat dilakukan baik secara generatif dan vegetatif keduanya meiliki kelebihan dan kekurangannya masing-masing. 330
Salah satu kelebihan dari perbanyakan generatif yakni tanaman menjadi lebih kokoh karena memiiki akar yang kuat dan kokoh, namun kekurangan dari teknik ini membutuhkan waktu yang relatif lama serta memiliki sifat yang menyimpang dari induknya. Sedangkan perbanyakan vegetatif lebih cepat dan efisien. Namun hasil perbanyakan dari teknik ini cenderung mudah roboh dan memiliki umur yang relatif sigkat dibandingkan dengan perbanyakan generatif. Oleh sebab itu para petani Sumbergondo lebih memilih perbanyakan secara vegetative yang dianggap paling efektif dan efisien. Teknik perbanyakan vegetatif pada tanaman apel yang baiasa digunakan yakni tekik okulasi dan grafting, kedua perbanyakan ini tentu memerlukan batang bawah / understump. Batang bawah yang dapat dipakai untuk perbanyakan haruslah memiliki peakaran yang kuat, batang kokoh, serta resisten terhadap serangan hama dan penyakit. 1. Perbanyakan Okulasi Okulasi merupakan metode perbanyakan tanaman dengan cara menempelkan mata tunas dari varietas yang unggul pada tanaman apel. Okulasi ini bertujuan menggabungkan sifat yang baik dari masing masing tanaman hingga mendapatkan varietas yang lebih unggul. Perbanyakan pada tanaman apel meliputi persiapan batang bawah, persiapan mata tunas, dan proses penempelan. Batang bawah dapat diperoleh dari beberapa cara yaitu: a.
Anakan Anakan pohon apel merupakan apel liar yang tumbuh di sekitar
pohon dewasa. Anakan yang dipilih harus memiliki perakaran dan 331
batang yang kokoh. Pengambilan anakan dapat dilakukan dengan cara menggali tanah di sekitar tanaman kemudian mencabut anakan tersebut secara perlahan agar tanaman tidak mengalami stress. Setelah anakan di ambil kemudian menanamnya pada polybag ataupun bedengan. b.
Rundukan Rundukan pada pohon apel dapat diperole dengan merundukkan
cabang tanaman samapai menyentuh tanah kemudian ditimbun menggunkan tanah. Setelah rundukan tersebut memiliki akar yang cukup kuat, kemudian cabang hasil rundukan dipotong dan mencabut anakan hasil rundukan dan menanmnya kembali pada polybag ataupun bedengan. c.
Stek Batang bawah pada metode ini dapat diproleh melalui potongan
cabang yang ditanam pada media tanam. Proses ini memerlukan waktu ± 5 bulan setelah tanam. Pada perbanyakan okulasi ada beberapa hal yang harus dilakukan atara lain: 1) Memilih batang bawah dengan diameter ± 1cm 2) Pengambilan mata tunas dapat berasal dari cabang tanaman yang sehat serta berasal dari varietas unggul yang kemudian di potong dengan panjang 2,5-5cm 3) Membuat sayatan menerupai lidah kulit yang terbuka ke atas dengan ukuran yang disesuaikan dengan mata tunas yang akan ditempelkan, kemudian kulit tersebut dungkit dan memotong bagian atas
332
4) Mata tunas yang akan ditempel dimasukkan pada kulit yang terbuka
hinga
menempel
dengan
baik,
kemudian
diikat
menggunakan tali plastik ataupun sebagainya 5) Setelah okulasi berumur 2-3 minggu, ikatan okulasi dapat dibuka, proses ini berhasil jika kondisi mata tunas tetap segar 6) Setelah berumur 4-5 bulan dilakukan pemangkasan pada batang tepat di atas tempelan 2.
Cara Pemindahan Bibit apel Bibit apel yang siap untuk dipindahkan ke kenun yakni setelah
usia minimal 6 bulan sejak proses okulasi. Pemindahan dilakuka dengan menyayat bagian polybag membuang polybag bekas tanaman, usahakan agar akar tanaman tidak kontak atau terputus. Kemudian ditanam pada lubang sedalam ± 30-40 cm yang tetunya sudah diberikan pupuk orgnik, selanjutnya bagian cabang dipotong hingga tanaman setinggi 80-100 cm dari pangkal leher batang serta membuang /meropes daun yang masih ada. Bibit apel akan mulai berbuah jika sudah mencapai umur ± 5 tahun. Proses pembuahan ini diawali dengan muculnya bunga pada tanaman, setelah 2-3 minggu bunga tersebut akan berguguran dan mulai membentuk bakal buah.
PENUTUP Simpulan Revitalisai merupakan upaya pelestarian pohon apel yang dilakukan untuk mencegah kepunahan dari komoditas apel di Kota Batu. Revitalisasi lahan tersebut mutlak untuk segera dilakukan, antara lain dengan getol menggunakan pupuk organik dan
333
mengurangi penggunaan pupuk kimia. Serta disusul dengan mengganti pohon apel yang sudah tua dan tidak produktif lagi. Saran Dalam program ini peran pemerintah ataupun pelaku utama sangat dibutuhkan untuk berkontribusi dalam Pelestarian tanaman apel yang sudah mulai punah keberadaannya. Untuk itu diperlukan upaya perbanyakan apel yang dapat berupa grafting ataupun okulasi, untuk menciptakan bibit apel yang unggul, tahan terhadap serangan hama dan penyakit, serta produktivitas tinggi. Selain itu untuk pertanian apel di Sumbergondo perlu melakukan revitalisasi tanah dengan penggunaan pupuk organik untuk mengembalikan sifat biologis tanah serta memperkaya kandungan unsur hara yang ada di dalam tanah. Hal tersebut perlu dilakukan mengingat kondisi tanah di Desa Sumbergondo mulai menurun. DAFTAR RUJUKAN Buku Apel (Malus sylvestrys Mill). Direktorat Tanaman Buah, Direktorat Jenderal Bina Produksi Hortikultura, Departemen Pertanian. 2004. Definisi revitalisasi. (https://id.wikipedia.org/wiki/Revitalisasi, diakses: 29 jauari 2021). Klasifikasi Tanaman Apel (2019). (https://agrotek.id/klasifikasi-danmorfologi-tanaman-apel/, diakses: 28 januari 2021). Perbanyakan Tanaman Apel. 2019. (http://cybex.pertanian.go.id/mobile/artikel/70727/MEMPER BANYAK-TANAMAN-APEL/, diakses : 30 januari 2021).
334
Profil Desa Sumbergondo. 2016. (http://kimwartamertani.blogspot.com/2016/04/profil-desasumbergondo.html, diakses: 28 Januari 2021). Revitalisasi Tanaman Apel. 2011. (https://kabar24.bisnis.com/read/20111122/78/54065, diakses: 29 januari 2021).
335
PEMBANGUNAN PERTANIAN BERKELANJUTAN DAN MODERN DI DESA TONGGONDOA Ruslan Politeknik Pembangunan Pertanian Malang Surel: ruslanruslaan821@gmail.com ABSTRAK: Artikel ini bertujuan untuk mendeskripsikan pembangunan pertanian untuk menambah produksi pertanian untuk tiap-tiap konsumen, yang sekaligus mempertinggi pendapatan, produktivitas usaha tiap-tiap petani dengan jalan menambah jumlah modal dan skill. Dalam konteks pertanian berkelanjutan pada dasarnya berarti kemampuan untuk tetap produktif sekaligus tetap mempertahankan basis sumberdaya. Atribut modern sebagai wawasan kemajuan pertanian, modern adalah predikat yang menunjuk kepada adanya sikap rasional orientasi pasar, jaringan kelembagaan impersonal, orientasi masa depan dan aplikasi ilmu pengetahuan dan teknologi sebagai piranti untuk melaksanakan pekerjaan dan mencapai tujuan.
Kata-kata
kunci
:
Desa Tonggondoa, pembangunan pertanian berkelanjutan
modern,
Sistem pertanian di berbagai belahan dunia telah mengalami evolusi sepanjang abad sebagai dampak kemajuan teknologi dan meningkatnya pengetahuan manusia. Diawali dengan kegiatan berburu dan mengumpulkan makanan sistem pertanian berkembang menjadi pertanian primitif, pertanian tradisional, hingga ke pertanian modern. Menjelang abad ke 21, di Negara-negara yang sedang berkembang,termasuk Indonesia terjadi suatu perubahan paradigma pembangunan secara
drastis.
Pada masamasa awal
sesudah
memperoleh kemerdekaannya, paradikma di negara – negara tersebut adalah industrialisasi. Namun menjelang abad ke -21 paradigma tersebut tiba-tiba berubah. Perekonomian negara-negara yang sedang 336
berkembang, misalnya Indonesia, Malaysia, Thailand, dan Korea Selatan, yang semula dibanggakan akan dan telah menjadi negaranegara industri baru, dilanda krisis moneter yang dhasyat. Industriindustri yang telah dibangun dengan investasi besar, rendah karena timbulnya krisis ekonomi. Di Indonesia ratusan industri dari berbagai jenis terpaksa menghentikan produksi, karena meningkatnya ongkos produksi yang disebabkan oleh menurunnya mata uang rupiah terhadap mata uang dollar. Akibatnya jutaan buruh industri kehilangan pekerjaan mereka. Hal yang sama juga terjadi pada sektor bangunan dan sektor perbankan. Namun, tidak demikian halnya dengan sektor pertanian, khususnya subsektor perkebunan. Ketahanan sektor pertanian dalam menghadapi krisis menyebabkan terjadinya perubahan pola pikir dari para perencana pembangunan di negaranegara yang sedang berkembang. Jika semula industrialisasi diandalkan sebagai suatu model pembangunan yang akan mampu memecahkan masalah keterbelakangan negara-negara tersebut, pembangunan sektor pertanian kemudian menjadi harapan baru dalam pembangunan di negara dunia ketiga. Pembangunan pertanian atau lebih tepat perkembangan dari kemajuan pertanian pada dasarnya adalah suatu rangkaian panjang dari perubahan atau peningkatan kapasitas, kualitas, profesionalitas, dan produktivitas tenaga kerja pertanian, disertai dengan penataan dan pengembangan lingkungan fisik dan sosialnya, sebagai manifestasi dari akumulasi modal dan kekayaan material serta organisasi dan managemen. Dengan demikian maka pembangunan pertanian dapat dikatakan sebagai upaya untuk meningkatkan kapasitas dan kebudayaan dari masyarakat (khususnya di pedesaan) untuk meningkatkan kapasitas, 337
kualitas, profesionalitas dan produktivitas dirinya, sehingga mereka mampu secara dinamik memanfaatkan peluang dan mengatasi segala bentuk ancaman, tantangan, hambatan dan gangguan yang merupakan kendala bagi mereka untuk meraih kesejahteraan yang diidamkannya. Tulisan ini merupakan gambaran mengenai sejarah perkembangan pertanian
pembangunan
pertanian,
yang
diharapkan
bahwa
pembangunan pertanian dapat berkelanjutan sehingga menuju pertanian yang modern. KONDISI PERTANIAN DI DESA TONGGONDOA Desa Tonggondoa merupakan salah satu yang ada kecamatan Palibelo Kabupaten Bima dengan jumlah penduduk lebih kurang 2.085 jiwa. Desa Tonggondoa terdiri dari 08 RT,4 RW dan 2 dusun yaitu Dusun Dorotoi dan Dusun Panonci. Dilihat dari letak geofrafisnya Desa Tonggondoa memiliki lahan yang cukup subur sehinnga secara ekonomis usaha pertaniannya menguntungkan. Mata pencaharian penduduknya mayoritas petani dan buruh tani dengan lahan pertanian sawah . Lahan sawah mengandalkan pengairan setengah teknis meskipun Desa Tonggondoa ini memiliki pengairan setegah teknis akan tetapi hasil pertanianya masih rendah karena petani belum mengembangkan potensinya secara optimal sehingga produksi dan produtivitas tidak sesuai yang harapkan. Masalah pertanian
disebabkan
oleh
kebijakan
pertanian
yang
lebih
memfokuskan pada peningkatan produksi pertanian dan kurang memperhatikan kualitas hidup para petani. Keberpihakan pada petani sangat kurang dan nilai tambah pertanian justru tidak dinikmati para
338
petani. Alih-alih meningkatkan produksi yang terjadi justru semakin terpuruknya sektor pertanian maupun petani. Pertanian tradisional ditandai sejak manusia mulai menetap dan berladang pada satu lokasi. Sistem pertanian ini merupakan model pertanian yang masih sangat sederhana yang sifatnya ekstensif dan tidak memaksimalkan penggunaan input seperti teknologi, pupuk kimia dan pestisida. Hasil pertanian yang diperoleh sangat tergantung pada kesuburan tanah, ketersediaan air, iklim dan topografi. Karena ketergantungannya yang sangat tinggi terhadap alam, pertanian tradisional bersifat tak menentu sehingga produksinya tidak mampu mengimbangi kebutuhan pangan penduduk yang jumlahnya terus meningkat. Kondisi ini mendorong berkembangnya pertanian dengan sistem pertanian modern. Salah satu andalan petani adalah budidaya padi akan tetapi sistem budidaya masih dilakukan secara tradisional sehingga mempengaruhi hasil produksi dan produktivitas. Melihat dari permasalah di atas maka perlu dilakukan pengembangan pertanian berkelanjutan secara modern. PERTANIAN BERKELANJUTAN YANG MODERN Menurut Effendi Pasandaran dkk (2017), ciri utama pertanian modern dan berkelanjutan adalah implementasi pembangunan pertanian berbasis kekuatan dan kemampuan inovasi sehingga memiliki keunggulan efisiensi dan daya saing sesuai dengan tantangan dan permasalahan yang dihadapi. Implementasi konsep pertanian modern dengan memadukan konsep modernisasi pertanian dapat menjadi alternatif strategi untuk terus mendorong pertumbuhan pertanian. Konsep ini berprinsip pada keseimbangan aspek ekonomi, 339
sosial
dan
ekologi
secara
berkelanjutan.
Upaya
percepatan
implementasi pembangunan pertanian modern dan berkelanjutan memerlukan beragam inovasi tepat guna dan futuristik guna membangun precision agriculture di sepanjang rantai pasok dari hulu hingga hilir. Pembangunan pertanian modern memiliki karakteristik berdaya saing tinggi dan inklusif yang mampu mendorong pertumbuhan ekonomi nasional, berkontribusi bagi perbaikan kesejahteraan petani. Selain itu, mampu mewujudkan keberlanjutan sistem pangan dan pertanian serta memperkuat ketahanan pangan, air dan energi. Pembangunan pertanian Indonesia saat ini dan ke depan diarahkan pada sistem pertanian bioindustri berkelanjutan untuk mewujudkan
kedaulatan
pangan
dan
kesejahteraan
petani.
Implementasi sistem pertanian ini sangat relevan dengan spirit dan upaya mewujudkan pertanian modern berkelanjutan. Diharapkan dapat membangun pertanian modern yang disesuaikan dengan kondisi
agroekosistem,
perkembangan
sosial,
ekonomi
dan
lingkungan hidup. Pembangunan pertanian modern ini membutuhkan dukungan semua pihak terutama dukungan kebijakan dan komitmen politik baik pusat maupun daerah. Aspek teknis juga bisa dikembangkan dengan mengembangkan pertanian yang berkelanjutan. Pertanian berkelanjutan adalah cara pertanian konvensional dengan inovasi pakar maupun petani dalam proses produksi pertanian, seharusnya aman bagi lingkungan dan hemat biaya (Padmowijoto, 2006). Teknologi yang berkembang selama ini bisa diadopsi oleh petani tapi petani melakukannya dengan menerapkan teknologi tepat guna yang mereka kembangkan sendiri.
340
Saat ini mulai berkembang teknologi pertanian organik tapi model pertanian ini masih dianggap berbiaya tinggi. Memang dalam jangka panjang biaya tinggi bisa dipangkas sehingga sama dengan teknologi revolusi hijau tapi waktu normal untuk mencapai hal tersebut adalah 8 musim (Sodikin, 2006). Alternatif yang paling masuk akal adalah memberikan peluang bagi masyarakat petani untuk mengembangkan pertanian berkelanjutan yang ramah lingkungan yaitu menerapkan teknologi secara proporsional dan menerapkan teknik
subtitusi
yang
bisa
menghemat
biaya
di
samping
menghindarkan diri dari kemerosotan tingkat kehidupan petani. Pertanian
berkelanjutan
secara
modern
yang
lagi
dikembangkan sekarang adalah tanam padi secara jajar legowo. Menurut Sembiring (2001), sistem tanam padi jajar legowo merupakan salah satu komponen PPT padi sawah yang apabila dibandingkan dengan dengan sistem tanama lainya, sehingga dapat meningkatan aktivitas fotosintesis yang terdampak pada peningkatan produksi dan produktivitas tanaman. Sistem tanam legowo merupakan cara tanam padi sawah dengan pola beberapa barisan tanaman yang diselingi satu barisan kosong. Tanaman yang seharusnya ditanam pada barisan yang kosong dipindahkan sebagai tanaman sisipan di dalam barisan. Pada awalnya tanam jajar legowo umum diterapkan untuk daerah yang banyak serangan hama dan penyakit. Pada baris kosong, di antara unit legowo, dapat dibuat parit dangkal. Parit dapat berfungsi untuk mengumpulkan keong mas, menekan tingkat keracunan besi pada tanaman padi atau untuk pemeliharaan ikan kecil (muda). Namun, kemudian pola tanam ini berkembang untuk memberikan hasil yang 341
lebih tinggi akibat dari peningkatan populasi dan optimalisasi ruang tumbuh bagi tanaman. Sistem tanam legowo merupakan salah satu bentuk rekayasa teknologi untuk mengoptimalkan produktivitas tanaman padi dengan pengaturan populasi sehingga tanaman mendapatkan ruang tumbuh dan sinar matahari yang optimum (Suriapermana dkk, 2000). Terutama pada musim penghujan dengan intensitas matahari yang rendah. De Datta (1981) dalam Zaini (2009), menyatakan bahwa peningkatan populasi tanaman sangat penting untuk meningkatkan hasil gabah dan efisiensi pemanfaatan pupuk N karena jumlah anakan yang terbentuk pada kondisi tersebut menjadi lebih rendah. Sistem tanam jajar legowo pada arah barisan tanaman terluar memberikan ruang tumbuh yang lebih longgar sekaligus populasi yang lebih tinggi. Dengan sistem tanam ini mampu memberikan sirkulasi udara dan pemanfaatan sinar matahari lebih baik untuk pertanaman. Selain itu, upaya penanggulangan gulma dan pemupukan dapat dilakukan dengan lebih mudah. Namun demikian, penerapan jajar legowo di lapangan masih menunjukkan banyak variasi. Hal ini dimungkinkan akibat dari pemahaman mengenai sistem tanam legowo masih sangat beragam walaupun memiliki kesamaan konsep dasar yang pahami. Oleh karena itu, dibutuhkan buku pedoman penerapan sistem tanam legowo dengan harapan dapat mempermudah penerapan di lapangan dan tidak menyimpang dari konsepnya. Penanaman padi dengan sistem jajar legowo ternyata dapat meningkatkan produktivitas padi. Cara tanam padi jajar legowo merupakan
salah
satu
teknik
penanaman
padi
yang dapat
menghasilkan produksi yang cukup tinggi serta memberikan 342
kemudahan dalam aplikasi pupuk dan pengendalian organisme pengganggu tanaman. Sistem tanam jajar legowo juga merupakan suatu upaya memanipulasi lokasi pertanaman sehingga pertanaman akan memiliki jumlah tanaman pinggir yang lebih banyak dengan adanya barisan kosong. Selain itu, sistem tanam jajar legowo juga meningkatkan jumlah populasi tanaman dengan pengaturan jarak tanam. Dalam mewujudkan pertanian modern yang kompetitif disamping keperluan akan orientasi
yang mengarah kepada
perekonomian pasar, efisiensi, produktifitas, kualitas sumberdaya manusia dan penguasan iptek. Tidak kalah pentingnya adalah mengusahakan terciptanya institusi atau kelembagaan yang mampu merekomendasikan iklim perekonomian yang lebih kondusif. Dengan skenario yang demikian itu setiap individu diharapkan mampu berpartisipasi dalam berbagai bidang pembangunan, khususnya yang terkait dengan pertanian dengan efisiensi dan produktivitas yang tinggi. Industrialisasi merupakan jalan menuju kesana. Industrialisasi yang dimaksud bukanlah dalam pengertian fisik semata seperti berdirinya pabrik-pabrik, tetapi lebih bersifat perubahan kebudayaan sebagaimana budaya yang hidup di negara industri, karena dasar dari industri adalah rekayasa dan pemanfaatan iptek untuk meningkatkan nilai tambah setinggi mungkin. Dengan rekayasa dan penerapan teknologi secara tepat baik masukan, proses maupun pengendalian kualitasnya, akan diperoleh produk-produk yang bukan hanya memenuhi pasar yang ada saja, tetapi juga membentuk pasar atau permintaan baru. Adaptasi teknologi yang berkembang dari pengalaman
memproduksi
dan 343
pemantauan
keinginan
selera
konsumen, membuat produk-produk industri menjadi fleksibel dan mudah disesuaikan. Produk-produk industri menjadi fleksibel dan mudah disesuaikan. Produk-produk sudah semakin terspesialisasi dan metoda produksi tidak terikat lagi pada produksi masal yang harus menghasikan barang yang seragam. Dalam proses itulah industri memperoleh nilai tambah. Makin tepat hasilnya memenuhi keinginan konsumen, makin tinggi nilainya. Kearah itulah usaha pertanian perlu dikembang. Pertanian berkelanjutan adalah pengelolaan sumberdaya yang berhasil untuk usaha pertanian guna membantu kebutuhan manusia yang berubah sekaligus mempertahankan atau meningkatkan kualitas lingkungan dan melestarikan sumber daya alam. PENUTUP Simpulan Pembangunan pertanian berkelanjutan secara modern yaitu perkembangan dari kemajuan pertanian pada dasarnya adalah suatu rangkaian panjang dari perubahan atau peningkatan kapasitas, kualitas, profesionalitas, dan produktivitas tenaga kerja pertanian, disertai dengan penataan dan pengembangan lingkungan fisik dan sosialnya, sebagai manifestasi dari akumulasi modal dan kekayaan material serta organisasi dan managemen. Dengan demikian maka pembangunan pertanian dapat dikatakan sebagai upaya untuk meningkatkan kapasitas dan kebudayaan dari masyarakat (khususnya di pedesaan) untuk meningkatkan kapasitas, kualitas, profesionalitas dan produktivitas dirinya, sehingga mereka mampu secara dinamik memanfaatkan peluang dan mengatasi segala bentuk ancaman,
344
tantangan, hambatan dan gangguan yang merupakan kendala bagi mereka untuk meraih kesejahteraan yang diidamkannya. Saran Diharapkan tulisan ini dapat memberikan alternatif bagi masyarakat tani demi meningkatkan produktivitas dalam berusaha tani. Penulis berharap apa yang dituliskan diatas dapat dijadikan pedoman atau acuan bagi masyarakat tani untuk meningkatkan hasil produktivitas dalam berusaha tani.Tentu saja masyarakat tani perlu adaptasi dengan teknologi baru yang dikembangkan.
DAFTAR RUJUKAN Amir Sodikin. 2006. Perlawanan Bisu Kaum Tani Tertindas, Fokus Kompas, 25 Nov 2006. Effendi Pasandaran, dkk. 201. Menuju Pembangunan Pertanian Modern dan Berkelanjutan. Jakarta. Sembiring H. 200. Komoditas Unggulan Pertanian Provinsi Sumatera Utara. Badan Pengkajian Teknologi Pertanian. Sumatera Utara.58 p. Soemitro Padmowijoto. 2006. Pertanian Berkelanjutan Seharusnya Hemat, Kompas.com, update 23 November 2006. Suriapermana S, dkk. 2000. Teknologi budidaya padi dengan cara tanam legowo pada lahan sawah irigasi.
345
ZainiZ. 2009. Memacu peningkatan produktivitas Padi sawah melalui inovasi teknologi Budi daya pesifik lokasi dalam erarevolusi hijau lestari. Pengembangan Inovasi Pertanian. 2(1): p 3547.
346
BUDIDAYA SAYURAN PADA LAHAN PEKARANGAN DENGAN TEKNIK VERTIKULTUR UNTUK MENINGKATKAN KETAHANAN PANGAN DI KECAMATAN TRENGGALEK Selina Meilinda Sujito Politeknik Pembangunan Pertanian Malang Surel : selinameilinda20@gmail.com ABSTRAK : Artikel ini bertujuan untuk menjelaskan tata cara budidaya sayuran pada lahan pekarangan dengan teknik vertikultur. Bertambahnya jumlah penduduk merupakan tantangan bagi ketersediaan pangan. Salah satu hal yang dapat dilakukan dalam meningkatkan kecukupan, ketahanan, dan kemandirian pangan tersebut adalah melalui pemanfaatan lahan pekarangan. Di perkotaan, kendala yang dihadapi dalam upaya pemanfaatan lahan pekarangan adalah keterbatasan luas lahan dan memiliki lahan terbuka yang sempit dan halamannya didominasi oleh paving blok atau lantai semen. Lantai semen atau paving block menjadikan halaman bersih dan tidak menggenang pada musim penghujan, namun demikian keberadaannya juga dapat menimbulkan masalah lingkungan. Salah satu teknik budidaya yang dapat diterapkan pada lahan terbatas adalah budidaya sayuran dengan teknik vertikultur.
Kata-kata kunci: budidaya, Kecamatan Trenggalek, ketahanan pangan, lahan pekarangan, sayuran, vertikultur
Pangan merupakan kebutuhan dasar yang sangat penting bagi manusia. Pemenuhan kebutuhan atas pangan diamanatkan pada UU Nomor 7 Tahun 1996 yang menyatakan bahwa ketahanan pangan merupakan kondisi terpenuhinya pangan bagi setiap rumah tangga, yang tercermin dari tersedianya pangan yang cukup baik pada jumlah mutu, aman, merata, dan terjangkau. Proses produksi, penyediaan, 347
perdagangan serta berperan sebagai konsumen berdasarkan amanat undang undang diselenggarakan oleh masyarakat, sedangkan pemerintah menyelenggarakan pengaturan, pembinaan, pengendalian dan pengawasan. Santosa PB (2013), menyatakan bahwa tantangan untuk menciptakan ketahanan pangan yang mengarah kepada kedaulatan pangan pada masa-masa mendatang akan terasa berat, kalau pangan di Indonesia tidak ditangani secara serius. Penurunan luas lahan pertanian produktif dan alih fungsi lahan pertanian ke non pertanian menyebabkan persoalan serius bagi Indonesia dalam penyediaan lahan. Meskipun Bank Dunia pada tahun 2012, menyatakan bahwa Indonesia merupakan negara yang secara umum tidak bermasalah dengan ketahanan pangan, akan tetapi tetap harus waspada dalam penyediaan pangan kedepan. Secara umum kondisi ketahanan pangan dapat dicapai melalui empat komponen, diantaranya kecukupan ketersediaan pangan, stabilitas ketersediaan pangan tanpa fluktuasi, aksesibilitas atau keterjangkauan terhadap pangan, dan kualitas atau keamanan pangan. Pekarangan rumah di komplek perumahan perkotaan umumnya memiliki lahan terbuka yang sempit dan halamannya didominasi oleh paving block atau lantai semen. Lantai semen atau paving block menjadikan halaman bersih dan tidak menggenang pada musim penghujan namun demikian keberadaannya juga dapat menimbulkan masalah lingkungan diantaranya adalah mengurangi resapan air hujan ke dalam tanah, permukaan lantai semen yang berwarna cerah dapat memantulkan radiasi matahari sehingga menimbulkan peningkatan suhu udara di sekitarnya. Desa Tamanan, Kecamatan Trenggalek, 348
Kabupaten Trenggalek pekerjaan warganya beragam seperti: pegawai negeri, wiraswasta dan ibu rumah tangga. Sasaran kegiatan adalah ibu rumah tangga di RT tersebut. Sumberdaya manusia, khususnya ibu rumah tangga di RT tersebut memiliki tingkat pendidikan dan pekerjaan yang sangat bervariasi, sehingga kemampuan mereka dalam hal budidaya tanaman sangat beragam dan masih minim. Kondisi pekarangan pada umumnya memiliki sedikit vegetasi. Sedikitnya vegetasi, buruknya resapan air ke dalam tanah, dan rapatnya jarak antar rumah menciptakan sirkulasi udara kurang baik disekitarnya, suasana gersang, dan meningkatnya suhu udara yang menyebabkan masalah lingkungan seperti banjir pada saat hujan dan panas ketika cuaca cerah. Salah satu upaya kreatif, inovatif dan ramah lingkungan untuk mengatasi masalah lingkungan di komplek perumahan tersebut adalah budidaya tanaman sayuran dengan teknik vertikultur dengan memanfaatkan pekarangan di sekitar rumah. Kebutuhan sayuran semakin meningkat khususnya di daerah perkotaan. Upaya dalam mendukung program ketahanan pangan dan gizi dengan budidaya sayuran di sekitar pekarangan terbentur dengan lahan pekarangan yang semakin sempit, terutama di perkotaan. Salah satu alternatif untuk menyiasati terbatasnya lahan budidaya adalah dengan menggunakan teknologi hidroponik. Menurut Lonardy MV(2006), penggunaan sistem hidroponik tidak mengenal musim dan tidak memerlukan lahan yang luas dibandingkan dengan kultur tanah untuk menghasilkan produktivitas yang sama. Menurut Maya, R (2012), sistem pertanian vertikultur adalah sistem budidaya pertanian yang dilakukan secara vertikal atau bertingkat. Kelebihan dari sistem pertanian vertikultur adalah 349
efisiensi penggunaan lahan karena yang ditanam jumlahnya lebih banyak dibandingkan pemakaian pupuk dan pestisida, kemungkinan tumbuhnya rumput dan gulma lebih kecil, dapat dipindahkan dengan mudah karena tanaman diletakkan dalam wadah tertentu, dan mempermudah monitoring / pemeliharaan tanaman. Salah satu produk yang memiliki nilai ekonomis tinggi adalah sayuran. Melihat dari semakin sempitnya lahan dan meningkatnya kebutuhan pangan dan gizi masyarakat perlu dilakukan penelitian kajian sistem hidroponik dan vertikultur dengan memanfaatkan pekarangan di sekitar rumah. KETAHANAN PANGAN DI KECAMATAN TRENGGALEK Ketahanan pangan merupakan isu global. Bertambahnya jumlah penduduk memiliki konsekuensi terhadap peningkatan kebutuhan pangan. Thomas Malthus pada tahun 1798, mengatakan penduduk bertambah seperti deret ukur sedangkan laju pertumbuhan penduduk seperti deret hitung, artinya jumlah penduduk meningkat jauh lebih cepat dibandingkan pertumbuhan ketersediaan pangan. Pentingnya pangan sebagai kebutuhan paling mendasar bagi setiap manusia menjadikan pemenuhan kebutuhan pangan merupakan prioritas utama dalam
pembangunan.
ketersediaan,
distribusi
Ketahanan dan
pangan
konsumsi.
mencakup
faktor
Ketersediaan
berarti
tercukupinya pasokan pangan untuk memenuhi kebutuhan penduduk. Faktor distribusi adalah mewujudkan sistem distribusi yang efektif dan efisien untuk menjamin masyarakat agar dapat memperoleh pangan dalam jumlah, kualitas dan dengan harga yang terjangkau. Sedangkan konsumsi berrati mengarahkan pola pemanfaatan pangan 350
agar memenuhi kaidah mutu, keragaman, kandungan gizi dan kehalalannya (Prabowo, R 2010). Upaya pemenuhan kebutuhan pangan mendapatkan banyak tantangan dan rintangan akibat perubahan kondisi lingkungan, seperti perubahan iklim, alih fungsi lahan, dan semakin semakin banyaknya kasus serangan hama dan penyakit tanaman yang menyebabkan terjadinya
penurunan
hasil
panen.
Oleh
karena
itu,
perlu
dikembangan strategi baru dalam mengoptimalkan pemanfaatan lahan untuk meningkatkan kecukupan, ketahanan, dan kemandirian pangan masyarakat. Salah satu hal yang dapat dilakukan dalam meningkatkan kecukupan, ketahanan, dan kemandirian pangan tersebut adalah melalui pemanfaatan lahan pekarangan. Pekarangan dinilai memiliki fungsi dan manfaat yang penting bagi setiap rumah tangga sehingga Kementerian Pertanian pada tahun 2011 mengembangkan Program Kawasan Rumah Pangan Lestari (KRPL). KRPL adalah sebuah konsep pengelolaan lahan pekarangan dengan menerapkan prinsip ketahanan dan kemandirian pangan keluarga, diversifikasi pangan berbasis sumberdaya lokal konservasi tanaman dan peningkatan kesejahteraan keluarga (Andrianyta & Mardiharini, 2015). Lahan pekarangan memiliki potensi apabila dikelola secara optimal dan terencana. Lahan pekarangan dapat memberikan manfaat dalam menunjang kebutuhan gizi keluarga sekaligus untuk keindahan (estetika) (Rauf, Rahmawaty, & Budiati, 2013). Keterbatasan lahan pertanian di daerah perkotaan disebabkan pesatnya pembangunan yang berakibat peruntukkan lahan menjadi berkurang. Lebih lanjut Suryani, et al (2017), menyatakan bahwa budidaya sayuran di perkotaan memiliki peran penting dalam menjamin pasokan pangan 351
berkesinambungan untuk penduduk kota. Jenis tanaman 90 budidaya sayuran dengan teknik vertikultur untuk meningkatkan ketahanan pangan rumah tangga di perkotaan yang dapat ditanam di lahan pekarangan diantaranya adaalah tanaman sayur-sayuran, buahbuahan, obat-obatan, tanaman hias dan sebagainya. Selain dapat digunakan untuk konsumsi sehari-hari, hasil panen dari lahan pekarangan juga dapat dijual untuk sebagai usaha sampingan anggota keluarga (Dwiratna, et al, 2016). Di perkotaan, kendala yang dihadapi dalam upaya pemanfaatan lahan pekarangan adalah keterbatasan luas lahan. Dengan semakin mahalnya harga lahan di perkotaan, kepemilikan lahan pekarangan menjadi sangat terbatas. Begitu pula fenomena di Desa Tamanan Kecamatan Trenggalek Kabupaten Trenggalek, dengan luas wilayah sekitar 200,5 Ha, hampir 80% dari luasan tersebut digunakan sebagai pemukiman penduduk. Satu rumah tangga rata-rata hanya memiliki lahan pekarangan kurang dari 10 m2. Salah satu teknik budidaya yang dapat diterapkan pada lahan terbatas adalah budidaya sayuran dengan teknik vertikultur. Vertikultur merupakan teknik bercocok tanam diruang/lahan sempit dengan memanfaatkan bidang vertikal sebagai tempat bercocok tanam yang dilakukan secara bertingkat. Upaya menghidupkan kembali lahan pekarangan sebagai sumber gizi keluarga di Desa Tamanan Kecamatan Trenggalek Kabupaten Trenggalek ditempuh melalui pemberdayaan masyarakat dalam meningkatkan kemandirian dan kapasitas masyarakat untuk berperan aktif dalam mewujudkan ketersediaan, distribusi dan konsumsi pangan dari waktu kewaktu. Untuk itu penting untuk dilakukan pelatihan partisipatif budidaya tanaman sayuran dengan teknik vertikultur untuk meningkatkan 352
ketahanan pangan keluarga sebagai salah satu upaya untuk memberdayakan
masyarakat,
baik
komunitas
maupun
secara
kelembagaan. Tujuan yang diharapkan dari kegiatan ini adalah ibuibu rumah tangga yang tergabung dalam kelompok PKK dapat memiliki pengetahuan dan keterampilan dalam membudidayakan tanaman sayuran dengan teknik vertikultur, sehingga mereka dapat mempraktekannya di rumah masing-masing dan juga menularkan pengetahuan dan keterampilan yang mereka miliki kepada warga di sekitar tempat tinggal mereka. Hasil kegiatan ini diharapkan dapat menambah pengetahuan dan keterampilan mitra yang diperlukan untuk menangani berbagai permasalahan yang terjadi di lapangan dalam rangka mendukung peningkatan keterampilan budidaya tanaman sayuran dengan teknik vertikultur. BUDIDAYA SAYURAN DENGAN TEKNIK VERTIKULTUR Teknik budidaya vertikultur merupakan teknik budidaya tanaman dimana cara bertanamnya dilakukan dengan menempatkan media tanam di dalam pot/pralon yang disusun secara horizontal maupun vertikal / bertingkat pada lahan yang terbatas atau halaman rumah. atau dapat dikatakan bahwa vertikultur merupakan upaya pemanfaatan ruang ke arah vertical. Kelebihan sistem pertanian hidroponik vertikultur adalah: 1. Efisiensi penggunaan lahan 2. Penghematan pemakaian pupuk dan pestisida 3. Kemungkinan tumbuhnya rumput dan gulma lebih kecil 4. Dapat dipindahkan dengan mudah karena tanaman diletakkan dalam wadah tertentu 353
5. Mempermudah pemeliharaan tanaman Teknik vertikultur merupakan salah satu teknik budidaya tanaman yang cocok untuk lahan sempit seperti pekarangan perumahan, khususnya di perkotaan. Tanaman yang dapat ditanam dengan teknik vertikultur diusahakan untuk menanam tanaman yang memiliki nilai ekonomis tinggi, berumur pendek, atau tanaman semusim, seperti selada, kangkung, bayam, pokcoy, caisim, tomat, pare, kacang panjang, mentimun, ataupun bunga-bungaan seperti petunia. Pemanfaatan pekarangan rumah untuk tanaman pangan juga dapat dijadikan sebagai bagian dari gaya hidup (life Style) dalam memenuhi kebutuhan pangan rumah tangga, dengan sikap seperti ini maka kemandirian pangan dalam skala rumah tangga dapat dicapai (Noorsya
dan
Kustiwan,
2012).
Dalam
pemanfaatan
lahan
pekarangan ini yang perlu diperhatikan diantaranya adalah luas lahan pekarangan, pengembangan komoditas dan teknologi pertanian ramah lingkungan serta penyuluhan (Sampellilling, Sitorus, Nurisyah, dan Pramudya, 2012). Tanaman dapat tumbuh baik dimana perakaran cukup udara, air, unsur hara, dekomposisi akar yang mati terjadi secara aerob berjalan lancar, pembuangan C02 hasil pernafasan akar dan bakteri berlangsung baik. Suhu lingkungan terjaga dan bebas dari organisme pengganggu tanaman. Langkah – langkah Pengerjaan Budidaya Tanaman secara Vertikultur: 1. Memperhatikan kondisi lahan yang akan digunakan untuk budidaya tanaman (luas lahan)
354
2. Penyiapan wadah media tanam sesuai dengan kondisi yang ada (dapat berupa bambu, pipa paralon/PVC, talang air, pot plastic, kaleng bekas, polybag, plastik kresek, dll) 3. Pembuatan bangunan vertikultur 4. Penyiapan media tumbuh tanaman (pupuk organik dan tanah) 5. Pemilihan jenis tanaman yang akan dibudidayakan, tergantung kepada besar tajuk tanaman, kebutuhan sinar matahari, dan wadah yang dipilih sebagai tempat penanaman. Ketiga faktor ini harus diperhitungkan jika dalam satu unit bangunan vertikultur dibudidayakan beberapa jenis tanaman sekaligus. 6. Budidaya tanaman (persemaian, pembibitan, pemeliharaan, panen dan pasca panen) Menurut Hoidn and Gilbert (2007), ada tiga hal penting dalam active learning (AL), yaitu; AL memacu berpikir independent (mandiri), kritis dan kreatif; AL merangsang kolaborasi; AL meningkatkan motivasi, investment dan performansi. Sebagian kecil ibu-ibu RT 05 yang telah mengenal teknik vertikultur sebelum kegiatan dimulai, dan bahkan mereka ada yang belum mengenal betul tentang vertikultur. Hasil evaluasi setelah kegiatan pengabdian diketahui bahwa semua ibu-ibu RT 05 mengetahui tentang teknik budidaya dengan vertikultur. Penggunaan gambar dan peragaan dalam kegiatan penyuluhan mendorong Ibu-Ibu memahami materi budidaya tanaman dengan teknik vertikultur secara baik. Hasil evaluasi juga menunjukkan bahwa ibu-ibu di RT 05 mulai mengetahui bahwa tanaman memerlukan pemeliharaan agar supaya tumbuh subur dan berkualitas baik serta memiliki nilai gizi tinggi. Kemudahan memahami pentingnya perawatan tanaman dalam 355
budidaya tanaman dengan teknik vertikultur, didukung oleh pengalaman ibu-ibu yang sebagian besar telah melakukan budidaya tanaman, terutama tanaman hias meskipun dengan menggunakan pot biasa. Pengetahuan itu diikuti oleh kesadaran mereka tentang perlunya unsur hara dalam budidaya tanaman dengan teknik vertikultur. Keterampilan ibu-ibu juga dibangun dalam kegiatan pengabdian yaitu dengan melibatkan secara aktif mereka dalam melaksanakan budidaya sayuran dengan teknik vertikultur yang dapat menggunakan bahan kaleng bekas cat dan botol bekas. Budidaya daya sayuran dengan vertikultur menggunakan kaleng bekas cat juga dilakukan dengan melibatkan mereka secara aktif. Keterbatasan budidaya tanaman sayuran di komplek perumahan perkotaan adalah lahan yang sempit dan “semenisasi” halaman atau pekarangan rumah, untuk itu penanaman sayuran menggunakan pot atau poly bag dengan teknik vertikultur merupakan salah satu pilihan warganya. Media tanam dengan teknik vertikultur perlu dibuat sesubur mungkin untuk mendukung pertumbuhan dan perkembangan tanaman sejak pembibitan hingga panen, salah satunya dengan aplikasi bahan atau pupuk organik dan anorganik. Penggunaan bahan berupa pupuk organik berguna untuk meningkatkan ketersediaan makro dan mikro nutrisi bagi tanaman, hal ini sangat baik apabila digunakan dalam budidaya tanaman di dalam pot. Pertumbuhan tanaman dalam pot dengan vertikultur terbatas karena nutrisi di medium tanam terbatas, dengan tambahan bahan organik sebagai sumber unsur hara ke dalam media tanam maka pertumbuhan dan perkembangan akar menjadi lebih baik.
356
Kegiatan pelatihan diawali dengan ceramah di kelas mengenai budidaya tanaman sayuran dengan teknik vertikultur. Materi yang diberikan adalah mengenai: 1. Gambaran umum teknik vertikultur 2. Alat dan bahan yang digunakan untuk membuat wadah tanaman dalam teknik vertikultur 3. Persiapan media tanam 4. Pembibitan tanaman sayuran 5. Pemeliharaan tanaman sayuran dalam teknik vertikultur Setelah kegiatan ceramah di kelas, pelatihan dilanjutkan dengan kegiatan
praktek
budidaya
tanaman
sayuran
dengan
teknik
vertikultur. Dalam kegiatan ini peserta diajak untuk mempraktekan langsung kegiatan: 1. Menyiapkan media tanam yang terdiri dari campuran tanah, pupuk kompos dan arang sekam 2. Menyemai beberapa jenis tanaman sayuran seperti kangkung, bayam, selada dan pakcoy 3. Penyapihan tanaman 4. Pemindahan tanaman sayuran dari tempat persemaian ke dalam wadah Peserta pelatihan partisipatif mengikuti kegiatan pelatihan dari awal sampai akhir dan terlibat aktif dalam praktek budidaya tanaman sayuran dengan sistem vertikultur. Secara umum seluruh peserta dapat mempraktekkan teori yang sudah didapatkan di dalam kelas. Selain pengetahuan dan keterampilan peserta, ketersediaan bahan baku untuk budidaya tanaman sayuran merupakan aspek penting untuk menjamin keberlanjutan kegiatan ini. Dari hasil analisis dan 357
wawancara dengan beberapa orang peserta kegiatan diketahui bahwa bahan baku yang tersedia di lokasi kegiatan ini dilaksanakan cukup melimpah, baik bahan baku maupun sumber daya manusia. Bahan baku tersebut antara lain: 1. Tanah sebagai media tanam. Jenis tanah yang terdapat di lokasi pelatihan memiliki struktur yang merah dan liat. Tanah jenis tersebut sebetulnya kurang baik digunakan sebagai media tanam sayuran, namun hal tersebut dapat diatasi dengan pemberian bahan organik dengan komposisi yang lebih banyak 2. Arang sekam. Meskipun kegiatan ini dilaksanakan di daerah pemukiman yang padat penduduk dan tidak terdapat lokasi persawahan di sekitarnya, namun arang sekam mudah diperoleh di toko atau kios-kios yang menjual berbagai tanaman hias 3. Kompos. Sebelumnya kader PKK di Kelurahan Antapani Kidul sudah pernah mengikuti pelatihan membuat kompos, dan ada pula yang sudah mempraktekkan pembuatan kompos 4. Benih tanaman sayuran, cukup
mudah diperoleh di toko
pertanian setempat. Setelah kegiatan pelatihan dilaksanakan, dilakukan evaluasi untuk mengetahui capaian dari indikator keberhasilan kegiatan ini. Dalam aspek kognitif, indikator keberhasilan diukur berdasarkan jumlah peserta yang memahami tiap-tiap materi yang diberikan. Menanam sayuran dengan teknik vertikultur dapat menambah keindahan di pekarangan rumah. Peserta juga memahami bahwa beragam bahan dapat digunakan sebagai wadah tanam. Wadah tanam untuk vertikultur bisa terbuat dari bambu, paralon dan juga talang air, bahkan dapat memanfaatkan botol plastik bekas minuman untuk 358
dibuat menjadi pot. Untuk persiapan media tanam sebagian besar peserta memahami bahwa media tanam untuk vertikultur sebaiknya tidak terlalu padat, dan media tanam yang digunakan dapat menggunakan campuran antara tanah, pupuk kompos dana arang sekam. Dalam kegiatan pembibitan dan pemeliharaan,sebagian besar peserta juga telah memahami bagaimana cara pembibitan mulai dari benih, kemudian penyapihan dan pemindahan ke wadah tanam. Dalam aspek psikomotorik, kegiatan pelatihan ini juga dinilai cukup berhasil dalam menambah keterampilan peserta. Pada kegiatan praktek budidaya tanaman sayuran, para peserta juga sangat antusias untuk berpartisipasi aktif. Peserta bersama-sama dengan pemateri ikut mempraktekkan
langsung
untuk
menyiapkan
media
tanam,
melakukan pembibitan dalam baki dan juga menyapih tanaman yang sudah berumur kurang lebih 2 minggu, sehingga berdasarkan indikator keberhasilan, peserta dinilai sudah cukup terampil untuk membudidayakan tanaman sayuran dengan teknik vertikultur. Kegiatan pelatihan ini diharapkan dapat memberikan dampak yang positif bagi masyarakat, khususnya dalam pemanfaatan lahan pekarangan. Dengan budidaya tanaman sayuran di pekarangan, setidaknya
dapat
mempermudah
akses
masyarakat
untuk
mengkonsumsi bahan pangan yang sehat. Hasil kajian Andrianyta & Mardiharini (2015) , menyatakan di perkotaan dengan luas lahan yang terbatas mengakibatkan volume panen juga tidak banyak. Oleh karena itu, hasil panen dari lahan pekarangan biasanya hanya untuk konsumsi sendiri dan bagi masyarakat dengan pendapatan tinggi. Pemaanfaatan lahan pekarangan merupakan salah satu upaya untuk mewariskan lingkungan sehat ke generasi selanjutnya. Terkait dengan 359
isu lingkungan, upaya pemanfaatan lahan pekarangan dinilai sebagai upaya mempertahankan keanekaragaman hayati dan memperbaiki kondisi ekologis (Rauf et al., 2013). Kedepannya, apabila hendak dijadikan kegiatan komersil, pemanfaatan lahan pekarangan dapat dikembangkan berdasarkan pendekatan konsep nanosociopreneur, yang berangkat dari hal-hal kecil dan diharapkan berdampak pada manfaat besar dalam ruang lingkup yang lebih luas (Muttaqin & Sari, 2017). Kegiatan budidaya tanaman sayuran di pekarangan dapat dilakukan secara kolaboratif untuk memenuhi kebutuhan warga sehingga dapat menunjang ketahanan pangan nasional. PENUTUP Simpulan Budidaya tanaman sayuran dengan teknik vertikultur dan hidroponik merupakan salah satu solusi praktis dalam mengatasi masalah budidaya di lahan terbatas terutama didaerah perkotaan sehingga dapat meningkatkan ketahanan pangan di Kabupaten Trenggalek. Selain itu, budidaya tersebut juga dapat mengurangi pengeluaran rumah tangga dalam mengkonsumsi sayuran dan bertambahnya keterampilan menanam sayuran dengan sistem vertikultur. Saran Penelitian dalam artikel ini masih jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu, peneliti merekomendasikan adanya penelitian lebih dalam dan lebih lanjut tentang budidaya sayuran dengan teknik vertikultur dan hidroponik agar bisa mengetahui lebih dalam tentang
360
hal tersebut. Peneliti juga mengharapkan saran, kritikan dan masukan dari pembaca demi perbaikan penelitian yang akan datang.
DAFTAR RUJUKAN Andrianyta, H., & Mardiharini, M. 2015. Sosial ekonomi pekarangan berbasis kawasan di perdesaan dan perkotaan tiga provinsi di indonesia. Jurnal Pengkajian Dan Pengembangan Teknologi Pertanian, 18(3), 225–236. Dwiratna, N. P. S., Widyasanti, A., & dan Rahmah, D. M. 2016. Pemanfaatan lahan pekarangan dengan menerapkan konsep kawasan rumah pangan lestari. Dharmakarya: Jurnal Aplikasi Ipteks Untuk Masyarakat, 5(1), 19–22. Hoidn, S. and Gilbert, D. 2007. Handbook of The Center for Teaching and Learning, Stanford University. Lonardy MV. 2006. Respons tanaman tomat (Lycopersicon esculentum mill.) terhadap suplai senyawa nitrogen dari sumber berbeda pada sistem hidroponik. Skripsi. Universitas Tadulako. Maya R. 2012. Budidaya tanaman sayuran secara vertikultur sederhana. Bangka Belitung. Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Kepulauan Bangka Belitung. Muttaqin, Z., 1, Sari, dan D. S.,2017. Nanosociopreneur cengek: design thinking bisnis hijau berkelanjutan di desa sayang kecamatan jatinangor. Dharmakarya: Jurnal Aplikasi Ipteks Untuk Masyarakat, 6(3), 254–257. 361
Noorsya, A. O., & Iwan Kustiwan. (2012). Potensi Pengembangan Pertanian Perkotaan untuk Mewujudkan Kawasan Perkotaan Bandung yang Berkelanjutan. Bandung. Prabowo, R. 2010. Kebijakan pemerintah dalam mewujudkan ketahanan pangan di Indonesia Mediagro, 6(2), 62–73. Rauf, A., Rahmawaty, & Budiati, D. 2013. Sistem pertanian terpadu di
lahan
pekarangan
mendukung
ketahanan
pangan
berkelanjutan dan berwawasan lingkungan. Jurnal Online Pertanian Tropik Pasca Sarjana FP USU, 1(1), 1–8. Saito K, Furue K, Kametani H, Ikeda M. 2013. Roots of hydroponically grown tea (Camellia sinensis) plants as a source of a unique amino acid, theanine. American J Exp Agric 4(2): 125-129. Sampellilling, S., Sitorus, S. R. P., Nurisyah, S., & Pramudya, B. (2012). Pengembangan Pertanian Kota Berkelanjutan Studi Kasus di DKI Jakarta. J. Analisis Kebijakan Pertanian, 10(3), 257–267. Santosa PB. 2013. Tantangan Masalah Pangan. http://www.neraca.co.id/article/32622/ tantangan-masalahpangan-oleh-prof-purbayu-budi-santosa-guru-besar-fakultasekonomika-dan-bisnis-undip. 6/9/2013. Konsepsi SPI tentang Kedaulatan. Savvas D, Passam HC, Olympios C, Nasi E, Moustaka E, Mantzos N, Barouchas P. 2006. Effects of ammonium nitrogen on lettuce 362
grown on pumice in a closed hydroponic system. Hort Sci 41(7): 1667-1673. Suryani, Nurjasmi, R., Sholihah, S. M., & Kusuma, A. V. C. 2017. Pelatihan
pertanian
perkotaan.
Jurnal
Pelayanan
Pengabdian Masyarakat, 1(1), 69–81. Undang-Undang Nomor 7 tahun 1996, Tentang Pangan.
363
Dan
PENINGKATAN PRODUKTIVITAS LAHAN BASAH DENGAN SISTEM MINA PADI DI KABUPATEN TRENGGALEK Siti Nurdiana Politeknik Pembangunan Pertanian Malang Surel: sitidiana579@gmail.com ABSTRAK: Artikel ini bertujuan untuk mendeskripsikan penggunaan sistem mina padi pada lahan basah di Kabupaten Trenggalek. Sistem mina padi merupakan salah satu tegnologi tepat guna yang digunakan untuk meningkatkan produktivitas pada lahan basah. Lahan basah yang berupa lahan sawah pada umumnya hanya digunakan untuk budidaya tanaman padi saja sehingga dengan penerapan sistem ini produktivitas pada satu luasan lahan yang sama dapat menghasilkan dua komoditas yang berbeda.
Kata-kata kunci: Kabupaten Trenggalek, lahan basah, peningkatan produktivitas, sistem mina padi
Kabupaten Trenggalek merupakan Kabupaten yang terletak di bagian selatan dari wilayah Provinsi Jawa Timur. Kabupaten Trenggalek memiliki luas wilayah 126.140 Ha yang terbagi menjadi 14 Kecamatan. Wilayah Kabupaten Trenggalek didominasi oleh wilayah yang berupa pegunungan dan perbukitan. Hal itu menjadikan mayoritas penduduknya bekerja disektor pertanian bahkan jumlahnya mencapai 55, 74% dari total penduduk yang bekerja. Pada umumnya petani memiliki lahan pertanian sendiri ataupun menyewa untuk berbudidaya. Menurut FAO (1995), lahan merupakan bagian dari bentangan alam (landscape) yang mencangkup pengertian lingkungan fisik, termasuk iklim, topografi, hidrologi, dan bahkan keadaan vegetasi 364
alami
(natural
vegetation)
yang semuanya
secara potensial
berpengaruh terhadap penggunaan lahan. Lahan pertanian dibagi menjadi dua jenis yaitu pertanian lahan kering dan lahan basah. Pertanian lahan kering biasanya dimanfaatkan untuk budidaya sayuran, tanaman palawija, kacang-kacangan, perkebunan dan lain sebagainya. Sedangkan pertanian lahan basah biasanya berupa persawahan, rawa, lahan gambut daerah payau, dan hutan bakau. Di daerah Kabupaten Trenggalek pada umumnya lahan basah berupa persawahan yang dimanfaatkan petani untuk berbudidaya tanaman padi. Kabupaten Trenggalek merupakan salah satu kabupaten di Jawa Timur yang mayoritas penduduknya bermata pencaharian dibidang pertanian, namun selama ini produktivitas lahan sawah masih belum maksimal. Seiring pertumbuhan penduduk di Kabupaten Trenggalek yang sangat pesat, dapat menyebabkan adanya alih fungsi lahan menjadi pemukiman. Hal itu tentu saja akan mempersempit areal lahan untuk kegiatan pertanian dan perikanan sehingga perlu adanya upaya pengoptimalan
penggunaan lahan tersebut agar tetap mampu
berproduksi secara optimal dan menyediakan pangan bagi penduduk Kabupaten Trenggalek. Namun sampai saat ini mayoritas petani menggunakan lahan persawahan hanya untuk budidaya padi saja sehingga produktivitas lahan tersebut belum cukup maksimal. Untuk meningkatkan
produktivitas
lahan
persawahan
perlu
adanya
alternative pengelolaan lahan menjadi dua fungsi sekaligus pada satu kali musim tanam yaitu untuk kegiatan pertanian dan perikanan. Salah satu teknik yang dapat digunakan yaitu sistem mina padi.
365
Sistem mina padi merupakan perubahan sistem pertanian monokultur kearah diversifikasi pertanian. Sistem mina padi cukup efisien dan efektif diterapkan pada sawah irigasi yang memiliki ketersediaan air yang cukup selama pertumbuhan padi dan ikan. Menurut Kurniasih dkk (2003), keberadaan ikan dalam sistem mina padi diduga mempengaruhi pertumbuhan dan produksi padi. Sistem ini memiliki beberapa keuntungan seperti meningkatkan pendapatan petani, meningkatkan produksi tanaman padi, meningkatkan efisiensi dan produktivitas lahan, pertumbuhan padi dan ikan lebih terkontrol serta memenuhi kebutuhan protein hewani. Menurut Ardiwinata (1987), sistem usaha tani memelihara ikan bersama padi di sawah atau mina padi telah dikembangkan di Indonesia sejak satu abad yang lalu. LAHAN BASAH DI KABUPATEN TRENGGALEK Lahan basah atau wetland merupakan wilayah-wilayah di mana tanahnya jenuh dengan air, baik bersifat permanen (menetap) atau musiman. Wilayah-wilayah itu sebagian atau seluruhnya kadangkadang digenangi oleh lapisan air yang dangkal. Lahan basah memiliki ciri iri dan karaekteristik seperti memiliki kadar air yang tinggi, sebagian atau seluruh wilayahnya digenangi air, Lahannya bersifat cenderung menetap, namun ada beberapa yang merupakan lahan basah musiman, lahan basah memiliki kontur tanah yang lembek dan labil serta merupakan daerah pertanian yang subur dan kandungan airnya tinggi. Lahan basah dibedakan menjadi dua yaitu lahan basah alami dan buatan. Lahan basah alami meliputi rawa-rawa air tawar, hutan 366
bakau (mangrove), rawa gambut, hutan gambut, paya-paya dan tepian sungai. Sedangkan lahan basah buatan meliputi waduk, sawah, saluran irigasi, dan kolam. Di Kabupaten Trenggalek lahan basah mayoritas berupa lahan sawah. Lahan sawah merupakan lahan pertanian yang berpetak-petak dan dibatasi oleh pematang (galengan) dan saluran untuk menahan atau menyalurkan air yang biasanya ditanami padi tanpa memandang dimana diperoleh/status lahan tersebut. Pada tahun 2017 di Kabupaten Trenggalek lahan yang digunakan untuk lahan sawah seluas 12,638 hektar. Para petani umumnya memanfaatkan lahan sawah untuk berbudidaya padi saja, yang biasanya hanya dapat dilakukan satu sampai dua kali tanam per tahunnya sehingga produktivitas lahan tersebut belum cukup maksimal, jika dilihat dari kebutuhan pangan yang semakin meningkat dan lahan pertanian terancam dialih fungsikan karena pertumbuhan penduduk yang tinggi.
PENINGKATAN DENGAN
PRODUKTIVITAS
SISTEM
MINA
PADI
LAHAN DI
BASAH
KABUPATEN
TRENGGALEK Menurut Husein Umar dalam Muhyi Muammam dkk 2003: 9, produktivitas mengandung arti sebagai perbandingan antara hasil yang dicapai (output) dengan keseluruhan sumber daya yang digunakan (input). Sedangkan produktivitas lahan merupakan kemampuan atau daya dukung lahan pertanian dalam memproduksi tanaman. Beberapa upaya yang dapat dilakukan untuk meningkatkan produktivitas pertanian yakni sebagai berikut: 1. Intensifikasi Pertanian 367
Merupakan salah satu usaha untuk meningkatkan hasil pertanian yang dilakukan dengan cara mengoptimalkan lahan pertanian yang telah ada dan dilakukan melalui program Panca Usaha tani yang dilanjutkan dengan program Sapta Usaha Tani. 2.
Ekstensi Pertanian Merupakan usaha meningkatkan produktivitas lahan pertanian
dengan melakukan perluasan lahan pertanian baru. Seperti membuka hutan, semak belukar, hingga sekitar rawa. 3.
Diversifikasi Pertanian Merupakan pengelolaan beragam sumber daya pertanian yang
meliputi pada aktivitas tanaman, penyuburan, serta pergantian dalam berbagai tumbuhan yang menghasilkan. Pada lahan basah yang berupa persawahan di Kabupaten Trenggalek peningkatan produktivitas pertanian dapat dilakukan dengan menerapkan diversifikasi pertanian dengan sistem mina padi. Menurut Damayanti dalam Ali, 2017: 28-38, sistem mina padi adalah usahatani ikan yang dikembangkan di dalam areal persawahan atau dengan kata lain sistem usaha tani mina padi adalah usahatani terpadu yang meningkatkan produktivitas lahan sawah yang menghasilkan padi dan ikan. Sistem mina padi termasuk salah satu teknologi tepat guna yang digunakan untuk mengoptimalkan produktivitas lahan sawah.
Konsep
budidaya
dengan
sistem
mina
padi
ini
mengintegrasikan antara budidaya ikan dan tanaman padi, dimana ikan dapat menyediakan nutrisi bagi padi serta menyediakan pupuk dan memperbaiki struktur tanah melalui hasil metabolisme (feses) dan sisa pakan yang tidak terkonsumsi, sedangkan padi menyediakan oksigen dan tempat berlindung bagi ikan. 368
Menurut Suriapermana, dkk. dalam Dwi Setyorini, dkk 2011, keuntungan yang didapat dari usahatani mina padi berupa peningkatan produksi padi dan ikan, pengurangan penggunaan pestisida, pupuk anorganik, penyiangan dan pengolahan tanah. Sedangkan keunggulan dari sistem mina padi yaitu meningkatkan produksi padi dari 5-6 ton/Ha/panen menjadi 8-10 ton/Ha/panen, efisiensi penggunaan pupuk, bibit padi dan pakan ikan, efisiensi pemanfaatan lahan padi 80%, penambahan pendapatan petani 15-60 juta/Ha, padi bebas pestisida kimia dan menghasilkan produk organik, resiko serangan hama rendah, mempercepat perbaikan lingkungan, pengaturan air irigasi mudah, memperbaiki kesuburan dan tekstur tanah serta meningkatkan pendapatan petani. Menurut Anonim (1985), sistem usaha tani mina padi digolongkan menjadi tiga yakni: 1. Budidaya Ikan Sebagai Penyelang Tanaman Padi Pemeliharaan ikan sebagai penyelang, dilakukan setelah tanah sawah dikerjakan sambil menunggu penanaman
padi.Lamanya
pemeliharaan biasanya 20-30 hari, sampai pada saat benih siap untuk ditanam. Pada sistem ini, biasanya hanya dilakukan untuk pendederan benih ikan (ukuran 1-3 cm) dengantujuan: setelah umur 20-30 hari, hasil dederan berubah menjadi anak ikan yang siap ditebarkan di kolam (ukuran 3-5 cm atau benih glondongan). 2.
Budidaya Ikan Bersama Padi Merupakan pemeliharaan ikan di sawah yang dilakukan
bersama dengan tanaman padi.Lamanya pemeliharaan adalah sejak benih padi ditanam sampai dengan penyiangan pertama, penyiangan
kedua,
atau
sampai 369
tanaman
padi
berbunga
(mulaiterbentuk), bahkan sampai pengeringan. Hasil panenan dapat berupa ikan berukuran 100 gram/ ekor. 3.
Budidaya Ikan Sebagai Pengganti Palawija Pemeliharaan ini dilakukan sebagai pengganti tanaman
palawija dalam pola pergiliran padi palawija
padi.Tujuannya
untuk mengembalikan kesuburan tanah sawah.Pada umumnya, pemeliharaan ikan sebagai palawija, dilakukan setelah dua kali masa tanam padi berturut-turut, atau padi- padi-ikan. Penerapan sistem mina padi meliputi langkah-langkah sebagai berikut: 1. Pemilihan Lokasi Lokasi tempat budidaya menggunakan sistem mina padi harus memperhatikan beberapa kriteria sebagai berikut: a.
Lokasi budidaya harus memiliki sumber dan ketersediaan air yang cukup dan bebas bahan pencemar
b.
Kawasan persawahan irigasi teknis dan non teknis bebas banjir dan bahan pencemar serta sesuai rencana tata ruang dan wilayah
c.
Jenis tanah liat sedikit ber3pasir dan tidak porous
d.
Ketinggian lahan 0-700 mdpl dan kemiringan tanah relatif rendah
e.
Akses jalan mudah dan terjangkau
2.
Persiapan Lahan Persiapan lahan dilakukan dengan membersihkan gulma dan sisa
sisa tanaman serta mengolah tanah secara sempurna sampai kedalaman 15-20 cm hingga perbandingan lumpur dan air 1:1. Pematang sawah dibuat padat dan kokoh agar tidak mudah bocor dan longsor. Ukuran lebar dasar pematang 40-50 cm, lebar atas 30-40 cm dan tinggi 30-40 cm. Gulma yang ada dipematang dibersihkan agar 370
tidak menjadi sarang hama padi maupun ikan. Pematang dilapisi dengan lumpur secara berkala agar bersih dan rapi. Setelah kering lumpul pelapis pematang akan mengeras sehingga gulmaa tidak mudah tumbuh. Caren dibuat sebelum pengolahan tanah dimulai diukur secara baik sehingga kedalamannya sesuai yang dikehendaki karena fungsi caren sebagai media hidup ikan, tempat memberi makan ikan, memudahkan ikan bergerak ke seluruh petakan, memudahkan pemanenan ikan serta sebagai tempat berlindung ikan pada saat pengaplikasian pupuk atau pengendalian hama penyakit. Pada setiap pintu pemasukan dan pengeluaran air pada setiap petakan dipasang kawat dan slat pengatur tinggi permukaan air menggunakan bambu. 3. Pemupukan Pemupukan dilakukan untuk menambah kesuburan tanah serta menumbuhkan plankton plankton sebagai pakan alami ikan. Pemupukan diberikan dua kali yakni: a.
Pemupukan dasar Pemupukan dasar biasa diberikan pada saat awal pengolahan dan
persiapan lahan biasanya menggunakan pupuk kandang/kotoran ayam 1-2 ton/ha sebagai pupuk dasar diberikan setelah pengolahan tanah. Pupuk buatan dapat menggunakan pupuk NPK dengan takaran pupuk P dan K berdasarkan kadar hara unsur P dan K pada tanah. Untuk tanah dengan kandungan P rendah, dapat diberikan pupuk SP 36 sebanyak 125 kg/ha. Jika kandungan unsur P sudah tinggi hanya dibutuhkan pupuk SP 36 sebanyak 50 kg/ha. Pupuk ini diberikan pada saat tanam atau paling lambat 3 minggu setelah tanam. Sedangkan pupuk K hanya diberikan jika unsur hara K pada tanah rendah yang diberikan pada saat 371
tanam bersamaan dengan pemberian pupuk urea dan SP 36 atau paling lambat umurr 40 hari atau menjelang fase primordial. b.
Pemupukan susulan Pemupukan susulan merupakan pemupukan yang dilakukan
setelah tanaman ditanam di lahan bertujuan untuk mensuplai kebutuhan nutrisi selama tanaman tumbuh dan berkembang. Pada sistem mina padi umumnya menggunakan pupuk urea sebanyak 50 kg/ha dan diberikan 2 minggu kemudian setelah pemberian pupuk dasar dengan cara disebar. 4. Syarat Wadah Mina Padi a.
Wadah pembesaran berupa petakan sawah yang mampu menampung air
b.
Wadah dapat dikeringkan dengan sempurna
c.
Pintu air masuk dan keluar terpisah
d.
Dasar caren miring kearah saluran pengeluaran
e.
Luasan petakan sawah minimal 500 m2
f.
Pematang sawah harus kuat untuk menahan air minimal 30 m dari pelataran sawah dengan lebar minimal 50 cm
g.
Lebar caren minimum 1,5 m dengan kedalaman minimum 0,5 cm
h.
Ukuran kobakan minimum 1,5 m x 1,5 m x 0,5 m
5. Pemilihan Benih Ikan Jenis ikan yang dibudidayakan harus memenuhi kriteria benih yaitu ikan memiliki pertumbuhan cepat, disukai konsumen, nilai ekonominya tinggi, tahan terhadap perubahan lingkungan dan diutamakan yang tidak berwarna cerah untuk menghindari serangan hama terutama hama burung. Jenis ikan yang dapat dipelihara dengan sistem mina padi yaitu ikan mas, nila, mujair, lele, karper, ikan tawes dan lain sebagainya. Ikan 372
nila merupakan jenis ikan yang paling baik dipelihara di sawah, karena ikan tersebut dapat hidup di air dangkal dan lebih tanah terhadap matahari. 6. Pemilihan Varietas Benih Padi Varietas benih padi yang cocok untuk sistem mina padi adalah benih yang memiliki karakteristik sebagai berikut: a.
Perakan dalam, agar padi yang ditanam tidak mudah roboh sehingga menghambat pergerakan ikan
b.
Cepat beranak, untuk menghindari keterlambatan pertumbuhan tunas akibat genangan air. Memiliki batang yang kuat dan tidak mudah rebah, untuk menghindari pertumbuhan batang yang lemah akibat serapan air ketanaman yang cukup tinggi
c.
Tahan genangan pada awal pertumbuhan. Memiliki daun yang tegak untuk memperbanyak sinar matahari yang dapat diterima oleh permukaan daun, sehingga proses fotosintesis lebih baik dan pertumbuhan padi akan meningkat
d.
Varietas padi tahan terhadap hama dan penyakit, produksi tinggi serta memiliki rasa yang enak dan disukai oleh masyarakat serta benih varietas unggul (bersertifikat) Berdasarkan kriteria tersebut banyak petani yang memilih varietas
padi Ciherang. Untuk lahan seluas 1 hektar biasanya memerlukan benih 25 kg. Sebelum ditanam di lahan benih padi disemai terlebih dahulu selama 15-21 hari. 7. Model Tanam Padi Model tanam padi yang digunakan untuk berbudidaya dengan sistem mina padi yakni: 373
a. Model tanam jajar legowo dengan perbandingan 2:1, 4:1 dan 6:1. Artinya, setiap dua, empat, dan enam baris padi yang di tanam dipetakan sawah, diberikan satu baris kosong (tanpa ditanami bibit padi) yang bertujuan untuk memberi ruang yang luas untuk ikan dan agar sinar matahari dapat langsung mengenai petakan sawah sehingga dapat meningkatkan produksi padi sebesar 12-22% b. Model tegel yang dilengkapi parit/caren. Perbedaan model ini terletak pada jarak padi 20 cm, sehingga harus dilengkapi caren/parit. Letak caren/parit pada petakan sawah yaitu caren/parit keliling, tengah, diagonal dan ada yang dilengkapi dengan petak pengungisan. Fungsi parit/kemalir untuk melindungi ikan dari kekeringan saat terjadi kebocoran, memudahkan pemanenan ikan, tempat memberi makan ikan dan memudahkan ikan bergerak ke seluruh petakan c. Model dalam kolam merupakan model tanam padi jajar legowo atau tegel yang dilengkapi parit/caren dalam dengan ukuran caren lebar minimal 1 meter dan kedalaman 0,8-1 meter. 8. Penebaran Benih Ikan Benih ikan ditebar pada saat tanaman padi berumur 30 HST (Hari Setelah Tanam) yaitu setelah penyiangan pertama dan pemupukan dasar. Penebaran ikan dilakukan pada waktu pagi atau sore hari dengan tujuan menghindari obat-obatan atau pupuk. Jumlah benih ikan tebar padat dengan ukuran 5-8 cm kurang lebih 1000-2000 ekor/ha. 9. Pengelolaan Air Setelah penebaran benih air diatur dengan ketinggian mengikuti pertumbuhan tanaman. Pada pintu pemasukan dan pengeluaran air diberi saringan atau anyaman bambu untuk mencegah ikan peliharaan 374
keluar dan ikan liar masuk ke petakan sawah. Pada pintu penegluaran air diatur sedemikian rupa untuk menahan air sesuai dengan kebutuhan dan membuang air yang berlebihan saat hujan. Pengelolaan kualitas air untuk produksi ikan konsumsi dengan sistem mina padi harus memperhatikan monitoring parameter kualitas air yang diukur sesuai kebutuhan dan pemantauan kesehatan ikan minimal 10 hari sekali. Data hasil monitoring dicatat dan disimpan secara baik sebagai dasar dalam pengendalian kualitas air, kesehatan dan pertumbuhan ikan. Serta melalukan pengamatan pematang sawah untuk mneghindari kebocoran pada petakan sawah. Di bawah ini merupakan tabel kualitas air untuk budidaya mina padi. No
Parameter
Satuan
Kisaran
1
Suhu
ºC
25 – 31
2
pH
-
5–8
3
DO
Mg/l
>3
4
Amoniak total (TAN)
Mg/l
Maks. 1
10. Pemeliharaan Ikan Pemberian pakan ikan dapat dilakukan 3 hari setelah benih ikan ditebar dengan pakan apung yang mengandung kadar protein 28-32%. Pemberian pakan menggunakan sistem ad libitum yaitu pemberian pakan dihentikan setelah nafsu makan ikan berkurang. Periode pemberian pakan yaitu 2 kali sehari pada waktu pagi dan sore hari. Untuk memelihara kesuburan padi dapat diberikan pupuk kandang setelah ikan berumur 2-3 minggu dengan cara ditebar dan dosis kurang lebih 0, 25 kg/m2. 375
11. Panen Panen paling tepat dilakukan ketika 90% gabah menguning. Panen ikan dilakukan 10 hari sebelum panen padi dengan cara mengeringkan petakan sawah. Pada waktu pemanenan sebaiknya dimasukkan air segar ke dalam petakan sawah dan pemanenan dilakukan pagi atau sore hari. Air dibuang melalui saluran pembuangan di dalam sawah hingga seluruh ikan dapat berkumpul di dalam kobakan dan selanjutnya ditangkap menggunakan serok. Ikan-ikan yang telah ditangkap ditampung di tempat penampungan yang berisi air bersih. 12. Pengemasan Pengemasan dan pengangkutan ikan hasil panen bisa dilakukan dalam keadaan mati maupun hidup. Pengemasan ikan dalam keadaan hidup dilakukan dengan menurunkan suhu agar tingkat metabplisme dan aktivitas ikan menurun. Pengemasan ikan dalam keadaan segar dilakukan dalam wadah dan dicampur dengan es curah. Sebelum dikemas
ikan
perlu
dicuci
dahulu
hingga
bersih.
Penanganan/pengemasan dalam suhu dingin (prinsip rantai dingin) dan bersih dilakukan untuk menjaga mutu ikan tetap segar. Pencucian dimaksudkan untuk membersihkan kotoran dan ender yang dapat mendorong timbulnya sumber penyakit. Setelah pencucian selesai, ikan siap dikemas dalam kantong plastik dan disusun dalam kendaraan transportasi untuk diangkut. PENUTUP Simpulan Sistem mina padi merupakan usaha ikan di sawah yang dilakukan secara bersamaan dengan tanaman padi dalam suatu areal lahan yang sama. Sistem ini merupakan salah satu teknologi tepat guna yang ditujukan untuk meningkatkan produktivitas lahan basah. Dalam satu 376
kali periode tanam, lahan basah dalam satu areal lahan dapat menghasilkan dua komoditas pertanian yang berbeda yaitu padi dan ikan. Menurut Anonim (1985), sistem mina padi digolongkan menjadi tiga yaitu budidaya ikan sebagai penyelang tanaman padi, budidaya ikan bersama padi dan budidaya ikan sebagai pengganti palawija. Sistem mina padi memiliki banyak keuntungan seperti peningkatan produktivitas ikan dan padi dan mengurangi penggunaan pupuk serta pestisida. Saran Diharapkan tulisan ini dapat memberikan alternatif bagi para petani dan masyarakat khususnya di Kabupaten Trenggalek untuk meningkatkan produktivitas lahan basah. Disamping pertumbuhan penduduk di Kabupaten Trenggalek yang tinggi pasti akan ada ancaman terjadinya alih fungsi lahan menjadi pemukiman. Sehingga disarankan kepada petani untuk menerapkan sistem mina ada agar produktivitas lahan meningkat dan kebutuhan pangan di Kabupaten Trenggalek tetap terpenuhi meskipun lahan pertanian semakin sempit.
DAFTAR RUJUKAN Akbar, Ali. 2017. Peran Intensifikasi Padi dalam Menambah Pendapatan Petani Padi Sawah di Gampong Gegarang Kecamatan Jagong Jeget Kabupaten Aceh Tengah. Jurnal S. pertanian 1 (1): 28-38. Anonim. 1985. Petunjuk Budidaya Ikan di Sawah. Proyek Peningkatan Produksi Perikanan Jawa Barat. UPP Budidaya Air Tawar. Ardiwinata, 1987. Usaha Tani Mina Padi. Institut Pertanian Bogor. Bogor.
377
FAO. 1995. Planning for Sustainable Use of Land Resources. Towad a New Approach. FAOLand and Water Bulletin. Rome: FAO. Kurniasih A, dkk. 2003. Pengaruh Sistem Tanam Padi (Oryza sativa L.) dan Populasi Ikan Terhadap Pertumbuhan dan Produksi pada Sistem Mina Padi. Jurnal. Gakuryoku 9. 1:36-42. Muammmam, Muhyi. dkk. Hubungan Motivasi Kerja dengan Produktivitas Kerja Karyawan PT. Yamaha Bintang Motor di Situbondo. (http://repository.unej.ac.id/bitstream/handle/123456789/58762 /Muhyi%20Muammam.pdf?sequence=1&isAllowed=y, diakses: 22 Januari 2021). Setyorini, Dwi. dkk. 2011. Pengkajian Rakitan Teknologi Usahatani Minapadi- Azolla dengan Pemanfaatan Biomasa di Lahan Sawah Irigasi. (https://media.neliti.com/media/publications/139282-nonecaefa1a7.pdf, diakses : 23 Januari 2021).
378
PEMBIBITAN LAMBTORO ATAU PETAI CINA (LEUCAENA LEUCOCEPHALA) UNTUK HIJAUAN PAKAN TERNAK DI NUSA TENGGARA TIMUR Vicensia Fatima Da Conceicao Politeknik Pembangunan Pertanian Malang Email: vincensiadaconceicao162@gmail.com Abstrak: Artikel ini bertujuan menjelaskan bagaimana pembibitan lambtoro atau petai cina di daerah NTT dapat bertumbuh dan berkembang sesuai dengan kaidah-kaidah yang di terapkan dan dari pembibitan lambtoro bisa juga di pahami oleh para petani maupun peternak dalam membudidayakannya. Pembibitan lambtoro sangat penting bagi seorang petani yang menyiapkan hijauan untuk di berikan kepada para peternak sebagai bahan makanan ternak mereka, banyak orang belum mengetahui menfaat dari lambtoro atau petai cina sendiri, di daerah saya desa manusak Kecamatan Kupang Timur Kabupaten Kupang Nusa Tenggara Timur sangat mengandalkan lambtoro untuk dijadikan pakan ternak, dari tanaman lambtoro sendiri juga sangat bermanfaat dalam kesehatan ternak dan daya tahan tubuh ternak baik itu ternak sapi babi kambing dan lainnya. Artikel ini bertujuan menjelaskan bagaimana pembibitan lambtoro atau petai cina di daerah NTT dapat bertumbuh dan berkembang sesuai dengan kaidah-kaidah yang di terapkan dan dari pembibitan lambtoro bisa juga di pahami oleh para petani maupun peternak dalam membudidayakannya.
Kata-kata kunci : di NTT, hijauan pakan ternak, pembibitan lambtoro
Lambtoro atau petai cina adalah tanaman yang berasal dari Amerika Tengah dan hingga saat ini sudah banyak menyebar di wilayah Indonesia. Lambtoro pada dasarnya termasuk tanaman yang mudah beradaptasi, sehingga membudidayakannya termasuk mudah. Pada umumnya tanaman lambtoro akan tumbuh baik di darah dataran rendah sampai dataran menengah. Lambtoro adalah jenis tanaman 379
semak yang memiliki tinggi hingga dapat mencapai 10 meter. Percabangan lambtoro cukup banyak dan kuat. Tanaman lambtoro memiliki daun dengan ukuran kecil-kecil dan bersirip 2. Buah dari tanaman lambtoro adalah petai cina yang sering dijadikan sebagai makanan. Pohon ini sering ditanam dalam jalur-jalur berjarak 3–10 m, di antara larikan-larikan tanaman pokok. Kegunaan lainnya adalah sebagai pagar hidup, sekat api, penahan angin, jalur hijau, rambatan hidup
bagi
tanaman-tanaman
yang
melilit
seperti lada, vanili, markisa dan gadung, serta pohon penaung di perkebunan
kopi
dan kakao. Di
hutan-hutan
tanaman jati yang
dikelola Perhutani , lambtoro kerap ditanam sebagai tanaman sela untuk mengendalikan hanyutan tanah (erosi) dan meningkatkan kesuburan tanah. Perakaran lambtoro memiliki nodul-nodul akar tempat mengikat nitrogen dan banyak menghasilkan daun sebagai sumber organik. Dari bagian-bagian pada lambtoro hampir semua digunakan. Bagian Kayu Lambtoro sangat disukai sebagai penghasil kayu api. Kayu lamtoro memiliki nilai kalori sebesar 19.250 kJ/kg, terbakar dengan lambat serta menghasilkan sedikit asap dan abu. Arang kayu lambtoro berkualitas sangat baik, dengan nilai kalori 48.400 kJ/kg. Kayunya termasuk padat untuk ukuran pohon yang lekas tumbuh (kepadatan 500–600 kg/m³) dan kadar air kayu basah antara 30—50%, bergantung pada umurnya. Lambtoro cukup mudah dikeringkan dengan hasil yang baik, dan mudah dikerjakan. Sayangnya kayu ini jarang yang memiliki ukuran besar; batang bebas cabang umumnya pendek dan banyak mata kayu, karena pohon ini banyak
bercabang-cabang.
Kayu 380
terasnya
berwarna
cokelat
kemerahan atau keemasan, bertekstur sedang, cukup keras dan kuat sebagai kayu perkakas, mebel, tiang atau penutup lantai. Kayu lambtoro tidak tahan terhadap serangan rayap dan agak cepat membusuk apabila digunakan di luar ruangan, akan tetapi mudah menyerap
bahan
pengawet. Sebagai
kayu,
lambtoro
juga
dimanfaatkan sebagai kayu bakar, arang, dan juga pagar. Bagian Daun dan lainnya Daun-daun dan ranting muda lambtoro merupakan pakan ternak dan sumber protein yang baik, khususnya
bagi ruminansia.
Daun-daun
ini
memiliki
tingkat
ketercernaan 60 hingga 70% pada ruminansia, tertinggi di antara jenis-jenis polong-polongan dan hijauan pakan ternak tropis lainnya. Lambtoro yang ditanam cukup rapat dan dikelola dengan baik dapat menghasilkan hijauan dalam jumlah yang tinggi. Namun pertanaman campuran lambtoro (jarak tanam 5–8 m) dengan rumput yang ditanam di antaranya, akan memberikan hasil paling ekonomis
HIJAUAN PAKAN TERNAK DI NTT Ternak sapi dan kambing menghasilkan pertambahan bobot yang baik dengan komposisi hijauan pakan berupa campuran rumput dan 20—30% lambtoro. Meskipun semua ternak menyukai lambtoro, akan tetapi kandungan yang tinggi dari mimosin dapat menyebabkan kerontokan
rambut
seperti kuda dan babi, yang
pada
ternak
non-ruminansia,
biasanya
diberikan
dalam
bentuk
segar. Selain itu, apabila sapi diberi lambtoro selama 6 bulan terusmenerus, maka si sapi yang bersangkutan akan mengalami kehilangan
rambut,
penurunan fertilitas (kesuburan),
gangguan
pada kelenjar tiroid, dan katarak. Mimosin, sejenis asam amino, 381
terkandung pada daun-daun dan biji lambtoro hingga sebesar 4% berat kering. Pada ruminansia, mimosin ini diuraikan di dalam lambungnya oleh sejenis bakteria, Synergistes jonesii. Pemanasan dan pemberian garam besi-belerang pun
dapat
mengurangi toksisitas mimosin. Daun, tunas bunga, dan polong yang muda biasa dilalap oleh ternak. Biji lambtoro memiliki kandungan 909 gizi yang hampir menyamai kedelai. Karbohidrat yang terkandung pada gula reduksi adalah 164,29 mg/g sedang patinya 179,50 mg/g. Protein mencapai 208,56 mg/g. Sedangkan, lemaknya mencapai 80,86 mg/g, masih kalah dengan kadar lemak yang mencapai 141,05 mg/g. Daundaunnya juga kerap digunakan sebagai mulsa dan pupuk hijau. Daundaun lambtoro lekas mengalami dekomposisi. Peternakan merupakan salah satu sektor unggulan di NTT. Tersedianya
areal
padang
penggembalaan
memungkinkan
penggembalaan ternak bebas mendominasi sistem peternakan di NTT. Namun, saat ini daya dukung lahan semakin terbatas, terlebih pada musim kemarau. Untuk memaksimalkan daya dukung lahan di musim kemarau maka BPTP Balitbangtan NTT mengembangkan salah satu varietas lamtoro yang sudah berkembang baik di NTT yaitu varietas taramba. tim Peneliti BPTP Balitbangtan NTT melaksanakan Bimbingan Teknis tentang Budidaya dan Pengembangan Lambtoro Taramba sebagai Pakan Ternak di Wilayah Perbatasan RDTL-RI lokasi di Talikabas, Desa Sadi, Kec. Tasifeto Timur, Kab. Belu, banyak kelompok tani juga yang menggikuti kegiatan ini Kelompok tani-ternak yang menghadiri kegiatan ini mempunyai semangat dan inovasi cerdas, hal ini telah dibuktikan pada tahun 2017 mulai 382
membudidayakan kebun Lambtoro Taramba seluas 11,4 Ha. Setelah acara Bimtek ini pada musim penghujan akan dilakukan perluasan dan pengembangan tanaman lambtoro taramba di lahan seluas 15 Ha. Dalam Bimtek ini Dr. Ir. Sophia Ratnawaty,M.Si menjelaskan keunggulan lambtoro, antara lain: mempunyai kandungan protein yang cukup tinggi (23.7% - 34%), mudah didapat sepanjang tahun, mengandung tannin sehingga dapat mencegah kembung pada ruminansia, mempunyai palatabilitas tinggi, tahan terhadap hama kutu loncat serta tahan pada musim kering yang sangat cocok dikembangkan di wilayah perbatasan RI-RDTL seperti di Kec. Tasifeto Timur. Cara budidaya lambtoro yang perlu diperhatikan ada 3 tahap, yaitu: pembibitan, penanaman, dan panen. Pembibitan lambtoro dapat dipersiapkan dengan anakan yang dikoker (pot seeded) kurang lebih selama 2 bulan. Pada saat anakan sudah mencapai tinggi tanaman 75100 cm, maka dipindahkan di lahan untuk dilakukan penanaman. Sistem pola penanaman dapat dalam bentuk monokultur khusus untuk kebun pakan, dalam bentuk pertanaman lorong, atau tanaman konservasi tanah dan air pada lahan berkelerengan maupun dalam larikan-larikan lebar dengan baris ganda untuk digembalakan ternak secara langsung. Tanaman lambtoro sudah siap dipanen ketika memasuki
musim
dibudidayakan
hujan
untuk
ke
tujuan
dua
setelah
penggembalaan,
penanaman.
Jika
tanaman
perlu
dipangkas setinggi 50 cm atau 1 meter setiap 4 tahun sekali untuk memudahkan bagi jangkauan ternak gembala. Pemberian lambtoro ke ternak dapat diberikan sebagai pakan tunggal 100%, atau dengan kombinasi 60% rumput + 40% lambtoro, atau 60% rumput + 40% 383
lambtoro + sedikit pakan sumber energi seperti jagung, dedak padi atau umbi-umbian sebanyak 0,2% - 0,3% BK dari berat badan ternak. PEMBIBITAN LAMTORO ATAU PETAI CINA Menanam lamtoro menggunakan benih sebaiknya memilih benih yang sudah tua dengan kualitas yang baik. Ciri benih yang baik berwarna cokelat gelap dan memiliki ukuran sedang hingga besar. Berikut dibawah ini cara budidaya tanaman lamtoro yaitu: 1. Merendam Benih Lambtoro Tahap pertama untuk menanam lamtoro yaitu dengan merendam biji menggunakan air bersih selama kurang lebih 6 jam. Sebaiknya air yang digunakan untuk merendam biji ialah air matang. Selanjutnya ambil biji dengan menggunakan saringan dan cuci kembali dengan air bersih. Kemudian biarkan biji mengering dengan sendirinya, Hanya gunakan benih yang tenggelam dalam air saat direndam. 2.
Penyemaian Benih Lambtoro Penyemaian benih lambtoro perlu dilakukan dengan cara
menyiapkan wadah dan memberinya lubang pada bagian bawahnya. Masukan biji lambtoro ke media semai dan ditutup dengan tanah. Kemudian tutup wadah semai dengan plastik dan diletakan ditempat yang teduh. Apabila benih mulai berkecambah maka plastik dapat dibuka dan dipindahkan di tempat yang terang. 3.
Penanaman Bibit Lambtoro Siapkan wadah atau tempat untuk melakukan penanaman lamtoro.
Wadah yang bisa digunakan diantaranya ialah pot besar atau drum. Pastikan wadah yang digunakan untuk penanaman bawahnya harus terdapat lubang dan dimasukan batu keci- kecil pada wadah. Wadah 384
kemudian diberi tanah, pasir, dan sekam dengan perbandingan 2:1:1 dan masukan benih kedalam. Setelah itu letakan pot ditempat yag terang agar memperoleh cahaya matahari secara langsung. 4.
Merawat Tanaman Lambtoro Perawatan tanaman lambtoro perlu dilakukan agar tumbuhan ini
bisa berkembang dan tumbuh dengan baik. Tahap yang dilakukan untuk perawatan yaitu penyiraman setiap pagi dan sore hari. Tahap kedua yaitu pemupukan, dan selanjutnya ialah penyiangan agar tumbuhan terhindar dari gulma. 5.
Panen Lambtoro Tahap terakhir dari budidaya tanaman lambtoro yaitu panen.
Apabila tanaman lambtoro sudah dilakukan perawatan dari awal hingga akhir dan pemeliharaannya dilakukan dengan baik maka proses panen dapat dilakukan dengan baik pula. Perlu diketahui bahwa panen lambtoro bisa dilakukan pada saat tanaman ini berumur sekitar 9 hingga 2 tahun. Manfaat Lambtoro Atau Petai Cina
Tanaman lambtoro memiliki beragam manfaat yang baik untuk kesehatan tubuh. Berikut dibawah ini yang termasuk kegunaan lambtoro yaitu: (1) Mengatasi penyakit cacingan, bengkak, dan radang ginjal, Lambtoro dapat digunakan untuk meredakan penyakit cacingan, bengkak, dan radang ginjal. Cara mengolah lambtoro untuk mengatasi beberapa penyakit diatas yaitu dengan menyiapkan serbuk biji lambtoro yang sudah kering dan air panas.Rebuslah 3 hingga 5 gr serbuk biji lambtoro dengan sedikit air panas sekitar 1 cangkir. Setelah itu minum air lambtoro yang sudah matang maksimal sehari 3 kali. (2) Mencegah diabetes, Kandungan flavonoid pada tanaman 385
memiliki khasiat untuk menurunkan resiko diabetes. Selain itu, lambtoro juga mengandung saponin yang bisa digunakan untuk menurunkan gula darah, lipid darah, dan glukosa darah. Langkah atau cara penggunaan lamtoro sebagai obat alternatif untuk mencegah diabetes ialah menyiapkan bubuk biji lambtoro sebanyak 5 gram.Setelah itu seduh bubuk dengan menggunakan 100 c air panas. Minuman lambtoro dapat diminum secara rutin sebanyak dua kali sehari. (3) Menyehatkan kulit, Tanaman lambtoro memiliki sifat anti bakteri, anti jamur, dan antivirus yang mana hal ini membuat lambtoro bermanfaat untuk kesehatan kulit. Lambtoro juga bisa digunakan untuk mengatasi penyakit kulit yang disebabkan psoriasis. Mengkonsumsi biji lambtoro akan membuat rasa nyeri dan peradangan pada kulit sedikit berkurang. Untuk memperoleh manfaat yang makismal maka usahakan untuk mengkosumsi lambtoro secara rutin.(4) Meluruhkan haid, Tanaman lamtoro sangat berkhasiat untuk wanita yang sedang mengalami masalah menstruasi. Lambtoro juga diketahui dapat meluruhkan haid. Cara mengolahnya yaitu dengan merebus akar lambtoro sekitar satu genggaman. Rebus akar dengan 3 gelas air, dan biarkan rebusan mendidih hingga tersisa satu gelas saja. Kemudian minum air rebusan yang sudah dingin.(5) Detoksifikasi tubuh, tumbuhan lambtoro berguna untuk mendetoksifikasi tubuh dengan cara mengeluarkan racun pada tubuh. Hal ini dikarenakan lambtoro mempunyai kandungan alkaloid yang mampu untuk menetralisir racun tubuh. Selain itu kandungan flavonoid pada lambtoro juga dapat digunakan untuk meningkatkan antivirus dan antibakteri. Hal ini berdampak pada terjaganya fungsi vital seperti ginjal, pencernaan, dan hati. 386
PENUTUP Simpulan Dari pembibitan lambtoro atau petai cina dapat membantu para peternak dan petani. Lambtoro pada dasarnya termasuk tanaman yang mudah beradaptasi, sehingga membudidayakannya termasuk mudah. Pada umumnya tanaman lambtoro akan tumbuh baik di darah dataran rendah sampai dataran menengah, pemanfaatan tanaman lambtoro di NTT juga sangat membantu para masyarakat di bidak peternak, dari pemanfaatan lambtoro juga sangat baik untuk kesehatan ternak yang di mana Pemberian lambtoro ke ternak dapat diberikan sebagai pakan tunggal 100%, atau dengan kombinasi 60% rumput + 40% lamtoro, atau 60% rumput + 40% lamtoro + sedikit pakan sumber energi seperti jagung, dedak padi atau umbi-umbian sebanyak 0,2% - 0,3% BK dari berat badan ternak.
Saran Dalam pembibitan lambtoro para petani maupun peternak harus rutin dalam penyiraman karena lambtoro atau petai cina mudah menyerap air dan itu berarti lambtoro bersifat panas, dan juga dalam pembibitan lambtoro harus memerhatikan hama dan penyakitt yang menyerang supaya dapat megatasi terjadiya gejala-gejala tersebut.
DAFTAR RUJUKAN AGRONET. (2018). Budi Daya Lambtoro untuk Dikonsumsi dan Dijual,(https://www-agronet-coid.cdn.ampproject.org/v/s/www.agronet.co.id/amp/2784-budi387
daya-lamtoro-untuk-dikonsumsi-dan dijual?usqp=mq331AQHKAFQArABIA%3D%3D&amp_js_v =0.1#aoh=16064308176491&csi=1&referrer=https%3A%2 F%2Fwww.google.com&amp_tf=Dari%20%251%24s&amps hare=https%3A%2F%2Fwww.agronet.co.id%2Fdetail%2Fb udi-daya%2Fpertanian%2F2784-Budi-Daya-Lamtoro-untukDikonsumsi-dan-Dijual, diakses: 20 desember 2020). Irvan Yoga pratama. (2020). Tanaman Lamtoro, Klasifikasi, Ciri Morfologi, Manfaat, dan Cara Budidaya. (https://dosenpertanian.com/tanaman-lamtoro/, diakses: 20 Desember 2020). Sarah R. Megumi .(2018). Lamtoro, Petai Berbiji Kecil Pencegah Erosi. (https://www.greeners.co/flora-fauna/lamtoro-petaiberbiji-kecil-pencegah-erosi/, diakses: 21 desember 2020). Rita Azqia Robiatul Adawiah .(2018). Potensi ekstrak daun lambtoro sebagai bioherbisida terhadap pertumbuhan beberapa jenis gulma, (https://core.ac.uk/download/pdf/157583577.pdf.20, diakses: 21 Desember 2020) .
388
BUDIDAYA KOMODITAS LOKAL JAMBU BOL GONDANGMANIS SEBAGAI PELUANG AGROWISATA DI KABUPATEN JOMBANG Wanda Meylia Frasisca Politeknik Pembangunan Pertanian Malang Surel: wandamey05@gmail.com ABSTRAK: Artikel ini bertujuan mendeskripsikan prosedur budidaya komoditas lokal asal Kabupaten Jombang, Jawa Timur, yaitu jambu bol gondangmanis dengan cara yang tepat sebagai wujud kebanggaan dan pelestarian produk pangan lokal. Budidaya ini diharapkan akan membantu pengembanganbiakan jambu bol gondangmanis dengan baik, mulai dari pemilihan bibit, pemilihan media tanam, cara penanaman, dan perawatannya. Dalam budidaya ini juga dapat mengambil peluang bisnis dengan menciptakan agrowisata jambu bol gondangmanis sebagai kawasan agrowisata berdaya usaha desa yang menjanjikan.
Kata-kata kunci: agrowisata, budidaya, jambu bol gondangmanis, Kabupaten Jombang, komoditas lokal
Dalam rangka dalam mewujudkan tujuan dari pembangunan pertanian di Indonesia yang mampu meningkatkan kesejahteraan petani dan kebutuhan pangan dalam negeri yang tercukupi. Pemerintah mengembangkan komoditas yang diunggulkan pada tiaptiap daerah. Buah lokal Indonesia adalah jenis buah-buahan lokal yang tumbuh secara alami dan yang berasal dari kawasan Indonesia (Uji, 2007). Jombang merupakan wilayah dengan kemiringan tanah bervariasi dari datar hingga terjal 2-5% dengan morfologi dataran alluvial elevasi 21-100 meter dpal. Tipe topografi tersebut memungkinkan mengembangkan
wilayah
Jombang
agribisnis
cukup
khususnya 389
berpotensi
holtikultura.
dalam Produk
hortikultura khususnya buah-buahan yang sudah dapat diproduksi. Buah-buahan sebagian tergolong dalam sifat musiman dan sebagian juga masih bergantung pada alam. Kebutuhan buah-buahan merupakan kebutuhan yang tidak pernah hilang karena menjadi pelengkap konsumsi dan perbaikan gizi masyarakat. Jumlah permintaan pemenuhan kebutuhan akan buahbuahan terbukti dengan membludaknya buah impor baik dari jenis buah dan volumenya. Sumarwan (1999), menyampaikan bahwa membanjirnya buah impor pada saat sebelum krisis moneter telah memojokkan buah-buahan lokal. Persaingan yang datang dari luar serta kebijakan pemarintah yang kurang kondusif menyebabkan banyak petani yang semakin terpuruk. Pada saat krisis moneter melanda,
seharusnya
menjadi
momentum
untuk
bisa
mengembangkan buah lokal baik sebagai produk unggulan kualiatas tinggi baik itu sebagai konsumsi dalam negeri maupun untuk ekspor nantinya. Stigma masyarakat yang terpaku bahwa di desa tidak bisa berbisnis harus dipatahkan. Bukan hanya di kota saja, desa juga memiliki peluang tidak kalah luasnya dalam membuka peluang bisnis. Banyak peluang usaha desa yang menjanjikan bahkan dapat membawa kesuksesan bagi pelaku usaha. Salah satunya adalah usaha agrowisata. Usaha tersebut menjadi peluang usaha desa karena hal ini merupakan cara baru yang bisa dilakukan oleh petani untuk mendapatkan untung selain dari menjual hasil tani atau kebun mereka. Dengan adanya usaha agrowisata ini, diharapkan dapat meningkatkan kehidupan dan kesejahteraan petani serta menjadi daya
390
tarik sendiri bagi masyarakat perkotaan untuk mendapatkan ilmu dan keahlian dalam bertani dan berkebun. Berdasarkan uraian di atas, maka diambil judul “Budidaya Komoditas Lokal Jambu Bol Gondangmanis Asal Kabupaten Jombang sebagai Peluang Agrowisata” sebagai referensi bahwa budidaya jambu bol gondangmanis dapat menjadi peluang usaha desa sebagai kawasan agrowisata. Diharapkan mampu memperkenalkan komoditas asal daerah Kabupaten Jombang sebagai wujud pelestarian produk
lokal
serta
mampu
meningkatkan
pendapatan
dan
kesejahteraan desa. POTENSI
KAWASAN AGROWISATA
DI KABUPATEN
JOMBANG Pengembangan potensi kawasan yang agrowisata memerlukan suatu proses dan tahap yang panjang. Proses tersebut tentu saja tidak dapat terjadi secara cepat atau lambat, tergantung dari berbagai faktor eksternal seperti dinamika pasar, situasi politik, ekonomi makro, dan faktor eksternal di tempat yang bersangkutan, kreatifitas dalam mengolah aset yang dimiliki, dukungan pemerintah dan masyarakat (Gunawan dalam Wahyudi, 1999). Pembangunan kawasan pariwisata membutuhkan perancangan yang baik. Menurut Mutiara Ekasari (2011), pembangunan daerah merupakan upaya yang memperhatikan pola
kehidupan
yang
sedang
berlangsung
di
masyarakat.
Pembangunan daerah didasarkan pada kondisi, potensi, serta karakteristik wilayah yang memerlukan keikutsertaan masyarakat dan keterlibatan serta mendorong kemampuan dan tanggung jawab perangkat pemerintah daerah. 391
Pemerintah dalam hal ini memiliki peran aktif untuk membantu mewujudkan usaha agrowisata desa ini. Pemerintah berkewajiban mengatur pemanfaatan ruang melalui distribusi dan alokasi kebutuhan desa yang menjadi target. Pemerintah diharapkan dapat memberdayakan, mengayomi dan memberlakukan peraturanperaturan,
tidak
sekedar
untuk
mengarahkan
perkembangan,
melainkan juga untuk perintisan atau untuk mendorong sektor-sektor pendukung dalam mewujudkan pengembangan pariwisata, yaitu mempunyai fungsi koordinasi, pemasaran, termasuk di dalamnya promosi, pengaturan harga untuk komponen-komponen tertentu, pengaturan
sistem
distribusi
ataupun
penyediaan
informasi.
Kebijakan pengelolaan dalam tata ruang tidak hanya mengatur mengenai yang boleh dan yang tidak boleh dibangun, namun terkandung banyak aspek kepastian arah pembangunan yang perlu diperhatikan. Menurut Wahyudi (2017), merubah potensi ekonomi menjadi peluang nyata, memproteksi ruang terbuka hijau bagi keseimbangan lingkungan, merupakan beberapa faktor yang perlu diperhatikan dalam upaya pengalokasikan ruang. Pengelolaan kepariwisataan pada dasarnya melibatkan tiga kelompok pelaku, yaitu sektor bisnis, sektor nonprofit dan sektor pemerintah. Kabupaten Jombang merupakan salah satu kabupaten di Provinsi Jawa Timur yang memiliki banyak potensi sumber daya alam yang dapat dimanfaatkan. Potensi sumber daya alam Kabupaten Jombang sangat beragam, seperti pertanian, kehutanan, perikanan, peternakan serta perkebunan. Pertanian di Kabupaten Jombang, berdasarkan pada potensi sumberdaya lahan di Kabupaten Jombang ternyata jenis penggunaan lahan sawah dan tegalan masih cukup luas 392
yaitu 50.098 Ha atau 44,78 % dari luas wilayah Kabupaten Jombang. Dari sektor pertanian ini menghasilkan beberapa komoditi seperti padi, jagung, ubi-ubian, kacang-kacangan, kedelai, buah-buahan, dan sayur-sayuran; Perikanan, dengan semakin berkembangnya usaha perikanan maka kebutuhan benih ikan juga semakin meningkat oleh karena itu peluang investasi komoditi perikanan tidak hanya budidaya ikan melainkan pembenihan ikan dan juga olahan hasil perikanan. Dengan hasil komoditi seperti gurame, lele, patin, tombro, dan lainlain; Peternakan, pengembangan usaha peternakan cukup potensial dimana daya dukung wilayah masih cukup besar dengan ketersediaan pakan. Komoditi peternakan yang potensial dikembangkan ada tujuh komoditas yaitu sapi potong, sapi perah, kambing, domba, ayam buras, ayam ras pedaging, ayam ras petelur, dan itik; Perkebunan, tanaman perkebunan merupakan salah satu komoditi yang dijadikan bahan baku sektor industri pengolahan. Adapun jenis tanaman perkebunan yang menonjol di Kabupaten Jombang yaitu meliputi: tebu, tembakau, kelapa, kapuk randu, jambu mete, cengkeh, kopi, kakao dan pandan; Kehutanan, keberadaan hutan di Kabupaten Jombang dengan luas mencapai 16.787 Ha yang terdiri dari hutan produksi seluas 14.535 Ha (86,58 persen), hutan lindung seluas 873 Ha (5,20 persen), hutan tebang pilih seluas 296 Ha (1,76 persen) dan suaka alam/ hutan wisata/ taman nasional seluas 1083 Ha (Novitasari, 2014). Kabupaten
Jombang
sekarang
ini
masih
memerlukan
peningkatan daerah kawasan agrowisata. Masyarakat awam yang kurang tahu mengenai dunia pertanian dapat mempelajari melalui program wisata tersebut. Pengembangan agrowisata akan mempunyai 393
manfaat ganda apabila dibandingkan hanya mengembangkan pariwisata dengan obyek dan daya tarik keindahan alam, seni dan budaya. Disamping petani dapat mendapat pendapatan dari pelayanan jasa wisata, sekaligus akan menuai hasil dari penjualan budidaya tanaman agro, sehingga disamping akan memperoleh pendapatan dari sektor jasa sekaligus akan memperoleh pendapatan dari penjualan komoditas pertanian.
BUDIDAYA
KOMODITAS
LOKAL
JAMBU
BOL
GONDANGMANIS Jambu bol
(Syzygium malaccense ) termasuk
famili
Myrtaceae yang berasal dari Asia Tenggara yang keberadaannya terbatas di Jawa, Sumatra, dan Semenanjung Malaysia. Beberapa bagian dari tanaman kelompok Syzygium ini digunakan dalam obatobatan tradisional karena memiliki aktivitas antiobitik. Khususnya kulit batang, daun dan akar jambu bol sering digunakan untuk menyembuhkan penyakit. Salah satu varietas jambu bol yang telah menjadi varietas unggul nasional yang mulai dikenal dan pasarnya tinggi di swalayan yaitu jambu bol gondangmanis dari Kabupaten Jombang. Jambu bol gondangmanis telah dikenal oleh masyarakat Jombang dan sekitarnya sejak ratusan tahun yang lalu namun perkembangan
hingga
menjadi
sentra
produksi
di
Desa
Gondangmanis, Kecamatan Bandarkedungmulyo sekitar 30 tahun yang lalu (Dinas Pertanian Kabupaten Jombang, 2012). Jambu bol ini merupakan produk unggulan Jombang karena memiliki potensi antara lain nilai ekonomis cukup tinggi serta warna buah yang sangat 394
menarik (ungu kehitaman jika buah telah tua dan merah muda keunguan jika buah masih muda), bentuk dan ukuran buah sedang, rasa buah segar, warna daging buah putih bersih dan tekstur dalam buah lunak seperti diselimuti kapas sertaa aroma buah yang harum. Konsumen sangat menyukai rasa segar sedikit asam, daging buah tebal dan kenyal serta penampilan jambu bol yang khas. Uniknya, jambu bol gondangmanis jika ditanam dan dikembangkan di daerah lain, maka rasanya akan berubah. Saat ini tanaman jambu bol yang ada masih ditanam dan dikembangkan di pekarangan. Jumlah tanaman
yang
ada
di
Desa
Gondangmanis,
Kecamatan
Bandarkedungmulyo Kabupaten Jombang sekitar 600 pohon dengan kisaran umur 10 hingga 30 tahun. Nampaknya di Jawa Timur pertanaman jambu bol yang ada dalam satu kawasan atau dalam satu desa dan telah diusahakan hingga peluang pasar sampai pasar swalayan hanya jambu bol gondangmanis. Pada umumnya tanaman jambu bol tumbuh dan berproduksi pada dataran rendah hingga ketinggian 1200 m dari permukaan laut dengan lingkungan yang baik dan ternaungi dan cenderung tumbuh di daerah tropis basah. Jambu bol gondangmanis tumbuh baik, pada ketinggian tempat 50 m dpl dan kondisi agak lembab. Oleh karena rata-rata tanaman telah berumur lebih dari 20 tahun maka kondisi kebun atau pekarangan menjadi lebih lembab. Potensi jambu bol gondangmanis terletak pada kualitas buah yang unggul, produksi tinggi serta nilai ekonomis yang tinggi. Pohon jambu bol yang baru pertama kali berbuah asal dari biji (umur 4 tahun) dapat menghasilkan buah sebanyak 40-50 kg, pada umur 20 tahun
395
menghasilkan 200 – 300 kg per pohon dalam kurun satu tahun dengan dua kali musim panen. Budidaya tanaman merupakan kegiatan pemeliharaan sumber daya hayati yang dilakukan pada suatu areal lahan untuk diambil manfaat maupun hasil panennya, misalnya budidaya tanaman buah. Menurut I Wayan Wiraatmaja (2017), tanaman buah adalah tanaman yang menghasilkan buah yang dimakan (komsumsi) dalam keadaan segar, baik sebagai buah meja atau bahan terolah dan secara umum tidak tahan disimpan lama. Dalam budidaya tanaman buah tentu saja ada langkah-langkah yang perlu diperhatikan agar buah dapat tumbuh dengan baik dan layak dikonsumsi. Menurut Plantus (2010), teknik budidaya tanaman buah dapat dilakukan dengan cara sebagai berikut: 1. Pemilihan Bibit Tanaman Buah Dalam pemilihan bibit tanaman buah harus benar-benar baik, bermutu, dan sehat. Bibit tanaman secara umum diperoleh dengan 2 cara yaitu: (1) Pembiakan generatif, yaitu dengan menggunakan biji. Cara ini menhasilkan tanaman yang lama lama untuk berproduksi. (2) Pembiakan vegetatif, yaitu bibit yang diperoleh tidak dengan menggunakan biji namun dengan penyambungan tanaman sejenis antara batang atas dengan batang bawah, cangkokan dan lain-lain. Dengan
cara
ini
tanaman
akan
cepat
berproduksi
dengan
mengkombinasi sifat-sifat unggul suatu varietas. 2.
Penanganan Bibit Sebelum Ditanam Bibit yang baru dibeli sebaiknya tidak langsung ditanam
karena akan menyebabkan stres akibat suhu dan goncangan sewaktu pengangkutan. Perlu ada jangka waktu untuk mengembalikan bibit ke normal kembali. Bibit ditempatkan pada kondisi yang teduh tetapi 396
masih cukup cahaya matahari (30 % cahaya) selama 2 minggu sampai 1 bulan tergantung pada kondisi kesegarannya yang bisa dilihat dari adanya
tanda-tanda
pertumbuhannya.
Namun
bila
waktu
penanamannya masih lama, sebaiknya selain disiram – diberi pupuk daun seperti Forest, Supermes, atau Algafer dengan konsentrasi sesuai dengan petunjuk kemasannya. 3.
Persiapan Lahan Semua gulma tentu seharusnya dibersihkan terlebih dahulu
sebelun lahan diolah lebih lanjut. Setelah itu, tanah dicangkul dan akar-akar tanaman dikumpulkan terpisah. Pencangkulan perlu dilakukan supaya tanah menjadi gembur sehingga perakaran dapat berkembang dengan baik. Untuk lahan yang luas, kurang praktis jika seluruh lahan dicangkul, disarankan pengolahan terbatas pada titiktitik tertentu dimana bibit akan ditanam. 4.
Sistem Penanaman dan Pembuatan Lubang Tanam Membuat peta kebun dengan memperhitungkan sistem dan
jarak tanam. Peta ini dijadikan patokan kerja untuk melakukan pengajiran, yaitu pemberian tanda pada lahan yang akan ditanami. Sedangkan jarak tanam tergantung pada jenis dan sifat tajuk tanaman. Penggalian lubang tanam, dilakukan pemisahan tanah galian. Setengah bagian tanah lapisan atas ditaruh di sebelah kiri lubang dan setengah bagian tanah lapisan bawah disebelah kanan lubang. Lubang kemudian dibiarkan terangin-angin dan terkena sinar matahari sekitar 2 minggu. Dengan cara ini, gas beracun yang mungkin ada disela-sela tanah terbawa angin sehingga dapat diganti dengan oksigen dari udara. Setelah masa dua minggu lubang tanam ditimbun lagi. Tanah bagian bawah dikembalikan ke bagian bawah lubang tanam, 397
sedangkan tanah bagian atas dicampur dengan satu karung (20 Kg) pupuk kandang yang sudah masak, lalu dikembalikan pula ke bagian atas lubang tanam. Tanah yang dikembalikan ini akan membentuk gundukan cembung. Tepat di tengah-tengah gundukan itu diberi ajir sebagai tanda lokasi yang akan ditanam. Gundukan tanah yang cembung ini dibiarkan selama kira-kira satu minggu agar permukaan tanahnya turun dengan sendirinya secara perlahan-lahan. 5.
Penanaman Pemindahan bibit dari persemaian ke lapangan memerlukan
perhatian khusus. Mula-mula pada tempat yang yang ditancapi ajir dibuat lubang kecil dengan ukuran sedikit lebih besar dari ukuran polibag bibit yang akan ditanam. Bibit yang sudah disiapkan lalu dikeluarkan dari polybag dengan merobek dari tepi atas sampai ke dasar. Bibit dengan tanahnya kemudian dimasukkan dengan hati-hati ke lubang tanam dengan posisi tegak lurus terhadap permukaan tanah dan dihindari agar akar jangan sampai terganggu. Bibit yang sudah ditanam ditimbun secara perlahan dengan sedikit menekan tanah agar posisi bibit menjadi mantap tapi tidak terlalu padat. Untuk menghindari serangan hama rayap, ulat, dan serangga tanah lain disekitar bibit ditaburi pestisida berbahan aktif Carbofuran seperti Furadan, Curaterr, dan Indofuran. Penanaman diakhiri dengan menyiram sekaligus memberi mulsa untuk menahan derasnya air hujan sehingga tanah tidak cepat memadat, mengurangi penguapan tanah (evaporasi) sehingga tanah tetap lembab. Mulsa ini jika sudah membusuk akan menambah bahan organik bagi kesuburan tanah. 6.
Pemberian Naungan dan Pelindung
398
Dilakukan jika memang kondisi tanaman yang masih muda, belum punya perakaran yang kuat sehingga kemampuan untuk menyerap air masih terbatas. Tujuannya adalah untuk mengurangi penguapan dari daun (transpirasi) pada siang hari yang terik dan menjamin kelembapan udara di sekitar tajuk bibit selama proses adaptasi lingkungan. Bahan dan teknik pemberian naungan bisa bermacam-macam. 7.
Pemupukan Pupuk harus diberkan dari luar, karena kondisi tanah di
berbagai tempat tentu berbeda-beda kadar unsur haranya. Hal ini untuk menunjang sehatnya tanaman, tumbuh subur, dan berbuah lebat dengan kualitas buah yang baik. Pupuk yang diberikan yaitu pupuk organik dan pupuk anorganik. Contoh pupuk organik adalah pupuk kandang, kompos atau humus. Sedangkan pupuk anorganik adalah pupuk buatan pabrik yang disebut juga pupuk kimia. Pupuk organik sangat baik untuk memperbaiki sifat fisik tanah sehingga menjadi lebih gembur, mudah menyerap dan menyimpan air, serta meningkatkan aktifitas mikroorganisme tanah. Unsur makro dan mikro yang dibebaskan oleh pupuk organik jumlahnya relatif sedikit, maka kekurangannya bisa ditambah dengan pupuk anorganik, seperti Urea, TSP, KCl, dan lain sebagainya. Dosis yang diberikan tergantung pada jenis dan umur tanaman. 8.
Pemangkasan Pemangkasan dilakukan terhadap dahan dan ranting yang
kering atau terkena HPT, dan tunas air yang menyebabkan pertumbuhan vegetatifnya dominan. Dengan pemangkasan yang tepat, energi pertumbuhan yang tersedia akan diarahkan untuk 399
produksi buah sehingga hasil panen meningkat. Saat yang tepat adalah segera setelah panen buah berakhir agar tanaman lebih siap memulai pertumbuhan vegetatif baru. 9.
Pengendalian Hama dan Penyakit (HPT) Untuk pengendalian HPT tergantung pada jenis dan populasi
serangan hama yang menyerang pada tanaman tersebut. Dalam upaya budidaya yang dilakukan, suatu desa dapat memanfaatkannya
untuk
memajukan
pendapatan
dan
kesejahteraannya dengan mengunggulkan komoditas lokal daerah. Desa dapat berorientasi bisnis dengan menggunakan komoditas lokal daerahnya untuk usaha tani berbasis wisata. Komositas lokal daerah yang diunggulkan dapat menjadi salah satu pintu membangun daerah otonomi yang maju dan menyumbang dalam pembangunan khususnya di sektor pertanian. Tidak perlu diragukan lagi manfaat ganda yang diperoleh dari pengembangan agrowisata komoditas lokal daerah ini. Komoditas adalah bahan mentah yang dapat digolongkan menurut mutunya sesuai dengan standar perdagangan internasional (F. Rahardi, 2004). Sedangkan komoditas lokal adalah bahan mentah yang merupakan hasil bumi asli dari daerah tersebut. Salah satu kebijakan pembangunan yang dipandang tepat dan strategis dalam rangka pembangunan wilayah di Indonesia sekaligus mengantisipasi dimulainya era perdagangan bebas adalah kebijakan pengembangan ekonomi lokal. Kebijakan pengembangan ekonomi lokal pada hakekatnya merupakan kebijakan pembangunan di daerah yang didasarkan pada pengembangan sektor-sektor yang menjadi prioritas
400
unggulan
yang diusahakan dalam wadah aktivitas ekonomi
masyarakat lokal (Wiranto, 2007). Strategi pengembangan komoditi unggulan lokal dapat dilakukan dengan kerjasama yang baik antar semua pihak terkait. Bentuk upaya pengembangan komoditi tersebut antara lain: meningkatkan kualitas dan kuantitas produk dengan meningkatkan keahlian SDM yang ada melalui pembinaan dan pelatihan dalam pengelolaan lahan, input dan teknik budidaya, serta meningkatkan hubungan antara kelompok tani dengan perusahan mitra untuk memperluas pasar,meningkatkan hubungan dengan berbagai pihak terutama dengan perusahaan mitra dan pemerintah untuk memenuhi permodalan petani dan sarana prasarana, serta meningkatkan manajemen usaha tani dengan pembinaan secara berkelanjutan dengan perusahan mitra, meminimalkan biaya yang dikeluarkan dengan masih memperhatikan kualitas produk, diversivikasi pasar dengan mengoptimalkan kualitas produk, mengadakan pertemuan rutin intra kelompok tani guna mengantisipasi perubahan iklim, perhatikan waktu penanamanserta pelatihan teknologi, manajemen, controling, evaluasi secara berkala setiap musim tanam untuk mengantisipasi perubahan iklim, serta mengatur permodalan yang digunakan dalam usahatani. Kabupaten Jombang merupakan daerah dataran rendah dengan potensi tanah yang subur karena dilintasi sungai besar Brantas. Tidak heran jika sektor pertanian di Kabupaten Jombang terbilang cukup potensial. Salah satu yang dapat diunggulkan adalah komoditas lokal jambu bol gondangmanis. Jambu ini merupakan komoditas lokal asal Kabupaten Jombang. Jambu bol gondangmanis 401
mampu tumbuh dan berkembang di Desa Gondangmanis, Kecamatan Bandar kedungmulyo,
Kabupaten Jombang.
Berdasarkan asal-
usulnya merupakan tanaman yang sudah ada sejak sekitar 90 tahun yang lalu pada masa zaman Belanda dan berdasarkan cerita masyarakat di sekitar lokasi, buah jambu tersebut dimakan oleh orang Belanda. Selanjutnya salah seorang pegawainya yang bernama Pak Toha menanam biji jambu tersebut dan berkembang hingga saat ini. Tanaman yang pertama tumbuh yaitu milik Bapak Toha yang selanjutnya menjadi lurah dari desa Gondangmanis saat itu. Saat ini tanaman induk milik bapak Toha telah musnah dan pertanaman yang berkembang saat ini merupakan hasil perbanyakan dari biji yang berasal dari tanaman induk tersebut. PENUTUP Simpulan Komoditas lokal unggulan asal Kabupaten Jombang seperti jambu bol gondangmanis ini perlu adanya pelestarian dan pengembangan yang sinergis. Petani dapat memanfaaatkan ini sebagai peluang budidaya dan agrowisata. Selama ini sebagian besar usaha tani hanya berorientasi pada pemenuhan hidup saja. Berpedoman pada tujuan dalam meningkatkan ketahanan pangan, maka agrowisata merupakan salah satu langkah strategis dalam mewujudkannya. Petani dapat memperoleh keuntungan ganda. Disamping dapat melakukan kegiatan menanam dan melestarikan bibit generatif jambu bol gondangmanis, petani juga dapat memperolah keuntungan dari pengembangan agrowisata. Peran pelaku usaha yang terkait sangat mempengaruhi keberhasilan pengembangan kawasan agrowisata ini. Pengembangan kawasan 402
agrowisata ini masih memerlukan perhatian pemerintah daerah terhadap
pengetahuan
dan
pendampingan
teknologi,
potensi
sumberdaya manusia petani, penyuluhan perbanyakan biji generatif maupun vegetatif, dan kondisi biofisik lahan. Saran
Diharapkan artikel yang saya tulis ini dapat memberikan alternatif bagi para pelaku usaha tani khususnya petani dalam memanfaatkan sektor pertanian dalam ruang lingkup bisnis. Dalam pembuatan artikel ini, penulis menyadari masih terdapat banyak kesalahan dan jauh dari kata kesempurnaan. Penulis akan memperbaiki kekurangan dengan berpedoman pada banyak sumber lainnya dan kritik serta saran yang membangun dari para pembaca.
DAFTAR RUJUKAN Dinas Pertanian Kabupaten Jombang. 2012. Jambu Bol Varietas Gondangmanis. Pelita Petani. Jombang: Badan Litbang Pertanian. Ekasari,
Mutiara,
Pertanaian
2011. Dalam
Perencanaan Upaya
Pengembangan
Peningkatan
Sektor
Perekonomian
Kabupaten Temanggung. F. Rahardi. (2004). Kiat Memilih Komoditas Agro. Agro Media Pustaka: Jakarta. Novitasari, D. 2014. Analisis Kebijakan terhadap Pengembangan Pariwisata di Kecamatan Wonosalam Kabupaten Jombang. Kebijakan dan Manajemen Publik 1(1):1-2. 403
Plantus.
(2010).Petunjuk
Praktis
Budidaya
Tanaman
Buah.
(https://anekaplanta.wordpress.com/2010/01/27/petunjukpraktis-budidaya-tanaman-buah/, diakses: 21 Januari 2021). Sumarwan, U. 2003. Perilaku Konsumen, Teori dan Penerapannya Dalam Pemasaran. Penerbit Kerja Sama : PT. Ghalia Indonesia dengan MMA Institut Pertanian Bogor. Uji, T. 2007. Review. Keanekaragaman Jenis Buah-Buahan Asli Indonesia dan Potensinya. Biodiversitas 8(2):157-167. Wahyudi, I. 2017. Metode Pengembangan Kawasan Wisata. Inspire Group. Kota Malang : CV. Inspiring Consulting. Wiraatmaja, I Wayan. 2017. Teknologi Budidaya Tanaman Buahbuahan. Wiranto, T. (2007). Pembangunan Wilayah Pesisir dan Laut dalam Kerangka
Pembangunan
Perekonomian
Daerah.
(http://www.bappenas.go.id. diakses: 21 Januari 2021).
404