Kajian SOS Children's Villages Indonesia

Page 1


Tim Penulis Dr. Ayu Putu Eka Novita Oktovianus Nau Lalian, M.Pd Rizka Pitri, M. Si Silvany Yohana Sinaga, S.I.A, MM Jennifer Dwi Samantha

Tim Kontributor (Tim SOS)

ii


Executive Summary Strategi yang digunakan untuk meningkatan kualitas anak, perempuan dan pemuda adalah (1) Penguatan kebijakan dan regulasi; (2) Percepatan pelaksanaan PUG di Kementerian/ lembaga, pemerintah provinsi/kabupaten /kota dan pemerintah desa melalui penguatan kelembagaan PUG dan penguatan perencanaan dan penganggaran yang responsif gender (PPRG); (3) Peningkatan pengetahuan dan pemahaman individu baik perempuan maupun laki-laki , keluarga, komunitas, lembaga masyarakat, media massa, dan dunia usaha; (4) Peningkatan peran dan partisipasi perempuan dalam pembangunan, terutama dalam pendidikan, kesehatan, ekonomi, tenaga kerja , serta politik, jabatan publik dan pengambilan keputusan; (5) Peningkatan jejaring dan koordinasi antara pemerintah pusat, pemerintah daerah , masyarakat, media massa, dunia usaha dan lembaga masyarakat. Praktek, (1) Lembaga Kesejahteraan Sosial Anak memberikan informasi tentang layanan pengasuhan baik yang dilakukan oleh keluarga, keluarga besar, kerabat, maupun pengasuhan yang dilakukan keluarga pengganti termasuk oleh Lembaga Kesejahteraan Sosial Anak; (2) Lembaga Kesejahteraan Sosial Anak mengidentifikasi dan membangun kontak dengan berbagai stakeholders yang potensial untuk berkoordinasi dan bekerjasama dalam melaksanakan pengasuhan; (3) Lembaga Kesejahteraan Sosial Anak melibatkan stakeholders dalam pelaksanaan pelayanan khususnya yang berkaitan dengan pelayanan personal untuk anak, misalnya pelayanan kesehatan, pendidikan dan rujukan; (4) Stakeholders berkontribusi sesuai dengan kapasitas dan sumber-sumber yang dimilikinya. Pertimbangan Peraturan Pemerintah Nomor 44 Tahun 2017 tentang Pelaksanaan Pengasuhan Anak adalah untuk melaksanakan ketentuan Pasal 38A Undang- Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas UndangUndang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, perlu menetapkan Peraturan Pemerintah tentang Pelaksanaan Pengasuhan Anak. Anak-anak yang memerlukan perlindungan khusus dan pengasuhan berkualitas, yaitu (1) Anak dalam situasi darurat; (2) Anak yang berhadapan dengan hukum; (3) Anak dari kelompok minoritas dan terisolasi; (4) Anak yang dieksploitasi secara ekonomi dan/atau seksual; (5) Anak yang menjadi korban penyalahgunaan narkotika, alkohol, psikotropika, dan zat adiktif lainnya; (6) Anak yang menjadi korban pornografi; (7) Anak dengan HIV/AIDS; (8) Anak korban penculikan, penjualan, dan/atau perdagangan; (9) Anak korban kekerasan fisik dan/atau psikis; (10) Anak korban kejahatan seksual; (11) Anak korban jaringan terorisme; (12) Anak penyandang disabilitas; (13) Anak korban perlakuan salah dan penelantaran; (14) Anak dengan perilaku sosial menyimpang; dan (15) Anak yang menjadi korban stigmatisasi dari pelabelan terkait dengan kondisi Orang Tuanya. Pelaksanaan program pemenuhan pengasuhan anak yang berkualitas terdapat keterlibatan atau kontribusi dari beberapa pemangku kepentingan, yaitu: (1) Kementerian Sosial mengeluarkan kebijakan, mengalokasikan anggaran, dan melakukan monitoring dan evaluasi di tingkat daerah; (2) Kementerian Pendidikan Kebudayaan Riset dan Teknologi mengeluarkan kebijakan, mengalokasikan anggaran, dan melakukan monitoring dan evaluasi di tingkat daerah; (3) Kementerian Kesehatan mengeluarkan kebijakan, mengalokasikan anggaran, dan melakukan monitoring dan evaluasi di tingkat daerah; (4) Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak mengeluarkan kebijakan, mengalokasikan anggaran, dan melakukan monitoring dan evaluasi di tingkat daerah; (5) Kementerian Agama memiliki kontribusi dalam pembiayaan pendidikan keagamaan dan kewenangan dalam penyuluhan calon pengantin atau penyuluhan tentang resiko perkawinan anak di bawah umur bagi remaja; (6) Kementerian Ketenagakerjaan berkontribusi dalam perlindungan kerja bagi anak; (7) Kementerian Dalam Negeri berkoordinasi dengan pemerintah daerah terkait penerbitan akta kelahiran anak; (8) Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi mengeluarkan kebijakan terkait prioritas penggunaan dana desa untuk pendidikan, kesehatan, dan pengasuhan anak; (9) Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional berkontribusi dalam program pengasuhan anak melalui program BKB, BKB HI, dan Gerakan Pengasuhan Anak; (10) Dinas Pendidikan berkontribusi dalam layanan pendidikan dan pengasuhan anak dan berkoordinasi dengan Dinas Kesehatan terkait pencegahan stunting pada anak; (11) Dinas Kesehatan berkontribusi dengan cara memastikan layanan kesehatan di daerah dapat diakses oleh masyarakat; (12) Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak berkontribusi melalui pendampingan dan advokasi pada kasus pelanggaran hak anak dan perempuan; (13) Pusat Kesehatan Masyarakat berkontribusi dalam layanan kesehatan masyarakat dan juga layanan kesehatan bagi ibu dan anak; (14) Pusat Pelayanan Terpadu berkontribusi dalam layanan kesehatan ibu dan anak seperti imunisasi, menimbang, dan pemberian makanan gizi tambahan bagi anak (balita) secara periodik untuk mengetahui tumbuh kembang anak; (15) Dinas Sosial berkewenangan untuk menempatkan anak dalam keluarga alternatif atau lembaga kesejahteraan sosial anak; (16) Pekerja Sosial berkontribusi dalam kegiatan monitoring dan evaluasi terkait program pengasuhan anak pada keluarga alternatif atau lembaga sosial anak; (17) Dinas

iii


Kependudukan dan Catatan Sipil menerbitkan akta kelahiran bagi anak sebagai hak sipil anak dan bentuk perlindungan anak; (18) Kantor Kecamatan bertanggung jawab jawab terhadap kegiatan monitoring dan evaluasi program pengasuhan anak di area kerjanya; (19) Kantor Kelurahan/Desa memastikan masyarakat di wilayah kelurahan/desa memperoleh layanan administrasi untuk pendidikan, kesehatan, dan perlindungan dan pengasuhan anak; (20) Keluarga bertanggung jawab terhadap hak esensial anak baik pendidikan, kesehatan, serta perlindungan dan pengasuhan yang layak; (21) LSM/CSO berkontribusi dalam pendampingan, advokasi, dan bantuan bagi anak untuk mengakses layanan sesuai dengan hak anak. Dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak dijelaskan bahwa penyelenggaraan perlindungan anak adalah orang tua, keluarga, pemerintah dan negara. Bentuk-bentuk perlindungan anak di Indonesia, yaitu: (1) hak sipil dan kebebasan anak; (2) pengasuhan anak oleh keluarga dan pengasuhan alternatif; (3) layanan pendidikan, kesehatan dan kesejahteraan dasar; (4) perlindungan khusus anak dari kekerasan, eksploitasi, perdagangan anak, pornografi, dan narkotika. Strategi nasional yang komprehensif terkait dengan sistem sosial, pemberian layanan, reformasi pengasuhan anak, pengasuhan/perlindungan anak, anak-anak dan remaja, dukungan keluarga, dan perkembangan demografis, yaitu melalui Strategi Nasional Anak Tidak Sekolah, Strategi Nasional Pencegahan Stunting, Strategi Nasional Pencegahan Pernikahan Anak, Rencana Aksi Nasional Pengembangan Anak Usia Dini Holistik Integratif, SDGs, UU Disabilitas, dan pendidikan inklusif. Penetapan prioritas mengenai kelompok sasaran SOS berdasarkan isu-isu strategis terkait pendidikan, kesehatan, dan kesejahteraan sosial anak yang tertuang dalam RPJMN IV 2020-2024 yang disusun pemerintah terkait peningkatan SDM yang berkualitas dan berdaya saing di dalamnya terdapat prioritas peningkatan produktivitas, pengentasan kemiskinan, peningkatan kualitas anak, perempuan, dan pemuda, pengendalian penduduk dan tata kelola, penguatan pelaksanaan perlindungan sosial, peningkatan pelayanan kesehatan serta program prioritas dan kegiatan prioritas terkait keluarga.

iv


Kata Pengantar

v


Daftar Isi Executive Summary ............................................................................................................................. iii Kata Pengantar ..................................................................................................................................... v Daftar Isi ............................................................................................................................................... vi Daftar Tabel ......................................................................................................................................... ix Daftar Gambar ...................................................................................................................................... x 1.

Pendahuluan .................................................................................................................................. 1 1.1

Peran dan Tanggung Jawab Tim Peneliti ................................................................................ 1

1.2

Proses Analisis dan Metodologi .............................................................................................. 1

1.3

Kerangka Hukum dan Kebijakan Pengasuhan Anak .............................................................. 2

1.4

Keterlibatan Pemangku Kepentingan...................................................................................... 7

2.

Informasi Dasar Pengasuhan dalam Kebijakan Negara (Basic Country information) ......... 10

3.

Kerangka Hukum Negara (Country legal framework) ............................................................. 18 3.1

Analisis Strategi dan Dokumen Kebijakan Regional dan Nasional yang Relevan ............... 18

3.1.1

Strategi Nasional Berkenaan Pemenuhan Hak Anak ....................................................... 18

3.1.2

Isu Strategis dalam RPJMN 2020-2024 Berkenaan Pemenuhan Hak Anak .................... 23

3.1.3

Otonomi Daerah dalam Pengelolaan Pengentasan Permasalahan Kesejahteraan Sosial .. 28

3.1.4

Strategi Nasional dalam Rangka Pemenuhan Hak Anak.................................................. 32

3.1.5

Proyek/Inisiatif yang Mendukung Implementasi Strategi Pemenuhan Hak Anak ........... 37

3.1.6

Otoritas Lokal dan Pusat Mengakui Peran CSOs dalam Penyediaan Layanan dan Pengasuhan bagi Anak-Anak Berisiko ............................................................................. 37

3.2

Prioritas Pemerintah dalam Kesejahteraan Sosial ................................................................. 40

3.2.1

Pengasuhan Formal yang Diberikan untuk Anak-Anak tanpa Pengasuhan Orang Tua ... 44

3.2.2

Persentase Pengasuhan yang Dilembagakan untuk Anak-Anak di Indonesia .................. 45

3.2.3

Layanan dan Kualitas Layanan yang Berkontribsi Mencegah Kehancuran Keluarga ..... 46

3.2.4

Pelayanan Pengasuhan Yang diberikan LSM/ CSO/Organisasi Masyarakat ................... 48

3.3

Definisi Layanan, Kelompok Sasaran dan Program Kesejahteraan Sosial Berbasis

Masyarakat ........................................................................................................................................ 51 3.3.1

4.

Analisis Penyedia Layanan Sosial Negara dan Non-Negara di Indonesia ....................... 51

Analisis APBN (State Budget in the Country) dalam Bidang Sosial ........................................ 65 4.1

Perlindungan Sosial Melalui Bantuan Sosial dan Subsidi .................................................... 65

4.2

Anggaran Bidang Sosial........................................................................................................ 75

4.3

Pengeluaran Anggaran yang Dialokasikan untuk Lingkup Sosial dan Intervensi Sosial...... 77 vi


4.4

Anggaran Pemerintah yang Masuk ke Ranah Sosial ............................................................ 82

4.4.1

Item Terpisah dalam Anggaran Pemerintah yang Dialokasikan untuk Bidang Sosial ..... 83

4.4.2

Metodologi Perlinsos ........................................................................................................ 84

4.4.3

Distribusi Saat Pandemi ................................................................................................... 85

4.5

Pihak yang Mendistribusikan Anggaran dan Mengatur Proses Pengeluaran Dana .............. 85

4.6

Layanan yang Didanai oleh Sumbar Daya Publik ................................................................ 87

4.7

Layanan yang Didanai oleh Subsidi Pemerintah dan oleh Badan Swasta dan Donor yang

Berbeda di Bidang Pengasuhan dan Perlindungan Anak .................................................................. 88

5.

Mekanisme dan Model Mekanisme Keuangan Publik (Mekanisme Alokasi Anggaran

Pemerintah atau Daerah) ................................................................................................................... 91 5.1

Model yang Beroperasi ......................................................................................................... 91

5.1.1

Pengadaan Publik ............................................................................................................. 91

5.1.2

Kemitraan Publik-Swasta ................................................................................................. 91

5.1.3

Prosedur Khusus – Kontrak Sosial ................................................................................... 93

5.1.4

Arah Subsidi ..................................................................................................................... 94

5.2

Cara Mendanai Layanan Terpadu dan Menggabungkan Intervensi Pengasuhan Sosial

dengan Intervensi Pendidikan dan Kesehatan ................................................................................... 95

6.

7.

Registrasi SOS dan Kerangka Operasi ..................................................................................... 96 6.1

Jenis Pendaftaran SOS di Indonesia...................................................................................... 96

6.2

Penyelarasan Kegiatan SOS dengan Prioritas Negara .......................................................... 96

6.3

Analisis Tumbuh Kembang Anak ......................................................................................... 99

Advokasi Melalui Kemitraan dan Jejaring............................................................................. 101 7.1

Jenis Kegiatan Advokasi di Bidang Sosial ......................................................................... 101

7.2

Jenis Kemitraan untuk Kegiatan Bersama di Bidang Sosial ............................................... 102

7.3

Tarif Dasar untuk Pendirian LSM atau Kemitraan LSM .................................................... 103

7.4

Jenis Jaringan yang Didirikan di Indonesia ........................................................................ 103

7.4.1

8.

Daftar Semua Jaringan Hak Anak/Penitipan Anaka di Indonesia .................................. 103

Kesimpulan dan Rekomendasi ................................................................................................. 103 8.1

Tantangan dan Peluang untuk Meningkatkan Akses SOS ke Subsidi ................................ 105

8.2

Tindakan untuk Meningkatkan Jumlah Subsidi yang Diterima oleh SOS dalam Rencana

Waktu Dekat dan Rencana Tiga Tahun .......................................................................................... 106 8.3

Kemungkinan Resiko yang Diramalkan dalam Strategi Subsidi ........................................ 106

vii


8.4

Kemitraan Strategis yang Harus Dikembangkan SOS untuk Meningkatkan Akses terhadap

Subsidi ............................................................................................................................................ 107

9.

8.5

Hal-hal yang Harus Diperhatikan SOS untuk Mengembangkan Strategi Subsidi .............. 109

8.6

Pandangan Terkait Situasi Subsisdi Negara ........................................................................ 110

8.7

Rekomendasi ....................................................................................................................... 110

Referensi..................................................................................................................................... 112

10. Lampiran ................................................................................................................................... 114

viii


Daftar Tabel

Tabel 1. Para Pihak Terkait dan Kelompok Sasaran Pengasuhan dan Perlindungan Anak .................... 3 Tabel 2. Keterlibatan Pemangku Kepentingan ....................................................................................... 7 Tabel 3. Strategi Nasional dalam Rangka Pemenuhan Hak Anak ........................................................ 32 Tabel 4. Proyek yang Didanai oleh Pemerintah .................................................................................... 37 Tabel 5. Otoritas Lokal dan Pusat Mengakui Peran CSOs dalam Penyediaan Layanan dan Pengasuhan bagi Anak-Anak Berisiko ...................................................................................................... 38 Tabel 6. Definisi Pengasuhan yang Digunakan di Indonesia ................................................................ 40 Tabel 7. Layanan yang Berkontribsi Mencegah Kehancuran Keluarga................................................ 46 Tabel 8. Pelayanan Pengasuhan yang Diberikan LSM/ CSO/Organisasi Masyarakat ......................... 48 Tabel 9. Penyedia Layanan Sosial Negara dan Non-Negara di Indonesia ............................................ 52 Tabel 10. Daftar Penyedia Layanan Sosial Pengasuhan pada Tempat Penitipan Anak ........................ 64 Tabel 11. Perkembangan Bansos dan Subsidi ...................................................................................... 67 Tabel 12. Jumlah Dana PIP ................................................................................................................... 70 Tabel 13. Perkembangan Bansos dan Subsidi ...................................................................................... 85 Tabel 14. Program Perlinsos ................................................................................................................. 90 Tabel 15. Jenis-Jenis Kegiatan Advokasi Bidang Sosial .................................................................... 101 Tabel 16. Jenis-Jenis Kemitraan untuk Kegiatan Bersama Bidang Sosial .......................................... 102 Tabel 17.Strategi Penanganan Anak Kehilangan Pengasuhan dan Anak Rentan Kehilangan Pengasuhan 2020-2024 ..................................................................................................... 104 Tabel 18. Tantangan dan Peluang untuk Meningkatkan Akses SOS ke Subsidi ................................ 106 Tabel 19. Tindakan Meningkatkan Jumlah Subsidi yang Diterima oleh SOS dalam Rencana Waktu Dekat dan Rencana Tiga Tahun ........................................................................................ 106 Tabel 20. Daftar Kontak PIC Mitra .................................................................................................... 108

ix


Daftar Gambar Gambar 1. Isu Strategis Pemenuhan Hak Anak .................................................................................... 24 Gambar 2. Isu Strategis Pemahaman Remaja terkait Kesehatan Reproduksi ....................................... 25 Gambar 3. Tema, Prioritas, Pengarusutamaan dan Kaidah RPJMN 2020-2024................................... 26 Gambar 4. PN 3 Meningkatkan SDM yang Berkualitas dan Berdaya Saing ........................................ 26 Gambar 5. Program Prioritas dan Kegiatan Prioritas Terkait Keluarga ................................................ 27 Gambar 6. Peningkatan Kesehatan Ibu, Anak, KB, dan Kesehatan Reproduksi .................................. 28 Gambar 7. Percepatan Perbaikan Gizi Masyarakat ............................................................................... 29 Gambar 8. Pemenuhan Hak dan Perlindungan Anak ............................................................................ 30 Gambar 9. Pemberdayaan dan Perlindungan Perempuan ..................................................................... 31 Gambar 10. Peningkatan Kualitas Pemuda ........................................................................................... 32 Gambar 11. Persentase Anak yang Tinggal dengan Orang Tua Kandung dan Keluarga Lain ............. 45 Gambar 12. Ruang Lingkup Layanan Daycare ..................................................................................... 50 Gambar 13. Bentuk Layanan Sejenis Daycare...................................................................................... 50 Gambar 14. Inovasi dalam Penyediaan Layanan Daycare di Indonesia ............................................... 51 Gambar 15. Pertimbangan Bentuk Layanan Sejenis yang Sudah Ada ................................................. 59 Gambar 16. Alur Pengembangan Sistem Perlindungan Sosial yang Komprehensif............................. 66 Gambar 17. Belanja Pemerintah Menurut Fungsi 2018-2020 .............................................................. 76 Gambar 18. Bantuan Saluran Dana Perlindungan Sosial ...................................................................... 78 Gambar 19. Perkembangan Covid-19 di Indonesia Tahun 2020 .......................................................... 79 Gambar 20. Tren Kemiskinan dan Ketimpangan Berganti Arah .......................................................... 79 Gambar 21. Lonjakan Kemiskinan Globak Akibat Pandemi Covid-19 ................................................ 80 Gambar 22. Tahap Pemgikuran Kemiskinan ........................................................................................ 81 Gambar 23. Konsep Pengukuran Ketimpangan .................................................................................... 81 Gambar 24. Postur APBN 2020 ............................................................................................................ 82 Gambar 25. Dinamika Konsumsi Rumah Tangga ................................................................................ 83 Gambar 26. Progresivitas Program Perlinsos ....................................................................................... 84 Gambar 27. Skema Sosial Sebelum Masa Pandemi.............................................................................. 85 Gambar 28. Skema Perlindungan Sosial saat Pandemi Civid-19 Tahun 2020 ..................................... 88 Gambar 29. Distribusi Populasi di Berbagai Tingkat Pengeluaran....................................................... 89 Gambar 30. Coverage Program Perlindungan Sosial 2020 ................................................................... 89 Gambar 31. Progresivitas Perlinsos 2020 ............................................................................................. 90 Gambar 32. Program Perlinsos PEN Menutup Penurunan Konsumsi RT di Tahun 2020 .................... 91 Gambar 33. 5 Pola Prakarsa Kemitraan Kebergantungan Penerima Manfaat ...................................... 92 x


Gambar 34. Kontribusi Cash/In Kind ................................................................................................... 93 Gambar 35. Metodologi Analisis Arah Subsidi .................................................................................... 94 Gambar 36. Realisasi Perlinsos 2020 dan Cakupannya dalam Studi .................................................... 96

xi


1.

Pendahuluan 1.1

Peran dan Tanggung Jawab Tim Peneliti

Nama Dr. Ayu Putu Eka Novita

Peran Koordinator

-

Oktovianus Nau Lalian, M.Pd

Tenaga Ahli Substansi Kajian

-

-

Rizka Pitri, M. Si

Silvany Yohana Sinaga, S.I.A, MM

Tenaga Ahli Data Kajian

Tenaga Ahli Substansi Kajian

-

Jennifer Dwi Samantha

Tenaga Ahli Substansi Kajian

-

-

1.2

Tanggung Jawab Memastikan pengumpulan data yang dibutuhkan untuk kelengkapan kajian Memastikan narasi yang digunakan untuk kajian Bertanggung jawab pada ketuntasan kajian Melakukan kelengkapan substansi Kajian yang dibutuhkan Melakukan Pengumpulan Informasi Perjenjang Kementerian/Lembaga, Pusat dan Daerah, serta organisasi terkait Melakukan Pengumpulan Data Memastikan Kesesuaian Data Memastikan keterkinian Data Melakukan Alih Bahasa dan Penyesuaian terhadap Substansi Bahasa yang digunakan Koordinasi dan Sinkronisasi Isi Kajian Melakukan Alih Bahasa dan Penyesuaian terhadap Substansi Bahasa yang digunakan Koordinasi dan Sinkronisasi Isi Kajian

Proses Analisis dan Metodologi Deskripsi singkat dari keseluruhan proses analisis dan metodologi yang diterapkan. Berikan rincian tentang langkah-langkah yang dilakukan untuk mengumpulkan data primer dan penggunaan data sekunder. a. Melakukan Pengumpulan informasi baik Primer dan sekunder sesuai dengan kebutuhan Kajian. b. Melakukan deep interview dengan para pihak yang terkait sesuai dengan intrumen yang telah disetujui. ● Instrumen Google Drive Koordinasi Pusat dan Daerah ● Instrumen Google Drive Lokasi SOS CV Indonesia ● Instrumen Google Drive CSO c. Melakukan Diskusi Terpumpun secara online (Focus Group Discussion) sesuai dengan mekanisme pelaksanaan kajian yang telah disetujui. ● FGD Agenda Pusat dan Daerah ● FGD untuk Lokasi SOS CV Indonesia ● FGD untuk CSO

1


d.

1.3

Melakukan Analisa mendalam sesuai dengan TOR yang telah diberikan dari pihak SOS Children‟s Villages Indonesia.

Kerangka Hukum dan Kebijakan Pengasuhan Anak Kerangka hukum pengasuhan anak diatur dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, BAB VIII Pengasuhan dan Pengangkatan Anak dalam Bagian Kesatu Pengasuhan Anak Pasal 37 dan 38. Kemudian disisipkan atau ditambahkan satu Pasal yaitu Pasal 38 A dalam Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak. Ketentuan lebih lanjut mengenai pelaksanaan pengasuhan Anak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 37 dan Pasal 38 diatur dengan Peraturan Pemerintah Nomor 44 Tahun 2017 tentang Pelaksanaan Pengasuhan Anak. Peraturan Pemerintah Nomor 44 Tahun 2017 tentang Pelaksanaan Pengasuhan Anak kemudian memiliki aturan pelaksanaan lagi yaitu Peraturan Menteri Sosial Nomor 1 tahun 2020 tentang Peraturan Pelaksanaan Peraturan Pemerintah Nomor 44 tahun 2017 tentang Pelaksanaan Pengasuhan Anak yang melaksanakan ketentuan Pasal 17, Pasal 26, Pasal 30, Pasal 32, dan Pasal 36 Peraturan Pemerintah Nomor 44 Tahun 2017 tentang Pelaksanaan Pengasuhan Anak ini. Anak yang memerlukan Perlindungan Khusus disebutkan dalam Penjelasan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 44 tahun 2017 tentang Pelaksanaan Pengasuhan Anak, yaitu: a. Anak dalam situasi darurat; b. Anak yang berhadapan dengan hukum; c. Anak dari kelompok minoritas dan terisolasi; d. Anak yang dieksploitasi secara ekonomi dan/atau seksual; e. Anak yang menjadi korban penyalahgunaan narkotika, alkohol, psikotropika, dan zat adiktif lainnya; f. Anak yang menjadi korban pornografi; g. Anak dengan HIV/AIDS; h. Anak korban penculikan, penjualan, dan/atau perdagangan; i. Anak korban kekerasan fisik dan/atau psikis; j. Anak korban kejahatan seksual; k. Anak korban jaringan terorisme; l. Anak penyandang disabilitas; m. Anak korban perlakuan salah dan penelantaran; n. Anak dengan perilaku sosial menyimpang; dan o. Anak yang menjadi korban stigmatisasi dari pelabelan terkait dengan kondisi Orang Tuanya. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 44 Tahun 2017 tentang Pelaksanaan Pengasuhan Anak ditetapkan Presiden Joko Widodo pada tanggal 16 Oktober 2017 di Jakarta. PP 44 tahun 2017 tentang Pelaksanaan Pengasuhan Anak diundangkan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Yasonna H. Laoly pada tanggal 17 Oktober 2017 di Jakarta. Agar setiap orang mengetahuinya PP Nomor 44 Tahun 2017 tentang Pelaksanaan Pengasuhan Anak ditempatkan pada Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2


2017 Nomor 220. Penjelasan Atas PP Nomor 44 tahun 2017 tentang Pelaksanaan Pengasuhan Anak ditempatkan pada Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6132. Pengasuhan dan Perlindungan Anak diatur dalam kerangka kebijakan dan melibatkan lintas sektor dan lintas kepentingan. Para pihak yang terkait dan kelompok sasarannya dapat digambarkan sebagai berikut: Tabel 1. Para Pihak Terkait dan Kelompok Sasaran Pengasuhan dan Perlindungan Anak Kementerian/Lembaga Kementerian Sosial

Sasaran Sasaran : Anak, keluarga, Pemerlu Pelayanan Kesejahteraan Sosial (PPKS)

Kementerian Pendidikan Kebudayaan Riset dan Teknologi (Kemendikbud Ristek)

Sasaran : Anak di Satuan Pendidikan Formal, Non Formal, dan Informal

Kementerian Kesehatan

Sasaran : Anak, ibu, dan perempuan dan keluarga

3

Kebijakan Memiliki kebijakan berkaitan dengan anak dan memiliki kewenangan dalam implementasi program yang bertujuan untuk meningkatkan kualitas layanan sosial dan pengasuhan pada anak dan keluarga rentan. Kemensos memanfaatkan Tamana Anak Sejahtera (TAS) (sebagai mekanisme untuk membantu keluarga dalam perkembangan anak dan menjaga kemungkinan keterpisahan anak dengan keluarga melalui layanan pengasuhan, perawatan, dan perlindungan anak. Kemensos memiliki anggaran subsidi untuk peningkatan kualitas layanan sosial dan pengasuhan pada anak melalui subsidi Asistensi Rehabilitasi Sosial (ATENSI). Memiliki kebijakan berkaitan dengan hak anak usia sekolah memperoleh layanan pendidikan melalui Program Indonesia Pintar. Melalui program ini pemerintah berupaya mencegah peserta didik dari kemungkinan putus sekolah, dan diharapkan dapat menarik siswa putus sekolah agar kembali melanjutkan pendidikannya. PIP juga diharapkan dapat meringankan biaya personal pendidikan peserta didik, baik biaya langsung maupun tidak langsung. Dalam layanan pengasuhan anak, Kemendikbud Ristek memiliki kebijakan melalui program layanan tempat penitipan anak (TPA). TPA merupakan salah satu bentuk satuan PAUD Non Formal yang menyelenggarakan program pendidikan bagi anak sejak lahir sampai dengan usia 6 (enam) tahun dengan prioritas sejak lahir sampai usia 4 tahun. Memiliki kebijakan berkaitan dengan program pencegahan stunting dan peningkatan kesehatan anak. Program pencegahan stunting mulai dari pemenuhan gizi yang baik selama 1000 hari pertama kehidupan anak hingga menjaga lingkungan agar tetap bersih dan sehat. Melalui Program Indonesia Sehat (PIS), tercipta pemenuhan kesehatan dan gizi anak.


Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KPPPA)

Sasaran : perempuan, Keluarga

Anak, dan

Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN)

Sasaran : keluarga

Kementerian Agama

Sasaran:

anak

4

di

Memiliki kebijakan berkaitan dengan perlindungan dan pengasuhan anak. Kebijakan yang dibuat berupa program Pusat Pembelajaran Keluarga (PUSPAGA), Daycare Ramah Anak Taman Asuh Gembira (TARA), dan Program Gerak Sinergi Terpadu Pengasuhan Anak (GESIT ASUH). Program Puspaga bertujuan untuk meningkatkan kualitas kehidupan menuju keluarga sejahtera yang dilakukan oleh tenaga profesional seperti tenaga konselor, baik psikolog atau sarjana profesi bidang psikologi, Bimbingan Konseling atau Pekerja Sosial yang telah memahami Konvensi Hak Anak, melalui peningkatan kapasitas orang tua/keluarga yang bertanggung jawab terhadap anak dalam mengasuh dan melindungi anak dari kekerasan, eksploitasi, perlakuan salah, dan penelantaran. Daycare Ramah Anak Taman Asuh Gembira (TARA) merupakan unit layanan pengasuhan anak yang bersinergi dengan Dinas PPPA sebagai dinas teknis yang melaksanakan urusan pemenuhan hak anak. Sedangkan, melalui Program Gerak Sinergi Terpadu Pengasuhan Anak (Gesit Asuh), adanya sinergi antar stakeholder sebagai kunci untuk menjawab permasalahan dan tantangan perlindungan anak. Gesit Asuh merupakan jaringan kerjasama sinergi program-program pengasuhan anak berkualitas melibatkan berbagai pihak yaitu pemerintah, lembaga masyarakat, dunia usaha dan jaringan media. Memiliki kebijakan berkaitan dengan tumbuh kembang anak melalui pola asuh yang benar berdasarkan kelompok umur. Program Gerakan Pengasuhan Anak yang dilaksanakan oleh BKKBN dengan mitra kerja bertujuan untuk membangun kesadaran orang tua, anggota keluarga lainnya dan masyarakat tentang pentingnya pengasuhan berbasis hak anak dan pembinaan tumbuh kembang anak untuk mewujudkan kemandirian, kepercayaan diri dan karakter anak. Arah kebijakan BKKBN lainnya terkait pengasuhan, yaitu peningkatan pembangunan keluarga tentang pemahaman orang tua mengenai pentingnya keluarga dalam pengasuhan tumbuh kembang balita dan anak. Upaya yang dilakukan salah satunya melalui layanan Pengembangan Anak Usia Dini Holistik Integratif (PAUD HI) yang meliputi aspek kesehatan, gizi, pengasuhan dan perlindungan. Memiliki kebijakan dan kewenangan


sekolah keagamaan, Catin dan Bimwin

kementerian Ketenagakerjaan

Sasaran: Anak, Pemuda dan Kebekerjaan

Kementerian Dalam Negeri

Sasaran: OPD dengan fokus anak

Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi

Sasaran: Anak , Keluarga dan Lembaga

5

terhadap anggaran baik terhadap anak yang berada di layanan sekolah keagamaan dan menyiapkan materi penyuluhan untuk kesiapan calon pengantin (catin) untuk mendapatkan layanan dan pasangan mendapatkan bimbingan perkawinan (Bimwin) untuk menguatkan ikatan perkawinan. Memastikan setiap WNI mengakses layanan kartu pra kerja untuk meningkatkan kualitas Sumber daya manusia. Program ini merupakan program pengembangan kompetensi kerja yang ditujukan untuk pencari kerja, pekerja terPHK, atau pekerja yang membutuhkan peningkatan kompetensi. Terkait perlindungan bagi pekerja anak, dalam pelaksanaannya Kemnaker mengacu pada Undang-undang No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan yang mengatur tentang perlindungan hukum terhadap pekerja anak yang dicantumkan di dalam ketentuan Pasal 68 sampai dengan pasal 75 UU Ketenagakerjaan. Berkaitan dengan perlindungan hukum yang dibebankan kepada pemerintah terhadap pekerja anak diatur di dalam ketentuan pasal 66 ayat (1), (2) dan (3) UU Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak. Memastikan setiap daerah secara berjenjang dapat terkoordinasi pusat dan daerah untuk peningkatan layanan masyarakat yang berkaitan dengan kebutuhan esensial anak dan keluarga. Kemendagri memiliki program prioritas yang terkait dengan pola asuh anak remaja di era digital (PAAREDI) yang bertujuan untuk meningkatkan peran keluarga terutama orang tua dalam membentuk karakter anggota keluarga dengan pola asuh yang tepat. Melalui Peraturan Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi No. 13 Tahun 2020 tentang Prioritas Penggunaan Dana Desa Tahun 2021 memastikan Dana Desa dapat diakses masyarakat untuk kebutuhan esensial masyarakat seperti pendidikan, kesehatan, dan pengasuhan yang berkualitas. Memberikan layanan peningkatan layanan kesehatan, peningkatan gizi dan pengasuhan anak melalui kegiatan: 1) kesehatan ibu dan anak; 2) konseling gizi; 3) air bersih dan sanitasi;4) perlindungan sosial untuk peningkatan askes ibu hamil dan menyusui serta balita terhadap jaminan kesehatan dan administrasi kependudukan; 5) pendidikan tentang pengasuhan anak melalui Pendidikan Anak Usia Dini


(PAUD); 6) pengasuhan anak di keluarga termasuk pencegahan perkawinan anak; dan 7) pendayagunaan lahan pekarangan keluarga dan tanah kas Desa untuk pembangunan Kandang, Kolam dan Kebun (3K) dalam rangka penyediaan makanan yang sehat dan bergizi untuk ibu hamil, balita dan anak sekolah.

Dasar Hukum 1. Konvensi Hak Anak, Ratifikasi Pemerintah Indonesia Tahun 1990 dengan Keputusan Presiden Nomor 36 Tahun 1990 tentang Pengesahan Convention on the Rights of the Child (Konvensi tentang Hak-Hak Anak); 2. Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1979 tentang Kesejahteraan Anak; 3. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak; 4. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2009 tentang Kesejahteraan Sosial; 5. Peraturan Menteri Sosial Republik Indonesia Nomor 107/HUK/2009 tentang Akreditasi Lembaga di bidang Kesejahteraan Sosial; 6. Peraturan Menteri Sosial Republik Indonesia Nomor 108/HUK/2009 tentang Sertifikasi bagi Pekerja Sosial Profesional dan Tenaga Kesejahteraan Sosial. 7. Pasal 5 ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. 8. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak. 9. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2016 tentang Penyandang Disabilitas. 10. Peraturan Presiden Nomor 60 Tahun 2013 tentang Pengembangan Anak Usia Dini Holistik Integratif. 11. Peraturan Pemerintah Nomor 44 Tahun 2017 tentang Pelaksanaan Pengasuhan Anak. Turunan Permensos No. 1 Tahun 2020 (Foster care and Kinship care). 12. Peraturan Pemerintah Nomor 78 Tahun 2021 tentang Perlindungan Khusus Bagi Anak. 13. Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 70 tahun 2009 tentang Pendidikan Inklusif bagi Peserta Didik yang memiliki Kelainan dan memiliki Potensi Kecerdasan dan/atau Bakat Istimewa. 14. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 29 Tahun 2019 tentang Penanggulangan Masalah Gizi Bagi Anak Akibat Penyakit termasuk didalamnya pencegahan stunting.

6


1.4

Keterlibatan Pemangku Kepentingan Tabel 2. Keterlibatan Pemangku Kepentingan Kementerian/Lembaga Kementerian Sosial

-

-

-

Kontribusi Mengeluarkan kebijakan terkait kesejahteraan, perlindungan, dan pengasuhan anak. Mengalokasikan anggaran terkait kebijakan tentang kesejahteraan, perlindungan, dan pengasuhan anak. Melakukan monitoring dan evaluasi terhadap kebijakan kesejahteraan, perlindungan, dan pengasuhan anak di tingkat Provinsi dan Kabupaten/Kota.

-

-

-

-

-

Kementerian Pendidikan Kebudayaan Riset dan Teknologi (Kemendikbud Ristek)

-

-

-

Kementerian Kesehatan

-

-

-

Kementerian Pemberdayaan Perempuan Perlindungan (KPPPA)

dan Anak

-

-

Mengeluarkan kebijakan terkait pendidikan, dan pengasuhan anak. Mengalokasikan anggaran untuk layanan pendidikan dan pengasuhan anak. Melakukan monitoring dan evaluasi terhadap layanan pendidikan dan pengasuhan anak di tingkat Provinsi dan Kabupaten/Kota. Mengeluarkan kebijakan terkait kesehatan dan gizi anak. Mengalokasikan anggaran untuk layanan kesehatan dan gizi anak. Melakukan monitoring dan evaluasi terhadap layanan kesehatan dan gizi anak di tingkat Provinsi dan Kabupaten/Kota. Mengeluarkan kebijakan terkait perlindungan dan pengasuhan anak. Mengalokasikan anggaran untuk program perlindungan dan pengasuhan anak. Melakukan monitoring dan evaluasi terhadap program perlindungan dan pengasuhan anak di tingkat Provinsi dan Kabupaten/Kota.

7

-

-

-

-

-

Keterangan Undang Undang Nomor 40 tahun 2004 tentang Perlindungan Jaminan Sosial Permensos Nomor 21 Tahun 2013 tentang Pengasuhan Anak Permensos No. 1 Tahun 2020 Buku Saku Permensos Nomor 21 Tahun 2013 tentang Standar Pengasuhan Anak Peraturan Pemerintah Nomor 52 Tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Kesejahteraan Sosial Bagi Penyandang Disabilitas Pengelolaan DTKS (Data Terpadu Kesejahteraan Sosial) Undang Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas) Pendidikan Inklusif Pendidikan Khusus dan Layanan Khusus Pendidikan Vokasi Magang

Permenkes Nomor 29 Tahun 2019 tentang Penanggulangan Masalah Gizi Bagi Anak Akibat Penyakit

Sekolah Ramah Anak Sistem MONEV Sekolah Ramah Anak dan relevansinya dengan Kab. ramah Anak Koordinasi dengan kemendikbud Ristek di satuan Pendidikan untuk implementasinya


Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN)

-

Kementerian Agama

-

-

Memiliki kewenangan intervensi terhadap pengasuhan anak melalui program BKB, BKB HI, Gerakan Pengasuhan Anak. Memiliki kewenangan terhadap pembiayaan pendidikan. Melakukan penyuluhan terkait kesiapan calon pengantin.

-

Kader BKB, BKB HI, dan kader Gerakan Pengasuhan Anak dibekali dengan pelatihan.

-

Bantuan pembiayaan pendidikan diberikan kepada sekolah-sekolah yang berada di bawah naungan Kementerian Agama. Penyuluhan terkait perkawinan selain diberikan kepada calon pengantin juga diberikan kepada anak-anak usia remaja tentang resiko pernikahan anak di bawah umur. Undang-undang (UU) Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja (Kartu Pra kerja )

-

Kementerian Ketenagakerjaan

Kementerian Negeri

Dalam

-

Memiliki kewenangan terkait perlindungan kerja bagi anak.

-

-

Melakukan koordinasi dengan daerah terkait layanan masyarakat terhadap kebutuhan esensial anak dan keluarga. - melaksanakan fungsi koordinasi dan MONEV Pembangunan Nasional - menentukan RPJMN - menentukan RKP - melahirkan kebijakan yang berkaitan dengan fungsi koordinasi kementerian dan lembaga.

-

Penerbitan Akta Kelahiran Peraturan Pemerintah berkenaan Kewenangan Daerah.

-

Stranas Pencegahan Stunting Stranas Pencegahan Perkawinan Dini Stranas PAUD HI RAN Pangan Gizi RAN PAUD HI Indeks Pembangunan Pemuda Indeks Pembangunan Manusia Indeks Pembangunan Masyarakat (IPMas) RAN SDGs Rencana Aksi Nasional Penyandang Disabilitas berdasarkan Peraturan Menteri PPN/ Kepala Bappenas No. 3 Tahun 2021. Layanan yang diberikan Dinas Pendidikan berupa pendataan Dapodik, bantuan operasional sekolah, bantuan PIP.

Badan Pembangunan dan Perencanaan Nasional (Bappenas)

-

Dinas Pendidikan

-

-

Dinas Kesehatan

-

Memberikan pelayanan terkait pendidikan dan pengasuhan anak yang ada di Provinsi dan Kabupaten/Kota setempat. Melakukan pembaharuan terkait bantuan PIP. Berkoordinasi dengan Dinas Kesehatan terkait pencegahan stunting pada anak. Memastikan layanan kesehatan di Provinsi dan kabupaten/Kota dapat diakses oleh masyarakat.

-

-

8

Melakukan penyuluhan pentingnya Pola Hidup Sehat Melakukan penyuluhan tentang Gizi “Piringku” Memberikan informasi akses layanan kesehatan terdekat


Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak (P2TP2A) Pusat Kesehatan Masyarakat (Puskesmas)

-

-

Pusat Pelayanan Terpadu (Posyandu)

-

-

Dinas Sosial

-

-

-

Pekerja Sosial

-

Melakukan pendampingan dan advokasi pada kasus pelanggaran hak anak dan perempuan. Memberikan layanan kesehatan kepada masyarakat. Memberikan layanan rujukan akses kesehatan pada level yang lebih lengkap bagi masyarakat.

-

Memberikan layanan kesehatan ibu dan anak seperti imunisasi, menimbang, dan pemberian makanan gizi tambahan bagi anak (balita) . Melakukan intervensi layanan kesehatan ibu dan anak jika diperlukan. Memiliki kewenangan untuk menempatkan anak dalam keluarga alternatif atau lembaga kesejahteraan sosial anak. Melakukan asesmen terhadap usulan pendirian lembaga kesejahteraan sosial anak. Melakukan monitoring dan evaluasi terhadap kinerja lembaga kesejahteraan sosial anak. Melaksanakan kegiatan monitoring dan evaluasi terkait program pengasuhan anak pada keluarga alternatif atau lembaga sosial anak.

-

-

-

-

Dinas sosial dapat memberikan atau membatalkan izin pendirian lembaga kesejahteraan sosial anak.

-

Melakukan pemetaan komunitas Melakukan update Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS) Melakukan pendataan dan intervensi by name by address Disdukcapil tidak memiliki kewenangan dalam penentuan anggaran.

-

-

Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil (Disdukcapil)

-

-

Kantor Kecamatan

-

Kantor Kelurahan/Desa

-

Menerbitkan akta kelahiran bagi anak sebagai bentuk perlindungan anak. Menerbitkan kartu identitas anak untuk layanan kesehatan anak. Bertanggung jawab terhadap kegiatan monitoring dan evaluasi program pengasuhan anak.

-

Melaksanakan kegiatan program pengasuhan anak. Memastikan masyarakat di wilayah kelurahan/desa memperoleh layanan administrasi untuk pendidikan, kesehatan, dan

-

9

Pendataan, pendampingan dan penyelesaian kasus pelanggaran hak anak dan perempuan Layanan kesehatan juga diberikan secara khusus bagi layanan kesehatan ibu dan anak di Puskesmas Adanya penyuluhan bagi orang tua dari tenaga kesehatan Puskesmas terkait pola asuh anak dan kesehatan serta gizi anak. Layanan kesehatan ibu dan anak diberikan secara periodik (sekali dalam sebulan) untuk mengetahui tumbuh kembang anak.

-

-

Tanggung jawab monitoring dan evaluasi hanya di area kerjanya (kelurahan/desa yang berada dalam kecamatan tersebut). PAUD Desa Desa Wisata untuk Pemulihan Ekonomi Nasional Desa Ramah Anak Desa Pendidikan


Keluarga

LSM/CSO

2.

-

-

perlindungan anak. Bertanggung jawab terhadap hak anak baik pendidikan, kesehatan, serta perlindungan dan pengasuhan yang layak.

Melakukan pendampingan, advokasi, dan bantuan bagi anak untuk mengakses layanan sesuai dengan hak anak.

-

-

-

Melakukan kewirausahaan sosial untuk meningkatkan kualitas pengasuhan memastikan setiap anak dalam keluarga terpenuhi haknya untuk tumbuh dan berkembang sesuai dengan bakat dan minatnya Lembaga yang berpihak pada pemenuhan Hak Anak Pendampingan pada komunitas dan keluarga berkenaan Gender dan Hak Anak

Informasi Dasar Pengasuhan dalam Kebijakan Negara (Basic Country information) Berbagai peraturan perundang-undangan yang terkait dengan perlindungan anak telah diterbitkan. Bahkan dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak telah diatur dengan jelas tentang perlindungan anak sampai kepada aturan sanksi pidana bagi yang melanggar hak anak. Dalam Undang-Undang tersebut juga dijelaskan bahwa penyelenggaraan perlindungan anak adalah orang tua, keluarga, pemerintah dan negara. Keluarga sebagai institusi utama dalam perlindungan anak ternyata belum sepenuhnya mampu menjalankan peranannya dengan baik. Kasus perceraian, disharmoni keluarga, keluarga miskin, perilaku ayah atau ibu yang salah, pernikahan siri, dan berbagai permasalahan lainnya menjadi salah satu pemicu terabaikannya hak-hak anak dalam keluarga. Sekolah juga kerap terjadi tindak kekerasan maupun diskriminasi pendidikan pada anak. Demikian pula pada institusi sosial lainnya seperti yayasan/panti, nampak masih belum sama dalam memaknai kepentingan terbaik bagi anak. Bahkan pada penanganan anak yang berhadapan hukum, hak-hak anak masih perlu terus mendapatkan perhatian. Pelanggaran hak anak kerap masih terjadi dan dianggap biasa oleh masyarakat kita, bahkan kalau diperkirakan cenderung meningkat seiring dengan meningkatnya masalah kritis seperti kemiskinan, ketidakadilan, kerawanan bencana baik bencana alam maupun bencana sosial, akses pornografi dan pornoaksi, disintegrasi bangsa, sindikat perdagangan narkoba dan sebagainya. Berita dari berbagai media baik media cetak, online maupun elektronik terhadap maraknya kasus tindakan kekerasan pada anak maupun anak yang berhadapan hukum merupakan informasi yang tidak dapat disangkal bahwa kasus-kasus tersebut sering menghiasi pemberitaan di media massa. Belum lagi kasus yang tidak terungkap, karena luput dari pemberitaan media atau memang sama sekali tidak ada yang mengetahui maupun melaporkan tentang pelanggaran terhadap hak anak tersebut. Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI), seperti yang diamanatkan UU No. 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, juga bertugas menerima pengaduan 10


masyarakat yang berkaitan dengan perlindungan anak. Melalui Bidang Data dan Pengaduan yang dibentuk oleh KPAI, berbagai macam kasus–kasus perlindungan anak terus mengalir datang dan diadukan kepada KPAI. Pada sisi lain, perlindungan terhadap anak yang terlibat tindak pidana pelanggaran hukum sering diperlakukan seperti orang dewasa. Hal ini juga merupakan pelanggaran terhadap hak anak. Tindak kekerasan terhadap anak semakin bervariasi ragam, bentuk, dan tempatnya, mulai terjadi dari lingkungan rumah tangga, yayasan/panti asuhan, sekolah, pondok pesantren, dan tempat umum lainnya (jalanan, terminal, stasiun), yang tidak banyak diketahui kejadiannya, karena kurangnya kepedulian masyarakat terhadap perlindungan anak. Berbagai permasalahan perlindungan anak yang terjadi di Indonesia dapat dilihat dari berbagai bidang perlindungan anak, diantaranya: Bidang Hak Sipil dan Kebebasan a. Menurut UUD 1945, Pasal 28B ayat (2): “Setiap anak berhak atas kelangsungan hidup, tumbuh dan berkembang serta berhak atas perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi”. Dalam beberapa kasus, anak yang tidak memiliki akta kelahiran sering memunculkan perlakukan salah seperti; pemalsuan identitas, dan semacamnya. Kondisi ini semakin meneguhkan pihak negara dan pemerintah perlunya political will terhadap pemenuhan akta kelahiran. Akta kelahiran merupakan hak dasar setiap anak yaitu hak atas pengakuan sah suatu negara terhadap keberadaannya. Hak ini tidak hanya berdasarkan pertimbangan status kewarganegaraan, tetapi terkait erat dengan aspek proteksi berlangsungnya tumbuh kembang anak dalam setiap fase perkembangan. b. Di pihak lain, UU No. 23 Tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan, Pasal 27 ayat (1) menegaskan “Setiap kelahiran wajib dilaporkan oleh Penduduk kepada instansi pelaksana di tempat terjadinya peristiwa kelahiran paling lambat 60 (enam puluh) hari sejak kelahiran. Pasal 32 ayat (2): “Pencatatan kelahiran yang melampaui batas waktu 1 (satu) tahun sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dilaksanakan berdasarkan penetapan Pengadilan Negeri”. Sementara, menurut UU No. 23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, Pasal 27 ayat (1): “Identitas diri setiap anak harus diberikan sejak kelahirannya”. Sementara Pasal 28 ayat (1) menegaskan “Pembuatan akta kelahiran menjadi tanggung jawab Pemerintah yang dalam pelaksanaannya di selenggarakan serendah–rendahnya pada tingkat kelurahan/desa. Kemudian, pada Pasal 28 ayat (3): “Pembuatan akta Kelahiran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak dikenai biaya. Dengan demikian jika mengintegrasikan dua pasal tersebut, makna yang terkandung di dalamnya adalah posisi pemerintah menjadi “pemenuh”, dan bukan “sekedar membuat atau mencetak akta kelahiran”. Perspektifnya adalah pendekatan “right” bukan “need”. Karena, jika akta kelahiran menjadi “right” anak, maka dalam kondisi apapun, tanpa dibatasi oleh ruang dan waktu, negara dan pemerintah wajib memenuhi akta kelahiran anak, tanpa pungutan biaya. Dengan demikian, klausul “tidak dikenai biaya” dalam pasal tersebut di atas secara substantif telah menanggalkan “perilaku liar” yang dilakukan oleh pihak ketiga dalam proses penerbitan akta kelahiran dengan dalih “uang administrasi”. Karena “tafsir yuridis tidak dipungut biaya”, itu sama dengan “gratis”, dan tak ada makna lain selain itu. c. Sementara dalam UU No. 18 tahun 1997 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah yang kemudian diubah dengan UU No. 34 tahun 2000 dan ditindaklanjuti 11


d.

dengan PP 66/2001 : Daerah diberi kewenangan memungut retribusi penggantian biaya cetak KTP dan akta Capil (termasuk akta kelahiran). Dalam konteks ini menandakan adanya kelemahan pada level konstitusi yang inkonsisten. Meski demikian, pada level operasional, pemerintah terhambat oleh kendala ketidakharmonisan konstitusi. Jika berkaca pada UU No. 23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, Pasal 28 intinya “Pembuatan akta kelahiran gratis dan menjadi tanggungjawab pemerintah”. Selain itu, masalah inkonsistensi dengan semangat pemenuhan akta kelahiran gratis yang diamanatkan undang-undang terjadi di beberapa daerah. Dengan dalih lebih dari 60 hari, kemudian alasan urutan anak ke dua, ketiga, dan seterusnya. Dalam beberapa kasus daerah yang memiliki Peraturan Daerah (Perda) Gratis, tetapi di dalamnya terdapat klausul kebijakan mengikat bahwa untuk anak kedua dan ketiga penerbitan akta kelahiran dipungut biaya. Di pihak lain, pada level kelompok kebijakan, hasil monitoring dan evaluasi, tergambar bahwa banyak persoalan yang terkait dengan masalah pelaksanaan prinsip Pendaftaran Penduduk (Population Administration) yang tidak sejalan dengan prinsip Pencatatan Sipil, khususnya mengenai makna pemberian status hukum otentik kepada anak yang juga merupakan bagian tidak terpisahkan dari Perlindungan Anak (baik ditegaskan oleh KHA maupun UU PA). Jalan keluar untuk mengatasi kerumitan tersebut kelihatannya hanya bisa dicairkan melalui revisi berbagai Peraturan Perundangundangan yang berlawanan dengan semangat Perlindungan Anak. Salah satu ganjalan utama adalah interpretasi yang seringkali sepihak oleh pihak Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil dengan mendasarkan diri kepada UU Administrasi Kependudukan (UU No. 23 Tahun 2006) dan peraturan turunannya (seperti PP No. 37 Tahun 2007, Perpres No. 25 Tahun 2008 dan berbagai Peraturan Menteri Dalam Negeri). Meskipun sudah ada upaya untuk mencari jalan keluar atas berbagai hambatan yang terjadi selama ini, misalnya melalui Nota Kesepahaman 8 Menteri, namun di lapangan Nota Kesepahaman ini belum tersosialisasi dengan baik, bahkan ada juga daerah yang memilih jalan aman dengan tetap mengacu kepada prosedur standar yang banyak hambatannya kepada anak tersebut. Dengan demikian, upaya terpenting yang perlu dilakukan adalah merevisi Peraturan Perundang-undangan yang ada sebagai prioritas, mengingat pelaksana di lapangan cenderung menerapkan aturan secara kaku sesuai dengan bidang masing-masing tanpa mengacu kepada peraturan perundang-undangan yang bersifat prinsip, seperti misalnya kepada masalah Perlindungan Anak yang seharusnya menjadi butir yang masuk ke semua (cross-cutting) permasalahan yang ada.

Bidang Keluarga dan Pengasuhan Alternatif Masalah pokok perlindungan anak bidang keluarga dan pengasuhan alternatif di dominasi oleh kasus-kasus yang berakar dari kerentanan keluarga baik rentan secara ekonomi, sosial, kemasyarakatan dan religiusitas keagamaan, diantaranya: a. Penelantaran Anak menjadi masalah serius dan seperti fenomena gunung es, yang terus menunjukan tren peningkatan. Kasus-kasus penelantaran anak memiliki motif yang sangat beragam, kasus yang dominan adalah kasus anak jalanan, pembuangan dan penelantaran bayi serta anak terlantar karena orang tua bekerja. b. Perebutan Hak Kuasa Asuh Anak, perceraian orang tua adalah sumber dari masalah perebutan hak kuasa asuh anak. Kasus perceraian tidak lepas dari rendahnya kualitas perkawinan, maraknya perkawinan siri, kawin kontrak, perkawinan campuran dan perkawinan di usia dini menjadi sumber masalah 12


c.

d.

e.

perceraian, pada hal semestinya perkawinan adalah sebuah perjanjian luhur antara dua insan yang salah satu fungsinya merupakan lembaga reproduksi untuk mempertahankan dan melanjutkan keberlangsungan kehidupan yakni lahirnya keturunan (anak). Angka pernikahan anak, di Indonesia secara nasional sangat tinggi, yakni mencapai 34,5 %. Dengan jumlah angka perkawinan mencapai 2,5 juta pasangan pertahun, berarti ada sekitar 600 pasangan pernikahan anak. Tingginya angka perkawinan di usia anak sangat memprihatinkan dan mengkhawatirkan karena pernikahan anak diduga menjadi salah satu penyebab tingginya angka kematian bayi di Indonesia yakni 34/1000 perkawinan. Banyak pernikahan anak dilakukan pada usia 11-13 tahun, yang secara fisik belum siap untuk reproduksi. Pernikahan Anak sebagian besar dilakukan tanpa pencatatan oleh negara (nikah siri) karena petugas pencatat perkawinan (penghulu) tidak bersedia mencatat karena tidak sesuai dengan UU Perkawinan. Perwalian dan Pengangkatan Anak, Praktek perwalian dan pengangkatan anak mayoritas dilakukan secara adat, sehingga proses pengangkatan anak tidak diputuskan melalui putusan pengadilan dan mayoritas tidak tercatat di dinas sosial, sehingga berakibat pada kaburnya silsilah keluarga anak dan juga berpengaruh terhadap hak kewarisan anak. Perkawinan campuran berbeda kewarganegaraan juga memunculkan masalah perwalian, karena menyangkut keabsahan kewarganegaraan anak yang dilahirkan, maka diperlukan kejelian hakim dalam memutuskan perwalian anak dengan mengedepankan kepentingan terbaik bagi anak. Rendahnya Kualitas Lembaga Pengasuhan Alternatif, Berdasarkan penelitian Save The Children, Unicef dan Kementerian Sosial Republik Indonesia pada tahun 2007 terdapat 5.000-8.000 lembaga pengasuhan alternatif di Indonesia dalam bentuk Panti Asuhan Anak. Penyelenggara panti asuhan anak ini mayoritas dimiliki oleh masyarakat yakni sebesar 99% dan hanya 40 panti asuhan anak yang dimiliki oleh pemerintah. Anak-anak ditempatkan di Panti asuhan didasarkan atas alasan kemiskinan yakni sebesar 90% dan karena alasan yatim piatu sebesar 6%. Kualitas panti asuhan masih sangat rendah, rasio perbandingan pengasuh dengan anak yang di asuh tidak seimbang, kualitas pengasuh panti tidak sesuai standar, bahkan kasus kekerasan anak dengan dalil penegakan disiplin dan agama juga ditemui dalam sistem pengasuhan berbasis panti. Sarana prasarana yang terbatas menyebabkan anak tidak dalam situasi yang lebih baik berada di panti asuhan.

Bidang Kesehatan dan Kesejahteraan Dasar a. Gizi Buruk Gizi buruk merupakan masalah yang perlu mendapat perhatian dan penanganan cepat dan menjadi pekerjaan utama bagi Pemerintah dan Negara. Saat ini belum adanya suatu penanganan gizi buruk yang holistik menyebabkan kasus gizi buruk di kalangan balita semakin meningkat. Berdasarkan data Prevalensi Balita kurang gizi dan buruk menurut indikator berat badan di Indonesia tahun 2020 menunjukkan bahkan sebelum COVID-19, Indonesia sudah menghadapi masalah gizi yang tinggi. Saat ini, lebih dari dua juta anak menderita gizi buruk dan lebih dari tujuh juta anak di bawah usia 5 tahun mengalami stunting. (kutipan UNICEFIndonesia: Angka masalah gizi pada anak akibat COVID-19 dapat meningkat tajam kecuali jika tindakan cepat diambil (unicef.org)

13


b.

Pelayanan Kesehatan Pelayanan kesehatan yang masih rendah perlu mendapatkan perhatian lebih, karena masih ada pelayanan kesehatan yang mengabaikan hak anak. Setiap anak berhak mendapatkan pelayanan kesehatan karena merupakan hak asasi anak. Seringkali rumah sakit maupun klinik pengobatan yang masih mengabaikan pelayanan kepada keluarga yang tidak mampu seperti keluarga yang memiliki Jamkesmas maupun Jampersal. Tidak jarang anak yang kurang mendapatkan pelayanan yang diakibatkan karena tidak memiliki uang jaminan di rumah sakit. Disisi lain ada juga anak yang kehilangan nyawa karena kelalaian dan terlambat dalam penanganan.

c.

Anak korban Narkoba dan HIV/AIDS Masalah narkoba merupakan masalah yang tidak saja terjadi dikalangan orang dewasa saja, tetapi juga dialami oleh anak-anak. Berbagai hasil penelitian menunjukkan angka penggunaan narkoba di Indonesia semakin meningkat, serta penyalahgunaan banyak terjadi pada anak dan remaja. Data BNN 2010 menyebutkan, pengguna narkoba mencapai 3,6 juta orang. Rinciannya generasi muda dan usia produktif adalah pengguna narkoba terbanyak. Mereka terdiri dari mahasiswa dan pelajar berjumlah 921.695. Sementara sebanyak 17.734 pengguna narkoba mendapat terapi dan rehabilitasi pada 2010. (update data 2020-kemenkes)

d.

Rokok jumlah perokok pada kalangan anak dan remaja meningkat terus setiap tahunnya. Komisi Perlindungan Anak Indonesia memperkirakan ada 21 juta anak Indonesia menjadi perokok dan meningkat setiap tahunnya.Jumlah anak merokok mulai meningkat mulai 2001. Tahun ini diperkirakan ada kenaikkan hingga 38 persen dari jumlah anak yang merokok di Indonesia, tingkatnya diperkirakan mencapai 80 persen. Prevalensi anak merokok di Indonesia sudah pada tingkat sangat memprihatinkan. Kini usia prevalensi anak merokok bergeser hingga usia tujuh tahun. Karena itu, harus segera dikeluarkan larangan merokok bagi anak-anak. (update data 2020, Kemenkes 2020)

e.

Pemberian ASI dan Susu Formula Target SDGs adalah menurunkan angka kematian bayi dan balita menjadi 2/3 dalam kurun waktu 1990 – 2015. Penyebab utama kematian bayi dan balita adalah diare dan pneumonia dan lebih dari 50% kematian balita didasari oleh kurang gizi. Pemberian ASI secara eksklusif selama 6 bulan dan diteruskan sampai usia 2 tahun di samping pemberian makanan pendamping ASI (MP ASI) secara adekuat terbukti merupakan salah satu intervensi efektif dapat menurunkan AKB. Dalam pelaksanaannya tidak semua aktor melaksanakan kebijakan tersebut dengan bukti cakupan pemberian ASI eksklusif masih rendah di bawah target nasional (80%).

Bidang Pendidikan, Rekreasi dan Aktivitas Budaya a. Masalah Ujian Nasional (UN) yang sudah dihilangkan, Posisi KPAI dalam menyikapi UN tetap memberikan suara kritis, karena banyaknya pengaduan masyarakat yang mengeluhkan UN yang telah menjelma menjadi bentuk kekerasan psikis terhadap anak, dan bentuk asesmen yang belum jelas konsepnya. Tidak sedikit anak yang stress, jatuh sakit, bahkan bunuh diri saat menghadapi UN menjadi terbebani dengan belum jelasnya konsep asesmen pengganti UN. Oleh karena itu KPAI akan terus berada pada posisi kritis agar evaluasi pendidikan lebih 14


kredibel dan akuntabel. Dalam pandangan KPAI, UN akan memiliki nilai akuntabilitas tinggi apabila dilaksanakan oleh sekolah sesuai dengan semangat otonomi sekolah, sementara Pemerintah bertindak sebagai pengawas dan membuat rambu-rambu standar kualitas. UN yang dipaksakan bertentangan dengan perspektif “Sekolah Ramah” anak, di mana sejak dari masuk pertama, proses belajar mengajar, hingga evaluasi anak harus mengikuti dengan rasa gembira. Ujian Nasional dihapus pada tahun 2021 dan diganti dengan Asesmen Kompetensi Minimum dan Survei Karakter. Asesmen tersebut tidak dilakukan berdasarkan mata pelajaran atau penguasaan materi kurikulum seperti yang selama ini diterapkan dalam ujian nasional, melainkan melakukan pemetaan terhadap dua kompetensi minimum siswa, yakni dalam hal literasi dan numerasi. Survei karakter adalah sebuah penilaian yang akan ditujukan pada peserta didik guna mengetahui keamanan, kerukunan, kondisi lingkungan rumah, kondisi lingkungan sekolah (terdapat bullying dll), dan akhlak dari murid itu sendiri. Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) mendukung langkah pemerintah pusat untuk menghentikan Ujian Nasional 2020. KPAI menilai pandemi virus Corona atau Covid-19, tak bisa dianggap remeh. b.

Minimnya sarana dan prasarana pendidikan, penyediaan anggaran 20% dari APBN dan APBD untuk pendidikan juga belum sepenuhnya terealisasi. Terlebih khusus alokasi anggaran untuk sarana dan prasarana yang sangat minim. Sehingga masih banyak ditemukan sekolah dengan kondisi bangunan tidak layak pakai dan minim sarana serta prasarana pendukung lainnya. Terlebih untuk sekolah non formal yang kurang mendapat perhatian dari pemerintah. Akhir-akhir ini sering kita jumpai gedung sekolah yang roboh atau mengalami kerusakan yang parah. Berdasarkan investigasi yang dilakukan terhadap banyaknya sekolah rusak, 80% diantaranya karena kondisi fisik bangunan yang sudah tua. Sementara sisanya diakibatkan kondisi konstruksi dan faktor alam.

c.

Diskriminasi Pendidikan, Hak anak untuk mengakses pendidikan sering tidak didapat diantaranya akibat adanya sistem penerimaan siswa berbasis nilai dan mekanisme seleksi yang penyebarannya berdasar Zonasi. Hal ini menyebabkan calon siswa yang tidak memenuhi kualifikasi tidak bisa diterima di sekolah yang diharapkan. Pemberlakuan mekanisme seleksi siswa baru yang ketat ini terjadi pada sekolah negeri, sehingga calon siswa dari kalangan miskin diharapkan memenuhi kualifikasi rentan menjadi anak putus sekolah (ATS) dapat sekolah di sekolah negeri dan lainnya terpaksa harus sekolah di sekolah swasta yang biaya pendidikannya lebih mahal dibanding sekolah negeri. Akibat lain mekanisme seleksi ini menyebabkan ada beberapa sekolah negeri yang terkesan menerima input yang berasal dari siswa yang kualitasnya menurun.

d.

Kekerasan di lingkungan pendidikan, lingkungan pendidikan seharusnya bisa memberikan kenyamanan. Kekerasan tersebut melibatkan antara penyelenggara pendidikan dengan anak didik, ataupun kekerasan antar anak didik itu sendiri. Masih banyak ditemukan kekerasan psikis dan fisik dalam penyelenggaraan MOS. Kekerasan ini seakan-akan telah menjadi tradisi turun temurun sebagai warisan budaya negatif. Salah satu pemicu terjadinya kekerasan di sekolah karena lemahnya unsur moralitas, keagamaan dan karakter dalam kurikulum pendidikan ataupun lemahnya pengawasan di lingkungan Keluarga. 15


e.

Kesadaran orang tua yang rendah, hingga saat ini WAJAR DIKDAS 12 tahun belum tercapai secara maksimal sesuai dengan prioritas pemerintah. Hal ini disebabkan oleh Rendahnya tingkat pendidikan orang tua dan rendahnya kesadaran orang tua terhadap pendidikan anaknya tanpa memberikan alternatif bentuk pendidikan atau keterampilan lain. Tuntutan ekonomi menjadikan orang tua lebih senang jika anaknya ikut membantu menopang kebutuhan ekonomi keluarga di banding belajar di sekolah.

f.

Akses pendidikan dan kualitas SDM yang tidak merata, akses pendidikan yang tidak merata pada setiap daerah masih menjadi kendala dalam mewujudkan pendidikan yang berkualitas. Faktor geografis menjadi sebab sulitnya penyebaran layanan pendidikan. Daerah terpencil dan pedalaman memiliki akses yang rendah terhadap pendidikan, sehingga menyebabkan terbatasnya guru, buku penunjang dan sarana dan prasarana lainnya. Di samping itu SDM Pendidik dan Tenaga Kependidikan yang tidak memenuhi kualifikasi juga menjadi pemicu siswa tidak mendapatkan pendidikan yang layak sebagaimana di sekolah lain.

g.

Tawuran antar pelajar, dimana tawuran antar pelajar masih sering terjadi di beberapa titik, khususnya di Jakarta. Tawuran antar pelajar ini biasanya melibatkan tawuran antar sekolah satu dengan sekolah lainnya. Hampir setiap hari kita disuguhi tontonan tawuran antar pelajar.

Bidang Perlindungan Khusus a. Anak Berhadapan dengan Hukum (ABH), KPAI menyerukan wacana penghapusan pemenjaraan anak. Program ini selain dilakukan dengan mengajukan permohonan uji materi (judicial review) atas UU Nomor 3 tahun 1997 tentang pengadilan Anak di Mahkamah Konstitusi, juga mengawal proses penyusunan RUU Revisi/Pengganti UU Pengadilan Anak. Menurut KPAI, yang harus dibangun ke depan adalah UU Peradilan Anak yang mandiri, yang bukan berada di bawah sistem peradilan umum, melainkan sistem peradilan tersendiri. Filosofis peradilan anak bukanlah pembalasan sebagaimana filosofis peradilan orang dewasa, melainkan dalam kerangka mencapai kesejahteraan anak. Oleh sebab itu, hukuman terhadap anak yang melanggar hukum bukanlah berupa pemidanaan tetapi cukup tindakan, yang tidak dilakukan pada lembaga-lembaga di bawah Kemenkumham, melainkan lembaga-lembaga pendidikan di bawah Kementerian Sosial atau bahkan di bawah Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak. Sampai hari ini, kami masih menunggu putusan Mahkamah Konstitusi untuk uji materiil UU Nomor 3 Tahun 1997 Pengadilan Anak setelah melalui beberapa kali persidangan. Putusan Mahkamah Konstitusi diharapkan akan menjadi rujukan di dalam menyusun UU Sistem Peradilan Anak. Berdasarkan update data kasus pengaduan perlindungan anak tahun 2016-2020 per 31 Desember 2020 oleh KPAI dari 24974 pengaduan, terdapat 6500 anak berhadapan hukum sebagai pelaku. b.

Anak dan Pornografi KPAI begitu gencarnya melawan pornografi karena dalam perspektif perlindungan anak, pornografi adalah sebuah kejahatan yang sangat berbahaya bagi anak, di antaranya;

16


Pornografi memiliki tingkat ketergantungan yang sangat tinggi dan sulit dihapus dari memori anak; ● Mengganggu tumbuh kembang anak, khususnya perusakan terhadap sistem hormonal dalam tubuh anak; ● Penonton pornografi berminat melakukan acting out atau menirukan adegan yang ada dalam gambar/video tersebut. ● Pornografi berkaitan erat dengan tindak kriminalitas dalam masyarakat, termasuk delinkuensi remaja. Berdasarkan update data kasus pengaduan perlindungan anak tahun 2016-2020 per 31 Desember 2020 oleh KPAI dari 24974 pengaduan, terdapat 703 anak korban pornografi dari media sosial. c.

Trafficking (Perdagangan Manusia) ● Kerja Paksa Seks & Eksploitasi seks, baik di luar negeri maupun di wilayah Indonesia. Dalam banyak kasus, perempuan dan anak-anak dijanjikan bekerja sebagai buruh migran, PRT, pekerja restoran, penjaga toko, atau pekerjaanpekerjaan tanpa keahlian tetapi kemudian dipaksa bekerja pada industri seks saat mereka tiba di daerah tujuan. Dalam kasus lain, berapa perempuan tahu bahwa mereka akan memasuki industri seks tetapi mereka ditipu dengan kondisi-kondisi kerja dan mereka dikekang di bawah paksaan dan tidak diperbolehkan menolak bekerja. ● Pembantu Rumah Tangga (PRT), baik di luar ataupun di wilayah Indonesia. PRT baik yang di luar negeri maupun yang di Indonesia di trafik ke dalam kondisi kerja yang sewenang-wenang termasuk: jam kerja wajib yang sangat panjang, penyekapan ilegal, upah yang tidak dibayar atau yang dikurangi, kerja karena jeratan hutang, penyiksaan fisik maupun psikologis, penyerangan seksual, tidak diberi makan atau kurang makanan, dan tidak boleh menjalankan agamanya atau diperintah untuk melanggar agamanya. Beberapa majikan dan agen menyita paspor dan dokumen lain untuk memastikan para pembantu tersebut tidak mencoba melarikan diri. ● Bentuk Lain dari Kerja Migran, baik di luar ataupun di wilayah Indonesia. Meskipun banyak orang Indonesia yang bermigrasi sebagai PRT, yang lainya dijanjikan mendapatkan pekerjaan yang tidak memerlukan keahlian di pabrik, restoran, industri cottage, atau toko kecil. Beberapa dari buruh migran ini ditarik ke dalam kondisi kerja yang sewenang-wenang dan berbahaya dengan bayaran sedikit atau bahkan tidak dibayar sama sekali. Banyak juga yang dijebak di tempat kerja seperti itu melalui jeratan hutang, paksaan, atau kekerasan. ● Penari, Penghibur & Pertukaran Budaya, terutama di luar negeri. Perempuan dan anak perempuan dijanjikan bekerja sebagai penari duta budaya, penyanyi, atau penghibur di negara asing. Pada saat kedatangannya, banyak dari perempuan ini dipaksa untuk bekerja di industri seks atau pada pekerjaan dengan kondisi mirip perbudakan. ● Pengantin Pesanan, terutama di luar negeri. Beberapa perempuan dan anak perempuan yang bermigrasi sebagai istri dari orang berkebangsaan asing, telah ditipu dengan perkawinan. Dalam kasus semacam itu, para suami mereka memaksa istri-istri baru ini untuk bekerja untuk keluarga mereka dengan kondisi mirip perbudakan atau menjual mereka ke industri seks. ● Beberapa Bentuk Buruh/Pekerja Anak, terutama di Indonesia. Beberapa (tidak semua) anak yang berada di jalanan untuk mengemis, mencari ikan di lepas 17


pantai seperti jermal, dan bekerja di perkebunan telah ditrafik ke dalam situasi yang mereka hadapi saat ini. ● Trafficking/penjualan Bayi, baik di luar negeri ataupun di Indonesia. Beberapa buruh migran Indonesia (TKI) ditipu dengan perkawinan palsu saat di luar negeri dan kemudian mereka dipaksa untuk menyerahkan bayinya untuk diadopsi ilegal. Dalam kasus yang lain, ibu rumah tangga Indonesia ditipu oleh PRT kepercayaannya yang melarikan bayi ibu tersebut dan kemudian menjual bayi tersebut ke pasar gelap. ● Eksploitasi Organ Tubuh, Pengambilan bagian organ tubuh untuk anak di jual. Di indonesia belum terdeteksi secara penuh tapi harus diantisipasi semaksimal mungkin perlu agar peluang kejahatan tersebut tidak terjadi. Berdasarkan update data kasus pengaduan perlindungan anak tahun 2016-2020 per 31 Desember 2020 oleh KPAI dari 24974 pengaduan, terdapat 1409 anak korban trafficking dan eksploitasi.

d.

3.

Kekerasan Seksual terhadap Anak Kekerasan seksual terhadap anak menjadi salah satu program substantif selama tahun 2011 karena kecenderungan kasus kekerasan seks terhadap anak makin meningkat. Tahun 2011 misalnya, dari 2266 pengaduan, 28 % berupa kasus kekerasan seksual seperti pelecehan seks, perkosaan, maupun eksploitasi seks bermotifkan ekonomi. Pelaku kekerasan seks tidak sebatas masyarakat awam tetapi juga kaum terpelajar, bahkan beberapa di antaranya adalah pejabat publik. Berdasarkan update data kasus pengaduan perlindungan anak tahun 2016-2020 per 31 Desember 2020 oleh KPAI dari 24974 pengaduan, terdapat 544 anak korban kejahatan seksual online dan 1.191 anak korban kekerasan seksual (pemerkosaan/pencabulan/sodomi/pedofilia).

Kerangka Hukum Negara (Country legal framework) Pembangunan Manusia Indonesia diatur dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) IV 2020-2024 yang berfokus pada 7 (tujuh) Prioritas Nasional, yaitu (1) memperkuat ketahanan ekonomi untuk pertumbuhan yang berkualitas; (2) mengembangkan wilayah untuk mengurangi kesenjangan dan menjamin pemerataan; (3) meningkatkan SDM berkualitas dan berdaya saing; (4) revolusi mental dan pembangunan kebudayaan; (5) memperkuat infrastruktur mendukung pengembangan ekonomi dan pelayanan dasar; (6) membangun lingkungan hidup, meningkatkan ketahanan bencana dan perubahan iklim; dan (7) memperkuat stabilitas politik, hukum, pertahanan, keamanan dan transformasi pelayanan publik. 3.1

Analisis Strategi dan Dokumen Kebijakan Regional dan Nasional yang Relevan

3.1.1 Strategi Nasional Berkenaan Pemenuhan Hak Anak ●

Strategi Nasional Penanganan Anak Tidak Sekolah (ATS) (Stranas_ATS_di_Indonesia_2019-2020_ALL.pdf (bappenas.go.id) Strategi Nasional Penanganan Anak Tidak Sekolah (Stranas ATS) ini bertujuan untuk memastikan adanya penguatan, perbaikan, perluasan, serta koordinasi yang lebih baik dan efektif dari berbagai program dan inisiatif 18


pemerintah dan masyarakat untuk memenuhi kebutuhan pendidikan dan pelatihan anak-anak di Indonesia. Stranas ATS ini menguraikan kompleksitas isu dan permasalahan yang saling berkaitan yang menyebabkan anak tidak bersekolah atau putus sekolah. Stranas ATS ini berfokus pada berbagai kelompok anak usia 7 – 18 tahun yang menjadi sasaran penerima manfaat berbagai program, termasuk didalamnya kelompok anak rentan, seperti anak penyandang disabilitas, serta anak-anak yang berada di daerah 3T. Stranas ATS ini diharapkan dapat memberikan arahan strategi kebijakan dan aksi prioritas yang harus dilaksanakan oleh pemerintah, baik di tingkat pusat (Kementerian/Lembaga, K/L), provinsi, daerah, sampai ke desa, dan juga oleh masyarakat dalam upaya menangani isu ATS dan mengurangi jumlah ATS. Pada akhirnya, Stranas ATS ini diharapkan dapat membantu memastikan agar setiap anak di Indonesia memperoleh layanan dan/atau pelatihan yang berkualitas dan relevan dengan kehidupan mereka. Terpenuhinya pendidikan dan pelatihan setiap anak di Indonesia akan menjamin kemampuan Indonesia untuk memaksimalkan manfaat bonus demografi serta mewujudkan potensi pertumbuhan sosial dan ekonomi yang optimal. ●

Strategi Nasional Pencegahan Stunting Stranas Stunting - Stunting Pencegahan stunting menyasar berbagai penyebab langsung dan tidak langsung yang memerlukan kerjasama dan koordinasi lintas sektor di seluruh tingkatan pemerintah, swasta dan masyarakat. Stranas Percepatan Pencegahan Anak Kerdil (Stunting) menjadi dokumen acuan yang dapat digunakan untuk memastikan koordinasi seluruh intervensi secara konvergen bagi seluruh pemangku kepentingan dalam mendukung komitmen Pemerintah RI. Stranas Stunting adalah dokumen pemerintah yang memberikan rancangan strategis intervensi percepatan pencegahan Stunting yang terukur dalam kerangka kebijakan dan institusi yang ada. Dengan adanya Stranas, diharapkan semua pihak di berbagai tingkatan paham akan perannya masing-masing serta bekerjasama untuk mempercepat pencegahan Stunting. Selain itu, para pihak juga dapat memastikan adanya keberpihakan pada kesetaraan gender. Stranas Stunting memaparkan Lima Pilar Pencegahan Stunting yang merujuk pada Keputusan Wakil Presiden pada Rapat Tingkat Menteri tentang stunting pada 9 Agustus 2017. Lima Pilar tersebut adalah: 1) Komitmen dan visi pimpinan tertinggi negara; 2) Kampanye nasional berfokus pada pemahaman perubahan perilaku, komitmen politik, dan akuntabilitas; 3) Konvergensi, koordinasi, dan konsolidasi program nasional, daerah, dan masyarakat; 4) Mendorong kebijakan ketahanan pangan dan 5) Pemantauan dan evaluasi. Di samping itu, juga ditetapkan Kementerian/Lembaga penanggung jawab upaya percepatan pencegahan stunting, wilayah prioritas dan strategi percepatan pencegahan stunting, serta menyiapkan strategi kampanye nasional stunting.

19


Strategi Nasional Pencegahan Pernikahan Anak Menteri Suharso dalam sambutannya menyampaikan: “Kami baru saja menyelesaikan penyusunan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2020-2024. Di dalam RPJMN 2020-2024, Perkawinan Anak menjadi salah satu indikator di dalam Prioritas Nasional 3 Meningkatkan SDM yang Berkualitas dan Berdaya Saing, pada Program Prioritas Peningkatan Kualitas Anak, Perempuan, dan Pemuda. Angka Perkawinan Anak ditargetkan turun dari 11,2% di tahun 2018 menjadi 8,74% di tahun 2024. Dan dalam konteks TPB (Tujuan Pembangunan Berkelanjutan), angka perkawinan anak diproyeksikan terus menurun sampai 6,94% di akhir 2030” Kementerian PPN/Bappenas bersama dengan pemangku kepentingan lainnya menyusun sebuah dokumen kebijakan berbasis bukti berupa Strategi Nasional Percepatan Pencegahan Perkawinan Anak (Stranas PPA). “Selesainya dua dokumen ini sekaligus membuktikan adanya kolaborasi yang luar biasa antara pemerintah dan non pemerintah. Dokumen Stranas PPA dan publikasi Pencegahan Perkawinan Anak dapat terwujud karena kerja sama yang baik antar Kementerian/Lembaga, khususnya antara Kementerian PPN/Bappenas dengan Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak yang didukung penuh oleh mitra pembangunan, pakar, akademisi, tokoh agama, lembaga masyarakat dan kelompok anak muda,” jelas Menteri Suharso. Untuk mencapai penurunan prevalensi perkawinan anak terdapat 5 (lima) strategi. Pertama, optimalisasi kapasitas anak untuk memastikan anak memiliki resiliensi dan mampu menjadi agen perubahan. Kedua, lingkungan yang mendukung pencegahan perkawinan anak untuk membangun nilai, norma dan cara pandang yang mencegah perkawinan anak. Ketiga, aksesibilitas dan perluasan layanan untuk menjamin anak mendapat layanan dasar komprehensif untuk kesejahteraan anak terkait pemenuhan hak dan perlindungan anak. Keempat, penguatan regulasi dan kelembagaan untuk menjamin pelaksanaan dan penegakan regulasi terkait pencegahan perkawinan anak dan meningkatkan kapasitas dan optimalisasi tata kelola kelembagaan. Kelima, penguatan koordinasi pemangku kepentingan untuk meningkatkan sinergi dan konvergensi upaya pencegahan perkawinan anak.

Rencana Aksi Nasional Pengembangan Anak Usia Dini Holistik Integratif (RAN PAUDHI) Program Prioritas Presiden Jokowi adalah SDM Unggul, dan SDM Unggul dimulai dengan pondasi Anak Usia Dini yang dapat mengakses layanan berkualitas, PAUD Holistik Integratif adalah penanganan anak usia dini secara utuh (menyeluruh) yang mencakup layanan gizi dan kesehatan, pendidikan dan pengasuhan, dan perlindungan, untuk mengoptimalkan semua aspek perkembangan anak yang dilakukan secara terpadu oleh berbagai pemangku kepentingan di tingkat masyarakat, pemerintah daerah, dan pusat.

20


Tujuannya secara umum adalah terselenggaranya layanan Pengembangan Anak Usia Dini Holistik-Integratif menuju terwujudnya anak Indonesia yang sehat, cerdas, ceria, dan berakhlak mulia. Acara ini turut dihadiri Mendikbud Ristek Nadiem Makarim, Menkes Budi Gunadi Sadikin, Menteri PPPA Bintang Puspayoga hingga Gubernur Anies Baswedan yang memberikan sambutan. Adapun Deputi Bidang Koordinasi Peningkatan Kualitas Pendidikan dan Moderasi Beragama Kemenko PMK Agus Sartono menjadi pembicara kunci dalam agenda ini. Penyusunan dan peluncuran buku RAN PAUD HI dimaksudkan untuk mewujudkan sebuah dokumen Rencana Aksi Nasional, untuk mencapai sasaran pengembangan anak usia dini. Hal ini pun telah ditetapkan dalam RPJMN 2020-2024. RAN PAUD HI juga merupakan komitmen global yang terkoordinasi secara terpadu, melibatkan semua pemangku kepentingan baik dari unsur pemerintah maupun non pemerintah, termasuk organisasi kemasyarakatan dan dunia usaha. Dalam kesempatan yang sama, Menkes Budi Gunadi Sadikin turut menyatakan apresiasinya kepada pelaksana program PAUD HI di masa pandemi COVID-19. Melalui PAUD HI, ia pun mengimbau pelaksana hingga orang tua untuk memantau pertumbuhan, pemenuhan gizi, imunisasi dasar, hingga menerapkan pola asuh anak yang baik. ●

SDGs 25 September 2015 bertempat di Markas Besar Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), para pemimpin dunia secara resmi mengesahkan Agenda Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (Sustainable Development Goals) sebagai kesepakatan pembangunan global. Kurang lebih 193 kepala negara hadir, termasuk Wakil Presiden Indonesia Jusuf Kalla turut mengesahkan Agenda SDGs. Dengan mengusung tema "Mengubah Dunia Kita: Agenda 2030 untuk Pembangunan Berkelanjutan", SDGs yang berisi 17 Tujuan dan 169 Target merupakan rencana aksi global untuk 15 tahun ke depan (berlaku sejak 2016 hingga 2030), guna mengakhiri kemiskinan, mengurangi kesenjangan dan melindungi lingkungan. SDGs berlaku bagi seluruh negara (universal), sehingga seluruh negara tanpa kecuali negara maju memiliki kewajiban moral untuk mencapai Tujuan dan Target SDGs. SDGs Dirancang Secara Partisipatif Berbeda dari pendahulunya Millenium Development Goals (MDGs), SDGs dirancang dengan melibatkan seluruh aktor pembangunan, baik itu Pemerintah, Civil Society Organization (CSO), sektor swasta, akademisi, dan sebagainya. Kurang lebih 8,5 juta suara warga di seluruh dunia juga berkontribusi terhadap Tujuan dan Target SDGs. Tidak Meninggalkan Satu Orangpun (Leave No One Behind) Tidak Meninggalkan Satu Orangpun merupakan Prinsip utama SDGs. Dengan prinsip tersebut setidaknya SDGs harus bisa menjawab dua hal yaitu, Keadilan Prosedural yaitu sejauh mana seluruh pihak terutama yang 21


selama ini tertinggal dapat terlibat dalam keseluruhan proses pembangunan dan Keadilan Substansial yaitu sejauh mana kebijakan dan program pembangunan dapat atau mampu menjawab persoalan-persoalan warga terutama kelompok tertinggal. ●

UU Disabilitas Presiden Joko Widodo (Jokowi) sudah mengesahkan sembilan peraturan turunan UU No. 8 Tahun 2016 tentang Penyandang Disabilitas sejak 2019 hingga 2020, sembilan peraturan turunan itu disahkan sebagai wujud komitmen penuh Presiden Jokowi untuk menjalankan amanat UU tentang Penyandang Disabilitas itu. "Pemerintah Republik Indonesia di bawah pemerintahan Bapak Presiden Joko Widodo dalam melaksanakan tugasnya amanat UU No. 8 Tahun 2016. Bapak Presiden Jokowi telah mengesahkan sebanyak sembilan kebijakan sebagai peraturan turunan dari UU No. 8 Tahun 2016, peraturan tersebut yakni: 1. Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 52 Tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Kesejahteraan Sosial bagi Penyandang Disabilitas, 2. PP Nomor 70 Tahun 2019 tentang Perencanaan, Penyelenggaraan, dan Evaluasi terhadap Penghormatan, Perlindungan, dan Pemenuhan Hak Penyandang Disabilitas. 3. PP Nomor 13 Tahun 2020 tentang Akomodasi yang Layak bagi Peserta Didik Penyandang Disabilitas. 4. PP Nomor 39 Tahun 2020 tentang Akomodasi yang Layak untuk Penyandang Disabilitas dalam Proses Peradilan. 5. PP Nomor 42 Tahun 2020 tentang Aksesibilitas terhadap Permukiman, Pelayanan Publik, dan Perlindungan dari Bencana bagi Penyandang Disabilitas. 6. PP Nomor 60 Tahun 2020 tentang Unit Layanan Disabilitas bidang Ketenagakerjaan. 7. Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 67 Tahun 2020 tentang Syarat dan Tata Cara Pemberian Penghargaan dan Penghormatan, Perlindungan, dan Pemenuhan Hak Penyandang Disabilitas. 8. Perpres Nomor 68 Tahun 2020 tentang Komisi Nasional Disabilitas. 9. Perjanjian Internasional yang diatur dalam Perpres Nomor 1 Tahun 2020 tentang Pengesahan Traktat Marrakesh untuk Fasilitasi Akses atas Ciptaan yang Dipublikasi bagi Penyandang Disabilitas Netra, Gangguan Penglihatan, atau Disabilitas dalam Membaca Karya Cetak. Peraturan turunan yang sudah disahkan oleh Presiden Jokowi ini masih penting dibuatkan turunannya lagi ke dalam Peraturan Menteri.Peraturanperaturan pemerintah ini bisa dijadikan peraturan menteri yang artinya keterlibatan teman-teman disabilitas pun dapat terintegrasi sejalan dengan aturan hukum internasional tentang Hak Asasi Manusia, yang berasaskan penghormatan (respect), perlindungan (protect), pemenuhan (fulfill) hak penyandang disabilitas.

22


Saat ini UU Disabilitas ditindaklanjuti dengan Rencana Aksi Nasional Penyandang Disabilitas berdasarkan Peraturan Menteri PPN/ Kepala Bappenas No. 3 Tahun 2021. ●

Pendidikan Inklusif Dengan adanya sistem pendidikan inklusif ini masyarakat diberikan hak untuk memilih untuk menyekolahkan anaknya yang mengalami kendala pertumbuhan dan perkembangan ke sekolah reguler maupun sekolah khusus. Pilihan ini diberikan negara untuk menjamin setiap warga negaranya tanpa terkecuali untuk mendapatkan aksesibilitas dalam hal memperoleh pendidikan yang layak dan bermutu di semua jalur dan jenjang. Secara filosofis adanya pendidikan inklusif juga menjadi pengejawantahan dari Bhineka Tunggal Ika yang telah menjadi semboyan bangsa yang mengakar pada seluruh aspek kehidupan bangsa Indonesia. Semboyan Bhineka Tunggal Ika yang berarti “berbeda beda tetapi tetap satu jua” tercermin dalam keberagaman warga sekolah yang berasal dari berbagai agama, suku, ras, budaya, dan kondisi fisik serta psikologis siswa yang melebur menjadi satu kesatuan di sekolah inklusi. Tidak ada diskriminasi sehingga terwujud pengamalan Pancasila secara nyata dalam bentuk pendidikan yang berketuhanan Yang Maha Esa, berprikemanusiaan, menunjang persatuan Indonesia, yang hikmat dan bijaksana, serta berkeadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.

3.1.2 Isu Strategis dalam RPJMN 2020-2024 Berkenaan Pemenuhan Hak Anak Penetapan prioritas mengenai kelompok sasaran SOS berdasarkan isu-isu strategis terkait pendidikan, kesehatan, dan kesejahteraan sosial anak yang dituangkan dalam RPJMN IV 2020-2024 yang disusun pemerintah terkait peningkatan SDM yang berkualitas dan berdaya saing di dalamnya terdapat prioritas peningkatan produktivitas, pengentasan kemiskinan, peningkatan kualitas anak, perempuan, dan pemuda, pengendalian penduduk dan tata kelola, penguatan pelaksanaan perlindungan sosial, peningkatan pelayanan kesehatan serta program prioritas dan kegiatan prioritas terkait keluarga.

23


Sumber: Bappenas

Gambar 1. Isu Strategis Pemenuhan Hak Anak Isu Strategis yang berkaitan dengan Advokasi serta Komunikasi Informasi dan Edukasi (KIE) adalah (1) 16,4% anak belum memiliki akta kelahiran, (2)Stunting balita memiliki trend menurun namun masih tinggi dari 30,8% (berdasarkan Riskesda tahun 2018) menjadi 27,7% (Riskesda integrasi dengan Susenas 2019), (3) Kematian Ibu dan Bayi menurun, (4) 16,68% anak usia 5-17 tahun berstatus tidak/belum bersekolah atau tidak bersekolah lagi, (5) 4,71% anak usia 5-17 tahun merokok, (6) 61,7% laki-laki dan 62% perempuan usia 1317 tahun pernah mengalami kekerasan sepanjang hidupkan, (7) Perilaku merokok dan konsumsi alkohol masing-masing pada remaja laki-laki 47,6% dan 28,6%, Remaja perempuan 0,7% dan 3,4%, (8) Meningkatnya angka perceraian sebesar rata-rata 3% pertahun, (9) 1 dari 3 penduduk lansia tidak memiliki jaminan kesehatan dan hanya 64,54% lansia di 40% kelompok pengeluaran terbawah memiliki jaminan kesehatan, (10) 71%KDRT dan 28% terjadi di ranah publik (Perkosaan, pencabulan, dan kekerasan seksual)

24


Sumber: Bappenas

Gambar 2. Isu Strategis Pemahaman Remaja terkait Kesehatan Reproduksi Isu Strategis juga disebabkan karena belum optimalnya pemahaman remaja tentang kesehatan reproduksi dan penyiapan kehidupan berkeluarga bagi remaja dan calon pengantin diantaranya (1) masih tingginya angka perkawinan anak di Indonesia 11,2%, (2) Tingginya angka kehamilan yang tidak diinginkan: 7,1% kehamilan tidak direncanakan, dan 1,3% perempuan yang menikah menganggap hamil bukan pada waktu yang tepat, (3) persentase umur pertama berhubungan seksual pada umur 15-19 tahun(59% perempuan dan 74% laki-laki), (4) ASFR 15-19 turun cukup signifikan, namun ada indikasi tindakan aborsi di kalangan remaja, (5) 63,8% jumlah infeksi HIV baru terjadi pada rentang 15-19 tahun. Terjadinya Dinamika perubahan struktur peran dan fungsi keluarga sehingga terjadi pergeseran peran pengasuhan dari orang tua ke orang lain, terbentuknya keluarga tidak lengkap /keluarga tungga serta pentingnya peran keluarga menghadapi perkembangan teknologi dan digitalisasi informasi seperti; (1) Balita yang mendapatkan pengasuhan tidak layak sekitar 3,73% dan sekitar 4,84% anak tidak tinggal bersama kedua orang tuanya, (2)Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK) Perempuan baru mencapai 51,89%, terjadi pergeseran pola pengasuhan pengganti baik di dalam rumah maupun di institusi seperti TPA, TAS, dan juga daycare (3) Meningkatnya laporan cyber crime yang melibatkan anak dari 608 kasus (2017) menjadi 679 kasus (2018).

25


Sumber: Bappenas

Gambar 3. Tema, Prioritas, Pengarusutamaan dan Kaidah RPJMN 2020-2024 Tema RPJMN IV 2020-2024 adalah Indonesia Berpenghasilan MenengahTinggi yang sejahtera, Adil, dan Berkesinambungan””, meliputi pengarusutamaan pada (1) Gender, (2)Tujuan Pembangunan berkelanjutan, (3) Modal Sosial dan Budaya, (4) Transformasi Digital. Kaidah RPJMN IV 20202024 adalah (1) membangun Kemandirian, (2) Menjamin Keadilan, (3) menjaga keberlanjutan. 7(tujuh) Program Prioritas Nasional RPJMN IV 2020-2024 dengan 2(dua) yang berkaitan dengan pemenuhan hak anak pada kelompok kehilangan pengasuhan orang tua dan rentan kehilangan orang tua yaitu PN 3 yaitu meningkatkan SDM berkualitas dan berdaya saing dan PN 4 yaitu Revolusi mental dan pembangunan kebudayaan.

Sumber: Bappenas

Gambar 4. PN 3 Meningkatkan SDM yang Berkualitas dan Berdaya Saing 26


PN3 Meningkatkan SDM yang Berkualitas dan Berdaya Saing memiliki 6 Fokus pembangunan dan arah kebijakan berkaitan dengan Pembangunan Keluarga yaitu (2) Penguatan Pelaksanaan Perlindungan Sosial dengan arah kebijakan Memperkuat Pelaksanaan Perlindungan Sosial(3) Peningkatan Pelayanan Kesehatan Menuju Cakupan Semesta, dengan arah kebijakan : Meningkatkan Pelayanan Kesehatan Menuju Cakupan Kesehatan Semesta terutama penguatan pelayanan kesehatan dasar (Primary Health Care) dengan mendorong peningkatan upaya promotif dan preventif didukung inovasi dan pemanfaatan teknologi.

Sumber: Bappenas

Gambar 5. Program Prioritas dan Kegiatan Prioritas Terkait Keluarga Program Prioritas (PP) dan Kegiatan Prioritas (KP) terkait Keluarga terdapat pada PN 3 yaitu Meningkatkan SDM Berkualitas dan Berdaya Saing, meliputi; ● PP2 yaitu Penguatan Pelaksanaan Perlindungan Sosial pada KP 4 yaitu Kesejahteraan Sosial ● PP 3 Peningkatan Pelayanan Kesehatan Menuju Cakupan Kesehatan Semesta terdapat pada KP 1 Peningkatan Kesehatan Ibu, Anak, KB dan Kesehatan Reproduksi, serta KP 2 Percepatan Perbaikan Gizi Masyarakat. ● PP5 Peningkatan Kualitas Anak , Perempuan dan Pemuda terdapat pada KP1 Pemenuhan Hak dan Perlindungan Anak, KP 2 Peningkatan Kesetaraan Gender, Pemberdayaan, dan Perlindungan Perempuan, serta KP 3 Peningkatan Kualitas Pemuda.

27


3.1.3 Otonomi Daerah dalam Pengelolaan Pengentasan Permasalahan Kesejahteraan Sosial Melalui Undang-Undang RI No. 23 Tahun 2014 Tentang Pemerintahan Daerah berkenaan dengan Kewenangan Daerah berhak untuk mengembangkan kebijakan dan strategi lokal dan regional mereka sendiri dalam bidang kesejahteraan sosial. Standar ini menjadi acuan bagi Dinas Sosial/Instansi Sosial untuk mendukung pengambilan keputusan tentang pengasuhan anak dan keluarganya khususnya yang membutuhkan kewenangan Dinas Sosial/Instansi Sosial, yaitu penempatan anak dalam keluarga alternatif atau di Lembaga Kesejahteraan Sosial Anak; melakukan asesmen terhadap usulan pendirian Lembaga Kesejahteraan Sosial Anak, memberikan atau membatalkan izin serta melakukan monitoring dan evaluasi terhadap kinerja Lembaga Kesejahteraan Sosial Anak.

Sumber: Bappenas

Gambar 6. Peningkatan Kesehatan Ibu, Anak, KB, dan Kesehatan Reproduksi ●

Target indikator terkait Peningkatan Kesehatan Ibu, Anak, KB dan Kesehatan Reproduksi memiliki 3(tiga) indikator yaitu (1) Angka Prevalensi Kontrasepsi Modern, (2) Persentase Kebutuhan ber-KB yang tidak terpenuhi , (3) Angka Kelahiran Remaja Umur 15-19 tahun. Arah kebijakan tersebut meningkatkan pelayanan kesehatan menuju cakupan kesehatan semesta terutama penguatan pelayanan kesehatan dasar. Strategi yang digunakan adalah (1)perluasan akses dan kualitas pelayanan KB serta kesehatan reproduksi sesuai karakteristik wilayah yang didukung oleh optimalisasi peran ;sektor swasta dan pemerintah melalui advokasi, komunikasi , informasi , dn edukasi (KIE) Program kependudukan, KB dan Pembangunan Keluarga (KKBPK) dan Konseling KB dan Kespro; peningkatan Kompetensi Penyuluh Keluarga Berencana (PKB) dan Petugas 28


Lapangan Keluarga Berencana (PLKB), tenaga lini lapangan , dan tenaga kesehatan dalam pelayanan KB, penguatan fasilitas pelayanan kesehatan , jaringan dan jejaring fasilitas pelayanan kesehatan serta upaya kesehatan bersumber daya masyarakat dan peningkatan KB pasca persalinan, serta (2)Peningkatan Pengetahuan Pemahaman dan akses pelayanan kesehatan reproduksi remaja secara lintas sektor yang responsif gender.

Sumber: Bappenas

Sumber: Bappenas

Gambar 7. Percepatan Perbaikan Gizi Masyarakat ●

Terkait Percepatan Perbaikan Gizi Masyarakat terdapat target dan indikator yaitu (1) Angka Kematian Ibu (per 100.000 kh) (2)Angka kematian bayi (per 1000 Kh) prevalensi stunting (pendek dan sangat pendek) pada balita(%) , (3) Prevalensi wasting (kurus dan sangat kurus) pada balita (%), dengan arah kebijakan yang bertujuan meningkatkan pelayanan kesehatan menuju cakupan kesehatan semesta terutama penguatan pelayanan kesehatan dasar (Primary Health Care) dengan mendorong meningkatkan upaya promotif dan preventif didukung inovasi dan pemanfaatan teknologi. Strategi terkait Percepatan Perbaikan Gizi Masyarakat yang dilakukan adalah (2) Pengembangan sistem jaminan gizi dan tumbuh kembang anak dengan pemberian jaminan asupan gizi sejak dalam kandungan, perbaikan pola asuh keluarga, dan perbaikan fasilitas air bersih dan sanitasi lingkungan (3)percepatan penurunan stunting dengan peningkatan efektivitas intervensi spesifik perluasan dan penajaman intervensi sensitif secara terintegrasi.

29


Sumber: Bappenas

Gambar 8. Pemenuhan Hak dan Perlindungan Anak ●

Terkait Pemenuhan Hak dan Perlindungan Anak target dan indikatornya adalah (1)Indeks Perlindungan Anak (IPA), (2) Proporsi Perempuan umur 20-24 tahun yang menikah sebelum 18 tahun (3) Prevalensi anak usia 13-17 tahun yang pernah mengalami kekerasan sepanjang hidupnya (%) dengan arah kebijakan yang diharapkan dapat dicapai adalah meningkatnya kualitas anak, perempuan dan pemuda. Strategi yang dilakukan berkaitan Pemenuhan Hak dan perlindungan Anak adalah (3) Peningkatan pemahaman tentang perlindungan anak bagi para pemangku kepentingan masyarakat, keluarga dan anak, (6) Penguatan upaya pencegahan dan penanganan berbagai tindak kekerasan , eksploitasi termasuk isu pekerja anak dan penelantaran anak (7) Penguatan koordinasi dan sinergi upaya pencegahan perkawinan anak dengan melibatkan berbagai pemangku kepentingan (8) Penguatan pengasuhan di lingkungan keluarga dan pengasuhan sementara di institusi lainnya. Terkait Peningkatan Kesetaraan Gender menggunakan target dan indikator (1) Indeks Pembangunan Gender, (2) Indeks Pemberdayaan Gender, (3) Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK) Perempuan, dengan tujuan arah kebijakan adalah meningkatnya kualitas anak, perempuan dan pemuda. strategi yang digunakan untuk meningkatan kualitas anak, perempuan dan pemuda adalah (1)Penguatan kebijakan dan regulasi, (2) Percepatan pelaksanaan PUG di Kementerian/ lembaga, pemerintah provinsi/kabupaten /kota dan pemerintah desa melalui penguatan kelembagaan PUG dan penguatan perencanaan dan penganggaran yang responsif gender (PPRG) (3)Peningkatan pengetahuan dan pemahaman individu baik perempuan maupun laki-laki , keluarga, komunitas, lembaga masyarakat, media massa, dan dunia usaha (4) Peningkatan peran dan partisipasi perempuan dalam pembangunan, terutama dalam pendidikan, kesehatan, ekonomi, tenaga kerja , serta politik, jabatan publik dan pengambilan keputusan 30


(5)Peningkatan jejaring dan koordinasi antara pemerintah pusat, pemerintah daerah , masyarakat, media massa, dunia usaha dan lembaga masyarakat.

Sumber: Bappenas

Gambar 9. Pemberdayaan dan Perlindungan Perempuan

Terkait Pemberdayaan dan Perlindungan Perempuan menggunakan target dan indikator Prevalensi kekerasan terhadap perempuan usia 15-64 tahun di 12 bulan terakhir (%) dengan tujuan dari arah kebijakannya adalah Meningkatkan kualitas anak, perempuan dan pemuda. Strategi yang digunakan untuk Pemberdayaan dan Perlindungan Perempuan adalah (1)Penguatan kebijakan dan regulasi pencegahan , penanganan, rehabilitasi , pemulangan dan reintegrasi, (2) Peningkatan pengetahuan dan pemahaman individu baik perempuan maupun laki laki, keluarga masyarakat, dunia usaha dan pemangku kepentingan lainnya tentang KTP dan TPPO (3)Peningkatan kapasitas aparat penegak hukum dan dan penyelenggara pemerintahan tentang KTP dan TPPO (4) Penguatan Kelembagaan perlindungan perempuan dari tindak kekerasan melalui peningkatan kapasitas SDM penyedia layanan, koordinasi antar unit, penyedia layanan penguatan data dan informasi serta pengawasan (5) Pengembangan sistem data terpadu KTP dan TPPO, (6)Pengembangan sistem layanan terpadu penanganan KTP dan TPPO (7) Penguatan jejaring dan kerjasama antara pemerintah (pusat dan daerah) komunitas, media massa, dunia usaha dan lembaga bantuan hukum, (8) Pengembangan inovasi dalam upaya pencegahan KTP dan TPPO.

31


Sumber: Bappenas

Gambar 10. Peningkatan Kualitas Pemuda ●

Terkait Peningkatan Kualitas Pemuda target dan indikatornya adalah Indeks Pembangunan Pemuda yang akan mendukung arah kebijakan yang meningkatan kualitas anak perempuan dan pemuda. Strategi yang digunakan Peningkatan kualitas pemuda, mencakup (3) Pencegahan perilaku berisiko pada pemuda termasuk pencegahan atas bahaya kekerasan, perundungan, penyalahgunaan napza , minuman keras, penyebaran penyakit HIV/AIDS dan penyakit menular seksual.

3.1.4 Strategi Nasional dalam Rangka Pemenuhan Hak Anak Tabel 3. Strategi Nasional dalam Rangka Pemenuhan Hak Anak No

1

Strategi Nasional

Stranas Pencegahan ATS

Kementerian/Lembaga dan SKPD Pelaksana  Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan  Kementerian Sosial  Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak  Kementerian Agama  Kementerian Kesehatan  BKKBN  Lembaga Advokasi  KPAI  Dinas Pendidikan Provinsi  Dinas Pendidikan Kabupaten/Kota  Dinas Sosial Kabupaten/

32

Penerapan dalam Praktik Menangani Pencegahan Anak Tidak Sekolah (ATS) secara terintegrasi untuk pemenuhan Hak pendidikan bagi anak Indonesia Kelompok sasaran adalah Anak yang bekerja /Pekerja anak, Anak Penyandang Disabilitas, Anak Berhadapan dengan hukum, Anak Jalanan dan Anak Terlantar, Anak dalam Pernikahan anak


Kota  Pemerintah Desa  LKSA  Pihak Kepolisian(Polsek, Polres dll)  Penyelenggara pendidikan (pihak swasta dan masyarakat Organisasi Sipil Masyarakat)  Perwakilan Masyarakat (misalnya Dewan Pendidikan Daerah, dll.)

dan Ibu Remaja dan kelompok rentan lainnya (sesuai Stranas ATS halaman 35-38)

2

Stranas Pencegahan Stunting

 Kementerian Sekretariat Negara  Bappenas  Kemenko PMK  TNP2K  Kementerian Koperasi dan UKM  Kementerian Keuangan  Kemenkes  Kemendikbud Ristek  Kemensos  Kemendesa  Kominfo  BKKBN  Kementerian Perindustrian  Badan POM  Kementerian Perdagangan  Kementerian Kelautan  Beserta SKPD di bawahnya serta Dunia usaha, LSM, dan LKSA serta perwakilan masyarakat

Berdasarkan Perpres No. 42/2013 dengan struktur koordinasi pada Komite Pengarah, Komite Pengendalian, dan Tim Teknis beserta sinergi antara Pemerintah Individu, LSM, Komunitas , Donor dan Swasta atau Dunia Usaha

3

Stranas Pencegahan Pernikahan Anak

      

Stranas Pencegahan Pernikahan Anak merupakan proses terintegrasi antara Kementerian dan Lembaga juga swasta dan dunia usaha, yang juga berkontribusi pada Stranas lainnya seperti stunting dan ATS

     

4

RAN PAUD HI

Kemenkes Kemendikbudristek KPPPA Bappenas Kemenko PMK TNP2K Kementerian Koperasi dan UKM Kementerian Keuangan Kemensos Kemendesa Kominfo BKKBN Beserta SKPD di bawahnya serta Dunia usaha, LSM, dan LKSA serta perwakilan masyarakat

 Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan  Kementerian Sosial

33

Rencana Aksi Nasional Pengembangan Anak Usia Dini Holistik Integratif


5

UU Disabilitas

 Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak  Kementerian Agama  Kementerian Kesehatan  BKKBN  Dinas Pendidikan Provinsi  Dinas Pendidikan Kabupaten/Kota  Dinas Sosial Kabupaten/ Kota  Pemerintah Desa  Penyelenggara pendidikan (pihak swasta dan masyarakat Organisasi Sipil Masyarakat &  Perwakilan Masyarakat (misalnya Dewan Pendidikan Daerah, dll.)

merupakan tindak lanjut dari Stranas PAUD HI yang merupakan implementasi dari Perpres No. 60 tahun 2013. sesuai Prioritas Presiden berkenaan SDM unggul yang memiliki pondasi Peningkatan Kualitas Anak Usia Dini

Pendidikan adalah hak untuk semua anak sehingga ada 9 PP turunan salah satunya adalah akomodasi yang layak bagi siswa dengan disabilitas

               

6

Pendidikan Inklusif

Kementerian Sekretariat Negara Bappenas Kemenko PMK TNP2K Kementerian Koperasi dan UKM Kementerian Keuangan Kemenkes Kemendikbud Ristek Kemensos Kemendesa Kominfo BKKBN Kementerian Perindustrian Badan POM Kementerian Perdagangan Kementerian Kelautan Beserta SKPD di bawahnya serta Dunia usaha, LSM, dan LKSA serta perwakilan masyarakat

 Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan  Kementerian Sosial  Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak  Kementerian Agama  Kementerian Kesehatan  BKKBN  Lembaga Advokasi  KPAI  Dinas Pendidikan Provinsi  Dinas Pendidikan Kabupaten/Kota  Dinas Sosial Kabupaten/

34

Pendidikan adalah hak untuk semua anak sehingga anak dengan disabilitas juga memiliki akses kepada layanan pendidikan yang berkualitas


Kota  Pemerintah Desa  LKSA  Pihak Kepolisian(Polsek, Polres dll)  Penyelenggara pendidikan (pihak swasta dan masyarakat Organisasi Sipil Masyarakat &  Perwakilan Masyarakat (misalnya Dewan Pendidikan Daerah, dll.) 7

Desa Peduli Pendidikan

 Kementerian Sekretariat Negara  Bappenas  Kemenko PMK  TNP2K  Kementerian Koperasi dan UKM  Kementerian Keuangan  Kemenkes  Kemendikbudristek  Kemensos  Kemendesa  Kominfo  BKKBN  Kementerian Perindustrian  Badan POM  Kementerian Perdagangan  Kementerian Kelautan  Beserta SKPD di bawahnya serta Dunia usaha, LSM, dan LKSA serta perwakilan masyarakat

Berkontribusi Pada pendidikan anak usia sekolah di desa untuk percepatan terpenuhinya Wajar 12 tahun

8

Desa Kerukunan

       

Berkontribusi pada memperkuat nilai -nilai toleransi dan keberagaman yang ditumbuhkan sehingga menjauhkan anak dari intoleransi dan radikalisme.

9

Sekolah Ramah Anak

 Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan  Kementerian Sosial  Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak  Kementerian Agama  Kementerian Kesehatan  BKKBN

35

Kementerian Agama Bappenas Kementerian Keuangan Kemenkes Kemendikbud Ristek Kemensos Kemendesa Beserta SKPD di bawahnya serta Dunia usaha, LSM, dan LKSA serta perwakilan masyarakat

Berkontribusi pada pemenuhan 35ndicator Kabupaten Ramah Anak yang memastikan anak terlindungi dari lingkungan terdekatnya yaitu keluarga dan sekolah.


        

10

Stranas Pangan Gizi

Lembaga Advokasi KPAI Dinas Pendidikan Provinsi Dinas Pendidikan Kabupaten/Kota Dinas Sosial Kabupaten/ Kota Pemerintah Desa LKSA Pihak Kepolisian(Polsek, Polres dll) Penyelenggara pendidikan (pihak swasta dan masyarakat Organisasi Sipil Masyarakat ) Perwakilan Masyarakat (misalnya Dewan Pendidikan Daerah, dll.)

 Kementerian Sekretariat Negara  Bappenas  Kemenko PMK  TNP2K  Kementerian Koperasi dan UKM  Kementerian Keuangan  Kemenkes  Kemendikbud Ristek  Kemensos  Kemendesa  Kominfo  BKKBN  Kementerian Perindustrian  Badan POM  Kementerian Perdagangan  Kementerian Kelautan  Beserta SKPD di bawahnya serta Dunia usaha, LSM, dan LKSA serta perwakilan masyarakat

36

Berkontribusi untuk pencegahan stunting dan peningkatan kualitas kesehatan anak yang memastikan gizi dan layanan kesehatan ibu dan anak


3.1.5 Proyek/Inisiatif yang Mendukung Implementasi Strategi Pemenuhan Hak Anak Apakah ada proyek/inisiatif yang mendukung implementasi strategi/strategi tersebut? (didanai oleh pemerintah atau oleh donor internasional).Pemerintah Tabel 4. Proyek yang Didanai oleh Pemerintah No

Strategi Nasional

Program Penunjang

Keterangan

1

Stranas Pencegahan ATS

   

2

Stranas Pencegahan Stunting

 Stranas Pangan Gizi  Kampanye nasional Pencegahan stunting

Didanai oleh pemerintah

3

Stranas Pencegahan Pernikahan Anak

 Duta Genre  Pemimpin Muda Indonesia  Sekolah Ramah Anak  Madrasah Ramah anak

Didanai oleh pemerintah

4

RAN PAUD HI

 Kabupaten ramah Anak, Sekolah Ramah Anak, Gerakan MP ASI

Didanai oleh pemerintah dan UNICEF

5

UU Disabilitas

 Pendidikan Inklusif

Didanai oleh pemerintah

Sekolah Ramah Anak Desa Pendidikan Desa ramah Anak Desa Kerukunan

Didanai oleh pemerintah dengan dukungan pendanaan dari lembaga hibah

3.1.6 Otoritas Lokal dan Pusat Mengakui Peran CSOs dalam Penyediaan Layanan dan Pengasuhan bagi Anak-Anak Berisiko Apakah otoritas lokal dan pusat mengakui peran CSOs dalam penyediaan layanan dan pengasuhan bagi anak-anak berisiko dan pentingnya pembentukan kemitraan publik-swasta di lapangan? (Dukung pernyataan ini dengan bukti, seperti contoh kemitraan nyata yang sedang dikembangkan saat ini) Laporan CSO

37


Tabel 5. Otoritas Lokal dan Pusat Mengakui Peran CSOs dalam Penyediaan Layanan dan Pengasuhan bagi Anak-Anak Berisiko No

Strategi Nasional

Keterangan

1

Stranas Pencegahan ATS

Pada hal 81 pada strategi , kebijakan dan program saat ini dikatakan bahwa Masyarakat, /LSM/Organisasi Sipil berperan pada advokasi dan kampanye sosial terkait isu ATS

2

Stranas Pencegahan Stunting

Pada BAB III halaman 26 disebutkan Strategi Nasional Percepatan Pencegahan Stunting melibatkan organisasi profesi, organisasi masyarakat madani serta dunia usaha dalam diskusi.

3

Stranas Pencegahan Pernikahan Anak

Stranas Pencegahan Pernikahan Anak memetakan permasalahan dan berdiskusi dengan melibatkan CSO/Organisasi Sipil

4

RAN PAUD HI

Pembuatan RAN PAUD HI adalah dukungan dari Koalisi PAUD HI yang merupakan wadah berkumpulnya LSM atau organisasi masyarakat sipil yang mendukung PAUD HI sehingga PAUD HI merupakan gerakan yang memang melibatkan LSM atau organisasi masyarakat sipil dari inisiasi, pendampingan hingga implementasi paud HI, pada proses kebijakan juga dapat dilihat di buku RAN PAUD HI

5

UU Disabilitas

Pada UU Disabilitas No. 8 Tahun 2016 Bagian Kelima tentang Kesehatan Pasal 61 (1) Pemerintah, Pemerintah Daerah, dan swasta wajib memastikan fasilitas pelayanan kesehatan menerima pasien Penyandang Disabilitas. (2) Pemerintah, Pemerintah Daerah, dan swasta wajib menyediakan fasilitas pelayanan kesehatan kepada Penyandang Disabilitas tanpa Diskriminasi sesuai dengan standar dan ketentuan peraturan perundang undangan. Pasal 62 (1) Pemerintah, Pemerintah Daerah, dan swasta wajib memberikan pelayanan kesehatan untuk Penyandang Disabilitas tanpa Diskriminasi sesuai dengan standar dan ketentuan peraturan perundang-undangan.

6

Pendidikan Inklusif

Dalam Permendiknas No. 70 Tahun 2009 tentang Pendidikan Inklusif pada pasal 11 ayat (1) Satuan pendidikan penyelenggara pendidikan inklusif berhak memperoleh bantuan profesional sesuai dengan kebutuhan dari pemerintah kabupaten/kota. Ayat (2) Pemerintah, pemerintah daerah, dan/atau masyarakat dapat memberikan bantuan profesional kepada satuan pendidikan penyelenggara pendidikan inklusif. Ayat (3) Bantuan profesional sebagaimana dimaksud

38


pada ayat (2) dapat dilakukan melalui kelompok kerja pendidikan inklusif, kelompok kerja organisasi profesi, lembaga swadaya masyarakat, dan lembaga mitra terkait, baik dari dalam negeri maupun luar negeri. Ayat (4) Jenis dukungan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat berupa : (a) bantuan profesional perencanaan, pelaksanaan, monitoring dan evaluasi; (b) bantuan profesional dalam penerimaan, identifikasi, asesmen, prevensi, intervensi, kompensatoris, dan layanan advokasi peserta didik; (c) bantuan profesional dalam melakukan pengembangan kurikulum, program pendidikan individual, pembelajaran, penilaian, media, dan sumber belajar serta sarana dan prasarana yang aksesibel. Ayat (5) Satuan pendidikan penyelenggara pendidikan inklusif dapat bekerja sama dan membangun jaringan dengan satuan pendidikan khusus, perguruan tinggi, organisasi profesi, lembaga rehabilitasi, rumah sakit, pusat kesehatan masyarakat, klinik terapi, dunia usaha, lembaga swadaya masyarakat (LSM), dan masyarakat. 7

Desa Peduli Pendidikan

Dalam UU No. 6 Tahun 2014 tentang Desa pada Bagian Kedua terkait Kerja Sama dengan Pihak Ketiga Pasal 93 (1) Kerja sama Desa dengan pihak ketiga dilakukan untuk mempercepat dan meningkatkan penyelenggaraan Pemerintahan Desa, pelaksanaan Pembangunan Desa, pembinaan kemasyarakatan Desa, dan pemberdayaan masyarakat Desa. (2) Kerja sama dengan pihak ketiga sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dimusyawarahkan dalam Musyawarah Desa.

8

Desa Kerukunan

Desa kerukunan merupakan program Kemenag untuk meningkatkan dan memperkuat kapasitas kerukunan warga suatu desa sehingga desa itu dapat menjadi desa model atau panutan bagi desa-desa lainnya dalam hal pengembangan kehidupan masyarakat yang rukun. Program ini melibatkan pemerintah daerah (mulai dari tingkat provinsi sampai tingkat desa), tokohtokoh yang berpengaruh (agama, pemuda, dan masyarakat), kelompok yang minat dengan pengembangan desa kerukunan, dan perusahaan-perusahaan yang terdapat di sebuah desa.

9

Sekolah Ramah Anak

SRA adalah program dari Kementerian PPPA yang juga melibatkan unsur yayasan atau LSM untuk dapat memenuhi, menjamin dan melindungi hak-hak yang dimiliki oleh anak.

39


10

3.2

Stranas Pangan Gizi

Sebagai acuan (common platform) bagi para pemangku kepentingan di bidang pangan dan gizi, mulai dari instansi pemerintah di pusat dan daerah; sektor swasta dan Badan Usaha Milik Negara (BUMN), perguruan tinggi dan organisasi profesi; 7 kelembagaan dan organisasi petani, peternak, pembudidaya ikan, nelayan; jasa pelayanan masyarakat bidang pangan, gizi, dan kesehatan dalam peran dan upayanya untuk memberikan kontribusi yang optimal dalam pembangunan ketahanan pangan dan gizi.

Prioritas Pemerintah dalam Kesejahteraan Sosial Harap buat daftar semua definisi pengasuhan yang digunakan di negara Anda, ini dapat mencakup: pengasuhan anak, institusi, rumah kelompok keluarga, pengasuhan di tempat tinggal, pengasuhan kekerabatan. Tabel 6. Definisi Pengasuhan yang Digunakan di Indonesia Definisi pengasuhan anak a

Pengasuhan anak

Definisi pengasuhan anak b

Anak

Definisi pengasuhan anak c

Lembaga asuhan anak

Definisi pengasuhan anak d

Lembaga pengasuhan anak

Definisi pengasuhan anak e

Orang tua

Definisi pengasuhan anak f

Keluarga

40

Upaya untuk memenuhi kebutuhan akan kasih sayang, kelekatan, keselamatan, dan kesejahteraan yang menetap dan berkelanjutan demi kepentingan terbaik bagi Anak. (Definisi ini terdapat pada PP No. 44 Tahun 2017 tentang Pelaksanaan Pengasuhan Anak) Seseorang yang belum berusia 18 (delapan belas) tahun, termasuk anak yang masih dalam kandungan. (Definisi ini terdapat pada PP No. 44 Tahun 2017 tentang Pelaksanaan Pengasuhan Anak) Lembaga di bidang kesejahteraan sosial yang melaksanakan fungsi Pengasuhan Anak baik milik pemerintah pusat, pemerintah daerah, maupun milik masyarakat. (Definisi ini terdapat pada PP No. 44 Tahun 2017 tentang Pelaksanaan Pengasuhan Anak) Lembaga kesejahteraan sosial yang memiliki kewenangan untuk melakukan proses pengusulan calon Orang Tua Asuh dan calon Anak Asuh. (Definisi ini terdapat pada PP No. 44 Tahun 2017 tentang Pelaksanaan Pengasuhan Anak) Ayah dan/atau ibu kandung, atau ayah dan/atau ibu tiri, atau ayah dan/atau ibu angkat. (Definisi ini terdapat pada PP No. 44 Tahun 2017 tentang Pelaksanaan Pengasuhan Anak) Unit terkecil dalam masyarakat yang terdiri atas suami istri, atau suami istri dan anaknya, atau ayah dan anaknya, atau ibu dan anaknya, atau keluarga sedarah dalam garis lurus ke atas atau ke bawah sampai dengan


Definisi pengasuhan anak g

Anak asuh

Definisi pengasuhan anak h

Orang tua asuh

Definisi pengasuhan anak i

Asesmen

Definisi pengasuhan anak j

Pekerja sosial profesional

Definisi pengasuhan anak k

Panti sosial

Definisi pengasuhan anak l

Tenaga kesejahteraan sosial

Definisi pengasuhan anak m

Pendampingan

41

derajat ketiga. (Definisi ini terdapat pada PP No. 44 Tahun 2017 tentang Pelaksanaan Pengasuhan Anak) Anak yang diasuh oleh seseorang atau lembaga untuk diberikan bimbingan, pemeliharaan, perawatan, pendidikan, dan kesehatan, karena Orang Tuanya atau salah satu Orang Tuanya tidak mampu menjamin tumbuh kembang Anak secara wajar. (Definisi ini terdapat pada PP No. 44 Tahun 2017 tentang Pelaksanaan Pengasuhan Anak) Suami istri atau orang tua tunggal selain Keluarga yang menerima kewenangan untuk melakukan Pengasuhan Anak yang bersifat sementara. (Definisi ini terdapat pada PP No. 44 Tahun 2017 tentang Pelaksanaan Pengasuhan Anak) Proses untuk mengidentifikasi masalah, kebutuhan, dan potensi Anak dan Keluarga berkaitan dengan pengasuhan dan perlindungan Anak, kesiapan dan kapasitas Orang Tua, Keluarga, atau calon keluarga pengganti. (Definisi ini terdapat pada PP No. 44 Tahun 2017 tentang Pelaksanaan Pengasuhan Anak) Seseorang yang bekerja, baik di lembaga pemerintah maupun swasta yang memiliki kompetensi dan profesi pekerjaan sosial, dan kepedulian dalam pekerjaan sosial yang diperoleh melalui pendidikan, pelatihan, dan/atau pengalaman praktik pekerjaan sosial untuk melaksanakan tugas-tugas pelayanan dan penanganan masalah sosial. (Definisi ini terdapat pada PP No. 44 Tahun 2017 tentang Pelaksanaan Pengasuhan Anak) Lembaga/unit pelayanan yang melaksanakan rehabilitasi sosial bagi satu jenis sasaran untuk memulihkan dan mengembangkan kemampuan seseorang yang mengalami disfungsi sosial agar dapat melaksanakan fungsi sosialnya secara wajar. (Definisi ini terdapat pada PP No. 44 Tahun 2017 tentang Pelaksanaan Pengasuhan Anak) Seseorang yang dididik dan dilatih secara profesional untuk melaksanakan tugas-tugas pelayanan dan penanganan masalah sosial dan/atau seseorang yang bekerja, baik di lembaga pemerintah maupun swasta yang ruang lingkup kegiatannya di bidang kesejahteraan sosial. (Definisi ini terdapat pada PP No. 44 Tahun 2017 tentang Pelaksanaan Pengasuhan Anak) Kegiatan Pekerja Sosial Profesional atau Tenaga Kesejahteraan Sosial yang ditugaskan oleh dinas sosial untuk memastikan terpenuhinya kebutuhan Anak akan kasih sayang, kelekatan, keselamatan, dan kesejahteraan yang menetap dan berkelanjutan. (Definisi ini terdapat pada PP No. 44 Tahun 2017 tentang Pelaksanaan


Definisi pengasuhan anak n

Akreditasi

Definisi pengasuhan anak o

Menteri

Definisi pengasuhan anak p

Pemerintah pusat

Definisi pengasuhan anak q

Pemerintah daerah

Definisi perlindungan khusus anak a

Anak dalam situasi darurat

Definisi perlindungan khusus anak b

Anak yang berhadapan dengan hukum

Definisi perlindungan khusus anak c

Anak kelompok minoritas terisolasi

Definisi perlindungan khusus anak d

dari dan

Anak yang dieksploitasi secara ekonomi dan/atau seksual

42

Pengasuhan Anak) Penetapan tingkat kelayakan dan standardisasi lembaga di bidang kesejahteraan sosial yang didasarkan pada penilaian program, sumber daya manusia, manajemen dan organisasi, sarana dan prasarana, dan hasil pelayanan kesejahteraan sosial. (Definisi ini terdapat pada PP No. 44 Tahun 2017 tentang Pelaksanaan Pengasuhan Anak) Menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang sosial. (Definisi ini terdapat pada PP No. 44 Tahun 2017 tentang Pelaksanaan Pengasuhan Anak) Presiden Republik Indonesia yang memegang kekuasaan pemerintahan negara Republik Indonesia yang dibantu oleh Wakil Presiden dan menteri sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. (Definisi ini terdapat pada PP No. 44 Tahun 2017 tentang Pelaksanaan Pengasuhan Anak) Kepala daerah sebagai unsur penyelenggara Pemerintahan Daerah yang memimpin pelaksanaan urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan daerah otonom. (Definisi ini terdapat pada PP No. 44 Tahun 2017 tentang Pelaksanaan Pengasuhan Anak) Anak yang berada dalam situasi lingkungan yang mengancam dan mengganggu kehidupan dan penghidupan anak yang disebabkan, baik oleh faktor alam, non-alam, dan/atau sosial. (Definisi ini terdapat pada PP No. 78 Tahun 2021 tentang Perlindungan Khusus Bagi Anak) Anak yang berkonflik dengan hukum, anak yang menjadi korban tindak pidana, dan saksi tindak pidana. (Definisi ini terdapat pada Pasal 1 ayat (2) Undang-Undang Nomor 11 tahun 2012 Tentang Sistem Peradilan Pidana Anak dan P No. 78 Tahun 2021 tentang Perlindungan Khusus Bagi Anak) Anak yang tertinggal, terdepan, terluar dalam lingkungan yang berbeda budaya, tradisi, suku, ras, agama dengan anak-anak lain yang jumlahnya jauh lebih sedikit dari anak golongan lain. (Definisi ini terdapat pada PP No. 78 Tahun 2021 tentang Perlindungan Khusus Bagi Anak) Anak yang menjadi korban dari tindakan pelacuran, kerja atau pelayanan paksa, perbudakan atau praktik serupa perbudakan, penindasan, pemerasan, pemanfaatan fisik, seksual, organ reproduksi, atau secara melawan hukum memindahkan atau mentransplantasi organ dan/atau jaringan tubuh atau memanfaatkan tenaga atau kemampuan anak oleh pihak lain atau tindakan lain yang sejenis untuk


Definisi perlindungan khusus anak e

Definisi perlindungan khusus anak f

Anak yang menjadi korban penyalahgunaan narkotika, alkohol, psikotropika, dan zat adiktif lainnya Anak yang menjadi korban pornografi

Definisi perlindungan khusus anak g

Anak dengan HIV/AIDS

Definisi perlindungan khusus anak h

Anak korban penculikan, penjualan, dan/atau perdangangan

Definisi perlindungan khusus anak i

Anak korban kekerasan fisik dan/atau psikis

Definisi perlindungan khusus anak j

Anak korban kejahatan seksual

Definisi perlindungan khusus anak k

Anak korban jaringan terorisme

43

mendapatkan keuntungan materiil. (Definisi ini terdapat pada PP No. 78 Tahun 2021 tentang Perlindungan Khusus Bagi Anak) Anak yang dibujuk, diperdaya, ditipu, dipaksa dan/atau diancam untuk menggunakan narkotika, alkohol, psikotropika, dan zat adiktif lainnya. (Definisi ini terdapat pada PP No. 78 Tahun 2021 tentang Perlindungan Khusus Bagi Anak) Anak yang belum berumur 18 tahun yang mengalami trauma atau penderitaan sebagai akibat tindak pidana pornografi yang disediakan oleh orang perseorangan atau korporasi melalui pertunjukan langsung, televisi kabel, televisi terrestrial, radio, telepon, internet, dan komunikasi elektronik lainnya serta surat kabar, majalah, dan barang cetakan lainnya. (Definisi ini terdapat pada UU No. 44 Tahun 2008 tentang Pornografi dan PP No. 78 Tahun 2021 tentang Perlindungan Khusus Bagi Anak) Anak yang terinfeksi HIV dan/atau AIDS baik tertular dari orang tua ataupun dari faktor risiko lainnya. (Definisi ini terdapat pada PP No. 78 Tahun 2021 tentang Perlindungan Khusus Bagi Anak) Anak yang mengalami penderitaan psikis, mental, fisik, seksual, ekonomi, dan/atau sosial yang diakibatkan tindakan perekrutan, pengangkutan, penampungan, pengiriman, pemindahan, atau penerimaan dengan ancaman kekerasan, penggunaan kekerasan, penculikan, penyekapan, pemalsuan, penipuan, penyalahgunaan kekuasaan atau posisi rentan, penjeratan utang atau memberi bayaran atau manfaat, sehingga memperoleh persetujuan dari orang yang memegang kendali atas orang lain tersebut, baik yang dilakukan di dalam negara maupun antarnegara, untuk tujuan eksploitasi atau mengakibatkan Anak tereksploitasi.(Definisi ini terdapat pada PP No. 78 Tahun 2021 tentang Perlindungan Khusus Bagi Anak) Anak yang mengalami kekerasan yang menimbulkan rasa sakit, jatuh sakit, atau luka berat. (Definisi ini terdapat pada PP No. 78 Tahun 2021 tentang Perlindungan Khusus Bagi Anak) Anak yang mengalami pemaksaan hubungan seksual, pemaksaan hubungan seksual dengan cara tidak wajar dan/atau tidak disukai, pemaksaan hubungan seksual dengan orang lain untuk tujuan komersial dan/atau tujuan tertentu. (Definisi ini terdapat pada PP No. 78 Tahun 2021 tentang Perlindungan Khusus Bagi Anak) Anak yang mengalami penderitaan fisik, mental, dan/atau kerugian ekonomi sebagai akibat dari terpengaruh radikalisme dan


Definisi perlindungan khusus anak l

Anak penyandang disabilitas

Definisi perlindungan khusus anak m

Anak korban perlakuan salah dan penelantaran

Definisi khusus n

perlindungan

Anak dengan perilaku sosial menyimpang

Definisi khusus o

perlindungan

Anak yang menjadi korban stigmatisasi dari pelabelan terkait dengan kondisi Orang Tuanya

tindak pidana terorisme. (Definisi ini terdapat pada PP No. 78 Tahun 2021 tentang Perlindungan Khusus Bagi Anak) Anak yang memiliki keterbatasan fisik, mental, intelektual, atau sensorik dalam jangka waktu yang lama yang dalam berinteraksi dengan lingkungan dan sikap, masyarakatnya dapat menemui hambatan yang menyulitkan untuk berpartisipasi penuh dan efektif berdasarkan kesamaan hak. (Definisi ini terdapat pada PP No. 78 Tahun 2021 tentang Perlindungan Khusus Bagi Anak) Anak yang tidak terpenuhi kebutuhannya secara wajar baik fisik, mental, spiritual, maupun sosial. (Definisi ini terdapat pada PP No. 78 Tahun 2021 tentang Perlindungan Khusus Bagi Anak) Anak yang bersikap dan perilaku yang tidak mempertimbangkan penilaian dan keberadaan orang lain secara umum di sekitarnya, menunjukkan sikap tidak bertanggung jawab serta kurangnya penyesalan mengenai kesalahannya, serta sering melakukan pelanggaran hak dan norma yang hidup dalam masyarakat. (Definisi ini terdapat pada PP No. 78 Tahun 2021 tentang Perlindungan Khusus Bagi Anak) Anak yang diberikan label sosial negatif didasarkan pada prasangka dan bertujuan untuk memisahkan, membedakan, mendiskreditkan, mengucilkan terhadap anak dengan cap atau pandangan buruk dari pelabelan terkait dengan kondisi orang tuanya. (Definisi ini terdapat pada PP No. 78 Tahun 2021 tentang Perlindungan Khusus Bagi Anak)

3.2.1 Pengasuhan Formal yang Diberikan untuk Anak-Anak tanpa Pengasuhan Orang Tua Jelaskan jenis pengasuhan formal apa yang diberikan untuk anak-anak tanpa pengasuhan orang tua? (Jelaskan semua jenis pengasuhan formal yang disediakan oleh Negara atau CSOs termasuk pengasuhan institusional, pengasuhan residential, pengasuhan sanak saudara, pengasuhan anak atau bentuk lain untuk anak-anak yang kehilangan pengasuhan orang tua. Jika demikian, kita perlu mengetahui dalam proporsi mana (berapa banyak pusat, program atau anak-anak menerimanya), di mana dan bagaimana disampaikan. Tentukan setiap layanan dengan karakteristik dan cara kerjanya). (Pengasuhan formal: semua pengasuhan yang diberikan dalam lingkungan keluarga yang telah diperintahkan oleh badan administratif atau otoritas yudisial yang kompeten, dan semua pengasuhan yang diberikan di lingkungan tempat 44


tinggal, termasuk di fasilitas pribadi, baik sebagai akibat dari tindakan administratif atau yudisial maupun tidak). ● Pengasuhan dari orang tua biologis dengan alasan apapun terkendala pemenuhannya maka dapat dilakukan Pengasuhan Anak di Luar Panti Sosial baik yang dilakukan oleh relatif ataupun lembaga. ● Pengasuhan oleh Orang Tua Asuh adalah langkah yang dapat ditempuh apabila calon orang tua asuh memenuhi prasyarat yang berlaku sehingga orang tua asuh dapat memberikan pemenuhan hak anak akan pengasuhannya. ● Pengasuhan Anak di Dalam Panti Sosial merupakan alternatif terakhir apabila tidak ada orang dewasa ataupun relatif yang dapat melakukan tugas sebagai orang tua yang melakukan tugas pengasuhan sebagai pemenuhan hak anak atas pengasuhan formal yang diakui oleh negara.

3.2.2 Persentase Pengasuhan yang Dilembagakan untuk Anak-Anak di Indonesia Berapa bagian dari pengasuhan yang dilembagakan untuk anak-anak di negara tertentu sebagai % dari semua jenis pengasuhan formal lainnya? (Harus dinyatakan dalam angka dan persentase).

Sumber: Bappenas

Gambar 11. Persentase Anak yang Tinggal dengan Orang Tua Kandung dan Keluarga Lain Persentase anak yang tinggal dengan bapak dan ibu kandung di pedesaan sebesar 85,34% dan di perkotaan sebesar 83,15%. Persentase anak yang tinggal dengan bapak kandung di pedesaan sebesar 2,68% dan di perkotaan sebesar 2,37%. Persentase anak yang tinggal dengan ibu kandung di pedesaan sebesar 8,38% dan di perkotaan sebesar 8,31%. Persentase anak yang tinggal dengan keluarga lain di pedesaan sebesar 5,77% dan di perkotaan sebesar 3,91%.

45


3.2.3 Layanan dan Kualitas Layanan yang Berkontribsi Mencegah Kehancuran Keluarga Jelaskan layanan apa dan kualitas layanan yang diberikan yang berkontribusi untuk mencegah kehancuran keluarga ( Penitipan anak di waktu siang, Penitipan anak untuk istirahat, Dukungan keuangan, tunjangan keluarga, dukungan pendapatan minimum, Dukungan psiko-sosial, Konseling - Tentukan masingmasing layanan dengan karakteristik dan caranya berfungsi]. Tabel 7. Layanan yang Berkontribsi Mencegah Kehancuran Keluarga Program

Pelaksana

Keterangan

Calon Pengantin/Bimbingan Perkawinan (Catin/Bimwin)

Kementerian Agama

Program ini ditujukan untuk calon pengantin dan pasangan yang telah menikah untuk mendapatkan penguatan keluarga dari pengelolaan keuangan keluarga hingga materi penyelesaian konflik dalam keluarga

Tempat Penitipan Anak (TPA)/ daycare

Kementerian Pendidikan Kebudayaan Riset dan Teknologi

Tempat penitipan anak digunakan untuk dukungan bagi orang tua yang bekerja sehingga dapat memanfaatkan TPA sebagai support system selama orang tua bekerja selain aman dalam pengasuhan juga mendapatkan stimulasi tumbuh kembang bagi putra dan putrinya

Taman Anak Sejahtera (TSA)

Kementerian Sosial

Taman Anak Sejahtera didirikan berdasarkan Peraturan Menteri Sosial RI No : 57 / HUK / 2010. TAS adalah salah satu bentuk pelayanan sosial yang bertujuan untuk memberikan perawatan, pengasuhan dan perlindungan kepada anak usia tiga bulan sampai dengan delapan tahun.

Pendidikan karakter

Kementerian Pendidikan Kebudayaan Riset dan Teknologi

Sistem pendidikan bertujuan untuk menanamkan nilai-nilai karakter tertentu kepada peserta didik, di mana di dalamnya terdapat komponen pengetahuan, kesadaran atau kemauan, serta tindakan untuk

46


melakukan nilai-nilai tersebut. Jadi, pendidikan karakter adalah suatu usaha manusia secara sadar dan terencana untuk mendidik dan memberdayakan potensi peserta didik guna membangun karakter pribadinya sehingga dapat menjadi individu yang bermanfaat bagi diri sendiri dan lingkungannya.

Konseling Remaja

Puspaga, Kementerian Kesehatan

“Konseling adalah proses dimana klien dibantu dalam menghadapi permasalahan personal dan interpersonal oleh seorang konselor. Tujuan utama dari konseling adalah untuk membantu klien dan membawa perubahan yang secara sadar akan dilakukan oleh klien.”

Himpunan Psikologi

Lembaga Himpunan Psikologi

Layanan yang diberikan oleh lulusan psikologi untuk membantu anak, remaja, perempuan dan keluarga untuk menyelesaikan permasalahannya secara profesional

Pekerja Sosial

Kementerian Sosial

Petugas pendamping dari kemensos yang memberikan layanan pada keluarga dan masyarakat

47


3.2.4 Pelayanan Pengasuhan Yang diberikan LSM/ CSO/Organisasi Masyarakat Tabel 8. Pelayanan Pengasuhan yang Diberikan LSM/ CSO/Organisasi Masyarakat Nama Layanan

Pendidikan

Kesehatan

Pengasuhan, Perlindungandan kesejahteraan Sosial

Keterangan

Taman Anak Sejahtera (TAS)

v

-

v

Taman Anak Sejahtera adalah bentuk PAUD yang memberikan layanan pendidikan dan pengasuhan namun masih banyak yang belum terintegrasi dengan layanan lainnya

Tempat Penitipan Anak (TPA)

-

-

v

Tempat penitipan anak merupakan layanan pengasuhan yang digunakan oleh orang tua yang bekerja untuk menitipkan anaknya saat mereka bekerja

Panti Balita

-

-

v

Panti balita adalah tempat dimana balita ditempatkan karena kehilangan pengasuhan orang tuanya

Panti Sosial Asuhan Anak (PSAA)

-

-

v

Panti Sosial Asuhan Anak adalah dimana tempat pengasuhan bagi anak yang kehilangan pengasuhan

Rumah .Singgah

v

-

v

Tempat sementara yang diperuntukan bagi anak yang rentan kehilangan pengasuhan orang tua sampai ada yang bertanggungjawab bagi pengasuhannyang berkualitas

48


Lembaga Penyelenggara Kesejahteraan Sosial (LPKS)

v

v

v

Memastikan setiap anak dampingan mendapatkan layanan dasar esensial untuk tumbuh kembangnya

Panti Sosial Bina Remaja (PSBR)/Sejenis

v

v

v

Sasaran adalah remaja dari usia 12 tahun hingga 23 tahun untuk diberikan pendampingan serta penguasaan skill untuk bekal kemandirian

Program Rehabilitasi Sosial Anak Berhadapan dengan Hukum Berbasis Masyarakat (PRSABHBM)

v

v

v

Program rehabilitasi yang diberikan pada anak yang berhadapan dengan hukum sebelum kembali pada keluarga atau lingkungan asalnya

Forum Komunikasi Keluarga Anak Dengan Kecacatan (FKKADK)

v

v

v

Media diskusi bagi keluarga yang memiliki anak dengan disabilitas

Lembaga Kesejahteraan Sosial Anak Dengan Kecacatan (LKS ADK)

v

v

v

Rumah Perlindungan Sosial Anak (RPSA) Lembaga Perlindungan Anak (LPA)

49


Sumber: Bappenas

Gambar 12. Ruang Lingkup Layanan Daycare

Sumber: Bappenas

Gambar 13. Bentuk Layanan Sejenis Daycare

50


Sumber: Bappenas

Gambar 14. Inovasi dalam Penyediaan Layanan Daycare di Indonesia

3.3

Definisi Layanan, Kelompok Sasaran dan Program Kesejahteraan Sosial Berbasis Masyarakat

3.3.1 Analisis Penyedia Layanan Sosial Negara dan Non-Negara di Indonesia 3.3.1.1 Penyedia Layanan Sosial Negara dan Non-Negara yang Diakui Secara Hukum di Indonesia Apa penyedia layanan sosial yang diakui secara hukum di negara ini? [Buat daftar semua penyedia termasuk: nama, kelompok sasaran, layanan yang diberikan, dan lokasi]. (FGD dengan Kemensos)

51


Tabel 9. Penyedia Layanan Sosial Negara dan Non-Negara di Indonesia No 1

Nama Layanan Sosial Balai Rehabilitasi Sosial Anak Memerlukan perlindungan Khusus “Handayani” Jakarta

Kelompok Sasaran -

-

Jenis Layanan

Anak memerlukan 1. pengembangan fungsi sosial (anak jalanan) Anak memerlukan perlindungan khusus

2.

3.

4.

2

Panti Sosial Asuhan 1. Anak “Alyatama” Jambi

Sasaran primer 1. - Anak terlantar mencakup yatim 2. terlantar, piatu terlantar dan yatim piatu terlantar usia 6 tahun - 18 tahun yang belum menikah. - Anak yang keluarganya dalam waktu relatif lama tidak mampu

52

Lokasi

Rehabilitasi sosial - pemenuhan kebutuhan dasar - pengasuhan anak - dukungan keluarga - Terapi (fisik, psikososial, mental spiritual, penghidupan) Pendampingan sosial - praktik pekerjaan sosial meliputi kegiatan pencegahan, pekerja sosial goes to school respon kasus, manajemen kasus, dan outreach Dukungan teknis - upaya mendukung pelaksanaan Asistensi Rehabilitasi Sosial (ATENSI) kepada Kementerian/Lemb aga, pemerintah daerah dan LKSA melalui kegiatan penyusunan regulasi, sosialisasi, bimtap, bimtek, koordinasi, pemantauan, dan evaluasi Dukungan aksesibilitas - berupa sosialisasi, advokasi sosial kepada pemangku kepentingan dan pemberi layanan

Wilayah Garapan: DKI Jakarta, Jawa Barat, Kalimantan Timur, Kalimantan Tengah, Kalimantan Selatan, Kalimantan Utara

Layanan kesejahteraan sosial anak Dukungan aksesibilitas - sebagai sumber data, informasi, dan konsultasi kesejahteraan anak - sebagai lembaga rujukan - sebagai lahan pengabdian masyarakat - sebagai pusat

Wilayah Jambi dan Selatan

garapan: Sumatera


melaksanakan fungsinya secara wajar. - Anak yang keluarganya mengalami perpecahan, mengidap penyakit kronis, korban bencana dll. Sasaran sekunder semua anak yang di lingkungan masyarakat yang memenuhi persyaratan untuk memperoleh pelayanan di lingkungan panti. Sasaran tersier semua pihak yang mempunyai kemampuan sebagai sistem sumber

pengkajian program pelayanan kesejahteraan sosial anak

Anak yang memerlukan perlindungan khusus dengan prioritas: a. anak yang berhadapan dengan hukum b. anak korban kejahatan seksual c. anak yang menjadi korban penyalahgunaan napza d. anak korban perlakuan salah dan penelantaran e. anak korban jaringan terorisme f. anak dengan HIV

a. Rehabilitasi sosial tingkat lanjut, terdiri dari: 1) Terapi (fisik, psikologi, mental spiritual, penghidupan) 2) Pengasuhan sosial 3) Dukungan keluarga

2.

3.

3

Balai Rehabilitasi Sosial Anak Memerlukan Perlindungan Khusus “Antasena” Magelang

b. Pengembangan model rehabilitasi: 1) Respon khusus 2) bantu anak (bantuan bertujuan anak) 3) Pekerja sosial goes to school

4

Balai Rehabilitasi Sosial Anak Memerlukan Perlindungan Khusus "Paramita" Mataram

Anak yang a. Memerlukan Perlindungan Khusus sesuai UndangUndang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan b. Anak

5

Taman Anak Sejahtera (TAS)

Anak Usia Dini dari kelompok rentan . Taman Anak Sejahtera (TAS) adalah suatu pelayanan sosial yang diberikan pada anak usia tiga bulan sampai delapan tahun untuk mendapatkan pengasuhan, perawatan dan

53

Wilayah garapan: Jawa Tengah, Jawa Timur, DI Yogyakarta, Kalimantan Barat

Melaksanakan rehabilitasi sosial kepada anak yang memerlukan perlindungan khusus. Advokasi sosial, terminasi, pemantauan, dan evaluasi pada anak yang memerlukan perlindungan khusus

Wilayah garapan: Nusa Tenggara Barat, Bali, Sulawesi Barat

Program pelayanan bagi anak yang diberikan di TAS meliputi program pengasuhan yang terdiri (1) kegiatan pendidikan, merupakan kegiatan pembelajaran sosial meliputi pengembangan kognitif, psikomotorik dan afektif

memastikan dengan kemensos melalui FGD


6

Tempat Penitipan Anak (TPA)/ daycare

perlindungan bersifat sementara pada saat orang tua bekerja/berhalangan

anak, yang dilakukan melalui pemberian stimulasi dan penyediaan lingkungan pembelajaran yang sesuai dengan tahapan usia; (2) perawatan, meliputi kegiatan pemeriksaan kesehatan, pengobatan, konsultasi dan pemeliharaan kesehatan, konsultasi kesehatan, dan pemeliharaan kesehatan; (3) perlindungan anak, mencakup segala kegiatan untuk menjamin dan melindungi anak dan haknya agar dapat hidup, tumbuhkembang, terhindar dari diskriminasi serta berpartisipasi aktif dalam menentukan masa depannya. Tujuan yang ingin dicapai adalah terlindunginya anak dari berbagai bentuk penelantaran, eksploitasi, perlakuan salah, kekerasan dan diskriminasi; (4) pelayanan bagi orangtua, mencakup bimbingan dan penyuluhan bagi orangtua atau keluarga melalui layanan konsultasi psikologi dan sosial; dan pembinaan orangtua atau keluarga dan masyarakat melalui layanan rujukan dan informasi tentang pelayanan anak.

Anak usia bayi, balita, dan usia sekolah yang orang tuanya bekerja

Bentuk layanan daycare: long day care, half day care, dan costume care/per-hour. Layanan daycare mencakup dimensi hak anak, seperti pengasuhan, kesehatan, pendidikan, pemanfaatan waktu luang, dan perlindungan anak dari berbagai tindak kekerasan.

Layanan daycare dapat diselenggarakan oleh pemerintah (pusat/provinsi/kab/kot a, kecamatan, kelurahan/desa), perusahaan, kelompok masyarakat, individu/keluarga.

7

Panti Balita

Balita terlantar

Layanan sosial untuk balita terlantar seperti layanan perawatan balita terlantar, layanan kesehatan, layanan pendidikan, advokasi, pengangkatan atau adopsi balita terlantar.

Rehabilitas sosial dasar anak terlantar yang ada di Provinsi/Kab/Kota. Kecamatan, Kelurahan/Desa

8

Panti Sosial Asuhan Anak (PSAA)

Anak-anak terlantar dan anak yatim piatu

Layanan pemenuhan kebutuhan dasar anak, yaitu

Panti Sosial Asuhan Anak yang ada di

54


9

Rumah Singgah

Anak jalanan

kesehatan, pendidikan, perlindungan, pengasuhan, dan kesejahteraan sosial anak.

Provinsi/Kab/Kota, Kecamatan, kelurahan/Desa.

Peran dan fungsi dari rumah singgah adalah program untuk pemberdayaan anak jalanan yang sangat penting. Diantaranya adalah adalah berikut:

Rumah singgah yang da di Kab/kota, kecamatan, kelurahan/ desa.

Peran rumah singgah adalah tempat perlindungan bagi anak jalanan dari berbagai bentuk kekerasan yang mungkin saja akan menimpa anak jalanan dari berbagai kekerasan prilaku yang berupa penyimpangan seksual atau berupa kekerasan fisik lainnya. Peran rumah singgah adalah tempat rehabilitasi yang bertujuan mengembalikan dan menanamkan fungsi dari otak anak. Jadinya anak akan lebih baik pada pola pikir dan juga dalam bertingkah laku di sosial masyarakat. Itulah mengenai arti rumah singgah serta peranan dan fungsinya terhadap anak jalanan yang mana ini fokusnya untuk memberikan pembekalan yang baik untuk mereka. 10

Lembaga Penyelenggara Kesejahteraan Sosial (LPKS)

● Sebagaimana yang telah ditentukan dalam UU SPPA Lembaga Penyelenggaraan Kesejahteraan Sosial yang di singkat LPKS adalah lembaga atau tempat pelayanan yang melaksanakan penyelenggaraan kesejahteraan sosial bagi anak. ● LPKS ini merujuk pada UU No. 11 Tahun 2009 tentang Kesejahteraan Sosial. LPKS berada di bawah koordinasi Kementerian Sosial yang menyelenggarakan

55

LPKS adalah suatu kegiatan pelayanan kesejahteraan sosial membantu anak yang berhadapan dengan hukum, baik yang bersifat pendampingan maupun rehabilitasi sosial. Rehabilitasi sosial terhadap ABH ditujukan kepada anak yang belum berusia 12 (dua belas) tahun melakukan tindak pidana atau diduga melakukan tindak pidana, anak yang sedang menjalani proses hukum di tingkat penyidikan, penuntutan, dan pengadilan anak yang telah mendapat diversi atau anak yang telah ditetapkan dari pengadilan.

Panti Sosial Marsudi Putra (PSMP), PSMP Antasena Magelang (Balai Rehabilitasi Sosial Antasena Magelang), Handayani Jakarta, dan Paramita Mataram


kesejahteraan sosial ● Keberadaan Lembaga penyelenggaraan kesejahteraan sosial (LPKS) ini sangat penting karena anak yang berhadapan dengan hukum yang ada di Aceh akan di bina oleh pekerja sosial yang bertugas di Lembaga Penyelenggaraan Kesejahteraan Sosial (LPKS). 11

Panti Sosial Bina Remaja (PSBR)/Sejenis

Panti sosial bina remaja (PSBR) : Panti sosial yang mempunyai tugas memberikan bimbingan, pelayanan dan rehabilitasi bagi anak terlantar putus sekolah agar mampu mandiri dan berperan aktif dalam kehidupan bermasyarakat. (Kepmensos No.50/HUK/2004)

56

Panti sosial anak merupakan lembaga pengganti fungsi orang tua bagi anak-anak terlantar yang memiliki tanggung jawab dalam memberikan pelayanan mendidik, memelihara, menampung anak-anak putus sekolah. Panti sosial adalah suatu lembaga pelayanan sosial yang didirikan oleh pemerintah maupun masyarakat yang bertujuan untuk membantu atau memberikan bantuan terhadap individu kelompok masyarakat dalam upaya memenuhi kebutuhan hidup” (Bardawi Barzan, 1999 : 5). Dengan demikian dapat diambilkan suatu definisi panti sosial merupakan suatu lembaga perlindungan anak yang berfungsi memberikan perlindungan terhadap hakhak anak sebagai wakil orang tua dalam memenuhi kebutuhan mental dan sosial pada anak asuhan agar mereka memiliki kesempatan untuk mengembangkan diri sebagai individu dan warga Negara dalam kehidupan masyarakat. Panti Sosial berfungsi sebagai lembaga sosial dalam kehidupan sehari hari anak diasuh, dididik, diarahkan, diberi perlindungan, diberikan pengembangan keterampilan-keterampilan yang sesuai. Panti Sosial


yang merupakan lembaga sosial yang penyelenggaranya ditangani oleh orang-orang yang berhati mulia dan berjiwa sosial. Peran UPTD Panti Sosial Bina Remaja Samarinda adalah menyangkut aktivitas atau kegiatan yang dilakukan oleh Panti Sosial Bina Remaja Samarinda untuk memberikan pembinaan mental, sosial dan keterampilan kepada anak putus sekolah yang menyandang masalah kesejahteraan sosial untuk mengembangkan potensi yang ada dalam dirinya guna menumbuhkan dan mengembangkan keterampilan sosial dan keterampilan kerja sehingga anak dapat melaksanakan fungsi sosialnya sebagai anggota masyarakat yang terampil dan mandiri. 12

Program Rehabilitasi Sosial Anak Berhadapan dengan Hukum Berbasis Masyarakat (PRSABHBM)

13

Forum Komunikasi Keluarga Anak Dengan Kecacatan (FKKADK)

proses perlindungan dan rehabilitasi sosial anak yang berhadapan dengan hukum, dimulai dengan langkah awal tahap penyesuaian dan pemahaman diri serta dilanjutkan dengan mengikuti pelayanan lanjutan. Tampak jelas bahwa anak-anak yang berhadapan dengan hukum membutuhkan bantuan, pendampingan, dan dukungan orang-orang dewasa yang peduli dan bertanggung jawab atas nasib mereka. Tujuan adanya pedoman Kebutuhan Dasar yaitu memberikan dana bantuan untuk membantu pemenuhan kebutuhan dasar anak (nutrisi, pakaian), Aksesibilitas Pendidikan yaitu memberikan rujukan kepada sekolah, Aksesibilitas Kesehatan yaitu memfasilitasi ADK ke

57


klinik fisiotherapy, Akte Kelahiran yaitu memberikan rujukan kepada Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil untuk membuat akte kelahiran sebagai identitas dan Bimbingan dan Pelatihan yaitu memberikan pelatihan terapi dasar untuk Anak Dengan Kecacatan (ADK), memberikan sosialisasi hak-hak penyandang disabilitas termasuk hak-hak dengan disabilitas dan memberikan pelatihan peningkatan kapasitas orang tua anak dengan disabilitas untuk membangun kelompok dukungan (support group) 14

Lembaga Kesejahteraan Sosial Anak Dengan Kecacatan (LKS ADK)

15

Rumah Perlindungan Sosial Anak (RPSA)

16

Lembaga Perlindungan (LPA)

PROGRAM KESEJAHTERAAN SOSIAL ANAK (PKSA) adalah upaya yang terarah , terpadu dan berkelanjutan yang dilakukan pemerintah, pemerintah daerah dan masyarakat dalam bentuk pelayanan sosial guna memenuhi kebutuhan dasar anak. PKSA ini meliputi: bantuan/subsidi pemenuhan kebutuhan dasar, aksesibilitas pelayanan sosial dasar, penguatan orangtua/keluarga dan penguatan lembaga kesejahteraan sosial anak. Anak korban trafficking, anak korban tindak kekerasan dan perlakuan salah, ABH, anak yang terpisah dari orang tuanya

RPSA merupakan trauma centre ( pusat Pemulihan ) yang diperuntukkan bagi anak-anak yang membutuhkan perlindungan khusus, yaitu anak korban trafficking, anak korban tindak kekerasan dan perlakuan salah ( abuse ), children conflict with the law, neglect, dan separated children LEMBAGA PERLINDUNGAN ANAK INDONESIA (LPAI) adalah organisasi pegiat perlindungan anak yang kelembagaannya terdaftar

Anak

58


pada Kementerian Hukum dan HAM serta kepengurusannya diresmikan dengan Surat Keputusan Kementerian Sosial. Sebagai lembaga independen yang aktif menjalankan kegiatan pemenuhan hak dan kepentingan terbaik untuk anak sejak tahun 1997, LPAI secara konsisten aktif memperjuangkan dan memajukan hak-hak anak di Indonesia melalui penanganan dan pendampingan kasus, advokasi, publikasi, monitoring dan evaluasi berkala. LPAI juga memiliki mitra LPA daerah yang tersebar di provinsi, kabupaten, dan kota seIndonesia.

Sumber: Bappenas

Gambar 15. Pertimbangan Bentuk Layanan Sejenis yang Sudah Ada Sebagai salah satu layanan yang sudah ada di masyarakat yang mendukung peningkatan kualitas pengasuhan keluarga di Indonesia adalah Daycare atau tempat penitipan anak, ada beberapa temuan bentuk layanan sejenis yang sudah ada yaitu: ● Daycare merupakan layanan yang berada sebagai implementasi Permensos No. 2/2012 tentang Taman Anak sejahtera, TAS 59


merupakan satu bentuk pelayanan sosial yang memberikan perawatan, pengasuhan dan perlindungan bagi anak usia 3(tiga) bulan sampai dengan usia 8(delapan) tahun. TPA adalah lembaga pelayanan sosial anak yang memberikan pelayanan holistik dan integratif kepada anak balita yang berusia diatas 3 bulan sampai dengan sebelum 5 tahun berupa perawatan dan pengasuhan, pemenuhan gizi , bimbingan sosial, mental spiritual , stimulan edukatif , permainan dan rekreasi. Kelompok Bermain lembaga pelayanan usaha kesejahteraan sosial bagi anak yang mengutamakan kegiatan bermain, sosialisasi dan menyelenggarakan pendidikan anak usia dini sebagai persiapan memasuki pendidikan dasar.

3.3.1.2 Peran Dinas Sosial Provinsi dan Kabupaten ● Peran Dinas Sosial/Instansi Sosial dalam pemberian izin dan monitoring pelayanan pengasuhan. Dinas Sosial/Instansi Sosial Kabupaten/Kota harus memonitor dan mengevaluasi kesesuaian pelayanan yang dilakukan Lembaga Kesejahteraan Sosial Anak dengan standar nasional pengasuhan secara regular minimal satu kali per tahun.(Sumber SNPA) ● Untuk kepentingan monitoring dan evaluasi, setiap Dinas Sosial/Instansi Sosial, Kabupaten/Kota, Provinsi dan Kementerian Sosial harus membentuk tim monitoring yang terlatih untuk:(1)Mengases dan mereview penempatan anak dalam pengasuhan alternatif, (2)Mereview kualitas pelayanan yang disediakan oleh Lembaga Kesejahteraan Sosial Anak termasuk pemenuhan standar nasional dan kemungkinan pembatalan/penarikan izin operasional Lembaga Kesejahteraan Sosial Anak. 3.3.1.3 Peraturan dan Prosedur Penyedia Layanan Pengasuhan ● Peraturan yang mengatur Pendirian dan Perijinan LKSA terdapat di Dinas Sosial sebagai Lembaga Kesejahteraan Sosial sesuai dengan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2009 tentang Kesejahteraan Sosial dan Peraturan Menteri Sosial Nomor 107/HUK/2009 tentang Akreditasi Lembaga di bidang Kesejahteraan Sosial serta Surat Edaran Direktur Jenderal Rehabilitasi dan Pelayanan Sosial Kementerian Sosial bulan Agustus 2008 terkait sistem penomoran Lembaga Kesejahteraan Sosial Anak anak. ● Mendapat izin operasional berdasarkan hasil asesmen oleh Dinas Sosial yang menunjukkan bahwa lembaga tersebut mampu menyelenggarakan pelayanan sosial kepada anak dan memenuhi standar sesuai dengan standar nasional Pengasuhan untuk Lembaga Kesejahteraan Sosial Anak dan Permensos Nomor 107/HUK/2009 tentang Akreditasi Lembaga di bidang Kesejahteraan Sosial. ● Menyediakan data tentang pelayanan dan penerima manfaat yang diperbarui setiap tahun untuk diinput kedalam database nasional tentang situasi anak dalam pengasuhan alternatif. 60


Terlibat dalam monitoring secara reguler yang dilakukan oleh Dinas Sosial dan Kementerian Sosial untuk menjamin bahwa pelayanan yang disediakan benar-benar merespon kebutuhan yang aktual serta sesuai dengan standar nasional, berbagai hukum, dan aturan yang berlaku. Lembaga Kesejahteraan Sosial Anak hanya bisa beroperasi jika telah memiliki izin operasional secara tertulis dari Dinas Sosial Kabupaten/Kota yang harus diperbarui setiap lima tahun sekali berdasarkan hasil penilaian yang dilakukan oleh Dinas Sosial.

3.3.1.4 Layanan Pengasuhan Alternatif Melalui LKSA ● Pengasuhan alternatif merupakan pengasuhan berbasis keluarga pengganti atau berbasis Lembaga Kesejahteraan Sosial Anak yang dilaksanakan oleh pihak-pihak di luar keluarga inti atau kerabat anak. ● Pengasuhan alternatif bisa dilakukan melalui sistem orang tua asuh (fostering), wali (guardianship) atau pengangkatan anak dan pada pilihan terakhir adalah pengasuhan berbasis residential (Lembaga Kesejahteraan Sosial Anak). ● Pengasuhan tersebut, kecuali pengangkatan anak, bersifat sementara, dan apabila setelah melalui asesmen, orang tua atau keluarga besar atau kerabat anak dianggap sudah mampu untuk mengasuh anak, maka anak akan dikembalikan kepada asuhan dan tanggung jawab mereka. ● Tujuan dari pengasuhan alternatif, termasuk yang dilakukan melalui Lembaga Kesejahteraan Sosial Anak harus diprioritaskan untuk menyediakan lingkungan yang dapat memenuhi kebutuhan kasih sayang anak, kelekatan (attachment), dan permanensi melalui keluarga pengganti. ● Anak yang membutuhkan pengasuhan alternatif adalah anak yang berada pada situasi sebagai berikut: (a)Keluarga anak tidak memberikan pengasuhan yang memadai sekalipun dengan dukungan yang sesuai, mengabaikan, atau melepaskan tanggung jawab terhadap anaknya (b)Anak yang tidak memiliki keluarga atau keberadaan keluarga atau kerabat tidak diketahui, (c)Anak yang menjadi korban kekerasan, perlakuan salah, penelantaran, Standar Nasional Pengasuhan Untuk Lembaga Kesejahteraan Sosial Anak atau eksploitasi sehingga demi keselamatan dan kesejahteran diri mereka, pengasuhan dalam keluarga justru bertentangan dengan kepentingan terbaik anak, (d)Anak yang terpisah dari keluarga karena bencana, baik konflik sosial maupun bencana alam. 3.3.1.5 Persyaratan LKSA Non Pemerintah ● Pada Standar Pengasuhan Nasional Pengasuhan Untuk Lembaga Kesejahteraan Sosial Anak, pada Bab V, Standar Kelembagaan, berisi A. Visi, Misi, Dan Tujuan Lembaga Kesejahteraan Sosial Anak, sehingga; (1)Lembaga Kesejahteraan Sosial Anak harus memiliki visi, misi dan tujuan yang mendasari sistem pengasuhan 61


yang disediakan oleh Lembaga Kesejahteraan Sosial Anak, dengan memperhatikan kepentingan terbaik untuk anak (2) Lembaga Kesejahteraan Sosial Anak harus mengimplementasikan visi,misi dan tujuan pelayanan pengasuhan dan pencapaiannya direview secara periodik dengan melibatkan orang tua/wali asuh, anak-anak dan semua pelaksana pelayanan. Sedangkan Bab V, Standar Kelembagaan B. Pendirian, Perizinan, Dan Akreditasi LKSA, (1)Pendirian Lembaga Kesejahteraan Sosial Anak a. Setiap organisasi sosial/Lembaga Kesejahteraan Sosial yang akan mendirikan Lembaga Kesejahteraan Sosial Anak harus secara formal memberitahukan kepada dan meminta kewenangan dari Dinas Sosial untuk memperoleh persetujuan dari komunitas lokal dimana lembaga akan dibangun. b. Dinas Sosial Kabupaten/Kota harus mereview usulan pendirian Lembaga Kesejahteraan Sosial Anak berdasarkan asesmen kebutuhan dengan tetap mengedepankan upaya untuk mencegah pemisahan anak dari keluarganya. c. Review harus mencakup asesmen apakah organisasi sosial/Lembaga Kesejahteraan Sosial yang mengusulkan pendirian Lembaga Kesejahteraan Sosial Anak memiliki kapasitas baik kelengkapan teknis, finansial, maupun sumber daya manusia untuk memberikan pelayanan sesuai dengan standar nasional, sebelum izin pendirian lembaga diberikan. d. Keberlanjutan kebutuhan dan ketepatan pelayanan yang disediakan oleh Lembaga Kesejahteraan Sosial Anak harus direview secara reguler oleh Dinas Sosial sebagai bagian dari monitoring dan tanggung jawabnya untuk memberikan dan memperbarui izin pemberian pelayanan.

3.3.1.6 Akreditasi LKSA ● Bab V, (3) Akreditasi, Lembaga Kesejahteraan Sosial Anak dapat mengajukan akreditasi kepada Badan Akreditasi Lembaga Kesejahteraan Sosial apabila menunjukkan standar pelayanan yang tinggi. ● Praktek, (1)Lembaga Kesejahteraan Sosial Anak dapat mengajukan akreditasi kepada Badan Akreditasi Lembaga Kesejahteraan Sosial untuk menentukan tingkat kelayakan dan standar penyelenggaraan pelayanan yang diselenggarakannya (2)Lembaga Kesejahteraan Sosial Anak harus mempelajari tata cara akreditasi,mengikuti ketentuan yang ditetapkan oleh Badan Akreditasi Lembaga Kesejahteraan Sosial. ● Peraturan Menteri Sosial Nomor 107/HUK/2009 tentang Akreditasi Lembaga di bidang Kesejahteraan Sosial (Bab III pasal 4 dan 5), Pasal 4 Akreditasi dilakukan oleh Badan Akreditasi terhadap lembaga di bidang kesejahteraan sosial milik Pemerintah, pemerintah daerah, dan masyarakat.

62


Pasal 5, (1) Akreditasi terhadap lembaga di bidang kesejahteraan sosial milik masyarakat dilakukan dengan ketentuan lembaga di bidang kesejahteraan sosial tersebut : (a)berbadan hukum; (b)terdaftar di kementerian atau instansi sosial; dan (c)melakukan pelayanan sosial langsung kepada masyarakat. (2) Akreditasi terhadap lembaga di bidang kesejahteraan sosial milik Pemerintah dan pemerintah daerah dengan ketentuan lembaga di bidang, kesejahteraan sosial tersebut berbentuk Unit Pelaksana Teknis/Unit, pelaksana Teknis Daerah. (3) Akreditasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diberikan setelah memenuhi standar pelayanan minimal penyelenggaraan kesejahteraan sosial yang meliputi kelengkapan kelembagaan, proses pelayanan, dan hasil pelayanan. Dinas Sosial/Instansi Sosial harus melakukan asesmen terlebih dahulu terhadap usulan akreditasi Lembaga Kesejahteraan Sosial Anak. Asesmen harus mencakup kebutuhan akan lembaga pelayanan, kelengkapan administrasi lembaga, dan pelayanan seperti yang tercantum dalam pasal 6 Peraturan Menteri Sosial (Permensos) Nomor 107/HUK/2009 tentang Akreditasi Lembaga di bidang Kesejahteraan Sosial. Pasal 6, (2) Standar pelayanan minimal untuk kelengkapan kelembagaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (3), meliputi:(a)status lembaga;(b) visi dan misi lembaga;(c)program dan strategi;(d)manajemen lembaga; (e)ketersediaan pekerja sosial profesional dan/atau tenaga kesejahteraan sosial yang memiliki sertifikat kompetensi; (f)kelengkapan sarana dan prasarana pelayanan; dan (g)ketersediaan dana, sistem pengelolaan, dan pertanggung jawaban. (3) Standar pelayanan minimal untuk proses pelayanan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (3) meliputi: (a)tahapan pelayanan; dan (b)metode dan teknik pelayanan, (4) Standar pelayanan minimal untuk hasil pelayanan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (3) meliputi: (a)ketepatan sasaran penerima pelayanan; (b)jumlah penerima pelayanan; (c)kualitas pelayanan; dan (d)pencapaian tujuan pelayanan. 3.3.1.7 Persyaratan Penyedia Layanan, Bekerja Di LKSA ● Pada Standar Nasional Pengasuhan Alternatif (SNPA) BAB V, (5) Pengaturan Staf, menyebutkan bahwa c. Pengadaan staf harus mencakup unsur pelaksana utama yaitu pengasuh dan pekerja sosial serta pelaksana pendukung yaitu petugas kebersihan dan petugas keamanan dan juru masak. ● Pada Pengelola Lembaga Kesejahteraan Sosial Anak (LKSA) harus memiliki kompetensi yang memadai untuk memberikan pelayanan profesional kepada anak. Kompetensi yang harus dimiliki untuk masing-masing staf adalah sebagai berikut :(1) Pengasuh: memiliki pengetahuan tentang perkembangan anak dan berpengalaman bekerja dengan anak minimal satu tahun, (2) Pekerja sosial: lulusan dari sekolah pekerjaan sosial dan memiliki pengalaman bekerja pada 63


setting pelayanan anak (3) Petugas keamanan : memiliki komitmen dan kemampuan untuk melakukan pengamanan di lingkungan Lembaga Kesejahteraan Sosial Anak dan memahami tentang perlindungan anak, (4) Petugas kebersihan: memiliki komitmen untuk membantu Lembaga Kesejahteraan Sosial Anak membersihkan lingkungan Lembaga Kesejahteraan Sosial Anak. 3.3.1.8 Daftar Penyedia Layanan Sosial Pengasuhan pada Tempat Penitipan Anak Tabel 10. Daftar Penyedia Layanan Sosial Pengasuhan pada Tempat Penitipan Anak Nama Lembaga

Kelompok Sasaran

Pendanaan

Layanan

PAUD Nol Kilometer

Anak Usia Dini yang berada di perkotaan yang merupakan anak warga/ masyarakat yang ada di Pusat Kota

APBN

pendidikan

Taman Anak Sejahtera

Anak Usia Dini yang merupakan kelompok sasaran dari Kementerian Sosial

APBN

Pendidikan dan Kesejahteraan Sosial

TPA Makara

Tempat Penitipan Anak yang merupakan dampingan dari Universitas Indonesia untuk memfasilitasi anak-anak sekitar wilayah Universitas Indonesia

APBN

Pendidikan inklusif

3.3.1.9 Sumber Pendanaan LKSA ● Berdasarkan aturan Pendanaan (a)Lembaga Kesejahteraan Sosial Anak harus memiliki sumber dana tetap, tanpa harus bergantung dari bantuan pemerintah atau donatur lainnya. ● Praktek (1)Dalam merumuskan dana yang dibutuhkan, Lembaga Kesejahteraan Sosial Anak perlu menyusun rencana keuangan sesuai dengan kebutuhan pelayanan, (2)Mekanisme pengumpulan dana dirancang secara profesional dengan melibatkan pihak yang profesional tanpa melibatkan anak dan pemanfaatannya harus dilaporkan secara transparan dan dipertanggungjawabkan secara rutin kepada berbagai pihak yang mendukung pendanaan. 3.3.1.10 Kemitraan ● Jaringan Kerja (a)Lembaga Kesejahteraan Sosial Anak harus terlibat dengan dan melibatkan pihak-pihak yang berkepentingan untuk koordinasi dan kerja sama dalam mencapai tujuan Lembaga Kesejahteraan Sosial Anak. ● Praktek, (1)Lembaga Kesejahteraan Sosial Anak memberikan informasi tentang layanan pengasuhan baik yang dilakukan oleh 64


keluarga, keluarga besar, kerabat, maupun pengasuhan yang dilakukan keluarga pengganti termasuk oleh Lembaga Kesejahteraan Sosial Anak, (2)Lembaga Kesejahteraan Sosial Anak mengidentifikasi dan membangun kontak dengan berbagai stakeholders yang potensial untuk berkoordinasi dan bekerjasama dalam melaksanakan pengasuhan, (3)Lembaga Kesejahteraan Sosial Anak melibatkan stakeholders dalam pelaksanaan pelayanan khususnya yang berkaitan dengan pelayanan personal untuk anak, misalnya pelayanan kesehatan, pendidikan dan rujukan, (4)Stakeholders berkontribusi sesuai dengan kapasitas dan sumbersumber yang dimilikinya. Semua kontribusi lembaga lain dicatat dan dipertanggungjawabkan, (5)Stakeholders dilibatkan sebagai tim monitoring dan evaluator.

4.

Analisis APBN (State Budget in the Country) dalam Bidang Sosial 4.1

Perlindungan Sosial Melalui Bantuan Sosial dan Subsidi Perlindungan sosial merupakan sebuah aspek yang tidak terpisahkan dalam proses pembangunan serta pengentasan kemiskinan dan pengurangan kesenjangan dalam sebuah negara. Cita-cita bangsa Indonesia akan sistem perlindungan sosial telah diamanatkan dalam Undang-Undang Dasar (UUD) 1945 sebagai landasan konstitusi negara. Pembukaan UUD 1945 mengamanatkan bahwa pemerintah harus melindungi segenap bangsa dan seluruh tumpah darah, memajukan kesejahteraan umum, serta mencerdaskan kehidupan bangsa. Pasal 34 UUD 1945 juga mengamanatkan bahwa fakir miskin dan anak terlantar dipelihara oleh negara dan negara wajib mengembangkan sistem perlindungan dan jaminan sosial yang bersifat nasional. Perlindungan sosial sebagai segala inisiatif baik yang dilakukan pemerintah, swasta, atau masyarakat untuk mewujudkan transfer pendapatan atau konsumsi pada penduduk miskin, melindungi kelompok rentan terhadap risiko penghidupan, serta meningkatkan status sosial kelompokkelompok yang terpinggirkan. Pelaksanaan sistem perlindungan sosial di Indonesia telah menempuh jalan yang cukup panjang. Program-program yang sejatinya tergolong sebagai program perlindungan sosial telah dilaksanakan sejak masa pemerintahan orde baru. Meski begitu, program program tersebut belum dirancang secara eksplisit di bawah sebuah sistem perlindungan sosial. Sistem perlindungan sosial Indonesia diarahkan untuk membantu mewujudkan pembangunan yang lebih merata dan berkeadilan. Hingga kini, sistem perlindungan sosial di Indonesia telah dituliskan dalam berbagai rencana dan dokumen strategis seperti Master Plan Percepatan Pengurangan Kemiskinan di Indonesia (MP3KI) serta Social Protection Floor (Landasan Perlindungan Sosial). Rancangan dari berbagai pihak tersebut penting untuk diselaraskan dengan dokumen perencanaan pemerintah dalam sebuah kerangka yang menjadi landasan pelaksanaan program selama periode pembangunan yang akan berjalan. Perlindungan sosial dapat didefinisikan sebagai segala bentuk kebijakan dan intervensi publik yang 65


dilakukan untuk merespon beragam risiko dan kerentanan baik yang bersifat fisik, ekonomi maupun sosial terutama yang dialami oleh mereka yang hidup dalam kemiskinan. Tujuan utama yang diharapkan dengan terlaksananya perlindungan sosial adalah mencegah risiko yang dialami penduduk sehingga terhindar dari kesengsaraan yang berkepanjangan; meningkatkan kemampuan kelompok miskin dan rentan dalam menghadapi dan keluar dari kemiskinan dan kesenjangan sosial ekonomi; serta, memungkinkan kelompok miskin dan rentan untuk memiliki standar hidup yang bermartabat sehingga kemiskinan tidak diwariskan dari satu generasi ke generasi lainnya. Dalam bab ini, penjelasan mengenai perlindungan sosial secara lebih lanjut akan difokuskan menjadi dua bagian, yakni bantuan sosial serta jaminan sosial.

Sumber: Bappenas

Gambar 16. Alur Pengembangan Sistem Perlindungan Sosial yang Komprehensif Pengembangan Sistem Perlindungan Sosial yang Komprehensif dilakukan melalui (1) Penguatan Lembaga Jaminan Sosial (2) Penataan Bantuan Sosial, (3) Pengembangan Sistem Pelayanan Sosial Yang Terintegrasi (4) Peningkatan Inklusivitas Penyandang Disabilitas dan Lansia. Program bantuan sosial memiliki tujuan untuk meningkatkan kesejahteraan sosial melalui pengurangan kemiskinan. Bantuan yang diberikan dalam program bantuan sosial tidak bergantung kepada kontribusi dari penerima manfaatnya. Bantuan sosial dapat diberikan secara langsung dalam bentuk uang (in-cash transfers), juga dalam bentuk barang dan pelayanan (in-kind transfers). Setiap bantuan bisa bersifat sementara, karena adanya situasi sosial tertentu seperti; bencana, resesi ekonomi, atau adanya kebijakan pemerintah tertentu. Selain itu bantuan juga dapat bersifat tetap khususnya bagi penduduk yang mempunyai kerentanan tetap seperti penyandang disabilitas, lanjut usia, dan anak terlantar. Berbagai definisi dari 66


program bantuan sosial sendiri telah cukup banyak diungkapkan oleh lembagalembaga di dunia. Jaminan sosial merupakan bentuk pengurangan risiko melalui pemberian tunjangan pendapatan (income support) dan/atau penanggungan biaya ketika sakit, kecelakaan saat bekerja, kelahiran, usia lanjut, serta kematian. ILO menggambarkan jaminan sosial sebagai sebuah mekanisme penggabungan risiko finansial. Jaminan sosial pada umumnya menggunakan prinsip asuransi sosial, yaitu didasarkan pada mekanisme risk sharing dalam suatu kelompok penduduk yang memiliki tingkat risiko yang heterogen, dimana penduduk wajib menjadi peserta dan berkontribusi dengan membayar premi. Dengan kata lain, penanganan risiko dihadapi secara gotong royong oleh para pesertanya melalui pengelolaan dana pertanggungan yang dikumpulkan dari kontribusi premi. Jaminan sosial secara umum mensyaratkan bahwa para peserta memiliki sumber penghasilan yang relatif tetap dan sebagian dapat disisihkan untuk membayar premi. Hak dari peserta atas manfaat dari program jaminan sosial dijamin oleh catatan kontribusinya.

Tabel 11. Perkembangan Bansos dan Subsidi

Sumber: Kemenkeu 2020

67


Perkembangan Bansos dan Subsidi meliputi; ● Program Keluarga Harapan (PKH) Program Keluarga Harapan (PKH) merupakan bantuan tunai bersyarat bagi keluarga miskin penerima manfaat dengan kondisionalitas anak usia sekolah, balita, ibu hamil, disabilitas, dan lanjut usia (lansia) dengan penerima PKH sebanyak 10 (sepuluh) juta keluarga. Tujuan PKH dalam jangka pendek adalah untuk mengurangi beban pengeluaran rumah tangga RTSM, sedangkan jangka panjang untuk memutus rantai kemiskinan melalui perbaikan kualitas sumber daya manusia serta mengubah perilaku yang kurang mendukung peningkatan kesejahteraan pada kelompok masyarakat miskin. PKH juga memberikan dukungan terhadap program prioritas pemerintah lainnya dalam: (1) menurunkan angka gizi buruk dan stunting; (2) meningkatkan pencapaian pendidikan dan mengurangi angka putus sekolah; (3) menjadi episentrum program penanggulangan kemiskinan secara terintegrasi (komplementaritas dengan Bantuan Sosial Pangan (Rastra/BPNT), Kartu Indonesia Sejahtera (KIS), Kartu Indonesia Pintar (KIP), subsidi energi yang mencakup subsidi listrik dan LPG 3 Kg, Rehabilitasi Sosial Rumah Tidak Layak Huni (RS Rutilahu), sertifikasi kepemilikan tanah, dan bantuan sosial yang diselenggarakan oleh Pemerintah Daerah); serta (4) meningkatkan inklusi keuangan pada kelompok masyarakat yang berpenghasilan rendah termasuk akses pada kredit usaha mikro, kecil, dan menengah. Pada program ini, rumah tangga yang memenuhi kriteria sesuai dengan syarat dan ketentuan yang berlaku akan mendapatkan bantuan tunai khusus bidang pendidikan ataupun kesehatan. Penerima manfaat tersebut minimal memenuhi salah satu dari tiga kondisi yang dipersyaratkan, yaitu 1) memiliki ibu hamil/nifas; 2)memiliki anak balita atau anak prasekolah; dan/atau 3) memiliki anak usia SD, SMP, atau anak berusia 15-18 tahun yang belum menyelesaikan pendidikan dasar. Pada tahun 2012, dasar pelaksanaan program PKH adalah keluarga yang mana dasar yang digunakan sebelumnya adalah rumah tangga. Cakupan peserta PKH meningkat dari 500.000 KSM pada tahun 2007 yang tersebar di 7 Provinsi, 48 Kabupaten/Kota, 337 Kecamatan, pada 4.311 Desa, menjadi 3.000.000 KSM pada tahun 2014 yang tersebar di 34 Provinsi, 430 Kabupaten/Kota, 4.870 Kecamatan pada 58.362 Desa. 2017 ….(lihat data diatas) ●

PIP Berdasarkan Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 10 Tahun 2020 Tentang Program Indonesia Pintar, Program Indonesia Pintar (PIP) merupakan bantuan berupa uang tunai, perluasan akses, dan kesempatan belajar dari pemerintah yang diberikan kepada peserta didik dan mahasiswa yang berasal dari keluarga miskin atau rentan miskin untuk membiayai pendidikan. PIP terbagi menjadi dua jenis, yaitu PIP pendidikan dasar dan pendidikan menengah (PIP Dikdasmen) dan PIP pendidikan Tinggi. Berdasarkan Peraturan Sekretaris Jenderal Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 8 Tahun 2020 Tentang Petunjuk Pelaksanaan Program Indonesia Pintar, PIP Dikdasmen merupakan PIP yang diperuntukkan bagi anak berusia enam tahun sampai dengan 21 tahun untuk mendapatkan layanan pendidikan sampai dengan tamat satuan pendidikan dasar dan menengah. Sedangkan PIP Pendidikan Tinggi merupakan PIP yang diperuntukkan bagi mahasiswa yang diterima di Perguruan Tinggi. PIP Dikdasmen bertujuan untuk 1) meningkatkan akses bagi anak usia enam tahun sampai dengan 21 tahun untuk mendapatkan layanan pendidikan 68


sampai tamat satuan pendidikan menengah untuk mendukung pelaksanaan pendidikan menengah rintisan wajib belajar 12 tahun; 2) mencegah peserta didik dari kemungkinan putus sekolah atau tidak melanjutkan pendidikan akibat kesulitan ekonomi; 3) dan/atau menarik siswa putus sekolah atau tidak melanjutkan agar kembali mendapatkan layanan pendidikan di sekolah, sanggar kegiatan belajar (SKB), pusat kegiatan belajar masyarakat, lembaga kursus dan pelatihan, satuan pendidikan nonformal lainnya, atau balai latihan kerja. Sedangkan tujuan PIP Perguruan Tinggi adalah untuk 1) difokuskan meningkatkan perluasan akses dan kesempatan di Perguruan Tinggi bagi mahasiswa yang tidak mampu secara ekonomi; 2) meningkatkan prestasi pada bidang akademik dan nonakademik; 3) menjadi keberlangsungan studi mahasiswa yang berasal dari wilayah 3T dan/atau menempuh studi pada perguruan tinggi wilayah yang terkena dampak bencana alam atau konflik sosial; dan/atau 3) meningkatkan angka partisipasi kasar pendidikan tinggi. Prioritas Sasaran Penerima PIP, (1)Peserta Didik pemegang KIP; (2)Peserta Didik dari keluarga miskin/rentan miskin dan/atau dengan pertimbangan khusus seperti: (a)Peserta Didik dari keluarga peserta Program Keluarga Harapan, (b)Peserta Didik dari keluarga pemegang Kartu Keluarga Sejahtera, (c)Peserta Didik yang berstatus yatim piatu/yatim/piatu dari sekolah/panti sosial/panti asuhan (d)Peserta Didik yang terkena dampak bencana alam, (e)Peserta Didik yang tidak bersekolah (drop out) yang diharapkan kembali bersekolah, (f)Peserta Didik yang mengalami kelainan fisik, korban musibah, dari orang tua yang mengalami pemutusan hubungan kerja, di daerah konflik, dari keluarga terpidana, berada di Lembaga Pemasyarakatan, memiliki lebih dari 3 (tiga) saudara yang tinggal serumah, (g)Peserta pada lembaga kursus atau satuan pendidikan nonformal lainnya; (3) Mahasiswa yang berasal dari wilayah 3T, orang asli Papua sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan mengenai otonomi khusus bagi Provinsi Papua, anak TKI yang berlokasi di daerah perbatasan NKRI. Dana PIP Dikdasmen dapat digunakan untuk membantu biaya personal pendidikan peserta didik, seperti membeli perlengkapan sekolah/kursus, uang saku, biaya transportasi, biaya praktik tambahan serta biaya magang. Sedangkan komponen pembiayaan PIP Pendidikan Tinggi diperuntukan untuk bantuan biaya pendidikan, biaya hidup, dan/atau biaya pengelolaan. Bantuan PIP diberikan kepada peserta didik penerima sebanyak satu kali dalam satu tahun anggaran dengan rincian besaran sebagai berikut:

69


Tabel 12. Jumlah Dana PIP Satuan Pendidikan

Jumlah Dana pada Tahun Pelajaran Semester Genap

Jumlah Dana pada Tahun Pelajaran Semester Gasal

SD/SDLB/Paket A

1. Rp225.000 untuk kelas 6. 2. Rp450.000 untuk kelas 1 s.d. 5.

1. Rp225.000 untuk kelas 1. 2. Rp450.000 untuk kelas 2 s.d. 6.

SMP/SMPLB/Paket B

1. Rp375.000 untuk kelas 9. 2. Rp750.000 untuk kelas 7 dan 8.

1. Rp375.000 untuk kelas 7. 2. Rp750.000 untuk kelas 8 dan 9.

SMA/SMALB/Pake C

1. Rp500.000 untuk kelas 12. 2. Rp1.000.000 untuk kelas 10 dan 11.

1. Rp500.000 untuk kelas 10. 2. Rp1.000.000 untuk kelas 11 dan 12.

SMK

1. Rp500.000 untuk kelas 12 dan 13. 2. Rp1.000.000 untuk kelas 10 dan 11.

1. Rp500.000 untuk kelas 10. 2. Rp1.000.000 untuk kelas 11, 12, dan 13.

Penerima Bantuan Iuran jaminan Kesehatan Nasional (PBI JKN),Pemerintah telah berupaya memberikan perlindungan kesehatan bagi masyarakat miskin dan rentan melalui program Jaring Pengaman Sosial Bidang Kesehatan (JPSBK) merespon krisis ekonomi pada tahun 1998. Program yang ditujukan untuk keluarga miskin (gakin) ini kemudian dilanjutkan dengan Program Penanggulangan Dampak Pengurangan Subsidi Bahan Bakar Minyak Kesehatan (PDPSE Bidkes) pada tahun 2001–2002 yang bertujuan untuk memberikan pelayanan rujukan/rumah sakit bagi gakin. Pada tahun 2003 program tersebut berubah menjadi Program Kompensasi Pengurangan Subsidi Bahan Bakar Minyak Bidang Kesehatan (PKPS BBM Bidkes) (TNP2K, 2014). Untuk mengatasi peningkatan biaya kesehatan, Pemerintah meluncurkan program jaminan pelayanan kesehatan terhadap masyarakat miskin dan rentan miskin dengan menggunakan prinsip asuransi kesehatan pada akhir tahun 2004. Program Jaminan Kesehatan untuk masyarakat miskin (Askeskin) ini diselenggarakan oleh Kementerian Kesehatan melalui penugasan kepada PT. Askes Persero berdasarkan SK Nomor 1241/Menkes/SK/XI/2004. Program yang dibiayai penuh dari APBN ini diharapkan dapat meningkatkan status kesehatan masyarakat miskin dan rentan agar terus bekerja produktif, keluar dari kemiskinan dan tidak masuk dalam kemiskinan yang lebih dalam akibat penyakit parah yang dideritanya (TNP2K, UI Consulting, 2012)

Bidik Misi, adalah bantuan biaya pendidikan yang diberikan kepada calon mahasiswa yang berasal dari keluarga kurang mampu secara ekonomi serta berpotensi secara akademik. Dalam rangkaian proses pendaftaran calon peserta Bidikmisi, persyaratan pendaftaran merupakan hal yang wajib untuk dipenuhi oleh calon peserta agar bisa melakukan pendaftaran. Apabila calon peserta tidak bisa memenuhi persyaratan, maka tidak dapat melakukan pendaftaran. Calon 70


peserta yang ingin dapat mendaftar Bidikmisi adalah siswa-siswi SMA / SMK / MA / sederajat yang telah lulus pada tahun kemarin atau yang akan lulus pada tahun ini. Selain itu, untuk bisa mendaftar, calon peserta juga harus direkomendasikan oleh pihak Sekolah. Pihak sekolah bertindak sebagai instansi pemberi rekomendasi untuk siswa-siswinya. Siswa-siswi yang telah direkomendasi selanjutnya dapat melakukan pendaftaran Bidikmisi. Pendaftaran Bidikmisi dapat dilakukan secara online dan offline. Pendaftaran secara online dilakukan melalui website bidikmisi.belmawa.ristekdikti.go.id, sedangkan pendaftaran secara langsung dilakukan dengan mengirimkan berkas pendaftaran ke perguruan tinggi yang dituju ●

Bantuan Pangan, penyaluran Raskin diganti dengan menggunakan kartu elektronik yang akan diberikan langsung kepada rumah tangga sasaran, sehingga bantuan sosial dan subsidi akan disalurkan secara non tunai dengan menggunakan sistem perbankan. Sistem baru penyaluran bantuan pangan ini diatur dalam Peraturan Presiden Nomor 63 Tahun 2017 tentang Penyaluran Bantuan Sosial Secara Non Tunai. Bantuan sosial non tunai diberikan dalam rangka program penanggulangan kemiskinan yang meliputi perlindungan sosial, jaminan sosial, pemberdayaan sosial, rehabilitasi sosial, dan pelayanan dasar. Program ini juga diharapkan dapat mempermudah masyarakat untuk menjangkau layanan keuangan formal di perbankan, sehingga mempercepat program keuangan inklusif. Penyaluran bantuan sosial secara non tunai kepada masyarakat dinilai lebih efisien, tepat sasaran, tepat jumlah, tepat waktu, tepat kualitas, serta tepat administrasi. Kartu elektronik yang dimaksud dapat digunakan untuk memperoleh beras, telur, dan bahan pokok lainnya di pasar, warung, toko sesuai harga yang berlaku sehingga rakyat juga memperoleh nutrisi yang lebih seimbang, tidak hanya karbohidrat, tetapi juga protein, seperti telur. Selain itu, penyaluran bantuan sosial non tunai juga dapat membiasakan masyarakat untuk menabung karena pencairan dana bantuan dapat mereka atur sendiri sesuai kebutuhan. Untuk menyalurkan bantuan sosial non tunai ini, diawali dengan pendaftaran peserta Keluarga Penerima Manfaat (KPM) yang dilakukan oleh Kementerian Sosial (Kemensos). Calon KPM akan mendapat surat pemberitahuan berisi teknis pendaftaran di tempat yang telah ditentukan. Data yang telah diisi oleh calon penerima program ini lalu diproses secara paralel dan sinergis oleh bank yang tergabung dalam Himpunan Bank Milik Negara (Himbara), kantor kelurahan dan kantor walikota/ kabupaten. Setelah verifikasi data selesai, penerima bantuan sosial akan dibukakan rekening di bank dan mendapatkan Kartu Keluarga Sejahtera (KKS) yang berfungsi sebagai kartu non tunai untuk pengambilan bantuan pangan. Penerima bantuan sosial yang telah memiliki KKS dapat langsung datang ke e-warong (Elektronik Warung Gotong Royong) terdekat untuk melakukan transaksi pembelian bahan pangan menggunakan KKS. E-warong adalah agen bank, pedagang atau pihak lain yang telah bekerja sama dengan bank penyalur dan ditentukan sebagai tempat pencairan/penukaran/pembelian bahan pangan oleh KPM, yaitu pasar tradisional, warung, toko kelontong, warung desa, Rumah Pangan Kita (RPK), agen bank yang menjual bahan pangan, atau usaha eceran lainnya. KPM dapat membeli bahan pangan sesuai kebutuhan pada e-warong yang memiliki tanda lokasi penyaluran bantuan sosial non tunai. Transaksi dilakukan secara non tunai mengacu pada jumlah saldo 71


yang tersimpan pada chip KKS. Lewat sistem yang terhubung dengan perbankan ini, penyalur bantuan akan mendapatkan laporan rinci seputar jumlah dana yang telah disalurkan, jumlah dana yang ditarik oleh penerima, jumlah dana yang tersisa dan berapa orang penerima yang belum menarik bantuan pangannya. Penyaluran bantuan pangan secara non tunai lewat BPNT mengacu pada 4 (empat) prinsip umum, yaitu: (1)Mudah dijangkau dan digunakan oleh KPM, (2)Memberikan lebih banyak pilihan dan kendali kepada KPM dalam memanfaatkan bantuan, kapan dan berapa banyak bahan pangan yang dibutuhkan. Juga termasuk kebebasan memilih jenis dan kualitas bahan pangan berdasarkan preferensi yang telah ditetapkan dalam program ini (3)Mendorong usaha eceran rakyat untuk memperoleh pelanggan dan peningkatan penghasilan dengan melayani KPM (4)Memberikan akses jasa keuangan kepada usaha eceran rakyat dan KPM, Adapun manfaat yang dapat diperoleh dari BPNT, yaitu (1)Meningkatnya ketahanan pangan di tingkat keluarga penerima manfaat, sekaligus sebagai mekanisme perlindungan sosial dan penanggulangan kemiskinan, (2)Meningkatnya transaksi non tunai sesuai dengan program Gerakan Nasional Non Tunai (GNNT) yang digagas oleh Bank Indonesia, (3)Meningkatnya akses masyarakat terhadap layanan keuangan, sehingga dapat meningkatkan kemampuan ekonomi yang sejalan dengan Strategi Nasional Keuangan Inklusif (SNKI), (4)Meningkatnya efisiensi penyaluran bantuan sosial, (5)Meningkatnya pertumbuhan ekonomi di daerah, terutama usaha mikro dan kecil di bidang perdagangan. ●

Subsidi LPG 3 Kg, j Pemerintah melalui Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) tercatat telah menyalurkan sebanyak 2.416.193 metrik ton (MT) tabung liquified petroleum gas (LPG) ukuran berat 3 kilogram ke seluruh masyarakat Indonesia. Penyaluran sebanyak itu merupakan catatan sejak Januari hingga April 2021. Dari realisasi penyerapan tersebut, dibutuhkan subsidi sebesar Rp15,04 triliun sehingga realisasi tersebut sebesar 32,21 persen dari kuota nasional sebesar 7,5 juta MT. "Total realisasi ini sedikit lebih rendah dari kuota per bulan yang direncanakan yaitu 99,81 persen, Khusus penyaluran LPG 3 kg pada Maret Tahun 2021 telah melebihi kuota yang ditetapkan dibandingkan Januari, Februari, dan April. Hal ini, menurut Tutuka, akibat jumlah hari penyalurannya lebih banyak, yaitu 27 hari, dan adanya penambahan jumlah sub penyalur atau pangkalan untuk mengejar target one village one outlet (OVOO). Untuk rencana penyaluran 2021, pemerintah akan meningkatkan jumlah sub penyalur atau pangkalan agar penyaluran LPG tabung 3 kg dapat mencapai desa-desa yang telah dikonversi dan dapat mengurangi penjualan LPG 3 kg ke pengecer. Pemerintah juga bakal mengembangkan jaringan pendistribusian LPG 3 kg untuk daerah yang baru dikonversi dan daerah yang akan dikonversi. Selanjutnya Kementerian ESDM akan bekerja sama dengan seluruh pemangku kepentingan terkait untuk melakukan pengawasan dan pengendalian penyaluran LPG 3 kg sehingga tidak terjadi kelebihan kuota. Sebanyak 12 pemerintah provinsi dan 154 pemerintah kabupaten/kota telah membuat kebijakan penggunaan LPG nonsubsidi bagi aparatur sipil negara (ASN) dan non usaha mikro. Terkait perkembangan harga jual eceran berbanding harga keekonomian LPG 3 kg, rata-rata subsidi harga pada 2021 berdasarkan perhitungan nilai subsidi hasil audit Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) dibagi dengan volume 72


hasil audit BPK adalah sebesar Rp 8.781 per kg. Harga tersebut mengalami kenaikan sebesar 64,3 persen dari tahun sebelumnya. Sedangkan harga keekonomian yang sudah termasuk margin agen ditambah Pajak Pertambahan Nilai (PPN) 2021 adalah Rp12.000 per kg, di mana harga jual eceran adalah Rp4.250 per kg. Sesuai Keputusan Menteri (Kepmen) ESDM nomor 253.K/12/MEM/2020 tentang Harga Patokan Liquefied Petroleum Gas Tabung 3 Kilogram, disebutkan bahwa harga patokan LPG 3 kg ditetapkan berdasarkan harga indeks pasar (HIP) yang berlaku pada bulan yang bersangkutan ditambah biaya distribusi dan margin. Kemudian, harga patokan LPG 3 kg ditetapkan dengan formula 103,85 persen HIP LPG 3 kg + USD50,11 per MT + Rp 1.879,00 per kg. Adapun, sepanjang 2021, pagu subsidi untuk LPG 3 kg adalah senilai Rp36,56 triliun. Pada 2020, realisasi subsidi pemerintah untuk LPG 3 kg, sesuai dengan hasil audit BPK, adalah Rp40,25 triliun. Kuota nasional LPG 3 kg pada 2021 sebesar 7,5 juta MT sudah termasuk rencana konversi LPG 3 kg untuk rumah tangga dan usaha mikro di Indonesia timur. Di samping konversi LPG 3 kg untuk nelayan dan petani pada tahun yang sama. Kuota nasional itu juga sudah mengalokasikan untuk kebutuhan yang bersifat force major dan kondisi kelangkaan LPG tabung 3 kg. Sedangkan kuota nasional di luar konversi sebesar 7.435.335 MT. Pengadaan gas bersubsidi dalam bentuk tabung 3 kg telah dilakukan sejak 2007. Volume dan anggaran untuk subsidi tersebut dalam lima tahun terakhir mengalami peningkatan. Jika pada 2011 volume pengadaan LPG 3 kg baru sebesar 3,2 juta MT, maka pada 2015 jumlahnya sudah sebesar 5,56 juta MT dan 6,5 juta MT di 2018. Anggaran untuk subsidi pun ikut meningkat, misalnya, pada 2015 sebesar Rp21,4 triliun menjadi Rp58 triliun pada 2019. Berdasarkan studi Tim Nasional Percepatan Penanggulangan Kemiskinan (TPN2K), ditemukan fakta bahwa dari 50,2 juta rumah tangga, 30 persen rumah tangga dalam kondisi sosial ekonomi terbawah. Mereka hanya menyerap 22 persen dari total subsidi LPG 3 kg. Sisanya sebesar 86 persen alokasi subsidi LPG 3 kg justru dinikmati kelas menengah ke atas. Kendati demikian, ada sebanyak 10 persen rumah tangga terkaya atau berjumlah 5,2 juta rumah tangga justru menyerap 10,31 persen dari alokasi subsidi LPG 3 kg yang diperuntukkan bagi rumah tangga ekonomi terbawah. Karenanya, Abra mengusulkan agar pemerintah melakukan subsidi langsung kepada keluarga penerima manfaat meskipun terdapat konsekuensi. Yaitu penyesuaian harga LPG 3 kg bersubsidi di pasaran mengikuti harga LPG nonsubsidi. Tujuannya untuk menghilangkan disparitas harga LPG di pasar. Selain itu, diusulkan pula agar pemerintah menetapkan besaran subsidi LPG 3 kg dengan jumlah yang sesuai dengan kebutuhan rata-rata rumah tangga penerima manfaat. Sementara itu, Anggota Komisi VII DPR RI Bambang Patijaya mencontohkan, penggunaan kartu dalam penyaluran LPG 3 kg di Bangka Belitung dengan pola by name by address. Artinya, hanya mereka dengan nama dan alamat sesuai 73


tertera di dalam kartu itu saja yang berhak menerima LPG 3 kg bersubsidi dari pemerintah. ●

Subsidi Listrik, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) mengganti ketentuan pemberian stimulus agar penyaluran subsidi energi listrik lebih tepat sasaran. Pemerintah masih memberikan bantuan dan stimulus bagi pelanggan listrik golongan rumah tangga dan bisnis UMKM pada tahun ini. Total alokasi anggaran untuk bantuan keringanan tarif listrik sampai triwulan I2021 sebesar Rp4,57 triliun. Bantuan yang diberikan Januari--Maret 2021 itu akan diberikan tiap bulannya. Meski demikian, mulai Februari ini ada ketentuan baru dan berbeda dibandingkan dengan tahun sebelumnya.Pemerintah mengubah ketentuan bantuan keringanan bayar untuk pelanggan pascabayar 450 volt ampere (VA), prabayar 900 VA, dan prabayar 900 VA. Pembatasan Waktu Subsidi, Mulai tahun ini, pemberian stimulus dibatasi pada jam nyala sebanyak 720 jam per bulan untuk pelanggan pascabayar 450 VA dan pascabayar 900 VA. Sebelumnya, pada 2020, pelanggan 450 VA (R1/B1/I1) mendapat diskon 100 persen tanpa batasan waktu dalam sebulan. Sedangkan pelanggan R1 900 VA mendapat diskon 50 persen tanpa batasan waktu. 720 jam itu bagi pelanggan golongan rumah tangga 450 VA setara dengan 324 kilowatt per jam (kWh). Kemudian bagi pelanggan rumah tangga golongan 900 VA tidak mampu, setara dengan 648 kWh. Apabila pelanggan melewati batasan 720 jam tersebut akan dikenai tarif normal. Artinya, pelanggan perlu membayar sendiri kelebihannya. Adapun, ketentuan lainnya yang berubah pada 2021 adalah pelanggan prabayar harus membeli token terlebih dahulu sebelum mendapatkan diskon. Hal itu berlaku untuk pelanggan prabayar R1 900 VA. Penghematan konsumsi listrik 50 persen akan didapatkan pelanggan secara otomatis saat pembelian. Pada tahun lalu, pelanggan bisa mendapatkan token gratis/diskon sebelum membeli token. Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) menjelaskan, perubahan mekanisme tersebut agar penyaluran subsidi energi listrik lebih tepat sasaran. Dari hasil kajian pihak Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) dan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menunjukkan perlunya secara teknis PLN membuat batasan maksimal pemakaian daya listrik supaya lebih tepat sasaran. Selain itu, pemberlakuan batas atas ditetapkan agar PLN dapat memperhatikan besaran konsumsi energi pelanggan penerima bantuan. Bantuan keringanan biaya tersebut diberikan untuk pelanggan rumah tangga daya 450 VA dengan diskon 100 persen tagihan listrik. Lalu diskon 50 persen tagihan listrik bagi pelanggan kategori daya 900 VA bersubsidi. Kemudian, diskon tagihan listrik sebesar 100 persen turut diberikan bagi pelanggan bisnis dan industri berdaya 450 VA. Adapun khusus untuk kategori pelanggan rumah tangga datanya harus sesuai dengan Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS) dari Kementerian Sosial. Lantas bagaimana cara masyarakat bisa mendapatkan diskon tagihan listrik dari PLN? Ada beberapa cara. Pertama, bagi pelanggan pascabayar, diskon biaya listrik akan langsung masuk dalam tagihan masing74


masing. Sedangkan, bagi pelanggan prabayar atau yang menggunakan token, bisa mendapatkan diskon melalui tiga pilihan akses yang disediakan PLN, yakni laman resmi PLN, aplikasi WhatsApp, dan aplikasi PLN Mobile lewat telepon genggam. Berikut ini cara mendapatkan token listrik stimulus Covid-19 melalui laman PLN: Buka alamat www.pln.co.id kemudian pilih menu „Stimulus Covid-19‟ (token gratis/diskon); (1) Silakan masukkan identitas diri (ID) pelanggan/nomor meteran; (2) Setelah itu nilai token gratis/diskon akan ditampilkan di layar; (3) Pelanggan tinggal memasukkan token gratis tersebut ke meteran yang sesuai dengan ID Pelanggan. Bagaimana mendapatkan token listrik melalui layanan WhatsApp, dengan cara berikut: (1)Buka aplikasi WhatsApp, (2)Chat WhatsApp ke 08122-123-123, ikuti petunjuk, salah salah satunya memasukkan ID pelanggan; (3) Kemudian token gratis/diskon akan muncul; Selain itu, token stimulus juga bisa didapatkan melalui aplikasi PLN Mobile dengan cara berikut: (1)Buka aplikasi PLN Mobile, (2) Klik “PLN Peduli Covid-19” pada bagian info dan promo; (3) Memasukkan ID pelanggan/nomor meteran; (4)Token gratis/diskon akan muncul; (5)Pelanggan tinggal memasukkan token gratis/diskon tersebut ke meteran yang sesuai dengan ID pelanggan.

4.2

Anggaran Bidang Sosial Apakah anggaran untuk bidang sosial dipisahkan dari anggaran untuk pendidikan dan kesehatan? Tema besar APBN Tahun Anggaran 2020 adalah “Mendukung Indonesia Maju”. Kebijakan fiskal akan diarahkan untuk mendukung akselerasi daya saing melalui inovasi dan penguatan kualitas sumber daya manusia. Berbagai kebijakan di bidang pendidikan dan kesehatan akan dilakukan untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia agar siap berkompetisi dan beradaptasi dengan kemajuan industri dan teknologi. APBN terdiri dari anggaran pendapatan negara, anggaran belanja negara, dan pembiayaan anggaran. berdasarkan UU Nomor 20 Tahun 2019 Tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Tahun Anggaran 2020, belanja negara merupakan kewajiban Pemerintah Pusat yang diakui sebagai pengurang nilai kekayaan bersih yang terdiri atas belanja Pemerintah Pusat dan Transfer ke Daerah dan Dana Desa. Jika menurut fungsinya, belanja pemerintah pusat digunakan untuk menjalankan 1) fungsi pelayanan umum; 2) fungsi pertahanan, 3) fungsi ketertiban, dan keamanan; 4) fungsi ekonomi; 5) fungsi perlindungan lingkungan hidup; 6) fungsi perumahan dan fasilitas umum; 7) fungsi kesehatan; 8) fungsi pariwisata; 9) fungsi agama; 10) fungsi pendidikan; dan 11) fungsi perlindungan sosial. Berdasarkan fungsinya ini, maka hal yang berkaitan dengan bantuan sosial telah dipisahkan oleh pemerintah dari fungsi kesehatan dan pendidikan.

75


Pengeluaran pemerintah untuk pendidikan (termasuk gaji) yang dialokasikan minimal 20% dari APBN pada sektor pendidikan. Hal ini sesuai dengan Amandemen UUD 1945. Sedangkan di daerah alokasi anggaran pendidikan, yaitu minimal 20% dari APBD. Pengeluaran pemerintah untuk fungsi kesehatan adalah besarnya pengeluaran belanja pemerintah untuk kesehatan selain gaji yang dialokasikan minimal sebesar 5% dari APBN pada sektor kesehatan. Sedangkan alokasi untuk anggaran kesehatan di daerah minimal 10% dari APBD. Hal ini sesuai dengan UU Kesehatan Nomor 36 Tahun 2009. Sedangkan pengeluaran pemerintah untuk fungsi perlindungan sosial meliputi 1) Jumlah dana yang dikeluarkan pemerintah untuk perlindungan kesehatan melalui jaminan sosial (PBI) yang berasal dari APBN dan 2) Jumlah dana yang dikeluarkan pemerintah untuk bantuan sosial (KIP, KPS, PKH, Rastra/Raskin) yang berasal dari APBN. Berdasarkan data Kementerian Keuangan, anggaran belanja pemerintah pusat untuk fungsi perlindungan sosial mengalami perubahan jumlah pada tahun anggaran 2020. Hal ini dilakukan dalam rangka penanganan pandemi covid-19 dan/atau menghadapi ancaman yang membahayakan perekonomian nasional dan/atau stabilitas sistem keuangan. Jika berdasarkan UU Nomor 20 Tahun 2019 maka anggaran untuk belanja pemerintah fungsi perlindungan sosial adalah sebesar Rp142.533,5 M, sedangkan setelah mengalami perubahan anggaran, maka anggaran belanja pemerintah fungsi perlindungan sosial menjadi Rp250.699,9 M.

Gambar 17. Belanja Pemerintah Menurut Fungsi 2018-2020

76


4.3

Pengeluaran Anggaran yang Dialokasikan untuk Lingkup Sosial dan Intervensi Sosial Bagaimana mengatur pengeluaran anggaran yang dialokasikan untuk lingkup sosial dan intervensi sosial (standar keuangan untuk layanan dan/atau kegiatan: anggaran individu, voucher atau bentuk dan kombinasi lainnya)? [Sebutkan institusi yang terlibat, prosedur, waktu pendistribusian, dll]. Dampak dari pandemi COVID-19 masih terasa di berbagai bidang. Pemerintah pun masih terus menjalankan sejumlah program untuk dapat segera mengatasi dampak tersebut, termasuk mendorong Kementerian/Lembaga serta Pemerintah Daerah melakukan langkah-langkah optimalisasi belanja Program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) untuk mempercepat pelaksanaannya tanpa meninggalkan akuntabilitas. Klaster perlindungan sosial (perlinsos) merupakan salah satu klaster dalam program PEN yang dirancang untuk menjaga masyarakat yang terdampak secara ekonomi agar dapat terus memenuhi kebutuhan dasarnya. Kebijakan perlinsos merupakan upaya untuk membantu kelompok terdampak menghadapi penurunan penghasilan atau kehilangan pekerjaan. Lewat kebijakan perlinsos, masyarakat yang terdampak ekonominya diharapkan tetap dapat memenuhi kebutuhan dasarnya dan terhindar dari risiko akibat kesenjangan yang lebih dalam. Program-program perlinsos ini antara lain berupa Bansos Program Keluarga Harapan (PKH), Bantuan Pangan Non Tunai (BPNT/Kartu Sembako), Paket Sembako Jabodetabek, Bansos Tunai (BST) Non-Jabodetabek, BST bagi penerima Sembako Non-PKH, bansos beras bagi penerima PKH, serta Bantuan Langsung Tunai (BLT) Dana Desa. Bansos diberikan dalam bentuk uang tunai maupun barang (sembako), agar kebutuhan pokok masyarakat terpenuhi dan di sisi lain dapat menggerakkan ekonomi lewat perbelanjaan di UMKM setempat.

77


Gambar 18. Bantuan Saluran Dana Perlindungan Sosial

78


Gambar 19. Perkembangan Covid-19 di Indonesia Tahun 2020

Gambar 20. Tren Kemiskinan dan Ketimpangan Berganti Arah

79


Gambar 21. Lonjakan Kemiskinan Globak Akibat Pandemi Covid-19

● Covid 19 menciptakan jutaan penduduk miskin baru di dunia terutama di perkotaan, dan sebaliknya di pedesaan terdampak lebih sedikit, yang sebagian besar bekerja sektor pertanian. ● Naiknya tingkat kemiskinan global, menurut Bank Dunia, tidak hanya akibat Covid19 tetapi juga akibat dari perubahan iklim dan konflik. ● Berdasarkan estimasi Bank Dunia, sepanjang tahun 2020 diperkirakan terdapat tambahan 100 juta orang yang masuk ke kemiskinan ekstrim. Negara berpendapat menengah diestimasikan akan memunculkan 4/5 bagian dari total penduduk miskin baru. ● Wilayah Asia Selatan diestimasikan terkena dampak terberat dengan tambahan 49 juta penduduk yang masuk ke dalam kemiskinan ekstrim.

80


Gambar 22. Tahap Pemgikuran Kemiskinan

Gambar 23. Konsep Pengukuran Ketimpangan

81


  

4.4

Kurva Lorenz mengurutkan populasi dari termiskin sampai terkaya, menunjukkan proporsi kumulatif dari populasi pada sumbu horizontal dan proporsi kumulatif pengeluaran (atau pendapatan) pada sumbu vertical. Koefisien Gini didapatkan dari kurva Lorenz, dengan menghitung A/(A+B)  Apabila A=0, koefisien Gini menjadi 0, maka kemerataan sempurna  Apabila B=0, koefisien Gini menjadi 1, maka ketimpangan penuh Kriterian pengukuran ketimpangan Gini memenuhi semua kriteria ini:  Mean independence Apabila semua pendapatan digandakan, ukuran tidak berubah  Population size independence/scale-invariant Apabila populasi berubah, ukuran tidak berubah  Symmetry Apabila dua orang saling bertukar pendapatan, ukuran tidak berubah  Pigou-Dalton Transfer sensitivity Pengalihan pendapatan dari masyarakat kaya ke masyarakat miskin akan mengurangi ketimpangan

Anggaran Pemerintah yang Masuk ke Ranah Sosial Jelaskan anggaran pemerintah yang masuk ke ranah sosial antara berbagai arah (untuk tunjangan anak, dukungan keluarga, dukungan pemuda, pendidikan, kesehatan, lainnya) [Secara spesifik untuk menunjukkan masing-masing kategori, alokasi dan program].

Sumber Kemenkeu 2020

Gambar 24. Postur APBN 2020

82


Berdasarkan UU Nomor 20 Tahun 2019 Tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Tahun Anggaran 2020, APBN terdiri dari anggaran pendapatan negara, anggaran belanja negara, dan pembiayaan anggaran.

4.4.1 Item Terpisah dalam Anggaran Pemerintah yang Dialokasikan untuk Bidang Sosial Apakah ada item terpisah (untuk tunjangan anak, tunjangan keluarga, tunjangan pemuda, pendidikan, kesehatan, lainnya) dalam anggaran pemerintah yang dialokasikan untuk bidang sosial?

Gambar 25. Dinamika Konsumsi Rumah Tangga

● ● ● ● ● ●

Penurunan pertumbuhan konsumsi penduduk kelas menengah atas terjadi sejak 2018 sehingga rasio gini menurun Hampir semua golongan tumbuh negatif di Bulan Maret 2020 akibat Pandemi Covid 19 merebak Respon Program Parlinsos terlambat, Program Parlinsos mengalami perluasan hingga akhir tahun 2020 Pertumbuhan Konsumsi kelas miskin dan rentan masih terjaga sebagai dampak Program Parlinsos Kelas menengah atas cenderung menahan konsumsi terutama pada komoditas non pokok, tumbuhnya angka kerentanan baru akibat Pandemi Adanya intervensi untuk pemuda melalui kartu prakerja sehingga pemuda dapat menakses pelatihan dan pendidikan non formal.

83


4.4.2 Metodologi Perlinsos

Gambar 26. Progresivitas Program Perlinsos

84


4.4.3 Distribusi Saat Pandemi

Gambar 27. Skema Sosial Sebelum Masa Pandemi 4.5

Pihak yang Mendistribusikan Anggaran dan Mengatur Proses Pengeluaran Dana Siapa yang mendistribusikan anggaran dan mengatur proses pengeluaran dana? Apakah ini terjadi di tingkat nasional atau kota/daerah tingkat lokal juga bisa melakukannya? Tabel 13. Perkembangan Bansos dan Subsidi

85


Pengembangan Sistem Perlindungan Sosial yang Komprehensif dilakukan melalui (1) Penguatan Lembaga Jaminan Sosial (2) Penataan Bantuan Sosial, (3) Pengembangan Sistem Pelayanan Sosial Yang Terintegrasi (4) Peningkatan Inklusivitas Penyandang Disabilitas dan Lansia. Jaminan sosial pada umumnya menggunakan prinsip asuransi sosial, yaitu didasarkan pada mekanisme risk sharing dalam suatu kelompok penduduk yang memiliki tingkat risiko yang heterogen, dimana penduduk wajib menjadi peserta dan berkontribusi dengan membayar premi. PKH juga memberikan dukungan terhadap program prioritas pemerintah lainnya dalam: (1) menurunkan angka gizi buruk dan stunting; (2) meningkatkan pencapaian pendidikan dan mengurangi angka putus sekolah; (3) menjadi episentrum program penanggulangan kemiskinan secara terintegrasi (komplementaritas dengan Bantuan Sosial Pangan (Rastra/BPNT), Kartu Indonesia Sejahtera (KIS), Kartu Indonesia Pintar (KIP), subsidi energi yang mencakup subsidi listrik dan LPG 3 Kg, Rehabilitasi Sosial Rumah Tidak Layak Huni (RS Rutilahu), sertifikasi kepemilikan tanah, dan bantuan sosial yang diselenggarakan oleh Pemerintah Daerah); serta (4) meningkatkan inklusi keuangan pada kelompok masyarakat yang berpenghasilan rendah termasuk akses pada kredit usaha mikro, kecil, dan menengah. Penerima manfaat tersebut minimal memenuhi salah satu dari tiga kondisi yang dipersyaratkan, yaitu 1) memiliki ibu hamil/nifas; 2)memiliki anak balita atau anak prasekolah; dan/atau 3) memiliki anak usia SD, SMP, atau anak berusia 15-18 tahun yang belum menyelesaikan pendidikan dasar.Berdasarkan Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 10 Tahun 2020 Tentang Program Indonesia Pintar, Program Indonesia Pintar (PIP) merupakan bantuan berupa uang tunai, perluasan akses, dan kesempatan belajar dari pemerintah yang diberikan kepada peserta didik dan mahasiswa yang berasal dari keluarga miskin atau rentan miskin untuk membiayai pendidikan. Berdasarkan Peraturan Sekretaris Jenderal Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 8 Tahun 2020 Tentang Petunjuk Pelaksanaan Program Indonesia Pintar, PIP Dikdasmen merupakan PIP yang diperuntukkan bagi anak berusia enam tahun sampai dengan 21 tahun untuk mendapatkan layanan pendidikan sampai dengan tamat satuan pendidikan dasar dan menengah. PIP Dikdasmen bertujuan untuk 1) meningkatkan akses bagi anak usia enam tahun sampai dengan 21 tahun untuk mendapatkan layanan pendidikan sampai tamat satuan pendidikan menengah untuk mendukung pelaksanaan pendidikan menengah rintisan wajib belajar 12 tahun; 2) mencegah peserta didik dari kemungkinan putus sekolah atau tidak melanjutkan pendidikan akibat kesulitan ekonomi; 3) dan/atau menarik siswa putus sekolah atau tidak melanjutkan agar kembali mendapatkan layanan pendidikan di sekolah, sanggar kegiatan belajar (SKB), pusat kegiatan belajar masyarakat, lembaga kursus dan pelatihan, satuan pendidikan nonformal lainnya, atau balai latihan kerja. Sedangkan tujuan PIP Perguruan Tinggi adalah untuk 1) difokuskan meningkatkan perluasan akses dan kesempatan di Perguruan Tinggi bagi mahasiswa yang tidak mampu secara ekonomi; 2) meningkatkan prestasi pada bidang akademik dan nonakademik; 3) menjadi keberlangsungan studi mahasiswa yang berasal dari wilayah 3T dan/atau menempuh studi pada perguruan tinggi wilayah yang terkena dampak bencana alam atau konflik sosial; dan/atau 3) meningkatkan angka partisipasi kasar pendidikan tinggi.

86


4.6

Prioritas Sasaran Penerima PIP, (1)Peserta Didik pemegang KIP; (2)Peserta Didik dari keluarga miskin/rentan miskin dan/atau dengan pertimbangan khusus seperti: (a)Peserta Didik dari keluarga peserta Program Keluarga Harapan, (b)Peserta Didik dari keluarga pemegang Kartu Keluarga Sejahtera, (c)Peserta Didik yang berstatus yatim piatu/yatim/piatu dari sekolah/panti sosial/panti asuhan (d)Peserta Didik yang terkena dampak bencana alam, (e)Peserta Didik yang tidak bersekolah (drop out) yang diharapkan kembali bersekolah, (f)Peserta Didik yang mengalami kelainan fisik, korban musibah, dari orang tua yang mengalami pemutusan hubungan kerja, di daerah konflik, dari keluarga terpidana, berada di Lembaga Pemasyarakatan, memiliki lebih dari 3 (tiga) saudara yang tinggal serumah, (g)Peserta pada lembaga kursus atau satuan pendidikan nonformal lainnya; (3) Mahasiswa yang berasal dari wilayah 3T, orang asli Papua sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan mengenai otonomi khusus bagi Provinsi Papua, anak TKI yang berlokasi di daerah perbatasan NKRI. Program yang dibiayai penuh dari APBN ini diharapkan dapat meningkatkan status kesehatan masyarakat miskin dan rentan agar terus bekerja produktif, keluar dari kemiskinan dan tidak masuk dalam kemiskinan yang lebih dalam akibat penyakit parah yang dideritanya (TNP2K, UI Consulting, 2012). Kartu elektronik yang dimaksud dapat digunakan untuk memperoleh beras, telur, dan bahan pokok lainnya di pasar, warung, toko sesuai harga yang berlaku sehingga rakyat juga memperoleh nutrisi yang lebih seimbang, tidak hanya karbohidrat, tetapi juga protein, seperti telur.Data yang telah diisi oleh calon penerima program ini lalu diproses secara paralel dan sinergis oleh bank yang tergabung dalam Himpunan Bank Milik Negara (Himbara), kantor kelurahan dan kantor walikota/ kabupaten. Lewat sistem yang terhubung dengan perbankan ini, penyalur bantuan akan mendapatkan laporan rinci seputar jumlah dana yang telah disalurkan, jumlah dana yang ditarik oleh penerima, jumlah dana yang tersisa dan berapa orang penerima yang belum menarik bantuan pangannya.

Layanan yang Didanai oleh Sumbar Daya Publik Layanan mana yang didanai oleh sumber daya public? (Sumber daya keuangan publik – termasuk dukungan keuangan atau pembayaran dari pemerintah dan otoritas lokal )-[Secara spesifik menyebutkan jenis layanan dan jenis subsidi yang diterapkan].

87


Gambar 28. Skema Perlindungan Sosial saat Pandemi Civid-19 Tahun 2020

4.7

Layanan yang Didanai oleh Subsidi Pemerintah dan oleh Badan Swasta dan Donor yang Berbeda di Bidang Pengasuhan dan Perlindungan Anak Berapa bagian dari layanan yang didanai oleh subsidi pemerintah dan oleh badan swasta dan donor yang berbeda di bidang pengasuhan dan perlindungan anak? [Ini harus dinyatakan dalam angka, persentase atau grafik]

88


Gambar 29. Distribusi Populasi di Berbagai Tingkat Pengeluaran

Gambar 30. Coverage Program Perlindungan Sosial 2020

89


Gambar 31. Progresivitas Perlinsos 2020

Tabel 14. Program Perlinsos

90


Gambar 32. Program Perlinsos PEN Menutup Penurunan Konsumsi RT di Tahun 2020 

Simulasi perubahan pengeluaran rumah tangga dan manfaat perlinsos menunjukkan program perlinsos PEN cukup efektif dalam menjaga tingkat konsumsi rumah tangga miskin dan rentan. Program Perlinsos PEN mampu menahan kenaikan tingkat kemiskinan dengan menjaga tingkat konsumsi kelompok termiskin. Tingkat kemiskinan terkendali di 10,19% pada September 2020. Tanpa program PEN, Bank Dunia memprediksi angka kemiskinan Indonesia 2020 dapat mencapai 11,8%, artinya PEN 2020 diperkirakan mampu menyelamatkan lebih dari 5-8 juta orang dari kemiskinan.

 

5.

Mekanisme dan Model Mekanisme Keuangan Publik (Mekanisme Alokasi Anggaran Pemerintah atau Daerah) 5.1

Model yang Beroperasi Tolong jelaskan model yang disebutkan beroperasi di negara Anda. (Setiap mekanisme harus mencakup: Bagaimana pengaturannya, untuk jenis layanan dan penyedia apa yang relevan [Jika ada mekanisme yang tidak ada di negara Anda, sebutkan nama mekanismenya dan tulis bahwa tidak ada atau tidak diterapkan ].

5.1.1 Pengadaan Publik PP Nomor 16 Tahun 2018 tentang Pengadaan Barang dan Jasa Pemerintah 5.1.2 Kemitraan Publik-Swasta Secara umum, kemitraan dipahami sebagai hubungan kerja sama antara dua pihak atau lebih yang bersepakat untuk mengerjakan suatu prakarsa dalam suatu kurun waktu tertentu. Manfaat kerja sama ini akan dinikmati bersama. Risiko 91


yang timbul pun akan ditanggung bersama-sama. Sebuah kemitraan yang kuat akan melibatkan tiga elemen utama, yaitu: (i) Prakarsa dilahirkan dari ide yang diciptakan bersama; (ii) Semua pihak yang terlibat dalam prakarsa tersebut memberikan kontribusi atau peran yang berimbang; dan (iii) Jika terjadi hambatan atau tantangan dalam pelaksanaan, semua pihak yang terlibat akan turut bersama-sama menanggung kerugian, baik moril maupun material. Hal yang harus diantisipasi oleh para pihak yang bergabung dalam suatu kemitraan meliputi: ● Reputasi lembaga/perusahaan yang tergabung dalam kemitraan dapat tercemar bila kemitraan yang direncanakan gagal. ● Kehilangan otonomi lembaga karena bekerja sama dengan pihak lain dalam kemitraan. ● Konflik kepentingan yang dapat menimbulkan ketegangan pada saat gagal mencapai kompromi. ● Kekurangan sumber daya, khususnya bagi mitra yang menjadi garda terdepan dalam kemitraan dan bergantung pada asupan dana. ● Kebergantungan penerima manfaat yang gagal menciptakan kemandirian. Dalam buku panduan kemitraan yang ditulis oleh Ros Tennyson, 5 prakarsa kemitraan dianggap berhasil jika mengikuti pola seperti berikut:

Gambar 33. 5 Pola Prakarsa Kemitraan Kebergantungan Penerima Manfaat

92


Kemitraan organisasi internasional, Dunia Usaha, Hibah

Gambar 34. Kontribusi Cash/In Kind

5.1.3 Prosedur Khusus – Kontrak Sosial ● ●

Kasus-kasus penelantaran anak memiliki motif yang sangat beragam, kasus yang dominan adalah kasus anak jalanan, pembuangan dan penelantaran bayi serta anak terlantar karena orang tua bekerja. Kasus perceraian tidak lepas dari rendahnya kualitas perkawinan, maraknya perkawinan siri, kawin kontrak, perkawinan campuran dan perkawinan di usia dini menjadi sumber masalah perceraian, pada hal semestinya perkawinan adalah sebuah perjanjian luhur antara dua insan yang salah satu fungsinya merupakan lembaga reproduksi untuk mempertahankan dan melanjutkan keberlangsungan kehidupan yakni lahirnya keturunan (anak). Perwalian dan Pengangkatan Anak, Praktek perwalian dan pengangkatan anak mayoritas dilakukan secara adat, sehingga proses pengangkatan anak tidak diputuskan melalui putusan pengadilan dan mayoritas tidak tercatat di dinas sosial, sehingga berakibat pada kaburnya silsilah keluarga anak dan juga berpengaruh terhadap hak kewarisan anak. Kualitas panti asuhan masih sangat rendah, rasio perbandingan pengasuh dengan anak yang di asuh tidak seimbang, kualitas pengasuh panti tidak sesuai standar, bahkan kasus kekerasan anak dengan dalil penegakan disiplin dan agama juga ditemui dalam sistem pengasuhan berbasis panti.

93


5.1.4 Arah Subsidi

Gambar 35. Metodologi Analisis Arah Subsidi

Perlindungan sosial dapat didefinisikan sebagai segala bentuk kebijakan dan intervensi publik yang dilakukan untuk merespon beragam risiko dan kerentanan baik yang bersifat fisik, ekonomi maupun sosial terutama yang dialami oleh mereka yang hidup dalam kemiskinan. Tujuan utama yang diharapkan dengan terlaksananya perlindungan sosial adalah mencegah risiko yang dialami penduduk sehingga terhindar dari kesengsaraan yang berkepanjangan; meningkatkan kemampuan kelompok miskin dan rentan dalam menghadapi dan keluar dari kemiskinan dan kesenjangan sosial ekonomi; serta, memungkinkan kelompok miskin dan rentan untuk memiliki standar hidup yang bermartabat sehingga kemiskinan tidak diwariskan dari satu generasi ke generasi lainnya. Penyaluran bantuan pangan secara non tunai lewat BPNT mengacu pada 4 (empat) prinsip umum, yaitu: (1) Mudah dijangkau dan digunakan oleh KPM, (2) Memberikan lebih banyak pilihan dan kendali kepada KPM dalam memanfaatkan bantuan, kapan dan berapa banyak bahan pangan yang dibutuhkan. Juga termasuk kebebasan memilih jenis dan kualitas bahan pangan berdasarkan preferensi yang telah ditetapkan dalam program ini (3) Mendorong usaha eceran rakyat untuk memperoleh pelanggan dan peningkatan penghasilan dengan melayani KPM (4) Memberikan akses jasa keuangan kepada usaha eceran rakyat dan KPM, Adapun manfaat yang dapat diperoleh dari BPNT, yaitu (1) Meningkatnya ketahanan pangan di tingkat keluarga penerima manfaat, sekaligus sebagai mekanisme perlindungan sosial dan penanggulangan kemiskinan, (2) Meningkatnya transaksi non tunai sesuai dengan program 94


Gerakan Nasional Non Tunai (GNNT) yang digagas oleh Bank Indonesia, (3) Meningkatnya akses masyarakat terhadap layanan keuangan, sehingga dapat meningkatkan kemampuan ekonomi yang sejalan dengan Strategi Nasional Keuangan Inklusif (SNKI), (4) Meningkatnya efisiensi penyaluran bantuan sosial, (5) Meningkatnya pertumbuhan ekonomi di daerah, terutama usaha mikro dan kecil di bidang perdagangan. Berbagai kebijakan di bidang pendidikan dan kesehatan akan dilakukan untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia agar siap berkompetisi dan beradaptasi dengan kemajuan industri dan teknologi. Berdasarkan UU Nomor 20 Tahun 2019 Tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Tahun Anggaran 2020, belanja negara merupakan kewajiban Pemerintah Pusat yang diakui sebagai pengurang nilai kekayaan bersih yang terdiri atas belanja Pemerintah Pusat dan Transfer ke Daerah dan Dana Desa. Jika menurut fungsinya, belanja pemerintah pusat digunakan untuk menjalankan 1) fungsi pelayanan umum; 2) fungsi pertahanan, 3) fungsi ketertiban, dan keamanan; 4) fungsi ekonomi; 5) fungsi perlindungan lingkungan hidup; 6) fungsi perumahan dan fasilitas umum; 7) fungsi kesehatan; 8) fungsi pariwisata; 9) fungsi agama; 10) fungsi pendidikan; dan 11) fungsi perlindungan sosial. Sedangkan pengeluaran pemerintah untuk fungsi perlindungan sosial meliputi 1) Jumlah dana yang dikeluarkan pemerintah untuk perlindungan kesehatan melalui jaminan sosial (PBI) yang berasal dari APBN dan 2) Jumlah dana yang dikeluarkan pemerintah untuk bantuan sosial (KIP, KPS, PKH, Rastra/Raskin) yang berasal dari APBN. Sebuah kemitraan yang kuat akan melibatkan tiga elemen utama, yaitu: (i) Prakarsa dilahirkan dari ide yang diciptakan bersama; (ii) Semua pihak yang terlibat dalam prakarsa tersebut memberikan kontribusi atau peran yang berimbang; dan (iii) Jika terjadi hambatan atau tantangan dalam pelaksanaan, semua pihak yang terlibat akan turut bersama-sama menanggung kerugian, baik moril maupun material.

5.2

Cara Mendanai Layanan Terpadu dan Menggabungkan Intervensi Pengasuhan Sosial dengan Intervensi Pendidikan dan Kesehatan Bagaimana mendanai layanan terpadu, menggabungkan intervensi pengasuhan sosial dan intervensi yang terkait dengan pendidikan dan kesehatan / layanan contoh menggabungkan intervensi sosial dan rehabilitasi medis

95


Gambar 36. Realisasi Perlinsos 2020 dan Cakupannya dalam Studi

6.

Registrasi SOS dan Kerangka Operasi 6.1

Jenis Pendaftaran SOS di Indonesia Jenis pendaftaran SOS di negara tersebut (sebutkan batasan, beban administrasi, dll. untuk mendaftar atau mengoperasikan CSOs di negara tersebut); ● Pendaftaran LKSA ● Pendaftaran organisasi ● Pendaftaran lokasi kegiatan ● Pendaftaran kegiatan yang dilakukan ● Perpanjangan LKSA setiap lokasi ● Perpanjangan izin organisasi ● Perpanjangan izin kegiatan

6.2

Penyelarasan Kegiatan SOS dengan Prioritas Negara [Harap spesifik menggunakan informasi dari pertanyaan 1.2 yang menghubungkan mereka ke grup target kami]; a. Melakukan Pengumpulan informasi baik Primer dan sekunder sesuai dengan kebutuhan Kajian. b. Melakukan deep interview dengan para pihak yang terkait sesuai dengan instrumen yang telah disetujui. ● Instrumen Google Drive Koordinasi Pusat dan Daerah ● Instrumen Google Drive Lokasi SOS CV Indonesia ● Instrumen Google Drive CSO 96


c.

d.

Melakukan Diskusi Terpumpun secara online (Focus Group Discussion) sesuai dengan mekanisme pelaksanaan kajian yang telah disetujui. ● FGD Agenda Pusat dan Daerah ● FGD untuk Lokasi SOS CV Indonesia ● FGD untuk CSO Melakukan Analisa mendalam sesuai dengan TOR yang telah diberikan dari pihak SOS Children‟s Villages Indonesia

Lembaga Kesejahteraan Sosial Anak hanya bisa beroperasi jika telah memiliki izin operasional secara tertulis dari Dinas Sosial Kabupaten/Kota yang harus diperbarui setiap lima tahun sekali berdasarkan hasil penilaian yang dilakukan oleh Dinas Sosial. Pengasuhan tersebut, kecuali pengangkatan anak, bersifat sementara, dan apabila setelah melalui asesmen, orang tua atau keluarga besar atau kerabat anak dianggap sudah mampu untuk mengasuh anak, maka anak akan dikembalikan kepada asuhan dan tanggung jawab mereka. Tujuan dari pengasuhan alternatif, termasuk yang dilakukan melalui Lembaga Kesejahteraan Sosial Anak harus diprioritaskan untuk menyediakan lingkungan yang dapat memenuhi kebutuhan kasih sayang anak, kelekatan (attachment), dan permanensi melalui keluarga pengganti. Anak yang membutuhkan pengasuhan alternatif adalah anak yang berada pada situasi sebagai berikut: (a)Keluarga anak tidak memberikan pengasuhan yang memadai sekalipun dengan dukungan yang sesuai, mengabaikan, atau melepaskan tanggung jawab terhadap anaknya (b)Anak yang tidak memiliki keluarga atau keberadaan keluarga atau kerabat tidak diketahui, (c)Anak yang menjadi korban kekerasan, perlakuan salah, penelantaran, Standar Nasional Pengasuhan Untuk Lembaga Kesejahteraan Sosial Anak atau eksploitasi sehingga demi keselamatan dan kesejahteran diri mereka, pengasuhan dalam keluarga justru bertentangan dengan kepentingan terbaik anak, (d)Anak yang terpisah dari keluarga karena bencana, baik konflik sosial maupun bencana alam. Pada Standar Pengasuhan Nasional Pengasuhan Untuk Lembaga Kesejahteraan Sosial Anak, pada Bab V, Standar Kelembagaan, berisi A. Visi, Misi, Dan Tujuan Lembaga Kesejahteraan Sosial Anak, sehingga; (1)Lembaga Kesejahteraan Sosial Anak harus memiliki visi, misi dan tujuan yang mendasari sistem pengasuhan yang disediakan oleh Lembaga Kesejahteraan Sosial Anak, dengan memperhatikan kepentingan terbaik untuk anak (2) Lembaga Kesejahteraan Sosial Anak harus mengimplementasikan visi,misi dan tujuan pelayanan pengasuhan dan pencapaiannya direview secara periodik dengan melibatkan orang tua/wali asuh, anak-anak dan semua pelaksana pelayanan. Sedangkan Bab V, Standar Kelembagaan B. Pendirian, Perizinan, Dan Akreditasi LKSA, (1)Pendirian Lembaga Kesejahteraan Sosial Anak Setiap organisasi sosial/Lembaga Kesejahteraan Sosial yang akan mendirikan Lembaga Kesejahteraan Sosial Anak harus secara formal memberitahukan kepada dan meminta kewenangan dari Dinas Sosial untuk memperoleh persetujuan dari komunitas lokal dimana lembaga akan dibangun. 97


Keberlanjutan kebutuhan dan ketepatan pelayanan yang disediakan oleh Lembaga Kesejahteraan Sosial Anak harus direview secara reguler oleh Dinas Sosial sebagai bagian dari monitoring dan tanggung jawabnya untuk memberikan dan memperbarui izin pemberian pelayanan. Praktek, (1)Lembaga Kesejahteraan Sosial Anak dapat mengajukan akreditasi kepada Badan Akreditasi Lembaga Kesejahteraan Sosial untuk menentukan tingkat kelayakan dan standar penyelenggaraan pelayanan yang diselenggarakannya (2)Lembaga Kesejahteraan Sosial Anak harus mempelajari tata cara akreditasi,mengikuti ketentuan yang ditetapkan oleh Badan Akreditasi Lembaga Kesejahteraan Sosial. Peraturan Menteri Sosial Nomor 107/HUK/2009 tentang Akreditasi Lembaga di bidang Kesejahteraan Sosial (Bab III pasal 4 dan 5), Pasal 4 Akreditasi dilakukan oleh Badan Akreditasi terhadap lembaga di bidang kesejahteraan sosial milik Pemerintah, pemerintah daerah, dan masyarakat. Pasal 5, (1) Akreditasi terhadap lembaga di bidang kesejahteraan sosial milik masyarakat dilakukan dengan ketentuan lembaga di bidang kesejahteraan sosial tersebut : (a)berbadan hukum; (b)terdaftar di kementerian atau instansi sosial; dan (c)melakukan pelayanan sosial langsung kepada masyarakat. Pasal 6, (2) Standar pelayanan minimal untuk kelengkapan kelembagaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (3), meliputi:(a)status lembaga;(b) visi dan misi lembaga;(c)program dan strategi;(d)manajemen lembaga; (e)ketersediaan pekerja sosial profesional dan/atau tenaga kesejahteraan sosial yang memiliki sertifikat kompetensi; (f)kelengkapan sarana dan prasarana pelayanan; dan (g)ketersediaan dana, sistem pengelolaan, dan pertanggung jawaban. (3) Standar pelayanan minimal untuk proses pelayanan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (3) meliputi: (a) tahapan pelayanan; dan (b) metode dan teknik pelayanan, (4) Standar pelayanan minimal untuk hasil pelayanan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (3) meliputi: (a) ketepatan sasaran penerima pelayanan; (b) jumlah penerima pelayanan; (c) kualitas pelayanan; dan (d) pencapaian tujuan pelayanan. Kompetensi yang harus dimiliki untuk masing-masing staf adalah sebagai berikut :(1) Pengasuh: memiliki pengetahuan tentang perkembangan anak dan berpengalaman bekerja dengan anak minimal satu tahun, (2) Pekerja sosial: lulusan dari sekolah pekerjaan sosial dan memiliki pengalaman bekerja pada setting pelayanan anak (3) Petugas keamanan : memiliki komitmen dan kemampuan untuk melakukan pengamanan di lingkungan Lembaga Kesejahteraan Sosial Anak dan memahami tentang perlindungan anak, (4) Petugas kebersihan: memiliki komitmen untuk membantu Lembaga Kesejahteraan Sosial Anak membersihkan lingkungan Lembaga Kesejahteraan Sosial Anak. Kemitraan Jaringan Kerja (a) Lembaga Kesejahteraan Sosial Anak harus terlibat dengan dan melibatkan pihak-pihak yang berkepentingan untuk koordinasi dan kerja sama dalam mencapai tujuan Lembaga Kesejahteraan Sosial Anak.

98


Praktek, (1) Lembaga Kesejahteraan Sosial Anak memberikan informasi tentang layanan pengasuhan baik yang dilakukan oleh keluarga, keluarga besar, kerabat, maupun pengasuhan yang dilakukan keluarga pengganti termasuk oleh Lembaga Kesejahteraan Sosial Anak, (2) Lembaga Kesejahteraan Sosial Anak mengidentifikasi dan membangun kontak dengan berbagai stakeholders yang potensial untuk berkoordinasi dan bekerjasama dalam melaksanakan pengasuhan, (3) Lembaga Kesejahteraan Sosial Anak melibatkan stakeholders dalam pelaksanaan pelayanan khususnya yang berkaitan dengan pelayanan personal untuk anak, misalnya pelayanan kesehatan, pendidikan dan rujukan, (4) Stakeholders berkontribusi sesuai dengan kapasitas dan sumber-sumber yang dimilikinya. Analisis APBN (state budget in the country) dalam bidang sosial: Perlindungan Sosial Melalui Bantuan Sosial dan Subsidi Perlindungan sosial merupakan sebuah aspek yang tidak terpisahkan dalam proses pembangunan serta pengentasan kemiskinan dan pengurangan kesenjangan dalam sebuah negara. Pasal 34 UUD 1945 juga mengamanatkan bahwa fakir miskin dan anak terlantar dipelihara oleh negara dan negara wajib mengembangkan sistem perlindungan dan jaminan sosial yang bersifat nasional.

6.3

Analisis Tumbuh Kembang Anak Kesenjangan hukum, masalah dengan kebijakan dalam cara atau praktik teoretis, program yang hilang, kapasitas yang hilang yang relevan untuk SOS untuk memberikan layanan dalam sistem penitipan anak; [Misalnya tidak ada kebijakan atau undang-undang yang dapat kami lobi atau advokasi, program baru yang dapat kami tawarkan, pelatihan, dll]. Keterangan: Pada matriks analisis tumbuh kembang anak

99


Matriks Analisis Tumbuh Kembang Anak Target (Kelompok Usia)

Anak Usia 0-2 tahun (0-23 bulan)

Bidang

Kesehatan dan Gizi

Tujuan

Indikator Outcome 2020 - 2024

Dokumen/Platfo rm Verifikasi (MoV - dapat multiple)

Bayi usia 0-11 bulan mendapat imunisasi dasar lengkap

Persentase bayi usia 0-11 bulan yang mendapat imunisasi dasar lengkap

Baseline Report, Evaluation Report, Outcome Monitoring

Bayi usia kurang dari 6 bulan mendapat ASI eksklusif

Persentase bayi usia kurang dari 6 bulan mendapat ASI eksklusif

Balita dipantau pertumbuhan dan perkembangan nya

Persentase balita yang dipantau pertumbuhan dan perkembangann ya

EPPGBM, RPJM

Sumber Data

Penanggungjawab Sektor/Unit

Metodologi Pengumpulan Data

Frekuensi Pengumpulan Data

Susenas Kor 2020

BPS

Survey

Tahunan

Susenas Kor 2020

BPS

Survey

Tahunan

KIA KPSP SDIDTK

Kemenkes: Dept ….

Observasi, Interview

Bulanan

96

Remark

Beririsan dengan IPHA & IPA Klaster 3: Kesehatan dan Kesejahteraan; No 8: "Persentase anak berusia 12-23 bulan yang mendapatkan imunisasi dasar lengkap" --> berbeda target usia dengan RAN PAUD HI, perlu disepakati Beririsan dengan IPHA & IPA Klaster 3: Kesehatan dan Kesejahteraan; No 3 Persentase anak berusia 0-5 bulan yang mendapatkan ASI eksklusif" Beririsan dengan indikator Kemenkes. Kemenkes perlu pastikan koleksi data dapat diakses di nasional oleh K/L lain dan dapat dianalisa oleh sektor internal yg ditunjuk


Pendidikan

Perlindungan, Pengasuhan dan Kesejahteraan

N/A

N/A

Anak usia 0-6 tahun mendapatkan akte kelahiran

Persentase anak usia 0-6 tahun yang mendapatkan akte kelahiran

IPHA Susenas Kor 2019

97

BPS, KPPPA

Beberapa indikator dalam IPHA & IPA klaser 3 namun tidak ada di RAN PAUD HI; data dapat disandingkan untuk analisa kesehatan anak usia 0-17 tahun: No 2: Persentase balita stunting (Integrasi Susenas Kor 2019 dan SSGBI 2019) No 4: Persentase anak berusia 0-17 tahun yang konsumsi kalorinya < 1400 kkal (Susenas KP 2019) No 5: Persentase anak berusia 0-17 Tahun yang memiliki akses terhadap layanan sanitasi layak (Susenas Kor 2019) No 6: Persentase Anak berusia 0-17 Tahun yang memiliki akses terhadap layanan sumber air minum layak (Susenas Kor 2019) Indikator Kemenkes yang tidak ada di RAN PAUD HI - Persentase balita mendapat standar pelayanan minimal (dokumen ada di SPM) Pendidikan dimaksud lebih tepat adalah stimulasi yang diberikan orangtua/pengasuh kepada baduta di rumah. Bisa dipelajari orangtua dalam buku KIA. Apakah akan dimasukkan indikator baru? Beririsan dengan IPHA & IPA Klaster 1: Hak Sipil dan Kebebasan; No 1 :" Persentase anak berusia 0-17 tahun yang memiliki akta lahir"


Kesehatan dan Gizi

Anak Usia 2-5 tahun (24-59 bulan)

Pendidikan

Balita mendapat pengasuhan yang layak

Persentase balita dengan pengasuhan yang layak

Balita terpenuhi kebutuhan dasarnya

Persentase balita dengan pemenuhan kebutuhan dasar

Balita terlantar berkurang

Persentase balita terlantar

Balita dipantau pertumbuhan dan perkembangan nya Balita mendapatkan vitamin A

Persentase balita yang dipantau pertumbuhan dan perkembangann ya Persentase balita yang mendapatkan vitamin A

N/A

N/A

Beririsan dengan IPHA & IPA Klaster 2: Lingkungan Keluarga dan Pengasuhan Alternatif; No 2 :" Persentase balita yang mendapatkan pengasuhan tidak layak" ---> penghitungan terbalik dengan Indikator RAN PAUD HI, perlu disepakati

Mungkin dapat ditambahkan dari IPHA & IPA Klaster 3: Kesehatan dan Kesejahteraan; No 2 :" Persentase balita stunting"

Analisa Perkembangan Anak Usia Dini Indonesia 2018

ECDI 2018 (Riskesdas 2018) ECDI 2030 (Susenas Kor 2021not fixed)

98

BPS

Indikator Pendidikan belum ada, dapat diambil dari ECDI: "Proporsi anak usia 24-59 bulan yang telah mencapai jumlah minimum pencapaian tahapan perkembangan yang diharapkan pada kelompok usianya."


Anak usia 0-6 tahun mendapatkan akte kelahiran

Persentase anak usia 0-6 tahun yang mendapatkan akte kelahiran

Susenas Kor 2020

BPS

Balita mendapat pengasuhan yang layak

Persentase balita dengan pengasuhan yang layak

IPHA Susenas MSBP 2018 dan Proyeksi

BPS, KPPPA

Balita terpenuhi kebutuhan dasarnya

Persentase balita dengan pemenuhan kebutuhan dasar

Balita terlantar berkurang

Persentase balita terlantar

N/A

N/A

Anak usia 5-6 tahun mengikuti PAUD

Angka Partisipasi Kasar PAUD Persentase anak usia 5-6 tahun yang mengikuti PAUD

Dapodik

Kemendikbudr istek Direktorat PAUD

Perlindungan, Pengasuhan dan Kesejahteraan

Kesehatan dan Gizi Anak Usia 5-6 tahun (60-72 bulan) Pendidikan

99

Beririsan dengan Indeks Pemenuhan Anak dan Indeks Perlindungan Anak Klaster 2: Lingkungan Keluarga dan Pengasuhan Alternatif; No 2 :" Persentase balita yang mendapatkan pengasuhan tidak layak" ---> penghitungan terbalik dengan Indikator RAN PAUD HI, perlu disepakati


Anak usia 5-6 tahun mendapatkan stimulasi perkembangan (fisik, sosial emosi, kognitif, karakter)

Persentase anak usia 5-6 tahun yang mendapatkan stimulasi perkembangan (fisik, sosial emosi, kognitif, karakter)

ITPPA (not fixed) IPHA Susenas Kor 2020

Kemendikbudr istek Direktorat PAUD

Pendidikan berkualitas, Pendidikan Inklusif, Pendidikan Formal Non Formal, dan Informal, serta kesetaraan

Angka Partisipasi Kasar SD,SMP,SMA , APK Pendidikan Non Formal dan Kesetaraan

DAPODIK , DTKS, IPA, IPHA

kemendikbudr istek Direktorat PAUD, Dasar Menengah KPPPA, Kesehatan , BKHBN

Anak usia 617 tahun

100

1) Indikator ITTPA: "…........." --> apakah sama dengan RAN PAUD HI atau dibuat indikator baru jika tidak sama. 2) Beririsan dengan IPHA & IPA Klaster 2: Lingkungan Keluarga dan Pengasuhan Alternatif; No 4:" Angka Kesiapan Sekolah" Dapodik dan Survey

pertahun

Beberapa indikator dalam IPHA & IPA klaser 4 namun tidak ada di RAN PAUD HI; data dapat disandingkan untuk analisa pendidikan anak usia 5-6 tahun: No 2: Persentase anak berusia 5-17 tahun yang mengunjungi peninggalan sejarah dan warisan budaya Indonesia (Susenas MSBP 2018 dan Proyeksi) No 3: Persentase anak berusia 5-17 tahun yang mengikuti kursus (selain bimbingan belajar) (Susenas MSBP 2018 dan Proyeksi) No 4: Persentase anak berusia 5-17 tahun yang masih bersekolah yang pernah mengikuti ekstrakurikuler (Susenas MSBP 2018 dan Proyeksi) No 5: Persentase anak berusia 5-17 tahun yang terlibat dalam pertunjukan seni (Susenas MSBP 2018 dan Proyeksi) Klaster 5 Perlindungan Khusus No 2: Rasio anak berusia 5-17 tahun (disabilitas/non disabilitas) yang pernah mengakses internet (Susenas Kor 2019) No 4: Persentase anak berusia 0-17 tahun yang hidup di bawah garis


kemiskinan (Susenas Kor 2019) Perlindungan, Pengasuhan dan Kesejahteraan

Anak usia 017 tahun mendapatkan akte kelahiran

Persentase anak usia 0-17 tahun yang mendapatkan akte kelahiran

Beririsan dengan IPHA & IPA Klaster 1: Hak Sipil dan Kebebasan; No 1 :" Persentase anak berusia 0-17 tahun yang memiliki akta lahir"

101


7.

Advokasi Melalui Kemitraan dan Jejaring 7.1

Jenis Kegiatan Advokasi di Bidang Sosial Jenis kegiatan advokasi apa (tidak hanya mengenai kelompok sasaran kami tetapi di bidang sosial atau hak asasi manusia/anak) yang dipimpin di negara ini? [Spesifik dalam topik yang sedang tren misalnya hak-hak perempuan, dan berikan juga contoh nyata dari tindakan yang dikembangkan, misalnya RUU hukum untuk memberi sanksi kekejaman terhadap hewan yang dilobi oleh XXX LSM dalam XXX tahun, atau kampanye untuk hak perempuan untuk aborsi melalui media dan manifestasi publik yang melibatkan…]. Tabel 15. Jenis-Jenis Kegiatan Advokasi Bidang Sosial ATS

Bappenas

Bullying

Kemendikbud

STOP Pernikahan Anak

Kemenag, KPPPA, dan BKKBN

PAUD HI

Kemenko PMK

Stunting

Kemenkes

Kesehatan Reproduksi

Kemenkes

101

Menjadi bagian dari mitra pembangunan yang mengembalikan anak yang rentan ke sekolah melalui program pengasuhan berkualitas dan penguatan keluarga Menjadi anggota forum komite pendidikan dan satuan pendidikan yang berkomitmen untuk turut berperan aktif dalam pencegahan bullying di lingkungan terdekat anak melalui Menjadikan anak sebagai duta genre dan pemimpin muda indonesia juga berkontribusi pada program sosialisasi pendidikan sex bagi anak, mempersiapkan anak yang akan memasuki pernikahan atau menghadapi pernikahan dini melalui kesehatan reproduksi dan kolaborasi dengan K/L/D lainnya Ikut memberikan praktik baik pengasuhan pada anak usia dini dan keluarga SOS tentang pentingnya anak usia dini sebagai pondasi SDM unggul Berpartisipasi pada pemeriksaan anak yang berada dalam 1000 hari kehidupannya dengan pemenuhan hak kesehatan dan makanan yang berkualitas dan ilmu pengasuhan bagi ibu asuh dan remaja yang berada di Desa Anak SOS Memberikan sosialisasi dan pemahaman tentang kesehatan


7.2

Kesetaraan Gender

KPPPA

SDGs

Bappenas

reproduksi pada anak dan remaja berkoordinasi dengan kementerian dan organisasi atau mitra NGO lainnya Memberikan pemahaman gender dan Desa Aman bagi semua anak yang berada dalam pendampingan di Desa Anak ataupun komunitas Menjadi anggota SDGs Academy dan mencatatkan kegiatan Desa anak dan Komunitas dampingan sebagai pencapaian 17 Goals SDGs sebagai pencapaian global

Jenis Kemitraan untuk Kegiatan Bersama di Bidang Sosial Apa jenis kemitraan untuk kegiatan bersama yang didirikan di negara ini? (mis. LSM -negara, LSM - LSM) [Jelaskan masing-masing dan beri alasan dengan contoh/bukti]. Tabel 16. Jenis-Jenis Kemitraan untuk Kegiatan Bersama Bidang Sosial Kemitraan Kemitraan LKSA

Kemensos

Leader

Kemitraan Perlindungan Anak

Kemensos

Kemitraan SDGs

Bappenas, Sekretariat SDGs

SUN Network

Bappenas, Sekretariat SUN Network

Koalisi PAUD HI

Kemenko PMK

Desa Sadar Kerukunan

Kementrian Agama

Desa Literasi

Kemendikbud

102

keterangan Registrasi LKSA dilakukan di kemensos, sebagai kementerian yang menaungi kegiatan kesejahteraan sosial Menjadi Mitra Kemensoso dalam perlindungan anak sehingga dapat menjadi rujukan bagi lembaga atau penanganan kasus perlindungan di Indonesia Menjadi mitra yang berkontribusi pada Voluntary National Reporting yang dilakukan setiap tahun Menjadi bagian dari penanganan stunting , pangan dan gizi untuk pemberdayaan kualitas hidup anak indonesia Turut serta dalam penanganan dan pengembangan anak usia dini yang meliputi layanan yang holistik dan integratif pendidikan , pengasuhan dan kesejahteraan sosial Menjadi percontohan desa kerukunan di Indonesia Menjadi bagian dalam Program Literasi Bangsa


7.3

Tarif Dasar untuk Pendirian LSM atau Kemitraan LSM Apakah ada tarif dasar untuk pendirian LSM atau kemitraan LSM? Disesuaikan dengan bentuk hukum organisasi pembentukan perkumpulan atau yayasan.

7.4

Jenis Jaringan yang Didirikan di Indonesia Jenis jaringan apa yang didirikan di negara ini?

7.4.1 Daftar Semua Jaringan Hak Anak/Penitipan Anaka di Indonesia Buat daftar semua jaringan hak anak/penitipan anak yang ada di negara tersebut dan tentukan partisipasi SOS di masing-masing jaringan tersebut. (Sesuai Jawaban bagian 8 terkait Kontribusi NGO/Pemerintah/Para Pihak lain) 8.

Kesimpulan dan Rekomendasi Matriks Strategi Penanganan Anak Kehilangan Pengasuhan dan Anak Rentan Kehilangan Pengasuhan 2020-2024. ● Kerangka hukum pengasuhan anak diatur dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, BAB VIII Pengasuhan dan Pengangkatan Anak dalam Bagian Kesatu Pengasuhan Anak Pasal 37 dan 38. ● Peraturan Pemerintah Nomor 44 Tahun 2017 tentang Pelaksanaan Pengasuhan Anak kemudian memiliki aturan pelaksanaan lagi yaitu Peraturan Menteri Sosial Nomor 1 tahun 2020 tentang Peraturan Pelaksanaan Peraturan Pemerintah Nomor 44 tahun 2017 tentang Pelaksanaan Pengasuhan Anak yang melaksanakan ketentuan Pasal 17, Pasal 26, Pasal 30, Pasal 32, dan Pasal 36 Peraturan Pemerintah Nomor 44 Tahun 2017 tentang Pelaksanaan Pengasuhan Anak ini. ● Tindak kekerasan terhadap anak semakin bervariasi ragam, bentuk, dan tempatnya, mulai terjadi dari lingkungan rumah tangga, yayasan/panti asuhan, sekolah, pondok pesantren, dan tempat umum lainnya (jalanan, terminal, stasiun), yang tidak banyak diketahui kejadiannya, karena kurangnya kepedulian masyarakat terhadap perlindungan anak, termasuk anak di pengasuhan alternatif. ● Berbagai permasalahan perlindungan anak yang terjadi di Indonesia dapat dilihat dari berbagai bidang perlindungan anak, diantaranya : Bidang Hak Sipil dan Kebebasan Menurut UUD 1945, Pasal 28B ayat (2) : “Setiap anak berhak atas kelangsungan hidup, tumbuh dan berkembang serta berhak atas perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi”.

103


Tabel 17. Strategi Penanganan Anak Kehilangan Pengasuhan dan Anak Rentan Kehilangan Pengasuhan 2020-2024 Kontribusi NGO/Pemerintah/Para Pihak lain Intervensi SOS ▪ Pengasuhan

Kelompok sasaran Anak yang Rentan Kehilangan Anak Kehilangan Pengasuhan Pengasuhan Memberikan pengasuhan berbasis keluarga bagi anak yang kehilangan pengasuhan orang tua

Perlindungan

Memfasilitasi anak mengakses identitas dan dan berpartisipasi dalam pemenuhan haknya

Kesehatan

Pendidikan

Memfasilitasi anak mengakses layanan kesehatan Memfasilitasi anak mengakses layanan pendidikan dan pelatihan

Pemerintah (Pusat/Prov/Kab/Kota) ▪ Intervensi ▪ Daerah SOS 1. Lembang

2.

Cibubur

3.

Semarang

4.

Banda Aceh

5.

Meulaboh

6.

Medan

7.

Bali

ATENSI, PIP, Terdampak pandemi, subsidi pemakanan, dana afirmasi satuan pendidikan baik kemendikbud dan kemenag , kartu prakerja dan PKH ATENSI, PIP, Terdampak pandemi, subsidi pemakanan, dana afirmasi satuan pendidikan baik kemendikbud dan kemenag , kartu prakerja dan PKH ATENSI, PIP, Terdampak pandemi, subsidi pemakanan, dana afirmasi satuan pendidikan baik kemendikbud dan kemenag , kartu prakerja dan PKH ATENSI, PIP, Terdampak pandemi, subsidi pemakanan, dana afirmasi satuan pendidikan baik kemendikbud dan kemenag , kartu prakerja dan PKH ATENSI, PIP, Terdampak pandemi, subsidi pemakanan, dana afirmasi satuan pendidikan baik kemendikbud dan kemenag , kartu prakerja dan PKH ATENSI, PIP, Terdampak pandemi, subsidi pemakanan, dana afirmasi satuan pendidikan baik kemendikbud dan kemenag , kartu prakerja dan PKH ATENSI, PIP, Terdampak pandemi, subsidi pemakanan, dana afirmasi satuan pendidikan baik kemendikbud dan kemenag ,

104

Memberikan pendampingan pada anak rentan agar dapat memperkuat keluarga agar dapat memberikan hak anak dan memperkuat kesejahteraaan keluarga Memastikan program yang mengintegrasikan pemenuhan hak anak dan pendampingan keluarga agar anak dapat mandiri Memastikan anak mengakses layanan kesehatan Memastikan anak memperoleh layanan pendidikan dan pelatihan

Kemensos, Kemendikbud, Kemenag, BKKBN, KPPPA, Kemendesa

Kemensos, Kemendikbud, Kemenag, BKKBN, KPPPA, Kemendesa

Kemensos, Kemendikbud, Kemenag, BKKBN, KPPPA, Kemendesa

Kemensos, Kemendikbud, Kemenag, BKKBN, KPPPA, Kemendesa

Kemensos, Kemendikbud, Kemenag, BKKBN, KPPPA, Kemendesa

Kemensos, Kemendikbud, Kemenag, BKKBN, KPPPA, Kemendesa

Kemensos, Kemendikbud, Kemenag, BKKBN, KPPPA, Kemendesa


8.1

8.

Kupang

9.

Palu

kartu prakerja dan PKH ATENSI, PIP, Terdampak pandemi, subsidi pemakanan, dana afirmasi satuan pendidikan baik kemendikbud dan kemenag , kartu prakerja dan PKH ATENSI, PIP, Terdampak pandemi, subsidi pemakanan, dana afirmasi satuan pendidikan baik kemendikbud dan kemenag , kartu prakerja dan PKH

Kemensos, Kemendikbud, Kemenag, BKKBN, KPPPA, Kemendesa

Kemensos, Kemendikbud, Kemenag, BKKBN, KPPPA, Kemendesa

Tantangan dan Peluang untuk Meningkatkan Akses SOS ke Subsidi Sebutkan tantangan dan peluang utama yang diramalkan oleh studi ini untuk meningkatkan akses SOS ke subsidi. Jadilah sespesifik mungkin. Tentukan, bagaimana SOS harus mengatasi setiap tantangan? , dan bagaimana SOS harus memanfaatkan setiap peluang? ● Pada level kelompok kebijakan, hasil monitoring dan evaluasi, tergambar bahwa banyak persoalan yang terkait dengan masalah pelaksanaan prinsip Pendaftaran Penduduk (Population Administration) yang tidak sejalan dengan prinsip Pencatatan Sipil, khususnya mengenai makna pemberian status hukum otentik kepada anak yang juga merupakan bagian tidak terpisahkan dari Perlindungan Anak (baik ditegaskan oleh KHA maupun UU PA). ● Meskipun sudah ada upaya untuk mencari jalan keluar atas berbagai hambatan yang terjadi selama ini, misalnya melalui Nota Kesepahaman 8 Menteri, namun di lapangan Nota Kesepahaman ini belum tersosialisasi dengan baik, bahkan ada juga daerah yang memilih jalan aman dengan tetap mengacu kepada prosedur standar yang banyak hambatannya kepada anak tersebut. ● Dengan demikian, upaya terpenting yang perlu dilakukan adalah merevisi Peraturan Perundang-undangan yang ada sebagai prioritas, mengingat pelaksana di lapangan cenderung menerapkan aturan secara kaku sesuai dengan bidang masing-masing tanpa mengacu kepada peraturan perundang-undangan yang bersifat prinsip, seperti misalnya kepada masalah Perlindungan Anak yang seharusnya menjadi butir yang masuk ke semua (cross-cutting) permasalahan yang ada. ● Bidang Keluarga dan Pengasuhan Alternatif Masalah pokok perlindungan anak bidang keluarga dan pengasuhan alternatif di dominasi oleh kasus-kasus yang berakar dari kerentanan keluarga baik rentan secara ekonomi, sosial, kemasyarakatan dan religiusitas keagamaan, diantaranya : Penelantaran Anak menjadi masalah serius dan seperti fenomena gunung es, yang terus menunjukan tren peningkatan.

105


Tabel 18. Tantangan dan Peluang untuk Meningkatkan Akses SOS ke Subsidi Tantangan dan Peluang

Cara Mengatasi

Menginisiasi kampanye pada isu yang menjadi perhatian saat itu

Memiliki agen advokasi yang berada di nasional level dan punya keahlian komunikasi untuk berjejaring Buka voluntary work untuk kegiatan advocacy

Membuka peluang voluntari yang diberikan kemampuan informasi Menunjuk PIC Advocacy Menunjuk PIC GS

8.2

Cara Memanfaatkan Peluang Memiliki bank kampanye sehingga mengumpulkan isu yang berkaitan dengan Core Business SOS SOS Acade888my ?

Tindakan untuk Meningkatkan Jumlah Subsidi yang Diterima oleh SOS dalam Rencana Waktu Dekat dan Rencana Tiga Tahun Apa jalan/tindakan yang mungkin untuk meningkatkan jumlah subsidi yang diterima oleh SOS dalam waktu dekat dan dalam rencana tiga tahun? [Buat daftar langkahlangkah atau tindakan. Tabel 19. Tindakan Meningkatkan Jumlah Subsidi yang Diterima oleh SOS dalam Rencana Waktu Dekat dan Rencana Tiga Tahun Pemetaan daerah kerja SOS dan keberadaan K/L/D per lokasi pertahun Pemetaan kemitraan di setiap level baik daerah dan nasional level Mengidentifikasi kontribusi setiap OPD daerah untuk lokasi kerja SOS mengidentifikasi GS di nasional level dan langkah langkah yang akan diambil mengidentifikasi PIC kementerian dan OPD melakukan FGD menunjuk advocacy setiap lokasi program MONEV pencapaian

8.3

Kemungkinan Resiko yang Diramalkan dalam Strategi Subsidi Apa kemungkinan resiko yang harus kita ramalkan dalam strategi subsidi kita? Tentukan kemungkinan tindakan penahanan untuk setiap risiko. ● cash transfer untuk bantuan PIP sangat tergantung pada data DTKS ● kartu sejahtera untuk program ATENSI sangat tergantung dengan pemutakhiran data yang dilakukan oleh kemensos ● koordinasi dengan dinas sosial dan kemensos untuk DTKS merupakan langkah yang wajib dilakukan oleh seluruh lembaga yang menangani anak dalam kelompok PMKS.

106


8.4

Kemitraan Strategis yang Harus Dikembangkan SOS untuk Meningkatkan Akses terhadap Subsidi Kemitraan strategis mana yang harus dikembangkan SOS untuk meningkatkan aksesnya terhadap subsidi? [kontak dengan pengambil keputusan utama, pemberi pengaruh, lembaga publik, dan juga dari OSC-manual SOS].(OSC-out of school children -anak tidak sekolah kalo di Indonesia) ● Stranas ATS ini berfokus pada berbagai kelompok anak usia 7 – 18 tahun yang menjadi sasaran penerima manfaat berbagai program, termasuk didalamnya kelompok anak rentan, seperti anak penyandang disabilitas, serta anak-anak yang berada di daerah 3T. ● Stranas ATS ini diharapkan dapat memberikan arahan strategi kebijakan dan aksi prioritas yang harus dilaksanakan oleh pemerintah, baik di tingkat pusat (Kementerian/Lembaga, K/L), provinsi, daerah, sampai ke desa, dan juga oleh masyarakat dalam upaya menangani isu ATS dan mengurangi jumlah ATS. ● Terpenuhinya pendidikan dan pelatihan setiap anak di Indonesia akan menjamin kemampuan Indonesia untuk memaksimalkan manfaat bonus demografi serta mewujudkan potensi pertumbuhan sosial dan ekonomi yang optimal. ● Strategi Nasional Pencegahan Stunting Stranas Stunting - Stunting Pencegahan stunting menyasar berbagai penyebab langsung dan tidak langsung yang memerlukan kerjasama dan koordinasi lintas sektor di seluruh tingkatan pemerintah, swasta dan masyarakat. ● Lima Pilar tersebut adalah: 1) Komitmen dan visi pimpinan tertinggi negara; 2) Kampanye nasional berfokus pada pemahaman perubahan perilaku, komitmen politik, dan akuntabilitas; 3) Konvergensi, koordinasi, dan konsolidasi program nasional, daerah, dan masyarakat; 4) Mendorong kebijakan ketahanan pangan dan 5) Pemantauan dan evaluasi. ● Di dalam RPJMN 2020-2024, Perkawinan Anak menjadi salah satu indikator di dalam Prioritas Nasional 3 Meningkatkan SDM yang Berkualitas dan Berdaya Saing, pada Program Prioritas Peningkatan Kualitas Anak, Perempuan, dan Pemuda. ● Dokumen Stranas PPA dan publikasi Pencegahan Perkawinan Anak dapat terwujud karena kerja sama yang baik antar Kementerian/Lembaga, khususnya antara Kementerian PPN/Bappenas dengan Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak yang didukung penuh oleh mitra pembangunan, pakar, akademisi, tokoh agama, lembaga masyarakat dan kelompok anak muda,” jelas Menteri Suharso. ● Ketiga, aksesibilitas dan perluasan layanan untuk menjamin anak mendapat layanan dasar komprehensif untuk kesejahteraan anak terkait pemenuhan hak dan perlindungan anak. ● Keempat, penguatan regulasi dan kelembagaan untuk menjamin pelaksanaan dan penegakan regulasi terkait pencegahan perkawinan anak dan meningkatkan kapasitas dan optimalisasi tata kelola kelembagaan. ● Rencana Aksi Nasional Pengembangan Anak Usia Dini Holistik Integratif (RAN PAUDHI) Program Prioritas Presiden Jokowi adalah SDM Unggul, dan SDM Unggul dimulai dengan pondasi Anak Usia Dini yang dapat mengakses layanan berkualitas, PAUD Holistik Integratif adalah penanganan anak usia dini secara utuh (menyeluruh) yang mencakup layanan gizi dan kesehatan, pendidikan dan pengasuhan, dan perlindungan, untuk mengoptimalkan semua

107


aspek perkembangan anak yang dilakukan secara terpadu oleh berbagai pemangku kepentingan di tingkat masyarakat, pemerintah daerah, dan pusat. Tabel 20. Daftar Kontak PIC Mitra Instansi

No

Unit Kerja

Kontak PIC

Kementerian PPN/Bappenas

1

Deputi Bidang PMMK (Wakil Ketua I)

Marli Sekretaris (0812 1338 3560)

Kementerian Dalam Negeri

2

Dirjen Bina Pembangunan Daerah (Wakil Ketua II)

Aya TU (0812 8038 9994)

3

Dirjen Bina Pemerintah Desa

Mia (0812 1919 381)

4

Dirjen Dukcapil

Kurnia 6060)

5

Dirjen PAUD, Dasar, dan Menengah

6

Dirjen Guru Kependidikan

7

Deputi PMK

Beki Asdep P&K (0819 0256 5054) *tidak menyampaikan laporan

8

Deputi Pemenuhan Hak Anak

Anisa (0812 8392 0676) Perpe (0813 1990 8886)

9

Deputi Perlindungan Khusus Anak

Dewinta Deputi (0857 3767 5416)

10

Dirjen Pembangunan Desa dan Perdesaan

Ririn Dir. Sosbud (0852 1580 3243)

Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan

Kementerian Kabinet

Sekretariat

Kementerian PPPA

Kementerian Desa PDTT

108

Pendidikan Pendidikan

dan

Tenaga

TU

(0813

Deputi

1512

Maryana Dir. PAUD (0816 1444 463)

Nike Dir GTK PAUD (0812 8051 7962)

PABK


Kementerian Kesehatan

11

Dirjen Kesehatan Masyarakat

Made Diah (0812 3917 801)

12

Dirjen Pencegahan Pengendalian Penyakit

Andi Dir. Imunisasi (0812 8716 7471)

13

Dirjen Pendidikan Islam

Edi Staf (0856 7710 994)

14

Dirjen Kristen

Bina

Masyarakat

Melius Dir Pendidikan (0812 1266 6048)

15

Dirjen Katolik

Bina

Masyarakat

Agustinus Tungga Gempa Direktur Pendidikan Katolik (081231203386)

16

Dirjen Bina Masyarakat Hindu

Nomor TU Dirjen (0811 878 096)

17

Dirjen Buddha

Sudar TU (0857 5741 7168)

Kementerian Sosial

18

Dirjen Rehabilitasi Sosial

Arimurti (0813 9827 6288)

BKKBN

19

Deputi Bidang KSPK

Jumari Ditbalnak 8132 0504)

20

Deputi Bidang KBKR

Yaya Dit Kespro (0822 4256 3923)

21

Deputi Bidang Statistik Sosial

Nadra Deputi Statistik Kesra 0898 9586 881)

Kementerian Agama

BPS

8.5

Bina

dan

Masyarakat

(0813

Hal-hal yang Harus Diperhatikan SOS untuk Mengembangkan Strategi Subsidi Menurut Anda, apa yang harus diperhatikan SOS untuk mengembangkan strategi subsidinya? [Rekomendasi, tips dan informasi berguna lainnya]. ● Pendataan berkualitas, dengan Kemitraan di tingkat pusat dan terlibat dalam kegiatan monitoring dan evaluasi. ● Bidang Kesehatan dan Kesejahteraan Dasar Gizi Buruk Gizi buruk merupakan masalah yang perlu mendapat perhatian dan penanganan cepat dan menjadi pekerjaan utama bagi Pemerintah dan Negara. sehingga pengasuhan di Desa Anak SOS dapat menjadi rujukan bagi lembaga dan organisasi lain dalam penangangan anak yang rentan untuk dapat menjalani recoveri psikososialnya hingga mandiri.

109


8.6

Memberikan penguatan Bidang Pendidikan, Rekreasi dan Aktivitas Budaya Masalah Ujian Nasional (UN) yang sudah dihilangkan, Posisi KPAI dalam menyikapi UN tetap memberikan suara kritis, karena banyaknya pengaduan masyarakat yang mengeluhkan UN yang telah menjelma menjadi bentuk kekerasan psikis terhadap anak, dan bentuk asesmen yang belum jelas konsepnya. Akses pendidikan dan kualitas SDM yang tidak merata, akses pendidikan yang tidak merata pada setiap daerah masih menjadi kendala dalam mewujudkan pendidikan yang berkualitas untuk anak rentan dengan tumbuh sesuai dengan bakat dan minatnya di Desa Anak SOS Oleh sebab itu, SOS mendukung penerapan hukuman terhadap anak yang melanggar hukum bukanlah berupa pemidanaan tetapi cukup tindakan, yang tidak dilakukan pada lembaga-lembaga di bawah Kemenkumham, melainkan lembaga-lembaga pendidikan di bawah Kementerian Sosial atau bahkan di bawah Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak.

Pandangan Terkait Situasi Subsisdi Negara Jangan ragu untuk mengungkapkan pendapat Anda di bagian ini dan beri tahu kami pandangan Anda tentang situasi subsidi negara dan perspektif yang harus kami pertimbangkan. ● Memetakan strategi advokasi pusat dan daerah ● Melakukan koordinasi dengan para pihak ● Menentukan level capaian advokasi ● Memasukkan anggaran advokasi dalam perencanaan tahunan organisasi ● Mengambil peran dalam implementasi UU Pengasuhan

8.7

Rekomendasi ●

Kerangka Hukum Negara (Country legal framework): Pembangunan Manusia Indonesia diatur dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) IV 2020-2024 yang berfokus pada 7 (tujuh) Prioritas Nasional, yaitu (1) memperkuat ketahanan ekonomi untuk pertumbuhan yang berkualitas; (2) mengembangkan wilayah untuk mengurangi kesenjangan dan menjamin pemerataan; (3) meningkatkan SDM berkualitas dan berdaya saing; (4) revolusi mental dan pembangunan kebudayaan; (5) memperkuat infrastruktur mendukung pengembangan ekonomi dan pelayanan dasar; (6) membangun lingkungan hidup, meningkatkan ketahanan bencana dan perubahan iklim; dan (7) memperkuat stabilitas politik, hukum, pertahanan, keamanan dan transformasi pelayanan publik. Melakukan Analisis strategi dan dokumen kebijakan regional dan nasional yang relevan: Strategi Nasional Berkenaan Pemenuhan Hak Anak Strategi Nasional Penanganan Anak Tidak Sekolah (ATS) (Stranas_ATS_di_Indonesia_20192020_ALL.pdf (bappenas.go.id) Strategi Nasional Penanganan Anak Tidak Sekolah (Stranas ATS) ini bertujuan untuk memastikan adanya penguatan, perbaikan, perluasan, serta koordinasi yang lebih baik dan efektif dari berbagai program dan inisiatif pemerintah dan masyarakat untuk memenuhi kebutuhan pendidikan dan pelatihan anak-anak di Indonesia. Isu Strategis dalam RPJMN 2020-2024 Berkenaan Pemenuhan Hak Anak Penetapan prioritas mengenai kelompok sasaran SOS berdasarkan isu-isu strategis terkait pendidikan, kesehatan, dan kesejahteraan sosial anak yang 110


dituangkan dalam RPJMN IV 2020-2024 yang disusun pemerintah terkait peningkatan SDM yang berkualitas dan berdaya saing di dalamnya terdapat prioritas peningkatan produktivitas, pengentasan kemiskinan, peningkatan kualitas anak, perempuan, dan pemuda, pengendalian penduduk dan tata kelola, penguatan pelaksanaan perlindungan sosial, peningkatan pelayanan kesehatan serta program prioritas dan kegiatan prioritas terkait keluarga. Isu Strategis yang berkaitan dengan Advokasi serta Komunikasi Informasi dan Edukasi (KIE) adalah (1) 16,4% anak belum memiliki akta kelahiran, (2)Stunting balita memiliki trend menurun namun masih tinggi dari 30,8% (berdasarkan Riskesda tahun 2018) menjadi 27,7% (Riskesda integrasi dengan Susenas 2019), (3) Kematian Ibu dan Bayi menurun, (4) 16,68% anak usia 5-17 tahun berstatus tidak/belum bersekolah atau tidak bersekolah lagi, (5) 4,71% anak usia 5-17 tahun merokok, (6) 61,7% laki-laki dan 62% perempuan usia 1317 tahun pernah mengalami kekerasan sepanjang hidupkan, (7) Perilaku merokok dan konsumsi alkohol masing-masing pada remaja laki-laki 47,6% dan 28,6%, Remaja perempuan 0,7% dan 3,4%, (8) Meningkatnya angka perceraian sebesar rata-rata 3% pertahun, (9) 1 dari 3 penduduk lansia tidak memiliki jaminan kesehatan dan hanya 64,54% lansia di 40% kelompok pengeluaran terbawah memiliki jaminan kesehatan, (10) 71%KDRT dan 28% terjadi di ranah publik (Perkosaan, pencabulan, dan kekerasan seksual). Isu Strategis juga disebabkan karena belum optimalnya pemahaman remaja tentang kesehatan reproduksi dan penyiapan kehidupan berkeluarga bagi remaja dan calon pengantin diantaranya (1) masih tingginya angka perkawinan anak di Indonesia 11,2%, (2) Tingginya angka kehamilan yang tidak diinginkan: 7,1% kehamilan tidak direncanakan, dan 1,3% perempuan yang menikah menganggap hamil bukan pada waktu yang tepat, (3) persentase umur pertama berhubungan seksual pada umur 15-19 tahun(59% perempuan dan 74% laki-laki), (4) ASFR 15-19 turun cukup signifikan, namun ada indikasi tindakan aborsi di kalangan remaja, (5) 63,8% jumlah infeksi HIV baru terjadi pada rentang 15-19 tahun. Terjadinya Dinamika perubahan struktur peran dan fungsi keluarga sehingga terjadi pergeseran peran pengasuhan dari orang tua ke orang lain, terbentuknya keluarga tidak lengkap /keluarga tungga serta pentingnya peran keluarga menghadapi perkembangan teknologi dan digitalisasi informasi seperti; (1) Balita yang mendapatkan pengasuhan tidak layak sekitar 3,73% dan sekitar 4,84% anak tidak tinggal bersama kedua orang tuanya, (2)Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK) Perempuan baru mencapai 51,89%, terjadi pergeseran pola pengasuhan pengganti baik di dalam rumah maupun di institusi seperti TPA, TAS, dan juga daycare (3) Meningkatnya laporan cyber crime yang melibatkan anak dari 608 kasus (2017) menjadi 679 kasus (2018). Standar ini menjadi acuan bagi Dinas Sosial/Instansi Sosial untuk mendukung pengambilan keputusan tentang pengasuhan anak dan keluarganya khususnya yang membutuhkan kewenangan Dinas Sosial/Instansi Sosial, yaitu penempatan anak dalam keluarga alternatif atau di Lembaga Kesejahteraan Sosial Anak; melakukan asesmen terhadap usulan pendirian Lembaga Kesejahteraan Sosial Anak, memberikan atau membatalkan izin serta melakukan monitoring dan evaluasi terhadap kinerja Lembaga Kesejahteraan Sosial Anak. Terlibat dalam monitoring secara reguler yang dilakukan oleh Dinas Sosial dan Kementerian Sosial untuk menjamin bahwa pelayanan yang disediakan benarbenar merespon kebutuhan yang aktual serta sesuai dengan standar nasional, berbagai hukum, dan aturan yang berlaku. 111


9.

Referensi Direktorat Pembinaan Pendidikan Anak Usia Dini Direktorat Jenderal Pendidikan Anak Usia Dini dan Pendidikan Masyarakat Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. (2017). Layanan Perlindungan dan Kesejahteraan. Kementerian Sosial. (2011). Standar Kesejahteraan Sosial Anak.

Nasional

Pengasuhan

untuk

Lembaga

Peraturan Pemerintah Nomor 44 Tahun 2017 tentang Pelaksanaan Pengasuhan Anak. Peraturan Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi No. 13 Tahun 2020 tentang Prioritas Penggunaan Dana Desa Tahun 2021. Peraturan Pemerintah Nomor 78 Tahun 2021 tentang Perlindungan Khusus Bagi Anak. Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional IV Tahun 2020-2024. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak. Undang-undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan. Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2008 tentang Pornografi. Undang-Undang Nomor 11 tahun 2012 Tentang Sistem Peradilan Pidana Anak. Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak. Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa. Pengasuhan Berkualitas Anak Indonesia di Masa Pandemi (ayahbunda.co.id) https://kemensos.go.id/kemensos-respon-cepat-kasus-anak-alami-keterpisahan-denganorangtua-terdampak-covid-19 https://kemensos.go.id/perlindungan-anak-yang-kehilangan-orangtua-akibat-covid-19 https://kemensos.go.id/gencar-berikan-atensi-blbi-abiyoso-jalin-kerja-sama-denganbank-mandiri https://kemensos.go.id/ska-abiseka-pekanbaru-diresmikan-mensos-beri-motivasi-danbantuan-atensi-ke-para-penerima-manfaat http://indonesiapintar.kemdikbud.go.id/

112


https://www.kemkes.go.id/index.php?txtKeyword=stunting&act=searchaction&pgnumber=0&charindex=&strucid=&fullcontent=&CALL=1&C1=1&C2=1&C3=1&C4=1&C5=1 https://promkes.kemkes.go.id/pencegahan-stunting https://kesmas.kemkes.go.id/assets/upload/dir_519d41d8cd98f00/files/Warta-KesmasEdisi-02-2018_1136.pdf https://www.kemkes.go.id/article/view/17070700004/program-indonesia-sehat-denganpendekatan-keluarga.html https://www.kemenpppa.go.id/index.php/page/read/29/2567/pengasuhan-yang-baiktekan-potensi-kekerasan-pada-anak https://www.kemenpppa.go.id/index.php/page/read/29/2938/standardisasi-pusatpembelajaran-keluarga-puspaga-hadirkan-pengasuhan-anak-yang-optimal https://kemensos.go.id/rakor-harmonisasi-pengembangan-daycare-dalam-penguatanpengasuhan-an https://www.bkkbn.go.id/detailpost/bkkbn-kampanyekan-gerakan-pengasuhan-anakdalam-rangka-hari-anak-nasional-tahun-2019 https://www.bkkbn.go.id/detailpost/program-bina-keluarga-balita-holistik-integratifbkb-hi-upaya-pemerintah-cegah-stunting https://pelatihan.kemnaker.go.id/prakerja https://www.kemendagri.go.id/berita/baca/30775/pokja-i-tp-pkk-pusat-dorong-polaasuh-anak-remaja-yang-tepat-di-era-digital https://kemensos.go.id/rehabilitasi-sosial https://bankdata.kpai.go.id/tabulasi-data/data-kasus-pengaduan-anak-2016-2020

113


10.

Lampiran Lampiran 1. Undang-Undang No. 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak Pengasuhan diatur pada Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, BAB VIII Pengasuhan dan Pengangkatan Anak dalam Bagian Kesatu Pengasuhan Anak, Pasal 37 dan 38 menyatakan bahwa: Pasal 37 1. Pengasuhan anak ditujukan kepada anak yang orang tuanya tidak dapat menjamin tumbuh kembang anaknya secara wajar, baik fisik, mental, spiritual, maupun sosial. 2. Pengasuhan anak sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilakukan oleh lembaga yang mempunyai kewenangan untuk itu. 3. Dalam hal lembaga sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) berlandaskan agama, anak yang diasuh harus yang seagama dengan agama yang menjadi landasan lembaga yang bersangkutan. 4. Dalam hal pengasuhan anak dilakukan oleh lembaga yang tidak berlandaskan agama, maka pelaksanaan pengasuhan anak harus memperhatikan agama yang dianut anak yang bersangkutan. 5. Pengasuhan anak oleh lembaga dapat dilakukan di dalam atau di luar Panti Sosial. 6. Perseorangan yang ingin berpartisipasi dapat melalui lembaga-lembaga sebagaimana dimaksud dalam ayat (3), ayat (4), dan ayat (5). Pasal 38 1. Pengasuhan anak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 37, dilaksanakan tanpa membedakan suku, agama, ras, golongan, jenis kelamin, etnik, budaya dan bahasa, status hukum anak, urutan kelahiran anak, dan kondisi fisik dan/atau mental. 2. Pengasuhan anak sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), diselenggarakan melalui kegiatan bimbingan, pemeliharaan, perawatan, dan pendidikan secara berkesinambungan, serta dengan memberikan bantuan biaya dan/atau fasilitas lain, untuk menjamin tumbuh kembang anak secara optimal, baik fisik, mental, spiritual maupun sosial, tanpa mempengaruhi agama yang dianut anak. Kemudian disisipkan atau ditambahkan satu Pasal yaitu Pasal 38 A dalam UndangUndang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, yang mengatakan bahwa Pelaksanaan Pengasuhan Anak diatur dengan Peraturan Pemerintah, sebagaimana di bawah ini: Pasal 38A Ketentuan lebih lanjut mengenai pelaksanaan pengasuhan Anak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 37 dan Pasal 38 diatur dengan Peraturan Pemerintah. Begitulah jalannya sejarah mengapa Pengasuhan Anak dalam pelaksanaannya diatur dengan Peraturan Pemerintah. Hal ini penting karena Pengasuhan Anak adalah upaya untuk memenuhi kebutuhan akan kasih sayang, kelekatan, keselamatan, dan kesejahteraan yang menetap dan berkelanjutan demi kepentingan terbaik bagi Anak. 114


Anak dalam hal ini adalah seseorang yang belum berusia 18 (delapan belas) tahun, termasuk anak yang masih dalam kandungan. Sebagai kelompok yang rentan, Anak harus diperhatikan dan dilindungi secara khusus oleh negara.

Lampiran 2. Peraturan Pemerintah No. 44 Tahun 2017 tentang Pengasuhan Anak Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2002 Nomor 109, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4235), sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2016 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2016 Tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2OO2 tentang Perlindungan Anak Menjadi UndangUndang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2016 Nomor 237, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5946). Penjelasan Umum PP Pelaksanaan Pengasuhan Anak Anak sebagai penerus cita-cita bangsa diharapkan dimasa yang akan datang mampu memikul hak dan tanggung jawab tersebut. Untuk itu maka Anak memerlukan kesempatan yang seluas-luasnya untuk dapat tumbuh kembang secara wajar baik jasmani, rohani maupun sosial, sehingga dapat terwujud AnakAnak yang berkualitas, berakhlak mulia dan sejahtera. Namun demikian dalam masyarakat masih banyak Anak yang mengalami hambatan dalam pemenuhan hak Anak, termasuk untuk mendapatkan perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi. Mengacu pada Undang Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2016 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2016 tentang Perubahan Kedua Atas UndangUndang Nomor 23 Tahun 2OO2 tentang Perlindungan Anak Menjadi UndangUndang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2016 Nomor 237, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5946), upaya perlindungan Anak perlu dilaksanakan sedini mungkin dimulai sejak Anak dalam kandungan sampai berusia 18 (delapan belas) tahun. Upaya ini merupakan tanggung jawab dari Orang Tua, Keluarga, negara, pemerintah, dan masyarakat. Dalam melaksanakan tanggung jawab tersebut, Orang Tua di lingkungan Keluarga merupakan orang yang pertama berkewajiban dan bertanggung jawab atas Pengasuhan Anak, demi terwujudnya perlindungan dan kesejahteraan Anak. Setiap Anak berhak untuk diasuh oleh Orang Tuanya sendiri kecuali ada alasan dan/atau aturan hukum yang sah menunjukkan bahwa pemisahan itu adalah demi kepentingan terbaik bagi Anak dan merupakan pertimbangan terakhir. Akan tetapi, demi kelangsungan tumbuh kembang dan kepentingan Anak itu sendiri perlu ada pihak-pihak lain yang melindungi. Peralihan tanggung jawab pengasuhan Orang Tua kepada pihak lain ditujukan kepada Anak yang Orang Tuanya tidak dapat menjamin tumbuh kembang Anaknya secara wajar, baik fisik, mental, spiritual, maupun sosial.

115


Sebagai pelaksanaan dari Undang-Undang Nomor 23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2016 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2016 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2OO2 tentang Perlindungan Anak Menjadi Undang¬Undang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2016 Nomor 237, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5946) perlu menetapkan Peraturan Pemerintah yang mengatur tentang Pelaksanaan Pengasuhan Anak. Peraturan Pemerintah ini dijadikan pedoman dalam pelaksanaan Pengasuhan Anak yang mencakup Ketentuan Umum, Pengasuhan Anak di luar Panti Sosial, Pengasuhan Anak di dalam Panti Sosial, Pengaduan dan Pelaporan, Bimbingan dan Pengawasan, dan Ketentuan Penutup. Dengan berlakunya Peraturan Pemerintah ini dimaksudkan agar Pengasuhan Anak dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan untuk mencegah terjadinya penyimpangan sehingga dapat memberikan perlindungan dan meningkatkan kesejahteraan Anak, demi kepentingan terbaik Anak.

Lampiran 3. PP N0. 40 Tahun 2017 tentang Pengasuhan Anak Isi PP Pengasuhan Anak Berikut adalah isi PP 44 Tahun 2017 tentang Pelaksanaan Pengasuhan Anak PERATURAN PEMERINTAH TENTANG PELAKSANAAN PENGASUHAN ANAK BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan: 1. Pengasuhan Anak adalah upaya untuk memenuhi kebutuhan akan kasih sayang, kelekatan, keselamatan, dan kesejahteraan yang menetap dan berkelanjutan demi kepentingan terbaik bagi Anak. 2. Anak adalah seseorang yang belum berusia 18 (delapan belas) tahun, termasuk anak yang masih dalam kandungan. 3. Lembaga Asuhan Anak adalah lembaga di bidang kesejahteraan sosial yang melaksanakan fungsi Pengasuhan Anak baik milik pemerintah pusat, pemerintah daerah, maupun milik masyarakat. 4. Lembaga Pengasuhan Anak adalah lembaga kesejahteraan sosial yang memiliki kewenangan untuk melakukan proses pengusulan calon Orang Tua Asuh dan calon Anak Asuh. 5. Orang Tua adalah ayah dan/atau ibu kandung, atau ayah dan/atau ibu tiri, atau ayah dan/atau ibu angkat. 6. Keluarga adalah unit terkecil dalam masyarakat yang terdiri atas suami istri, atau suami istri dan anaknya, atau ayah dan anaknya, atau ibu dan anaknya, atau keluarga sedarah dalam garis lurus ke atas atau ke bawah sampai dengan derajat ketiga.

116


7. Anak Asuh adalah Anak yang diasuh oleh seseorang atau lembaga untuk diberikan bimbingan, pemeliharaan, perawatan, pendidikan, dan kesehatan, karena Orang Tuanya atau salah satu Orang Tuanya tidak mampu menjamin tumbuh kembang Anak secara wajar. 8. Orang Tua Asuh adalah suami istri atau orang tua tunggal selain Keluarga yang menerima kewenangan untuk melakukan Pengasuhan Anak yang bersifat sementara. 9. Asesmen adalah proses untuk mengidentifikasi masalah, kebutuhan, dan potensi Anak dan Keluarga berkaitan dengan pengasuhan dan perlindungan Anak, kesiapan dan kapasitas Orang Tua, Keluarga, atau calon keluarga pengganti. 10. Pekerja Sosial Profesional adalah seseorang yang bekerja, baik di lembaga pemerintah maupun swasta yang memiliki kompetensi dan profesi pekerjaan sosial, dan kepedulian dalam pekerjaan sosial yang diperoleh melalui pendidikan, pelatihan, dan/atau pengalaman praktik pekerjaan sosial untuk melaksanakan tugas-tugas pelayanan dan penanganan masalah sosial. 11. Panti Sosial adalah lembaga/unit pelayanan yang melaksanakan rehabilitasi sosial bagi satu jenis sasaran untuk memulihkan dan mengembangkan kemampuan seseorang yang mengalami disfungsi sosial agar dapat melaksanakan fungsi sosialnya secara wajar. 12. Tenaga Kesejahteraan Sosial adalah seseorang yang dididik dan dilatih secara profesional untuk melaksanakan tugas-tugas pelayanan dan penanganan masalah sosial dan/atau seseorang yang bekerja, baik di lembaga pemerintah maupun swasta yang ruang lingkup kegiatannya di bidang kesejahteraan sosial. 13. Pendampingan adalah kegiatan Pekerja Sosial Profesional atau Tenaga Kesejahteraan Sosial yang ditugaskan oleh dinas sosial untuk memastikan terpenuhinya kebutuhan Anak akan kasih sayang, kelekatan, keselamatan, dan kesejahteraan yang menetap dan berkelanjutan. 14. Akreditasi adalah penetapan tingkat kelayakan dan standardisasi lembaga di bidang kesejahteraan sosial yang didasarkan pada penilaian program, sumber daya manusia, manajemen dan organisasi, sarana dan prasarana, dan hasil pelayanan kesejahteraan sosial. 15. Menteri adalah menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang sosial. 16. Pemerintah Pusat adalah Presiden Republik Indonesia yang memegang kekuasaan pemerintahan negara Republik Indonesia yang dibantu oleh Wakil Presiden dan menteri sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. 17. Pemerintah Daerah adalah kepala daerah sebagai unsur penyelenggara Pemerintahan Daerah yang memimpin pelaksanaan urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan daerah otonom. Pasal 2 Pelaksanaan Pengasuhan Anak bertujuan: a. terpenuhinya pelayanan dasar dan kebutuhan setiap Anak akan kasih sayang, kelekatan, keselamatan, kesejahteraan, dan hak-hak sipil Anak; dan b. diperolehnya kepastian pengasuhan yang layak bagi setiap Anak. 117


Pasal 3 1. Setiap Anak berhak untuk diasuh oleh Orang Tuanya sendiri. 2. Dalam hal pemisahan Anak dilakukan demi kepentingan terbaik bagi anak, Pengasuhan Anak harus dilakukan oleh Lembaga Asuhan Anak. 3. Pengasuhan Anak oleh Lembaga Asuhan Anak sebagaimana dimaksud pada ayat (2) merupakan pertimbangan terakhir. 4. Pengasuhan Anak oleh Lembaga Asuhan Anak dilakukan dengan persyaratan: a. Orang Tuanya tidak dapat menjamin tumbuh kembang Anak secara wajar, baik fisik, mental, spiritual, maupun sosial; b. Orang Tuanya dicabut kuasa asuhnya berdasarkan penetapan pengadilan; dan/atau c. Anak yang memerlukan perlindungan khusus. Pasal 4 Dalam hal Lembaga Asuhan Anak berlandaskan agama, Anak yang diasuh harus seagama dengan agama yang menjadi landasan Lembaga Asuhan Anak yang bersangkutan. Pasal 5 Dalam hal Lembaga Asuhan Anak tidak berlandaskan agama maka pelaksanaan Pengasuhan Anak harus memperhatikan agama yang dianut Anak yang bersangkutan. Pasal 6 1. Pengasuhan Anak oleh Lembaga Asuhan Anak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (2) dapat dilakukan: a. di luar Panti Sosial; atau b. di dalam Panti Sosial. 2. Pengasuhan anak di luar Panti Sosial sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a menjadi prioritas utama dan dilakukan berbasis keluarga. 3. Pengasuhan anak di dalam Panti Sosial sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b merupakan upaya terakhir. BAB II PENGASUHAN ANAK DI LUAR PANTI SOSIAL Bagian Kesatu Umum Pasal 7 1. Pengasuhan Anak di luar Panti Sosial sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (1) huruf a dilaksanakan oleh: a. Keluarga sedarah dalam garis lurus ke atas atau ke bawah sampai dengan derajat ketiga; b. Keluarga sedarah dalam garis menyimpang; atau c. Orang Tua Asuh.

118


2. Pengasuhan Anak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus mendapatkan izin dari dinas sosial kabupaten/kota berdasarkan rekomendasi dari hasil Asesmen Pekerja Sosial Profesional atau Tenaga Kesejahteraan Sosial. 3. Pekerja Sosial Profesional atau Tenaga Kesejahteraan Sosial sebagaimana dimaksud pada ayat (2) ditugaskan oleh dinas sosial kabupaten/kota. Pasal 8 1. Pengasuhan Anak di luar Panti Sosial sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (1) dilakukan dengan Pendampingan dari Lembaga Asuhan Anak. 2. Pendampingan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh Pekerja Sosial Profesional atau Tenaga Kesejahteraan Sosial yang ditugaskan oleh dinas sosial kabupaten/kota. 3. Pendampingan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) berakhir berdasarkan Asesmen Pekerja Sosial Profesional atau Tenaga Kesejahteraan Sosial yang ditugaskan oleh dinas sosial kabupaten/kota. Bagian Kedua 1. Pengasuhan Anak oleh Keluarga Sedarah, Pengasuhan Anak oleh Keluarga Sedarah terdiri atas: a. Pengasuhan Anak oleh Keluarga sedarah dalam garis lurus ke atas atau ke bawah sampai dengan derajat ketiga; dan b. Keluarga sedarah dalam garis menyimpang. 2. Pengasuhan Anak oleh Keluarga sedarah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib dilaporkan kepada Lembaga Asuhan Anak yang ditunjuk. 3. Lembaga Asuhan Anak sebagaimana dimaksud pada ayat (2) wajib melaporkan kepada dinas sosial kabupaten/kota. 4. Keluarga sedarah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berkewajiban untuk mencatatkan identitas Anak pada dinas yang menyelenggarakan urusan di bidang kependudukan setempat. 5. Pencatatan di bidang kependudukan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dilaksanakan berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan. Pasal 10 Kewajiban dan tanggung jawab Keluarga sedarah meliputi: a. mengasuh, memelihara, mendidik, dan melindungi Anak sesuai dengan harkat dan martabat kemanusiaan; b. menumbuhkembangkan Anak secara optimal sesuai dengan kemampuan, bakat, dan minatnya; c. mencegah terjadinya perkawinan pada usia Anak; dan d. memberikan pendidikan karakter dan penanaman nilai budi pekerti pada Anak.

119


Bagian Ketiga Pengasuhan oleh Orang Tua Asuh Paragraf 1 Umum Pasal 11 Kewajiban dan tanggung jawab Orang Tua Asuh, meliputi: a. mengasuh, memelihara, mendidik, dan melindungi Anak sesuai dengan harkat dan martabat kemanusiaan; b. menumbuhkembangkan Anak secara optimal sesuai dengan kemampuan, bakat, dan minatnya; c. mencegah terjadinya perkawinan pada usia Anak; dan d. memberikan pendidikan karakter dan penanaman nilai budi pekerti pada Anak. Pasal 12 1. Pengasuhan Anak oleh Orang Tua Asuh bersifat sementara yang dilaksanakan paling lama 1 (satu) tahun. 2. Selama Anak berada dalam pengasuhan Orang Tua Asuh, Anak harus tetap berada di wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia. Pasal 13 1. Pengasuhan Anak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 ayat (1) harus diupayakan reunifikasi Keluarga sesegera mungkin oleh Pekerja Sosial Profesional atau Tenaga Kesejahteraan Sosial yang ditugaskan oleh dinas sosial kabupaten/kota demi kepentingan terbaik bagi Anak. 2. Dalam hal reunifikasi Keluarga belum tercapai, jangka waktu Pengasuhan Anak dapat diperpanjang sampai mendapatkan pengasuhan yang permanen. 3. Jangka waktu perpanjangan Pengasuhan Anak sebagaimana dimaksud pada ayat (2) harus mendapat persetujuan dari dinas sosial setempat berdasarkan hasil Asesmen dari Pekerja Sosial Profesional atau Tenaga Kesejahteraan Sosial. Pasal 14 1. Pengasuhan Anak oleh Orang Tua Asuh harus mendapat izin dari dinas sosial kabupaten/kota berdasarkan usulan Lembaga Pengasuhan Anak. 2. Lembaga Pengasuhan Anak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus memenuhi persyaratan: a. terakreditasi; dan b. ditetapkan oleh Menteri. Pasal 15 Akreditasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 ayat (2) huruf a dilaksanakan oleh badan akreditasi yang ditetapkan oleh Menteri sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

120


Pasal 16 Penetapan Lembaga Pengasuhan Anak oleh Menteri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 ayat (2) huruf b dilakukan dengan tahapan: a. lembaga kesejahteraan sosial mengajukan permohonan kepada gubernur; b. gubernur menyampaikan permohonan kepada Menteri; dan c. Menteri menetapkan lembaga kesejahteraan sosial sebagai Lembaga Pengasuhan Anak. Pasal 17 Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara penetapan Lembaga Pengasuhan Anak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 diatur dengan Peraturan Menteri. Paragraf 2 Kriteria Anak Asuh dan Persyaratan Orang Tua Asuh Pasal 18 Kriteria Anak Asuh meliputi: a. Anak terlantar; b. Anak dalam asuhan Keluarga yang tidak mampu melaksanakan kewajiban dan tanggung jawabnya sebagai Orang Tua; c. Anak yang memerlukan perlindungan khusus; dan/atau d. Anak yang diasuh oleh Lembaga Asuhan Anak. Pasal 19 1. Persyaratan yang harus dipenuhi oleh Orang Tua Asuh meliputi: a. warga negara Indonesia yang berdomisili tetap di Indonesia; b. berusia paling rendah 30 (tiga puluh) tahun dan paling tinggi 55 (lima puluh lima) tahun; c. sehat fisik dan mental dibuktikan dengan keterangan sehat dari rumah sakit pemerintah yang dikelola oleh Pemerintah Pusat atau Pemerintah Daerah; d. surat keterangan catatan kepolisian; e. beragama sama dengan agama yang dianut Anak; f. memiliki kompetensi dalam mengasuh Anak dengan lulus seleksi dan verifikasi untuk calon Orang Tua Asuh; g. bersedia menjadi Orang Tua Asuh yang dinyatakan dalam surat pernyataan bermaterai; dan h. membuat pernyataan tertulis tidak pernah dan tidak akan melakukan kekerasan, eksploitasi, penelantaran dan perlakuan salah terhadap Anak, atau penerapan hukuman fisik dengan alasan apapun termasuk untuk penegakan disiplin yang dinyatakan dalam surat pernyataan bermaterai diketahui oleh rukun tetangga dan rukun warga atau nama lain di lingkungan setempat. 2. Warga negara Indonesia yang berdomisili tetap di Indonesia sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a meliputi: a. suami istri; atau 121


b. orang tua tunggal. 3. Suami istri sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a salah satunya dapat berstatus warga negara asing. 4. Orang tua tunggal sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b merupakan seseorang yang berstatus tidak menikah atau janda/duda. Paragraf 3 Tahapan Pendaftaran Pemohon Pasal 20 1. Untuk menjadi calon Orang Tua Asuh, pemohon mengajukan permohonan kepada Lembaga Pengasuhan Anak. 2. Permohonan untuk menjadi calon Orang Tua Asuh sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan dengan tahapan: a. b. c. d. e.

pendaftaran; seleksi administratif; wawancara; verifikasi dan Asesmen; dan penetapan calon Orang Tua Asuh definitif.

Pasal 21 Tahapan pendaftaran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20 ayat (2) huruf a dilakukan di Lembaga Pengasuhan Anak dengan menyampaikan permohonan dan dokumen untuk memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19. Pasal 22 1. Lembaga Pengasuhan Anak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 dalam jangka waktu paling lama 14 (empat belas) hari kerja sejak menerima permohonan melakukan seleksi kelengkapan administratif. 2. Dalam hal persyaratan administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dinyatakan lengkap, Lembaga Pengasuhan Anak dalam jangka waktu paling lama 14 (empat belas) hari kerja melakukan pemanggilan untuk wawancara terhadap calon Orang Tua Asuh. Pasal 23 1. Berdasarkan hasil wawancara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22 ayat (2), Lembaga Pengasuhan Anak dalam jangka waktu paling lama 7 (tujuh) hari kerja melakukan pengolahan hasil wawancara. 2. Berdasarkan pengolahan hasil wawancara sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Lembaga Pengasuhan Anak melakukan verifikasi dan Asesmen dalam jangka waktu paling lama 7 (tujuh) hari kerja. 3. Dalam hal hasil verifikasi dan Asesmen sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dinyatakan layak sebagai calon Orang Tua Asuh, Lembaga Pengasuhan Anak mengajukan permohonan bimbingan teknis untuk calon Orang Tua Asuh kepada dinas sosial provinsi.

122


Pasal 24 1. Calon Orang Tua Asuh yang telah lulus mengikuti bimbingan teknis sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 ayat (3) ditetapkan oleh dinas sosial kabupaten/kota menjadi calon Orang Tua Asuh definitif. 2. Calon Orang Tua Asuh definitif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dimasukkan dalam data calon Orang Tua Asuh pada dinas sosial setempat. Pasal 25 Dalam melakukan tahapan permohonan menjadi calon Orang Tua Asuh, Lembaga Pengasuhan Anak harus berkoordinasi dengan dinas sosial setempat. Pasal 26 Ketentuan lebih lanjut mengenai permohonan menjadi calon Orang Tua Asuh diatur dengan Peraturan Menteri. Paragraf 4 Penyiapan Calon Orang Tua Asuh Pasal 27 Penyiapan calon Orang Tua Asuh dilakukan oleh Lembaga Pengasuhan Anak dan dinas sosial setempat. Pasal 28 Penyiapan calon Orang Tua Asuh dilakukan melalui tahapan: a. Asesmen terhadap calon Orang Tua Asuh dan calon Anak Asuh oleh Pekerja Sosial Profesional atau Tenaga Kesejahteraan Sosial yang ditugaskan oleh dinas sosial kabupaten/kota; b. penyesuaian antara calon Orang Tua Asuh dengan Anak; dan c. supervisi dan pemantauan oleh Pekerja Sosial Profesional atau Tenaga Kesejahteraan Sosial yang ditugaskan oleh dinas sosial kabupaten/kota selama Anak masih dalam penyesuaian sebagaimana dimaksud dalam huruf b. Pasal 29 1. Lembaga Pengasuhan Anak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 wajib melaporkan secara berkala hasil penyiapan calon Orang Tua Asuh kepada dinas sosial provinsi melalui dinas sosial kabupaten/kota. 2. Berdasarkan laporan hasil penyiapan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dilakukan Asesmen lanjutan kepada calon Orang Tua Asuh oleh Pekerja Sosial Profesional atau Tenaga Kesejahteraan Sosial yang ditugaskan oleh dinas sosial kabupaten/kota. 3. Pekerja Sosial Profesional atau Tenaga Kesejahteraan Sosial yang ditugaskan oleh dinas sosial kabupaten/kota melakukan Asesmen lanjutan terhadap hasil penyiapan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) sebelum penempatan Anak. Pasal 30 Ketentuan lebih lanjut mengenai penyiapan calon Orang Tua Asuh diatur dengan Peraturan Menteri. 123


Paragraf 5 Penempatan Anak Asuh Pasal 31 1. Penempatan Anak Asuh pada Orang Tua Asuh dilakukan setelah: a. mendengarkan pendapat Anak Asuh; b. melaksanakan proses penyesuaian antara Anak Asuh dengan calon Orang Tua Asuh definitif; dan c. mempertimbangkan jumlah Anak yang akan diasuh sesuai dengan kemampuan Orang Tua Asuh. 2. Setelah melalui proses penempatan Anak Asuh sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan terjadi kesesuaian antara Anak Asuh dan Orang Tua Asuh, Lembaga Pengasuhan Anak mengusulkan kepada dinas sosial kabupaten/kota untuk mendapatkan izin Pengasuhan Anak. Pasal 32 Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara penempatan Anak Asuh diatur dengan Peraturan Menteri. BAB III PENGASUHAN ANAK DI DALAM PANTI SOSIAL Pasal 33 1. Pengasuhan Anak di dalam Panti Sosial sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (1) huruf b dilakukan dalam hal: a. Keluarga Anak tidak memberikan pengasuhan memadai sekalipun dengan dukungan yang sesuai, mengabaikan, dan/atau melepaskan tanggung jawab terhadap Anaknya; b. Anak tidak memiliki Keluarga atau keberadaan Keluarga tidak diketahui; c. Anak yang menjadi korban kekerasan, perlakuan salah, penelantaran, atau eksploitasi; d. Anak yang terpisah dari Keluarga karena bencana baik konflik sosial maupun bencana alam; dan/atau e. Anak memerlukan perlindungan khusus lainnya. 2. Panti Sosial sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus berada sedekat mungkin dengan lingkungan tempat tinggal Anak. Pasal 34 1. Pengasuhan Anak di dalam Panti Sosial wajib mendapatkan penetapan dari dinas sosial provinsi. 2. Penetapan Pengasuhan Anak di dalam Panti Sosial sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berdasarkan hasil Asesmen Pekerja Sosial Profesional atau Tenaga Kesejahteraan Sosial yang ditugaskan oleh dinas sosial provinsi. 3. Pengasuhan Anak di dalam Panti Sosial wajib dilaporkan oleh Panti Sosial secara tertulis kepada dinas sosial provinsi sesuai dengan rencana Pengasuhan Anak.

124


Pasal 35 1. Pengasuhan di dalam Panti Sosial merupakan upaya terakhir dan bersifat sementara sampai dengan dilakukan pengasuhan yang permanen. 2. Selama Anak berada di dalam Panti Sosial, Pekerja Sosial Profesional atau Tenaga Kesejahteraan Sosial yang ditugaskan oleh dinas sosial harus melakukan Asesmen dan rencana pengasuhan yang memungkinkan Anak direunifikasi kepada Keluarganya sesegera mungkin. 3. Dalam hal reunifikasi Keluarga tidak berhasil, Pekerja Sosial Profesional atau Tenaga Kesejahteraan Sosial yang ditugaskan oleh dinas sosial dan Lembaga Pengasuhan Anak mengupayakan Keluarga pengganti. Pasal 36 Ketentuan lebih lanjut mengenai Pengasuhan Anak di dalam Panti Sosial diatur dengan Peraturan Menteri.

BAB IV PENGADUAN DAN PELAPORAN Pasal 37 1. Anak, Keluarga, dan masyarakat dapat mengajukan pengaduan dan pelaporan terkait dengan Pengasuhan Anak di luar maupun di dalam Panti Sosial. 2. Pengaduan dan pelaporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diajukan kepada dinas sosial setempat. 3. Dinas sosial setempat harus memfasilitasi dan menindaklanjuti pengaduan dan pelaporan dari Anak, keluarga, dan masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat (1). 4. Dinas sosial setempat membuat mekanisme pengaduan dan pelaporan yang mudah diakses oleh Anak, keluarga, dan masyarakat untuk menyampaikan keluhan. Pasal 38 1. Selain kepada dinas sosial setempat, pengaduan dan pelaporan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 37 dapat diajukan kepada: a. b. c. d. e.

Kepolisian Negara Republik Indonesia; Komisi Perlindungan Anak Indonesia; Komisi Nasional Hak Asasi Manusia; Ombudsman Republik Indonesia; atau lembaga lain yang menangani perlindungan Anak.

2. engaduan dan pelaporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

125


BAB V BIMBINGAN DAN PENGAWASAN Pasal 39 Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah sesuai dengan kewenangannya melakukan bimbingan dan pengawasan terhadap penyelenggaraan pengasuhan oleh Lembaga Asuhan Anak dan Lembaga Pengasuhan Anak. Pasal 40 Bimbingan dan pengawasan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 39 dilakukan melalui kegiatan: a. b. c. d.

supervisi; asistensi; pemantauan; dan bimbingan teknis.

Pasal 41 1. Supervisi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 40 huruf a dimaksudkan untuk meningkatkan kemampuan Lembaga Asuhan Anak dan Lembaga Pengasuhan Anak dalam pelaksanaan Pengasuhan Anak. 2. Supervisi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan cara: a. memberikan penjelasan tentang kebijakan, fungsi kelembagaan, perkembangan Anak, dan Pengasuhan Anak; dan b. memberikan motivasi untuk menjalankan fungsi Lembaga Asuhan Anak dan Lembaga Pengasuhan Anak dalam pelaksanaan Pengasuhan Anak. Pasal 42 1. Asistensi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 40 huruf b dimaksudkan agar Lembaga Asuhan Anak dan Lembaga Pengasuhan Anak memperoleh bimbingan dan dukungan dalam menerapkan prosedur dan tata cara pelaksanaan Pengasuhan Anak. 2. Asistensi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan cara: a. konsultasi; b. kunjungan dinas kepada Lembaga Asuhan Anak dan Lembaga Pengasuhan Anak; dan c. memberi dukungan kepada Orang Tua, Keluarga, atau Orang Tua Asuh berupa penguatan Keluarga, konseling, dan pelatihan keterampilan usaha. Pasal 43 Pemantauan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 40 huruf c dimaksudkan untuk memastikan pelaksanaan Pengasuhan Anak oleh Lembaga Asuhan Anak dan Lembaga Pengasuhan Anak sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan.

126


Pasal 44 1. Bimbingan teknis sebagaimana dimaksud dalam Pasal 40 huruf d dimaksudkan agar pengurus Lembaga Asuhan Anak dan Lembaga Pengasuhan Anak memiliki kemampuan dalam proses pelaksanaan Pengasuhan Anak. 2. Bimbingan teknis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan cara: a. meningkatkan pengetahuan mengenai Pengasuhan Anak; b. meningkatkan keterampilan dalam Pengasuhan Anak; dan c. menerapkan prinsip dan etika Pengasuhan Anak.

BAB VI KETENTUAN PENUTUP Pasal 45 Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan. Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Pemerintah ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia. Demikianlah isi Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 44 tahun 2017 tentang Pelaksanaan Pengasuhan Anak.

Lampiran 4: DIREKTORAT KESEJAHTERAAN SOSIAL ANAK PETUNJUK PENGISIAN FORMULIR VALIDASI DAN VERIFIKASI PENERIMA MANFAAT Petunjuk Pengisian Formulir Validasi: 1. Formulir validasi ini diisi oleh Sakti Peksos dengan data dari responden (orang tua, atau/anak) calon penerima PKSA 2. Diketahui oleh petugas LKSA dan petugas dinas sosial kabupaten/kota 3. Tulislah nomor pilihan anda pada jawaban yang disediakan dalam kontak NO

PENJELASAN

KETERANGAN

1

Nomor urut Penerima Manfaat / Responden

2

Tanggal validasi, diisi dengan tanggal, bulan, dan tahun pada saat validasi dilaksanakan.

3

Nama Anak / Penerima Manfaat.

4

Jenis Kelamin Anak /Penerima Manfaat. Diisi dengan nomor 127

Contoh: jika validasi dilakukan pada tanggal 30 April 2014, maka ditulis sbb: 300414 Ditulis nama anak sesuai dengan akte kelahiran atau dokumen lain yang sah. 1. Laki-laki 2. Perempuan


5

Umur Anak ditulis tanggal kelahiran (dua digit), bulan kelahiran (dua digit), dan tahun kelahiran (empat digit)

Contoh: 09082001

Alamat Rumah 6

Jalan atau Nama Kampung

7

Nomor RT dan RW

8

Nama Desa / Kelurahan

9

Nama Kecamatan

10

Nama Kabupaten / Kota

11

Nama Provinsi

12

Nomor Kode Pos Setempat

13

14

15

16

Kriteria Anak , diisi dengan nomor sesuai dengan kriteria/klaster anak.

Jenis masalah anak, diisi dengan nomor yang sesuai dengan masalah yang dialami anak. REMAJA YG RENTAN TIDAK DIISI KOLOM 14 (JENIS MASALAH)

Pengeluaran orangtua (ayah dan ibu) perhari, diisi dengan rata-rata pengeluaran orang tua per hari dalam nilai rupiah Keikutsertaan Anak dalam lembaga rehabilitasi sosial. Diisi dengan nomor yang sesuai dengan kegiatan rehabilitasi yang diikuti oleh anak 128

1. 2. 3. 4. 5. 6. 7.

Anak Balita Anak Telantar Anak Jalanan Anak Berhadapan Hukum Remaja Rentan Anak dengan Kecacatan Anak Membutuhkan Perlindungan Khusus

1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. 15. 16.

Pelaku Korban Saksi Netra Rungu Wicara Mental Cacat Tubuh Cacat Ganda Bencana Alam Bencana Sosial Trafficking Kekerasan Anak KAT Anak Dieksploitasi Anak NAZA dan HIV Korban perlakuan salah dan penelantaran

1. TAS 2. TPA 3. Panti Balita


pada saat validasi

17

18

19

20

21

4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13.

Pendapatan anak penerima manfaat perhari, diisi dengan rata-rata penghasilan anak per hari dalam nilai rupiah. Keberadaan pengasuhan, diisi dengan nomor yang menunjukkan anak dalam pengasuhan keluarga atau lembaga Pendidikan Anak, diisi dengan nomor yang menunjukkan akses pendidikan anak pada saat validasi. Kategori pernah dipilih untuk anak yang drop out. Akte kelahiran, diisi dengan nomor yang menunjukkan anak memiliki atau tidak memiliki akte kelahiran. Tabungan, diisi dengan nomor yang menunjukkan anak memiliki atau tidak memiliki tabungan di lembaga keuangan

PSAA Rumah Singgah PSMP LPKS PSBR / SEJENIS PRSABHBM FKKADK LKS ADK RPSA LPA

1. Asuhan keluarga 2. Asuhan lembaga 1. 2. 3. 4. 5. 6.

Belum Sekolah PAUD/TK SD/Paket A/SLB SMP/Paket B/SLB SMA/Paket C/SLB Pernah sekolah

1. Memiliki Akte Kelahiran 2. Tidak Memiliki Akte Kelahiran 1. Memiliki tabungan 2. Tidak memiliki tabungan

Petunjuk Pengisian Formulir Verifikasi 1. Formulir verifikasi diisi oleh Sakti Peksos dengan data dari responden (orang tua, atau penerima manfaat/anak) 2. Diketahui oleh petugas LKSA dan petugas dinas sosial kabupaten/kota 3. Tulislah nomor pilihan anda pada jawaban yang disediakan dalam kontak NO

PENJELASAN

1

Nomor urut pendataan Anak/Penerima Manfaat

2

Tanggal, bulan, dan tahun pendataan (contoh: 25-04-14)

3

Nama Anak sesuai dengan dokumen legal

4

Jenis Kelamin Anak ,diisi dengan nomor

5

Umur Anak ditulis tanggal kelahiran (dua digit), bulan kelahiran (dua digit), dan tahun kelahiran (empat digit)

6

Kepemilikan akta kelahiran, diisi dengan nomor

7 8 9

KETERANGAN

Akte kelahiran 1. Laki-laki 2. Perempuan Contoh: 09082001

Pengetahuan Anak tentang saldo tabungan terakhir, diisi dengan nomor Pengetahun orang tua tentang saldo tabungan terakhir , diisi dengan nomor

1. 2. 1. 2. 1. 2.

Kehadiran Anak dalam layanan pendidikan sesuai dengan

1. Tidak Pernah Hadir

129

Tidak Ya Tidak Ya Tidak Ya


10

11

12

13

layanan pendidikan yang diikuti dari total layanan yang ada di lembaga, dihitung jumlah kehadiran dan dihitung persentasenya. Diisi dengan nomor yang sesuai dengan hasil perhitungan prosentase. Kolom ini diisi jika anak diasuh dalam keluarga. Keberadaan Anak di rumah atau dalam asuhan keluarga, dihitung lamanya waktu anak melakukan aktifitas baik di dalam maupun di luar rumah yang diketahui/dalam pengawasan orang tua. Diisi dengan nomor yang sesuai dengan lamanya waktu dalam satuan jam Kolom ini diisi jika anak diasuh dalam lembaga. Jumlah kunjungan Orang Tua / Wali dalam 5 bulan. Diisi dengan nomor yang menggambarkan kunjungan dalam lima bulan terakhir atau rata-rata kunjungan setiap tahun Partisipasi Orang Tua dalam mengikuti Family Development Sessions dalam lima bulan terakhir, yaitu kegiatan-kegiatan yang diselenggarakan oleh lembaga. Diisi dengan nomor yang sesuai dengan frekuensi kehadiran orang tua/wali. Partisipasi Anak dalam mengikuti Children Development Sessions (CDS) dalam lima bulan terakhir, yaitu kegiatankegiatan yang diselenggarakan oleh lembaga. Diisi dengan nomor yang sesuai dengan frekuensi kehadiran anak.

130

2. Kurang dari 60% 3. 60% - 80% 4. Lebih dari 80%

1. 2. 3. 4.

Kurang dari 6 Jam Antara 6-12 jam Antara 13-18 jam Antara 19-24 jam

1. 2. 3. 4. 1. 2. 3. 4. 1. 2. 3. 4.

Tidak Pernah 1-2 kali 3-4 kali Lebih dari 4 kali Tidak Pernah 1-2 kali 3-4 kali Lebih dari 4 kali Tidak Pernah 1-2 kali 3-4 kali Lebih dari 4 kali


131


Turn static files into dynamic content formats.

Create a flipbook

Articles inside

Gambar 33. 5 Pola Prakarsa Kemitraan Kebergantungan Penerima Manfaat

56min
pages 103-147

Gambar 28. Skema Perlindungan Sosial saat Pandemi Civid-19 Tahun 2020

0
page 99

Gambar 27. Skema Sosial Sebelum Masa Pandemi

4min
pages 96-98

Gambar 25. Dinamika Konsumsi Rumah Tangga

0
page 94

Gambar 24. Postur APBN 2020

0
page 93

Gambar 21. Lonjakan Kemiskinan Globak Akibat Pandemi Covid-19

0
page 91

Gambar 17. Belanja Pemerintah Menurut Fungsi 2018-2020

2min
pages 87-88

Gambar 15. Pertimbangan Bentuk Layanan Sejenis yang Sudah Ada

10min
pages 70-76

Gambar 16. Alur Pengembangan Sistem Perlindungan Sosial yang Komprehensif

18min
pages 77-86

Gambar 14. Inovasi dalam Penyediaan Layanan Daycare di Indonesia

8min
pages 62-69

Gambar 11. Persentase Anak yang Tinggal dengan Orang Tua Kandung dan Keluarga Lain

4min
pages 56-60

Gambar 8. Pemenuhan Hak dan Perlindungan Anak

1min
page 41

Gambar 10. Peningkatan Kualitas Pemuda

17min
pages 43-55

Gambar 6. Peningkatan Kesehatan Ibu, Anak, KB, dan Kesehatan Reproduksi

1min
page 39

Gambar 9. Pemberdayaan dan Perlindungan Perempuan

0
page 42

Gambar 2. Isu Strategis Pemahaman Remaja terkait Kesehatan Reproduksi

1min
page 36

Gambar 1. Isu Strategis Pemenuhan Hak Anak

0
page 35

Gambar 5. Program Prioritas dan Kegiatan Prioritas Terkait Keluarga

0
page 38
Issuu converts static files into: digital portfolios, online yearbooks, online catalogs, digital photo albums and more. Sign up and create your flipbook.