28
J
FISHERY NEWS
Maritime Voice Indonesia
March - May 2021
INDONESIA INGIN MENGEMBANGKAN INDUSTRI PERIKANANNYA NAMUN MENGHADAPI “HAMBATAN
AKARTA: Iwan, seorang nelayan, yang sama seperti orang Indonesia lainnya, hanya memiliki nama dengan satu kata, telah berkecimpung di industri selama 10 tahun terakhir. Tuan Iwan dilahirkan dan dibesarkan di kepulauan Natuna di wilayah terluar Indonesia di dekat Laut Tiongkok Selatan, yang kaya akan kekayaan laut. Meskipun ikan melimpah di laut, pria berusia 44 tahun tersebut mengatakan kalau dia tidak pernah mendapatkan keuntungan yang besar. Ada kalanya Tuan Iwan, yang bekerja dengan dua nelayan lainnya di atas kapal penangkap ikan yang terbuat dari kayu dengan berat 6GT (Gross Tonnage / Tonase Bruto), bisa mendapatkan sekitar 5 juta rupiah (355 Dolar Amerika) per bulan. Tetapi sekarang ia hanya berpenghasilan 1 juta rupiah. “Kini lebih sulit untuk mendapatkan ikan, dan harganya juga semakin murah,” kata Tuan Iwan. Dia mengklaim bahwa aktivitas penangkapan ikan ilegal oleh kapal asing memainkan peranan dalam menipisnya ketersediaan ikan-ikan di laut, sementara COVID-19 menyebabkan harga turun. Sementara pemerintah ingin mengembangkan sektor perikanan di tengah perlambatan ekonomi akibat pandemi, mereka harus mengatasi berbagai tantangan antara lain infrastruktur, pendanaan dan kekurangan sumber daya manusia. Pada awal bulan Mei 2020, badan statistik nasional melaporkan Pendapatan Domestik Bruto Indonesia pada kuartal pertama tahun 2020 mencapai 2,97 persen, tingkat terendah sejak tahun 2001. Meskipun ada hambatan, industri perikanan tetap bertumbuh 3,52 persen pada kuartal pertama tahun ini. Kementerian Kelautan dan Perikanan memperkirakan industri perikanan Indonesia bernilai sekitar 1,34 miliar Dolar Amerika per tahun.
ANALIS: KURANGNYA DATA TERPERCAYA & INFRASTRUKTUR MENGGUNCANG UPAYA
Langkah pemerintah untuk mengembangkan industri perikanan dinilai positif oleh analis, namun mereka juga mencatat bahwa ini sebenarnya merupakan upaya yang berkelanjutan. “Saya pikir ini merupakan ide yang bagus mengingat sumber daya dan potensi yang kita miliki sebagai negara dengan wilayah perairan yang luas dan lokasi di daerah tropis dengan keanekaragaman hayati dan pasokan yang kaya,” Kata konsultan kelautan dan perikanan independen di Jakarta, Ahmad Baihaki. Dia menambahkan: “Pada saat ini, ini juga merupakan salah satu sektor dan komoditas yang bisa kita pertahankan sendiri dan tidak berganting kepada impor, malah kita yang mengekspor ke luar negeri.” “Tapi narasi ini telah menjadi topik untuk beberapa waktu di beberapa pemerintahan. Jadi saya benar-benar berharap kali ini, ada keseriusan untuk mewujudkan ambisi ini.” Tuan Abdul Halim, direktur ekskutif Pusat Studi Kelautan bagi Kemanusiaan di Jakarta, mengatakan bahwa visi tersebut sudah ada sejak hampir dua dekade yang lalu. Tetapi niat pemerintah untuk berbuat lebih mulai terlihat akhir-akhir ini. Meskipun begitu, namun kedua analis mengatakan kalau kurangnya data yang terpercaya dan tepat mengenai ketersediaan ikan di laut, serta data penangkapan yang mempengaruhi pengelolaan perikanan, dan strategi panen, telah menghambat upaya tersebut. Masalah lainnya adalah kendala infrastruktur, kata mereka. www.indomarinenews.com
Kurangnya infrastruktur di pelabuhan, jalan, akses laut dan pendingin menyebabkan beberapa masalah, termasuk tingginya biaya operasional bagi bisnis, kata Tuan Baihaki. Pasokan listrik ke pelabuhan merupakan masalah yang selalu ada, kata Tuan Halim. Akibatnya, sistem logistik nasional tidak dapat berfungsi sebagaimana mestinya karena penyimpanan berpendingin tidak dapat berfungsi optimal, jelasnya. Eksportir ikan yang berbasis di Natuna, Al Izhar mengatakan bahwa ia dapat diuntungkan dengan infrastruktur yang lebih baik di kampung halamannya, teutama dalam hal mengatasi masalah konektivitas. “Pada saat ini, transportasi udara sangat merepotkan dan mahal di Natuna,” kata Tuan Izhar, menambahkan bahwa jaringan penerbangan sangat dibutuhkan untuk mengekspor produk perikanan. Kurangnya akses pasar dan pendanaan juga telah mempengaruhi pengembangan sektor perikanan, kata Tuan Baihaki yang juga mengatakan banyaknya peluang investasi yang belum dimanfaatkan. Sekitar 90 persen operator perikanan merupakan usaha skala kecil, yang memerlukan bantuan pendanaan dan pengelolaan.
JAWA SEBAGAI PUSAT PERINDUSTRIAN PERIKANAN
Tuan Baihaki juga menyoroti bahwa industri ini sangat terfokus di pulau Jawa, di mana ibutkota Jakarta berada dan merupakan pusat perekonomian Indonesia. Ikan yang tertangkap di bagian Timur Indonesia biasanya diproses di Jawa, jelas Tuan Baihaiki. “Ekspor komoditas juga biasanya harus melalui pelabuhan utama di Jawa. Bayangkan berapa biaya yang bisa perusahaan hemat jika ikan-ikan tersebut ditangkap, diolah, dan dikirim ke luar negeri melalui pelabuhan yang ada di wilayah timur Indonesia. “Sebagian besar destinasi ekspor utama Indonesia dekat dengan wilayah di mana ikan-ikan ditangkap,” kata para ahli. Para kuartal pertama tahun 2020, Kementerian Kelautan dan Perikanan mencatat destinasi utama eskpor Indonesia adalah Amerika Serikat, Tiongkok, ASEAN, Jepang dan UE.
KENDALA SUMBER DAYA MANUSIA, KONDISI KERJA
Tuan Moh Abdi Suhufan, koordinator organisasi non-pemerintah Pengawas Perikanan Merusak (Destructive Fishing Watch / DFW) Indonesia setuju dengan menciptakan lapangan kerja secara lokal dapat menghindari pelecahan nelayan Indonesia di luar negeri. “Selama pemerintah dapat mengelola dan menetapkan standar gaji awak kapal penangkap ikan,” kata Tuna Suhufan. Aktivis yang berada di Jakarta juga mengatakan bahwa pada saat ini ada sekitar 6.000 kapal nelayan dengan berat di atas 30GT. Ini dapat ditingkatkan menjadi 10.000 kapal sehingga lebih banyak lapangan kerja dapat diciptakan. Untuk saat ini, Tuan Iwan, nelayan di Natuan memiliki dua keinginan. “Jika pemerintah mau memberikan bantuan, mereka harus sejalan dengan kebutuhan kami. Dan tolong tingkatkan nilai produk kami sehingga mata pencaharian nelayan dapat meningkat.”