6 minute read

LAPORAN KHUSUS

Next Article
OPINI MAHASISWA

OPINI MAHASISWA

Menuju Era Mata Uang Digital

Oleh : Musa Aminullah, Shela Nur, Allisa F.

Advertisement

Dok. rawpixel.com

Tahun 2021 merupakan tahun yang diharapkan oleh banyak orang menjadi awal mula perbaikan kehidupan setelah dilanda pandemi selama satu tahun. Pandemi belum usai, bahkan hingga kini kasusnya semakin meningkat. Oleh karena itu, pemerintah menerapkan Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) yang berakibat pada terganggunya roda perekonomian, terutama dalam hal transaksi jual beli secara langsung. Sebuah kabar muncul dari Bank Indonesia (BI) yang merencanakan akan menerbitkan mata uang digital atau bisa dikenal sebagai Central Bank Digital Currency (CBDC) yang bermanfaat di tengah pandemi saat ini. BI sendiri telah melakukan kajian mengenai hal tersebut di forum internasional bersama bank sentral negara lain. Pendirian CBDC ini dilandasi tiga pertimbangan, diantaranya sebagai alat instrumen pembayaran yang sah di Indonesia dan mendukung pelaksanaan kebijakan moneter, makroprudensial dan sistem pembayaran, serta menghadirkan pilihan instrumen pembayaran berbasis teknologi.

Dewasa ini, kecenderungan masyarakat terhadap pembayaran melalui media digital mulai menyingkirkan keberadaan uang giral (kertas dan koin). Belum lagi, demam yang merayapi masyarakat terhadap dunia trading baik berupa saham atau aset lainnya semakin digemari. Semua ini tentu dinamika yang sangat berhubungan erat dengan ekonomi, maka instansi terkait seperti bank sentral mulai merancang sebuah ekosistem baru sebagai bentuk pengendalian kestabilan ekonomi. CBDC-lah yang barangkali menjadi isu untuk memulai semua itu.

Mengenal Apa itu CBDC

Dilansir dari Bank Indonesia, Central Bank Digital Currency (CBDC) – Digital Rupiah me- rupakan sebuah representasi uang digital yang menjadi kedaulatan negara atau so-

vereign currency yang diterbitkan oleh bank sentral dan menjadi kewajiban moneternya. CDBC atau digital rupiah ini berbentuk uang digital yang nantinya diterbitkan dan dikendalikan bank sentral. Bank sentral berwenang menambah maupun mengurangi pasokan- nya untuk mencapai tujuan ekonomi.

Secara sederhana, CBDC menggunakan catatan elektronik atau token digital untuk mewakili bentuk virtual mata uang fi at dari negara tertentu atau wilayah. CBDC besifat terpusat, sehingga kebijakan akan dikeluarkan dan diatur oleh otoritas moneter yang kompeten dari suatu negara. Dalam hal ini, BI memiliki otoritas dalam pengembangan CBDC atau digital rupiah ini. Perubahan re- volusi sistem keuangan dari konvensional menjadi digital di mana fungsi handphone sudah dijadikan sebagai alat transaksi digital karena wujud uang kertas dirasa sulit dibawa, dihitung, dan juga disimpan sehingga tidak efi sien. Dalam hal ini lembaga keuangan non-bank berperan menjadi provider (pe- ngubah saldo). Digital rupiah berbeda dengan uang elektro- nik atau e-money. Digital rupiah diterbitkan oleh BI sehingga menjadi kewajiban BI terhadap pemegangnya. Sementara itu, uang elektronik merupakan instrumen pembayaran yang dikeluarkan pihak swasta atau industri, sehingga menjadi kewajiban penerbit e-mo- ney tersebut kepada pemegangnya. Digital rupiah juga berbeda dengan kripto, di mana kripto tidak diregulasi oleh regulator manapun, serta pasokannya cenderung terbatas. Keuntungan yang ditawarkan dengan menggunakan mata uang digital yaitu memudahkan dalam bertransaksi. Kita ambil contoh, layaknya uang sebesar Rp50,00 akan sangat sulit mencari wujudnya di era sekarang, namun akan lebih mudah jika menggunakan uang virtual. Selain itu mobilitas sirkulasi keuangan akan semakin cepat. Terbentuknya CBDC dalam waktu dekat tentu akan banyak dijumpai disrupsi. Diantaranya perbankan komersial akan bergeser bahkan Automatic Teller Machine (ATM) akan hilang dan seluruhnya akan digantikan dengan seluler.

Ekosistem dan Ombak Kripto

Bidang ekonomi adalah salah satu bidang yang memiliki karakteristik “tergopoh-go- poh”. Saking dinamis dan pentingnya bidang ini untuk dijaga kestabilannya, menyebabkan setiap perkembangan teknologi, pengetahuan, dan kebudayaan dalam setiap perubahan zaman selalu mendahului kesiapan manusia untuk menyeimbangkannya. Meskipun telah dilakukan sebuah rancangan atau planning di masa yang akan datang, dalam hal ini adalah kebijakan oleh otoritas. Pada faktanya, kebijakan ini sering muncul disebabkan karena respon perubahan dan perkembangan yang ada di tengah masyarakat. Di era saat ini, yang marak digandrungi oleh masyarakat adalah investasi dalam bentuk saham, salah satu contohnya adalah kripto yang kini kian menjamur. Cryptocurrency adalah mata uang digital atau virtual yang dijamin oleh kriptografi , yang membuatnya hampir tidak mungkin untuk dipalsukan atau dibelanjakan dua kali lipat. Dalam hal ini, teknologi blockchain atau secara sederhananya adalah buku besar digital merupakan teknologi di balik cryptocurrency atau aset kripto. Blockchain membuat data transaksi tidak mungkin benar-benar diubah atau diretas. Fitur yang menentukan cryptocurrency umumnya tidak dikeluarkan oleh otoritas pusat sehinga membuat mereka secara teoritis kebal terhadap campur tangan atau manipulasi pemerintah. Hardi Winoto, akademisi Universitas Muhammadiyah Semarang menjelaskan bahwa cryptocurrency tidak mengancam selama segmented, artinya tidak menjadi entitas yang mengancam dan diperlukan tahapan dimulai dengan dual currency. Ia meneruskan bahwa dirinya membayangkan bahwa mata uang ke depannya tidak harus berasal dari BI. “Wong sekarang orang juga sudah bebas menggunakan uang yang mana kok,” ujarnya. Dual system currency ini bahkan bisa menjadi multiple system currency. Jika kita ke tempat tempat wisata atau pusat perbelanjaan internasional, di sana kita menemukan berbagai mata uang. Lebih gila lagi mata uang provider. Uang hanya sebagai wakil aset dalam catatan keuangan yang di debit dan kredit dalam catatan keuangan kalian.

CDBC dalam Kaitannya dengan Perekonomian Indonesia dan Infl asi

Hubungan antara pembentukan CBDC ini dengan pertunbuhan ekonomi tidaklah oto-

matis, dalam jangka pendek hanya membantu memperlancar dan mempermudah. Seperti dijelaskan sebelumnya bahwa dalam jangka panjang diperlukan tahapan-tahapan realistis dan berdampak sehingga memiliki efek multiplier pertumbuhan ekonomi. Di sisi lain hubungan terhadap infl asi adalah tidak terkait, karena tergantung sebaran produk riil juga. “Dalam teori Irving Fisher infl asi terjadi ketika supply money bertambah jika tidak diikuti supply produk. Tapi kripto uang ini masih dalam bentuk riil dan dicatatkan dalam perusahaan pencatat seperti bank atau provider tertentu, atau komunitas bisnis tertentu yang menggunakan kripto yang disepakati. Maka dari itu saya ramalkan uang akan kembali dalam bentuk standar emas yang dikriptokan,” terang Hardi.

Ketika CBDC nantinya diterapkan, ke depannya penggunaan mata uang giral akan sedi- kit, sehingga uang tidak perlu fi sik, tapi ha- nya perubahan catatan asset yang dicatatkan di provider atau bank tertentu dan tersentralisasi di bank sentral yang mana sesuai menggunakan mata uang negara mana. Hardi mencontohkan, “Sebenarnya tetap ada uang giral jika kalian minta fi siknya. Misalnya kalian ingin ke sebuah desa tradisional yang belum ada alat bayar atau sirkulasi uang secara seluler. Uang akan mengikuti teknologi dan teknologi akan mengikuti modernitas uang.”

Urgensi Realisasi CDBD

Pembentukan CBDC jika dilakukan segera tentu harus melihat regulasi dan para pengguna. Jika dilihat secara fakta hal ini masih belum merata sebab di pasar desa-desa tertentu masih memakai uang fi sik. Di kota-kota sebagian sudah memakai uang digital. Di kota besar sebagian sudah pakai uang kripto. Ini hanya persoalan waktu dan kenyamanan serta keyakinan atas keamanan. Sama hal- nya dengan perkembangan alat komunikasi dari telepon koin ke telepon cart, kemudian ke telepon seluler. Tidak menutup kemung- kinan hal tersebut terjadi pada uang.

Dalam hal sasaran digital money terkhusus pada mata uang kripto, hal ini masih meliputi bagi orang yang membutuhkan mata uang itu. Contoh ada pebisnis dan sepakat dibayar dengan kripto, hal itu menjadi sah sebab bisnis adalah kesepakatan. Salah satu orang yang bertransaksi akan secara terpaksa mengikuti dan seterusnya hingga meluas menjadi kebutuhan bersama karena tuntutan efi siensi. Transaksi hanya saling mengubah cacatan uang di provider atau bank penyimpan kripto masing-masing. Apabila sudah berjalan, maka gawai kita akan sudah terisi atau memiliki akses kepada kripto dengan berbagai mata uang dan provider yang mensirkulasikan.

Pembentukan CBDC yang tidak terburu-buru ini telah dikonfi rmasi oleh humas BI, Erwin Haryono. Dengan demikian perlu dipersiapkan hal-hal yang meliputi hal tersebut seperti teknologi sirkulasi, kesiapan sumber daya manusia, dan lain-lain. Dalam proses- nya kendala mungkin ada namun yang jelas membutuhkan waktu untuk bisa serentak menyeluruh di masyarakat. (lth)

“Uang hanya sebagai alat tukar. Masalah dalam bentuk apapun itu hanya sebuah perkembangan teknologi. Apakah sudah diatur atau tidak, pasar akan selalu berjalan. Saya akan menjadi kuno dan kalian akan menjadi canggih demikian seterusnya. Kalau dulu elektronik itu surat perintah bayar ke antar bank, kartu telpon. Kini sudah mengalami banyak perubahan teknologi,” Hardi Winoto.

This article is from: