ANTARA AGAMA DAN KEPERCAYAAN: MENGUJI PRAKTIK KEWARGAAN INGENIOUS PAGUYUBAN NGESTI TUNGGAL (PANGESTU)
E. Advokasi Penghayat Kepercayaan dan Munculnya Ketimpangan Baru
Terlepas dari berbagai bentuk diskriminasi pemerintah, upaya-upaya pemulihan hak konstitusional penghayat kepercayaan juga mulai digalakkan. Sejak tahun 2009, Setara Institute mengupayakan judicial review (JR) terhadap UU No. 1/PNPS/1965 meski belum berhasil. Di sisi lain, pihak internal penghayat kepercayaan juga melakukan akomodasi dan penguatan kapasitas organisasi lewat penggabungan BKK dan BKOK menjadi Majelis Luhur Penghayat Kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa Indonesia (MLKI) secara resmi pada 13 Oktober 2014 (Sudarto, 2017: 71). Sayangnya, MLKI hanya dapat mengakomodasi kelompok yang sudah terorganisir, karena itulah banyak kelompok kepercayaan yang kemudian membentuk organisasi dan mendaftarkan diri kepada Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, di bawah naungan Direktorat Kepercayaan Kepada Tuhan Yang Maha Esa. Sebelum melakukan pencatatan terhadap suatu kelompok kepercayaan, Direktorat Kepercayaan akan terlebih dulu melakukan survei terkait sesat atau tidaknya kepercayaan tersebut. Direktorat mensyaratkan beberapa hal, seperti kepastian bahwa kelompok menyembah Tuhan Yang Maha Esa dan bukan merupakan kelompok klenik-okultis. Kedua, kelompok tersebut tidak boleh memiliki atribut-atribut keagamaan seperti nama ataupun lambang yang merujuk kepada agama tertentu.30 Dalam Laporan Kinerja 2018 Direktorat Kepercayaan Terhadap Tuhan Yang Maha Esa dan Tradisi (hal: 3), Direktorat menuliskan definisi administratif sebuah kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa sebagai “pernyataan dan pelaksanaan hubungan pribadi dengan Tuhan YME serta pengalaman budi luhur yang ajarannya bersumber dari kearifan lokal bangsa Indonesia.
46