KOMMUNARS VOL. 11 - MUTASI RUANG OLEH KAMPUS URBAN

Page 1


Kommunzine 11: Mutasi Ruang oleh Kampus Urban Cetakan Pertama Kertas Sampul Kertas Isi Jenis Huruf Dimensi

Bandung, 2019 Sirio Pearl Platinum Artpaper 150 gsm Elastik & Berthold Akzidenz Grotesk ISO A5 148mm x 210 mm

www.kommunars.com www.instagram.com/kommunars



Pembangunan kampus-kampus di Indonesia menempati ruangruang kota yang sudah padat, dimana kawasan tersebut belum siap untuk menerima dampak ruang dan sosial yang dibawa oleh universitas tersebut. Peralihan fungsi terjadi pada ruang-ruang yang sudah ada dalam rangka memenuhi kebutuhan mahasiswa. Alhasil, simbiosis terjadi antara ruang lama dan ruang baru, penduduk tetap dan mahasiswa.

Mutasi Ruang oleh Kampus Urban

Kommunzine 11 membahas bagaimana ruang yang terbentuk disekitar universitas beserta dengan dinamika sosial disekitarnya, dimana universitas menjadi pengaruh ruang-ruang tersebut terbentuk dan merubah fungsi yang ada pada awalnya.


1 5 9 13 21 25 29 31 35 38 41

Prolog: Ruang Mempengaruhi/Dipengaruhi Manusia Universitas dan Ruang Ciptaannya Injeksi Sosial Dalam Ruang occupying > modernism: Melawan Ad Hoc Wajah Ciumbuleuit, Sebuah Tatanan yang Eksklusif atau Inklusif? Simbiosis Mutualisme ‘Liar’ Universitas Ini yang Akan Menghidupi Kamu Kata Masyarakat Perspektif Tata Wilayah Universitas Merancang Tanggung Jawab Epilog


Prolog

Ruang Memengaruhi/ Dipengaruhi Manusia Penulis: Ahimsa Sirait

Mutasi Ruang oleh Kampus Urban

Manusia tidak dapat hidup sendirian. Sebagai makhluk sosial, manusia cenderung berkumpul bersama menciptakan suatu koloni. Menurut Louis Wirth sesuai pada buku The City Shaped, kota ini adalah sebuah pemukiman yang relatif besar dan padat dari kumpulan individu yang beragam secara sosial. Sebagai contohnya, kota Bandung adalah tempat tinggal bagi kumpulan orang yang ada di dalamnya, kota ini sebagai tempat tinggal tidak hanya terdiri dari rumah- rumah tapi juga terdapat berbagai macam bangunan yang berguna untuk memenuhi kebutuhan manusia yang ada di dalamnya. Ruang kota ini jadi tempat untuk orang-orang di dalamnya beraktivitas, memenuhi kebutuhannya, menjalankan kehidupannya masing-masing secara bersamaan.

01 Louis Wirth 02 Kevin Lynch


2

Pergerakan kehidupan manusia dalam suatu kota menjadi sebuah irama, seperti yang dikemukakan Kevin Lynch dalam buku Good City Form. Rutinitas dari pagi sampai malam yang terulang tiap hari dan tiap minggu jadi ketukan sebuah kota. Bentuk fisik dari kota yang bersifat dinamis terus dipengaruhi oleh aktivitas ini. Terdapat hubungan timbal balik dimana bentuk fisik dari kota mempengaruhi aktivitas manusia dan aktivitas manusia ikut mempengaruhi bentuk fisik ini. Dari perancangan suatu kota menciptakan ruang untuk aktivitas manusia hingga akhirnya aktivitas manusia yang terjadi dalam kota ini menciptakan ruang-ruang baru yang tidak terencana. Sebagai akibat dari perencanaan yang kurang sistematis, ruang-ruang tidak terencana terbentuk untuk memenuhi kebutuhan yang belum terpenuhi. Longgarnya peraturan juga menyebabkan suatu kawasan kota dapat diinjeksi oleh bangunan dengan fungsi-fungsi baru yang mengakibatkan terciptanya ruang-ruang tidak terencana. Ruang yang tidak terencana ini terolah menjadi ruang yang memiliki fungsi pendukung dari bangunan berfungsi baru tersebut. Jika bangunan yang dibangun misalnya instansi pendidikan, maka akan terbentuk ruang baru yang diolah menjadi fungsi pendukung yang melengkapi kegiatan dalam instansi pendidikan tersebut dan memenuhi kebutuhan para mahasiswa. Sebagai contoh, tempat fotokopi dibangun di depan universitas untuk fungsi seperti duplikasi dokumen dan membeli alat tulis demi kepentingan pembelajaran. Selain itu, terdapat tempat makan di depan jalan universitas yang terjangkau, karena kebutuhan akan tempat makan yang dekat dan murah.


Mutasi Ruang oleh Kampus Urban


4

Pergerakan kehidupan manusia dalam suatu kota menjadi sebuah irama. - Kevin Lynch


Universitas dan Ruang Ciptaannya Penulis: M. Rizqi Kuntohadi & Regina Purnama

Mutasi Ruang oleh Kampus Urban

Masa kini, muncul banyak universitas maupun sekolah tinggi di berbagai tempat. Eksistensi mereka mengundang individu-individu baru untuk tinggal di sekitarnya dan hal tersebut memicu munculnya ruang-ruang tak terduga dengan fungsi yang bervariasi, baik itu rumah-rumah kos, area makan, area percetakan, toko alat tulis dan fotokopi, serta fungsi-fungsi lainnya yang dapat membantu hidup mahasiswa. Semakin berkembangnya universitas sebagai wadah mahasiswa dalam berorganisasi dan mencari ilmu, ruang-ruang yang ada di sekitarnya juga semakin berkembang dengan pesat. Perkembangan ini memberi nafas baru ke suatu area yang awalnya kurang hidup. Ruang-ruang yang tercipta secara tidak disengaja ini diperbaiki seiring dengan pertumbuhan universitas tersebut. Universitas dengan kapasitas mahasiswa yang besar tentu akan menarik banyak mahasiswa, yang memicu munculnya indekos. Ruang-ruang ini juga membantu mendefinisikan area sekitar universitas, yang juga tergantung dari kualitas dan jenis universitas. Semakin dikenal suatu universitas, semakin banyak ruang yang tercipta di sekitarnya. Semakin mahal biaya perkuliahan suatu universitas, semakin tinggi kualitas ruang sekitar.


6

Secara tidak langsung, keberadaan universitas tidak hanya membantu hidup mahasiswa, tapi juga membantu masyarakat sekitar secara finansial dan sosial. Dari sisi finansial, ruang-ruang yang berbentuk usaha akan selalu muncul dan menetap dengan tingginya daya beli mahasiswa. Dari sisi sosial, ruang-ruang tersebut menghidupkan suasana sebuah wilayah dengan adanya peningkatan aktivitas yang terjadi selama masa perkuliahan. Ketika ruang itu telah terisi oleh bangunan-bangunan yang memenuhi kebutuhan banyak mahasiswa, maka ruang tersebut sudah maksimal secara fungsional. Karena itu terbangun ketergantungan antara bangunan berfungsi baru dengan bangunan yang telah mengalami perubahan fungsi serta bangunan penunjang baru yang tercipta. Bangunan penunjang ini memenuhi kebutuhan, tetapi secara bentuk outline bangunan tersebut menjadi liar, ajojing, tidak teratur, dan organik.

01 Mahasiswa sedang membeli alat tulis 02 Warung Nasi Padang dekat UNPAD 03 Gerobak Warung berlatar Monumen Perjuangan


Kafe di Kawasan dekat UNPAR: Ceritera Coffee Cult Foresta Coffee Kedai Kopi Kulo Kopi eyang 2.0 Kopiyor Kurokoffee Masagi Koffee Mezzo Cafe Nara Park Ohayou Pipe Dream Rabbit Hole Starbucks Waroeng Milenial

Mutasi Ruang oleh Kampus Urban

Kawasan Jl. Ciumbuleuit


8 Toko Percetakan di Kawasan UNIKOM, ITHB dan UNPAD: Bandung Printing Bintang Printing Cahaya Abadi Family Photo Copy & Digital Fokus Printshop Jaya Abadi King Photo Copy Metro Mufri Copy Center Pelita Copy Centre Primacity Prisma Jaya Sultan Global Sunrise Digital Printing Yulinda Photo Copy

Kawasan Jl. Dipatiukur

Jenis Makanan yang dijual diseberang ITB Donat Bakar Gado-gado Gorengan Lontong Kari Masakan Padang Mie Bakso Nasi Goreng Nasi Uduk & Pecel Lele Seblak Soto dan lainnya. Kawasan Jl. Ganesa


Injeksi Kampus dalam Pembentukan Fungsi Mutasi Ruang oleh Kampus Urban

Penulis: Khalif Nur M.

Lingkungan sebagai pendukung kehidupan manusia memiliki peran dalam memenuhi kebutuhan masyarakat di sekitarnya. Oleh karena itu, lingkungan yang berada di sekitar kampus pastinya bertumbuh untuk memenuhi permintaan para mahasiswa selaku penghuni kampus. Rutinitas dan gaya hidup mahasiswa yang berada di area tersebut memunculkan ruang-ruang penunjang yang mengikuti tuntutan gaya hidup mahasiswanya, sehingga lahirlah ruangruang yang berbeda menurut konteks penggunanya.


10

Dalam kawasan Bandung, banyak universitas berdiri di wilayah yang terkenal dengan ruang-ruang informal di sekitarnya. Sebagai contoh, kawasan Dipatiukur dikenal sebagai sentra percetakan dikarenakan banyak berdirinya universitas di daerah tersebut, yakni UNPAD, UNIKOM (Universitas Komputer Indonesia), dan ITHB. Ketiga universitas tersebut memiliki jurusan yang sering membutuhkan jasa percetakan, seperti DKV (Desain Komunikasi Visual), Informatika, dan Mobile Technology, sehingga untuk menunjang kebutuhan tersebut tumbuh sederet gerai percetakan dengan logo-logo mesin cetak khasnya yang meramaikan jalanan di kawasan Dipatiukur. Berbeda dengan kawasan Ciumbuleuit yang diduduki oleh UNPAR, deretan kafe-kafe menjajahi sepanjang kawasan tersebut dikarenakan status mahasiswa UNPAR yang masuk ke dalam kelas menengah ke atas sehingga mampu meluangkan waktunya di kafe. Berbagai toko dengan harga produk di atas rata-rata juga dapat ditemukan di kawasan Ciumbuleuit, walaupun masih dapat ditemukan warung-warung sederhana di dalam gang-gang sekitar UNPAR. Perbedaan tiap ruang informal yang terjadi ini dalam mediannya memiliki objek yang sama dan identik seperti kafe, warung makan, warung rokok dan tempat percetakan. Objek-objek tersebut pasti ada, tetapi ada satu atau dua objek yang mendominasi hingga akhirnya menjadi sebuah penciri kawasan tersebut. Dominansi objek tersebut tidak dapat dipungkiri dipengaruhi oleh gaya hidup dan status sosial pengguna ruangnya, yakni mahasiswa. Mahasiswa kelas menengah ke atas umumnya tidak segan menghabiskan uang dan waktunya di kafe-kafe high-end, bistro, hingga tempat hiburan. Namun, stereotip gaya hidup mahasiswa yang umumnya dikenal dengan pengeluaran yang hemat dan pas-pasan melahirkan berbagai alternatif tempat yang menyajikan fungsi serupa dengan harga lebih murah seperti warung kopi, warung tegal, serta ritel yang menyediakan layanan hemat dan murah.

01 & 02 Kafe Ohayou seberang kampus UNPAR 03

Warung Makan Sariwangi di Jl. Rancabentang (dekat UNPAR)


Mutasi Ruang oleh Kampus Urban


12


occupying > modernism:

Melawan

Ad Hoc Penulis: Gevin Timotius

Mutasi Ruang oleh Kampus Urban

Arsitektur modern telah mengajarkan kita bagaimana merancang dan menggunakan arsitektur sesuai dengan fungsi yang dituju, atau dalam kata lain yiatu ad hoc (bahasa latin yang artinya ‘untuk ini’). Namun saat ruangruang modernis itu diberikan kepada masyarakat Indonesia, ruang-ruang tersebut malah dipergunakan dengan cara yang berbeda. Fungsionalisme di artikan ulang oleh para pengguna ruang. Fenomena ini dirangkum dalam sebuah pameran yang bertajuk occupying > modernism di Kopi Manyar Bintaro 24 Oktober – 15 November 2019 kemarin silam. Pameran aristektur ini merupakan hasil kolaborasi dari Cecil Mariani, Alvin Tjitrowirjo, Hikmat Darmawan dan Goenawan Mohamad, dikurasi oleh Setiadi Sopandi & Avianti Armand, serta Desain Tata Pamer dan Grafis oleh FFFAAARRR dan Gema Semesta.

Nyala warna biru kobalt dari kursi-kursi plastik yang berserakan di pameran langsung mengingatkan akan tenda makan pinggir jalan, gerobak mie yang sedang didorong di tengah jalan raya, acara nikahan ditengah-tengah gang, dan fenomena penggunaan ruang lainnya yang identik dengan Indonesia. Dinding-dinding Kopi Manyar diramaikan oleh dosir mengenai obyek arsitektur di Jakarta menjelaskan tajuk occupying > modernism dalam perspektif yang berbeda-beda. Selain pameran, occupying > modernism juga memiliki rangkaian acara ekstrakurikuler “Spontan Desain” yang diselenggarakan oleh Unconditional Design, Gema Semesta, FFFAAARRR, dan Ouaui Project. Lokakarya tersebut menjelaskan lebih lanjut bagaimana proses perancangan spontan dengan benda-benda bekas beragam dalam waktu yang singkat, meniru bagaimana masyarakat awam menemukan solusi desain yang tidak konvensional. Intepretasi tajuk oleh FFFAAARRR dan Gema Semesta sebagai desainer pameran yang dituangkan dalam instalasi serta pandangan mengenai isu dalam konteks kawasan perkuliahan dipaparkan dalam wawancara berikut.


14

Apa yang melatari FFFAAARRR dan Gema Semesta dalam mengkonsep “occupying > modernism�? FFFAAARRR: Proses mengkonsepkan presentasi visual dari konten pameran ini kental dengan diskusi bersama gemasemesta.co dengan arahan dari tim kurator. Poin terpenting sebenarnya terletak di titel “occupying > modernism�, dimana pengaruh occupying dinotasikan memiliki nilai dan pengaruh yang lebih besar. Ada cerita tentang disruption yang tidak merespon order arsitektur modern. Kemudian hal ini kami translasikan bersama lebih jauh menjadi tata ruang, tata pamer objek, dan atribut pelengkap lainnya. Gema Semesta: Sama dengan FFFAAARRR, prosesnya diawali dengan diskusi, brainstorming, dan sebenarnya yang membuat lebih menarik, kita tidak tahu bentuk pamerannya akan seperti apa. Kita tidak tahu akan mengkolaborasikan desain yang kita pelajari dengan informal design. Proses desainnya pun cukup seru. Kita keliling Jakarta untuk mendapatkan feel yang mau dicapai, ke tempat fotokopi dan sekitar, juga berdiskusi dengan masyarakat luar. Apa pengaruh terbesar menurut FFFAAARRR dan Gema terhadap terjadinya fenomena occupying? F: Kebiasaan dan budaya setempat yang sudah turun menurun. Sebenarnya cara menduduki ruang ini pastinya erat juga kaitannya dengan kelas ekonomi, asal tempat, tingkat pendidikan, dan seterusnya. Tidak ada satu model occupancy yang pasti. Namun kami merasa model menduduki yang kami tampilkan di pameran ini adalah model yang paling bisa relate dengan semua kelas di Indonesia karena hadir kasat mata di keseharian kita. G: Pengaruh terbesar sepertinya karena budaya, kebiasaan, dan sifat dasar masyarakat Indonesia.

01 Panel mengenai kwasan Hotel Indonesia 02 Kursi plastik biru sebagai elemen kuat pameran 03 Instalasi berbagai macam kertas seperti kuitansi


Mutasi Ruang oleh Kampus Urban

Apakah dari bahasan kami, menurut FFFAAARRR dan Gema Semesta, universitas juga turut menyumbang pengaruh desain tertentu terhadap ruang-ruang informal tersebut? Contohnya UNPAR terhadap Ciumbuleuit atau UNPAD terhadap Dipatiukur, atau mungkin contoh lain tertentu yang FFFAAARRR dan Gema ketahui? F: Sepertinya spesifik pengaruh desain tidak juga, tapi lebih ke merangsang munculnya fungsi-fungsi baru yang merespon kebutuhan populasi dari universitas masingmasing. Tapi kita sebenarnya jadi berfikir kembali: Apakah kafe dan toko percetakan itu masuk kategori ruang-ruang informal? Ataukah bentuk-bentuk yang lebih “berantakan� saja yang informal, seperti layaknya pangkalan ojek di pojok parkiran kafe atau warung tenda depan percetakan yang muncul malam hari? Rasanya hal ini bisa jadi diskusi tersendiri yang menarik. G: Munculnya karena hubungan antara kebutuhan universitas dan daerah sekitar itu sendiri.


16

Wawancara dengan Gema Semesta

Kami tertarik bagaimana signage tersebut turut menandakan fungsi ruang yang terjadi (misal signage canon, pecel lele, coffee shop), seberapa besar sih pengaruhnya untuk mengidentitaskan ruang tersebut?

Jika ruang-ruang informal tersebut tidak dipenuhi oleh signage-signage khas mereka itu, akan jadi seperti apa? Perlukah penanda tersebut sebenarnya?

Sign itu fungsinya sebagai wadah informasi/komunikasi dan penanda. Pengaruh signage cukup besar untuk ruang, untuk memberikan arah kepada orang-orang yang belum familiar dengan ruang baru yang mereka datangi.

Semua sign pasti dimaksudkan sebagai penanda. Namun beberapa sign membentuk ciri dan karakter ruang itu sendiri, jadi fungsi kedua mereka bisa juga sebagai dekorasi.

Jika dikaji menurut teori Robert Venturi dalam buku “Learning from Las Vegas”: Big sign – little building vs. building is a sign, bagaimana semiotika bermain dalam ruangruang informal ini? Sebenarnya saya tidak terlalu familiar dengan teori ini. Tapi kalau kembali ke pemikiran saya dan apa yang saya pelajari. Bisa berangkat lagi ke maksud dan tujuan masing-masing. “BIG SIGN LITTLE BUILDING” - sign sebagai fungsi. “BUILDING IS A SIGN” - fungsi sign tidak diperlukan karena bangunan tersebut sudah cukup kuat. Dan kalau kembali lagi ke teori desain. Cukup 1 hal saja yang kuat, mau bangunannya atau sign nya.

01 & 02 Pameran occupying > modernism 03

Beragam material lokakarya desain spontan


Bagaimana penyikapan orang Indonesia sendiri terhadap signage-signage tersebut? Apakah terdapat timbal balik dari pembuat dan pengguna penanda dalam menghasilkan keseluruhan estetika signage di Indonesia?

Mutasi Ruang oleh Kampus Urban

Memang cara komunikasi sign paling mudah untuk sifat orang Indonesia adalah, membuat sign itu sejelas mungkin; dari segi posisi, warna, dan skala nya. Yang menarik, walau sudah ada signsign formal yang diciptakan secara harmonis dengan ruang. Terkadang tetap saja butuh secondary sign yang sifatnya informal. Tidak bisa dipungkiri, seperti nya lebih komunikatif untuk masyarakat Indonesia kebanyakan.

Sebagai seorang desainer grafis, bagaimana tanggapan terhadap estetika signage pada ruang-ruang informal tersebut? Menjadi suatu warna, ciri, dan karakter tersendiri. Sesuatu yang tidak mungkin ditemukan di negara-negara maju. Saya sih tidak keberatan, menurut saya itu budaya dan karakter di Indonesia yang menarik. Namun alangkah lebih baiknya bila bisa dikembangkan dan dipelajari mana yang berfungsi dan tidak.

01 Booklet dan buku catatan yang dijual 02 Detail Pameran 03 Panel tentang Monumen Nasional (Monas)


18

Wawancara dengan FFFAAARRR Apakah tiap-tiap ruang informal tersebut dapat mempunyai gaya desainnya sendiri yang berciri khas? Rasanya untuk konteks ruang informal sekitar universitas, tanpa kita sadari ciri khas sudah terbentuk dengan sendirinya. Kami tidak terlalu familiar dengan lingkungan Bandung, tapi kalau di sekitar Jakarta, sangat signifikan perbedaan lingkungan dan ruang-ruang yang terbentuk di sekitar UI Depok dengan UPH Karawaci misalnya. Tapi kalau gaya desain sepertinya tidak ada ya, soalnya informalitas itu bisa lari jadi liar sekali. Ruangnya kalau dilihat pasti fungsional, karena merupakan ruang yang menanggapi kebutuhan dari universitasnya. Tapi karena terjadi secara tidak terencana dalam desainnya, bagaimana pola arsitektur yang terjadi? Apa malah ada hal menarik tersendiri yang lahir? Variabel penentunya banyak sekali jadi rasanya tidak ada pola arsitektur yang khusus, karena bisa saja kedepannya terjadi perubahan yang tidak bisa ditebak. Seperti UI Depok yang rasanya sekarang “naik kelas�, dengan adanya Starbucks di dalam kompleks UI dan apartemen-apartemen baru di sekitar Margonda. Malah hal-hal semacam ini jadi mengurangi ruang-ruang informal yang tadinya ada di sekitar Stasiun UI, dengan dalih “perapihan�. Hal ini mungkin terkait pergeseran demografi mahasiswa di UI juga. Perubahan pola ini bisa panjang sekali diskusinya!

Sebagai arsitek, bagaimana pandangan FFFAAARRR terhadap fenomena ruang-ruang informal tersebut? Bagaimana tanggapan terhadap ruang tersebut yang berada menyempil atau mengalihfungsikan ruang yang sudah ada? Ilmu kita memang mengajarkan sesuatu yang serba terencana dan terdesain. Namun pada akhirnya arsitektur itu memang tidak bisa dilihat sebagai benda yang objektif. Contohnya, satu kamar kos yang sama bisa jadi sangat berbeda berbeda saat dihuni dua orang dengan latar belakang dan jurusan berbeda. Kejutan-kejutan itu hal yang lumrah dalam dunia desain dan harusnya bisa dilihat sebagai hal yang sangat menarik di arsitektur.


Mutasi Ruang oleh Kampus Urban

Warga Jl. Gunung Kencana, Ciumbuleuit yang bekerja sebagai penjaga indekos dan pemilik warung, para penduduk tetap Ciumbuleuit.


20 Mahasiswa yang berkuliah di UNPAR, para penduduk temporer Ciumbuleuit.


Wajah Ciumbuleuit, Sebuah Tatanan yang Inklusif atau Eksklusif?

Mutasi Ruang oleh Kampus Urban

Penulis: Pininta Taruli

Ciumbuleuit sebagai sebuah kawasan yang keberadaannya terdapat di dalam kehidupan kita sehari-hari merupakan sebuah lingkungan yang cukup menarik jika dipelajari dan di ceritakan sejarahnya. Sebenarnya, apakah kita sebagai mahasiswa yang tinggal di kawasan Ciumbuleuit sendiri mengenal jelas tentang asal usul perkembangan dari kawasan ini? Bagaimana ruang dan sudut-sudut di berbagai tempat yang berbeda di area sekitar kampus? Atau mungkin kita layaknya sebagai mahasiswa hanya berdiam sebagai penduduk temporer di kawasan kampus ini? Wawancara yang dilakukan dengan F.X. Budiwidodo Pangarso atau akrab dipanggil pak FX yang merupakan dosen arsitektur UNPAR menceritakan tentang sejarah dan bagaimana Ciumbuleuit dapat berubah menjadi kawasan dengan keadaan sekarang. Dimulai sejak Belanda menduduki Indonesia, kawasan Ciumbuleuit sendiri merupakan kawasan villa estate yang didirikan oleh orang-orang Belanda dan kawasan permukiman orang-orang asli Ciumbuleuit yang memiliki mata pencaharian sebagai pedagang sayur.


22

Dapat dikatakan sebagai salah satu kawasan elite pada masanya di tahun 1970-an, jalan utama yang terbentang linier dari bawah Gandok hingga ke penghujung area Ciumbuleuit di kawasan Kiputih merupakan sebuah axis yang jelas dan mengikat kawasan menjadi suatu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan. Bahkan dari sejak dahulu kala, area Gandok ke atas masih memiliki fungsi yang sama yaitu sebagai pasar dan area pemukiman penduduk asli. Sejak dibangunnya villa estate dan fungsi asli yang merupakan permukiman, dibangun juga sebuah sanatorium atau rumah sakit paru-paru di tengah kawasan yang masih dingin dan berkabut yang dinamakan ‘Sol Sana’. Sanatorium yang dibangun di tanah seluas kurang lebih 3 hektar itu tidak bertahan lama setelah kekurangan pembiayaan dari pemerintah sendiri dan tanah dijual kepada UNPAR. Namun sejak didirikannya UNPAR, yang merupakan sebuah fungsi memberikan dampak kontras yang tinggi, diantara fungsi asli yang merupakan permukiman, kampus ini didirikan untuk menimba pendidikan di kawasan Bandung Utara yang tinggi dan jauh dari keramaian di jamannya. Dibangunnya UNPAR di kawasan Ciumbuleuit dengan pendiri-pendiri UNPAR yaitu Monsieur Arntz dan Geise menerapkan satu hal bahwa lingkungan kampus harus menjadi lingkugan yang bersifat inklusif terhadap masyarakat sekitarnya. Ruang yang sifatnya publik di jaman dahulu berubah pada akhirnya karena perkembangan jaman. Kawasan kampus dengan spirit Katolik dan sifat yang sekuler memiliki visi untuk menjadi sebuah lingkungan yang terbuka. Tetapi, apakah tatanan ruang di kawasan Ciumbuleuit mencerminkan sebuah permeabilitas yang sudah tidak dapat lagi dikontrol? Sementara mendidik orang-orang terpelajar Pak F.X juga mengatakan bahwa salah satu konsep yang dipegang oleh mantan Ketua Jurusan alm. Ir. Suhartono Susilo yang mengatakan bahwa ruang yaitu lingkungan kampus yang berkembang harus terbuka kepada publik dan masyarakat sekitarnya sehingga, ada sebuah transparansi yang diciptakan oleh kampus UNPAR.

01 Rektorat UNPAR dari Jl. Ciumbuleuit 02 Pembangunan UNPAR dari gang Bukit Jegar 03 F.X. Budiwidodo Pangarso


Mutasi Ruang oleh Kampus Urban

Seiring perkembangannya ruang yang tadinya bersifat publik, kawasan kampus juga merupakan dampak dari perkembangan lingkungan sekitarnya yang semakin padat untuk memenuhi kebutuhan mahasiswa. Sebenarnya tatanan yang sifatnya organik sudah lama berdiri di kawasan Ciumbuleuit, tetapi dengan perkembangan zaman dan kebutuhan yang meningkat, kawasan dengan tatanan organik khas dari penduduk asli di daerah menjadi semakin padat. Sifat yang sangat kontras juga dapat dilihat ketika kita berada di jalan utama dan kawasan di balik jalan utama dimana terdapat tatanan organik yang terlihat sangat berbeda dengan tatanan yang formal peninggalan Belanda. Tatanan organik ini merupakan salah satu ciri khas ruang yang umumnya diterapkan di berbagai bagian perkampungan di Indonesia, rumah-rumah yang letaknya jarang dan memiliki sebuah lahan di sebelah kanan dan kirinya merupakan suatu tatanan yang khas yang dapat dilihat di Ciumbuleuit sebelum perkembangan dan kepadatan terjadi.

Tatanan ini juga yang menciptakan sebuah unexpected space ditegaskan oleh Pak F.X karena ruang-ruang yang diciptakan tidak dapat dilihat dari sisi luar jalan utama tetapi dirasakan seiring memasuki area kampus dalam dan di sekitarnya. Tetapi, karena perkembangan yang terjadi kampus juga menjadi sebuah activity generator bagi masyarakat yang tinggal di lingkungan sekitar kampus dan menjadi sebuah penggerak ekonomi yang sangat baik. Meskipun dengan kepadatan dan pembangunan yang semakin banyak di daerah sekitar kampus, hal ini juga tidak dapat dihambat karena dari Pemerintah Kota pun tidak ada tata perencanaan yang jelas bagi masyarakat di sekitar kampus untuk membenahi tatanan organik yang sudah terlalu padat. Keberadaan kawasan kampus baik di Ciumbuleuit maupun bagian-bagian lain di Bandung akan selalu menghidupkan sebuah kehidupan baru dan menjadi pendukung kehidupan kampus yang tidak dapat dihindari, hal ini juga didukung karena tidak ada kesepakatan jelas dari pemerintah kota yang mencoba untuk menyusun penataan ruang yang baik untuk penunjang kampus.


02 LITERA, toko alat tulis dan percetakan seberang UNPAR 03 Deretan tenda makan Racikan UNPAR (Racun)

Sekarang, kawasan Ciumbuleuit sudah tidak dapat dihindari permeabilitasnya karena semua kawasan telah terhubung dengan jelas dan baik sehingga permeabilitas sifatnya besar dan akan terus bertambah. Dengan aspek-aspek yang mempengaruhi pertumbuhan tatanan yang makin organik tapi sifatnya abstrak apabila pemerintah kota tidak mengambil sebuah tindakan rencana tata ruang yang efektif, kepadatan dan ketidakteraturan akan semakin berkembang. Lalu, apa wajah yang akan diperlihatkan kawasan Ciumbuleuit dan kawasan-kawasan kampus lainnya di masa depan? Akankah menjadi sebuah utopia atau dystopia yang dicapai?

24

01 Gapura gang Bukit Hegar, seberang UNPAR


Simbiosis Mutualisme ‘Liar’ Penulis: M. Andika Raihan

Mutasi Ruang oleh Kampus Urban

Kota-kota semakin besar dan pedesaan semakin kecil. Hal ini lah yang dapat diamati dari zaman industrial, di mana daerah-daerah yang “maju” dengan kemajuan teknologi mengalami peningkatan penduduk yang pesat. Migrasi penduduk tanpa henti ke area yang terbatas ini menimbulkan terbentuknya ruangruang tidak terencana yang digunakan secara informal. Banyak hal yang ‘mendorong’ warga dari desa pindah ke daerah perkotaan seperti kurangnya lapangan kerja. Adapun juga faktor yang ‘menarik’ migrasi dari desa ke kota, seperti keperluan tenaga kerja. Dengan demikian, kebutuhan kedua pihak ini saling menjawab dan terjadilah migrasi dari daerah pedesaan ke kota tanpa perencanaan; spontan, semrawut, liar.

Namun, ruang-ruang informal yang muncul secara “liar” ini akhirnya menyokong suatu pusat aktivitas. Sebuah contoh konkret adalah kawasan universitas dan lingkungan di sekitar kampusnya, dimana timbul adanya bangunan penunjang seperti toko-toko percetakan sebagai jawaban dari kebutuhan akademik dan warung-warung makan yang muncul dari kebutuhan akan makanan harga murah.


26

Mahasiswa tidak akan bertahan tanpa adanya ruang informal tersebut. Di sisi lain, ruang informal itu juga tidak akan ada jika bukan karena adanya pusat aktivitas yaitu kampus itu sendiri. Kedua sisi masyarakat ini, sisi universitas dan warga, saling membutuhkan. Ketergantungan yang tidak bisa dihindari ini terjadi secara alami seperti halnya arsitektur mengalami ketergantungan terhadap konteks. Saat arsitektur tersebut tidak lagi memiliki dan kehilangan konteks, maka secara alami mereka yang tidak dibutuhkan akan lama-kelamaan pudar.

01 Suasana di Warung Makan 02 UNIKOM berlatar neon boks dan iklan 03 Tumpukan buku bekas yang dijual di Dipatiukur

Universitas adalah pasar bebas bagi ruang-ruang informal disekitarnya. Ruangruang tidak terencana akan senantiasa muncul untuk mengambil jatah dari pasar; mahasiswa yang kebutuhannya selalu berkembang sesuai zaman juga akan mencari jawaban yang paling sesuai dengan kebutuhan mereka. Ketergantungan pada suatu kondisi dimana sisi masyarakat dan warga saling menyokong, menjalinkan hubungan simbiosis mutualisme yang terjadi secara ‘liar.’


“Lingkungan kampus yang berkembang harus terbuka kepada publik dan masyarakat sekitarnya� Mutasi Ruang oleh Kampus Urban

F.X. Budiwidodo


28 Dua orang anak kecil sedang bermain papan seluncur di selasar PPAG UNPAR.


Universitas Ini yang Akan Menghidupi Kamu Penulis: Ahimsa Sirait

Warung Bambu atau “Warbam� adalah salah satu tempat makan yang akrab di kalangan mahasiswa UNPAR. Lokasinya yang tepat seberang gerbang pintu masuk kampus menjadi sangat strategis untuk membuka sebuah bisnis. Tak tanggung-tanggung, Warung Bambu juga merangkap sebagai rumah tinggal dan indekos. Pemilik dari warung ini, Beatrix Louise Antoinette Lopulalan atau akrab dipanggil Oma Trix, menanggapi rasa ingin tahu kami terhadap sejarah rumah/warung/indekos ini dan bagaimana Oma Trix ikut andil dalam menghidupi kawasan Ciumbuleuit.

Mutasi Ruang oleh Kampus Urban

Bagaimana cerita Oma bisa tinggal di rumah ini? Oma setelah menikah dengan Opa pada tahun 70-an, dulu tinggal di rumah sewa dekat Bumi Sangkuriang. Karena dulu pindah-pindah terus, oma bujuk opa untuk kita beli rumah. Oma cek di koran rupanya ada rumah dijual tipe bungalow di Ciumbuleuit. Dulu harganya 3,5 juta rupiah, mahal sekali pada zaman itu. Opa itu arsitek dan waktu itu proyek dapat gaji 2 juta saja. Kita bayar bertahap dan cari pinjaman 1 juta dari kenalan papanya oma yang orang chinese. Dia lihat fengshui rumah ini bagus karena menghadap arah timur jadi dia kasi pinjaman itu. Sebelum ada universitas, cuma ada beberapa orang yang masih hidup susah di rumah-rumah kayu di seberang rumah oma. Mereka dulu suka datang minta bantuan. Oma dulu suka dengar anjing dipukul di pohon beringin untuk mereka makan. Oma dulu tidak tahan tinggal disini tapi ya mau gimana lagi, dulu hanya punya uang untuk beli rumah ini.

Opa dulu punya hobi olahraga menembak, jadi di depan itu suka tembak kalong-kalong. Lalu hobi itu jadi hobi keluarga dan halaman belakang rumah dijadikan lapangan tembak. Kita dulu sekeluarga pernah ikut PON (Pekan Olahraga Nasional) untuk lomba menembak. Nah, setelah ada UNPAR Oma mulai buka indekos di dalam rumah dan halaman belakang juga jadi tempat latihan anak-anak UNPAR yang suka juga olahraga menembak.


02 Foto Rumah sebelum dijadikan Indekos dan Warung 03 Tampak depan Warbam

Apa yang mendorong Oma untuk membangun warung depan rumah Oma? Pada tahun 2000-an itu Opa mulai sakit berat dan Oma mulai cari uang untuk perobatannya. Oma hampir mau jual rumah ini, tapi Opa titip pesan ke Oma: “Trix, jangan kamu jual rumah ini. Kamu bisa hidup dari rumah ini karena kamu tinggal depan universitas, kamu bisa jualan kue.� Setelah Opa meninggal, Oma sama anak oma buka warung dari bambu tapi tidak jualan kue. Oma buka warung jual makanan rumahan seperti sayur bayam dan frikadel. Lama-lama, Oma capek jualan sendiri, jadi Oma sewa lapak-lapak dan ajak orang jualan disini. Sempat dulu ada merk rokok yang mau bantu Oma buat warungnya lebih besar. Indekos pun Oma buat lebih besar juga dengan uang warisan dari buyut Oma. Warung Bambu ini Oma buat dengan penuh perjuangan. Lalu bagaimana tetangga-tetangga oma yang dulu tinggal di samping? Tetangga-tetangga oma perlahan juga jual rumahnya, ada yang beli lalu di kotak-kotak jadi ruko. Rumah Oma itu sebenarnya sampai indomaret, sampai 750 meter persegi luasnya. Indomaret dulu sewa kecil di garasi depan saja, tapi setelah itu diperluas sampai sebelah rumah Oma. Indomaret hanya kontrak 10 tahun saja. Tapi karena mantu Oma kemarin sakit dan butuh uang perobatan, Oma sudah jual tanah itu ke orang lain. Oma berat hati jual tanah itu tapi ya sekarang Oma fokus sama warung saja. Warung dan indekos Oma bangun semua dengan pertolongan orang-orang. Dulu yang punya C159 izin sama Oma untuk bangun indekosnya di belakang rumah sampai setengah dinding saja, tapi kok makin tinggi? Oma tidak mau orang lain bisa lihat halaman belakang rumah dari indekos. Jadi pemiliknya buatkan Oma kanopi di belakang dan ditinggikan dindingnya.

Oma merasa terusik tidak dengan kehadiran mahasiswa di warung depan Oma senang dengan adanya indekos dan warung, Oma ada teman bicara karena Oma tidak tahan sepi. Oma tidak merasa terganggu karena sekarang oma buat gang kecil di sebelah rumah supaya orang bisa ke indekosnya tanpa lewat ruang makan oma. Oma senang lihat anak-anak belajar dan kumpul. Kemarin ada yang berniat sewa semua warung untuk buat kafe, tapi oma kasihan dengan para pedagang yang sudah disini. Oma juga merasa aman-aman saja dan tidak pernah kunci pintu. Dari dulu pun tidak ada kemalingan. Anak-anak kos sudah dewasa dan bertanggung jawab.

30

01 Oma Beatrix


Kata Masyarakat “Ada beberapa tempat penunjang dibangun secara spontan sekitar universitas, contohnya kafe, warung, dan toko percetakan. Bagaimana tanggapan anda? Apakah membawa manfaat?�

Persaingan dalam mengambil keuntungan (bagi pedagang) meningkat, banyaknya pilihan bagi pelanggan untuk mencoba hal baru, dan membuka peluang lapangan kerja. Nosa, HI 18

Jelas ada dong, karena sangat membantu bagi mahasiswa yang sedang melakukan skripsi, laporan, maupun yang sedang sibuk dengan berbagai tugas-tugas lain. Subhan, Mekatron 16

Mutasi Ruang oleh Kampus Urban

Mungkin bisa dibilang tempat-tempat itu membantu kita hidup sebagai mahasiswa. Untuk print tugas, cari makan, dan lakukan kegiatan sehari-hari. Pada dasarnya memudahkan mahasiswa sih. Nicky, HI 16

Ada manfaat nya, karena menyediakan hal-hal yang diperlukan mahasiswa seperti tempat makan dan sarana printing. Bahkan warung rokok pun berguna karena idealnya akan mengalihkan tempat mahasiswa merokok di dalam kampus ke warungwarung rokok tersebut. Michael, Teknik Sipil 17


32

Menurut saya dari segi ekonomi, pasti ada manfaatnya. Memang banyak untung karena mahasiswa pasti datang bukan hanya untuk makan tapi nongkrong atau bikin tugas. Daniel, Pegawai Kafe

Benefit-nya kalau bagi tempat ini sendiri yaitu sering ramai. Mahasiswa pun juga punya tempat hangout dan bersosialisasi. Adjie, Pegawai Kafe

Tempatnya sering ramai. Bahkan dari pagi sampai malam, hampir setiap hari ramai. Mungkin karena makanan murah dan dekat kos-kosan. Nini, Pegawai Warung

Pendapatannya banyak dan juga membantu mahasiswa sih, maka setidaknya tempat ini jugav jadi berguna. Oni, Pegawai Toko Percetakan


Mutasi Ruang oleh Kampus Urban


34


Perspektif Tata Wilayah Universitas

Mutasi Ruang oleh Kampus Urban

Penulis: Sofian Johan

Keberadaan Universitas selalu didampingi kawasan kota sebagai ruang pelingkupnya, yang tidak bisa dihindari bahwa ruangruang pelingkup tersebut adalah sistem yang bekerja untuk membantu kehidupan universitas, berperan sebagai sebuah support system, sebut Franseno Pujianto, salah satu dosen Arsitektur UNPAR. Begitu pula universitas juga turut berperan dalam pembentukan ruang-ruang pelingkup tersebut. Keduanya saling memberikan dampak, menawarkan sebuah pasar. Suatu interaksi yang berdinamika dalam keberlangsungan pemenuhan kebutuhan. Terciptanya sebuah ruang informal sebagai median antar 2 ruang berbeda, masyarakat kota dan masyarakat mahasiswa.

Franseno menjelaskan bahwa masyarakat berkembang selama universitasnya berkembang. Pasar itu akan selalu menjadi alasan ruang-ruang informal terbentuk dan meluas selama ada wilayah yang tersedia dimana selama ada ruang ekonomi untuk diokupasi dan karena eksistensi universitas mempengaruhi. Pertanyaannya, apakah universitas bisa menyediakan segala fasilitas untuk kebutuhan partisipan ruangnya? nyatanya tidak. Universitas tidak akan sanggup menyediakan semua kebutuhan, karena kebutuhan sendiri secara individu akan berbeda - beda dan terus berkembang. Universitas akan tetap dibantu oleh lingkungan dan mutualisme dalam bentuk apapun akan tetap terjadi secara naluriah. Maka tidak seharusnya pula universitas berusaha untuk memenuhi desain yang sanggup menyediakan semuanya. Seakanakan ingin menjadi eksklusif dalam tata kota yang kolektif ini.


36

Bagaimana ruang informal ini pula terbentuk dalam tata kota menjadi sebuah hal yang rancu, sementara masyarakat dan kita sendiri tidak tahu keadaan awalnya. Apakah ditata atau malah menata. Padahal, ruang informal sendiri belum tentu dibentuk setelah adanya Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) dan belum tentu terbentuk sebelum adanya Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW). Karena, ruang informal ini sendiri adalah sebuah detail yang tidak dalam cakupan sebuah tata ruang kota. Ruang ini akan selalu luput dalam pengawasan pemerintah terhadap perencanaan tata kota, yang menariknya bahwa ruang ini malah menjadi sebab pemerintah memulai penataan kota. Dimana, pada awalnya ruang tersebut tidak terencana dan muncul, maka akhirnya pemerintah melakukan survei dan dihasilkan sebuah rancangan tata kota.

Terkait tertata atau tidak, itu sebuah perspektif yang tidak bisa dibenarkan keduanya. Seseorang akan lebih nyaman dalam rumah yang ia desain sendiri dibandingkan rumah susun yang didesain untuk semua orang. Seperti hal nya masyarakat menata sebuah ruang berdasarkan kebutuhannya, bukan estetika nya. Hal yang lumrah dalam arsitektur, desain lahir dari sebuah konteks. Bahwa tertata itu menjadi sebuah persepsi yang tercipta karena ada sebuah sistem yang berjalan di dalamnya. Maka penataan ulang pun menurut Franseno menjadi sebuah konsep yang tidak perlu, karena ruang informal di sekitar universitas adalah sebuah sistem yang mendukung dinamika didalamnya. Menghidupkan manusia serta tata kotanya. Sebuah ruang yang tidak dipaksakan. 01 Franseno Pujianto 02 Suasana Jl. Ciumbuleuit


Pembangunan Gedung PPAG UNPAR

Mutasi Ruang oleh Kampus Urban


38

Merancang Tanggung Jawab Penulis: Gevin Timotius

Merancang dalam konteks kota organik memiliki tantangannya tersendiri, seperti Bandung. Tata kota semula terobok oleh penggunaan yang semakin berbeda pada zaman ini. Yanuar Pratama Firdaus, principal architect dari Aaksen Responsible Aarchitecture, merasakan tantangan tersebut saat merancang dan membangun Norhouse yang berada di dalam gang dekat Jalan Pahlawan, Bandung. Karena penanganan tapak yang baik, Norhouse mendapatkan Good Design Award 2019 di Jepang bulan Oktober kemarin. Pandangan Yanuar mengenai isu tersebut yang ia tuangkan dalam desain menarik perhatian Kommunars untuk menyambangi kantornya dan berbincang.


Bagaimana tanggapan bapak terhadap peralihan fungsi dari bangunan rumah di kota-kota Indonesia yang semakin beragam? Apakah kita sebagai perancang harus mendikte fungsi bangunan tersebut?

Mutasi Ruang oleh Kampus Urban

Dalam sebuah kota yang sangat organik, pasti tidak lepas dari keputusan politik. Namun saat kita batasi (kota) jadi kota hunian, fungsinya pasti akan berubah jika terdapat masalah dan potensi. Dengan model bisnis teknologi sekarang seperti GOJEK, GO-FOOD, Grab Kitchen, rumah biasa bisa jadi dapur bisnis dan ojek online bisa antre sampai ratusan orang di rumah itu. Kita tidak bisa melawan bagaimana orang lain menggunakan ruang sesuai dengan apa yang kita pandang ideal. Jaman sudah berubah. Harapan saya untuk kotakota baru nantinya itu lebih flexible terhadap fungsi-fungsi seperti ini.

Sumber: Aaksen Responsible Aarchitecture

Lalu bagaimana bapak merancang Nor house yang terletak di tengah-tengah kota yang berantakan? Apa yang membuat Norhouse memenangkan Good Design Award? Norhouse adalah rumah tanpa akses. Hanya terdapat satu pintu saja. Untuk mencapai rumahnya pun harus masuk ke gang terlebih dahulu. Penghuninya pun tidak bisa parkir kendaraannya di rumah. Ojek online pun ribet. Kebetulan tapak Norhouse itu warisan tanah keluarga yang berbentuk L di paling ujung gang dan tidak terpikirkan bahwa tanah itu akan dibangun rumah oleh tuan tanahnya, mungkin kalau mau dibangun pun kos-kosan saja. Jadi karena klien lebih memilih tinggal di tengah kota, maka dibangunlah Norhouse ini dengan segala kesulitannya dengan arsitektur prefabrikasi.


40 Sumber: KIE

Lalu bagaimana Norhouse mendapatkan Good Design Award? Apa yang mengunggulkan Norhouse dalam seri rancangannya?

Apa tanggapan Bapak terhadap kualitas hidup di gang-gang? Apakah tinggal di kos-kosan dan apartemen di tengah kota organik ini ideal?

Kemarin bisa dapat Good Design Award karena memecahkan permasalahan, itu saja. Good design tidak berbicara tentang desain bagus atau jelek, tapi apakah desain itu bermanfaat untuk sekitar, minimal bagi penghuni. Jika peraturan rumah di kota adalah 70% dari tapak terbangun dan 30% sisanya ruang terbuka, saya balik jadi 30% terbangun dan 70% terbuka. Anak-anak klien bisa les memanah, olahraga, main air sore-sore di rumah. Meskipun dengan bujet terbatas, di gang, kita bisa membuat mereka setidaknya tidak merasa hidup di gang.

Kalau kita berbicara tentang kualitas hidup di gang seperti di Bukit Indah, Bukit Jarian, kos-kosannya tidak dapat udara terbuka (kecuali yang sudah dirancang arsitek yang mengerti pencahayaan dan ventilasi). Kita tau bagaimana mahasiswa yang kos di situ dengan bujet terbatas begitu menghargai cahaya matahari. Sebuah kemewahan untuk hidup di kota dengan pencahayaan alami, udara, backyard, yang itu semua adalah Karunia Allah. Sebuah landed house dengan luas 36 meter persegi bisa dibilang rumah miskin, tapi kalau apartemen dengan luas yang sama luar bisa mahal. Kita harus menghadapi kalo hidup di megapolitan itu tidak ada tanah. Kalau teman-teman punya tanah, nikmatilah.

01 Norhouse Tampak Luar 02 Norhouse Aerial View


Sekilas ruang-ruang berserakan dan saling menimpa, ciptakan ritme asing yang berdendang di depan menara edukasi. Dikira warga asli terusik oleh hadirnya kampus, namun keberadaannya menyuntikan kehidupan baru.

Mutasi Ruang oleh Kampus Urban

Epilog


42

Satu persatu mahasiswa datang berbondong, membawa raga tak berkasur, perut kosong, dan otak penuh rasa ingin tahu. Warga melihat kesempatan menjamu penduduk semu, membuka pintu rumahnya bagi mereka yang belajar hingga larut. Halaman depan ganti warung, kamar tidur ganti indekos, rumah ganti kafe, kompleks ganti ruko, kawasan ganti fungsi.


Ruang bermutasi, menyintas diri terhadap keberadaan perguruan tinggi.

Mutasi Ruang oleh Kampus Urban

Bagian-bagian yang terbentuk seiring dengan perkembangan, menciptakan sudut yang heterogen, bergabung menjadi sebuah ruang yang kontradiktif namun fungsional. Berkembang dan berevolusi menjadi paradoks mendalam dalam konsep yang besar dan menyeluruh.


44

Bentuk ruang bertambah dengan fungsi-fungsi berbeda, ruang-ruang beralih karena termakan pijakkan yang serba cepat. Dahulu ia berupa sebuah luasanluasan tunggal, lalu ia memadat dan bertransformasi karena terpicu inti baru. Keadaan yang tercipta diterima dan menjadi bagian dari kehidupan di kawasan kampus urban.


Baca edisi lainnya.


Kommunars: Wadah Minat Media Jurnalistik Arsitektur Universitas Katolik Parahyangan Periode 2019 Ketua Kommunars Gevin Timotius Pemimpin Redaksi Pininta Taruli Pemimpin Desain Marsella Ho Pemimpin Multimedia Jeremia Edward Sekretaris Yovine Rachellea Bendahara Allisha Shenny Tim Kommunzine 11 Editor-In-Chief Sofian Johan Desain

Redaksi

Dokumentasi

Anatasha Meigatha

Ahimsa Sirait

Andhika Fauzan

Aldrianta Adnan P.

Ayesha Mitza S.

Jeremy Hanson

Favian Rifqi

Khalif Nur M.

Madeleine S

Firzal M.

M. Andika Raihan

Gibran Ramadhan

M. Rizqi Kuntohadi

Jerrick Makani

Regina Purnama

Ravi Kukuh Rayza Gaharza Anggota Kommunars Aaron Manuel L.

Grace Dame Ria

Nyra Malika

Ananda Kevin

Gracia Muljono

Raisha Alifia

Anastasya Dwita

Ivan Alvianto

Rayhan Naufal H.

Anthea Tatyana P

Jessica Michelle

Safna Nadifa

Ariqo Mutiara

Joshua Toindo

Salsabila Zahra

Aurelia Dorothy

Kezia Indahsavira

Samuel Geovano

Bahagia Raihan

Kirana Syifa N.

Shafia Fadila N.

Brian Sunardi

M. Ariq Naufal

Verren Ainiya

Bridgitta Priscilla

M. Arsy As-Siddiq

William Kevin

Catharina Audrey G.

M. Aulia Rahman

Yeira Saddak

Clara Florida

M. Refi Fauzan

Zhula A. Rajasa

Daren Lang

Marlene Audrey

Davis Tjandra

Mas Reva R. P.

Evan Hezekiah

Mikhael Tanara

Ezra Bagus

Mirelle Eldens

Ghiffari M. Alfarisyi

Muthi Syakirah

Gilang Erlangga

Narendra Dipta W.

Gilbert Aldo T

Nur Shadrina



Turn static files into dynamic content formats.

Create a flipbook
Issuu converts static files into: digital portfolios, online yearbooks, online catalogs, digital photo albums and more. Sign up and create your flipbook.