LIMA
REZIM-REZIM BARU PENGETAHUAN 1800–1865
U
niversitas Leiden patut dikenal karena simpanan manuskrip-manuskrip Islam-nya. Namun, koleksi Indonesia-nya memiliki sejarah yang ganjil, agak mirip sejarah usaha tropis Belanda secara umum. Seorang sejarawan Belanda terkemuka menegaskan bahwa upaya-upaya untuk memberikan pengetahuan yang berguna mengenai berbagai bahasa dan kebudayaan lokal kepada para pejabat kolonial berlangsung tersendat-sendat dan baru benarbenar dimulai secara serius setelah kekuasaan peralihan Inggris pada 1811– 16. Selama sebagian besar abad kesembilan belas, kecendekiawanan Belanda mengikuti jejak Inggris, didorong oleh kebutuhan untuk bersaing dengan satu-satunya kekuatan nyata yang menguasai gelombang yang mengempas dermaga-dermaga dari Rotterdam dan Batavia hingga London dan Kolkata.1 Meski demikian, Inggris tidak sampai ke Batavia tanpa perlawanan dan bisa dikatakan melanjutkan fondasi yang dibangun Belanda. Setelah kelahiran Republik Batavia di Belanda pada 1795, pembubaran VOC yang mengikutinya, dan kemudian penggabungan di bawah Bonaparte pada 1806, para gubernur ditugaskan ke Hindia dengan gagasan sangat berbeda yang disesuaikan untuk mempertahankan kemenangan mereka di Asia. Di bawah Marshall Herman Daendels (menjabat 1808–11), Jalan Raya Pos yang besar dibangun melintasi sisi sepanjang Jawa. Berbagai inventaris pun dibuat untuk menyiapkan penguasaan yang lebih langsung terhadap puluhan juta rakyat Asia karena para pendahulu korporat mereka hanya memiliki pemahaman paling samar mengenai jumlah orang yang mereka kuasai.2 Daendels juga memerintahkan agar dilakukan persiapan untuk menilai keadaan pendidikan Jawa dan memberikan sesuatu yang merupakan alternatif Eropa.3 Berbagai upaya seperti itu segera terhenti karena perangperang di Eropa, demikian pula di Samudra Hindia. Sebagai buntut dari banyaknya pertempuran, serangkaian petualang-imperialis yang lain mulai mempertaruhkan klaim mereka atas kepulauan Indonesia. Di antaranya