SEMBILAN
PARA MUFTI BAYANGAN, MODERN KRISTEN 1892–1906
PARA MUFTI BATAVIA
M
enulis tepat sebelum pemberontakan Cilegon, Sayyid ‘Utsman meminta Snouck mengiriminya salinan-salinan tulisan tempat polemik-polemik mengenai tarekat mendapat pujian. Dia baru saja mengajukan diri sebagai calon mufti (pro-Belanda) yang bisa menasihati muslim setempat mengenai soal-soal hukum keluarga. Ini bukan kali pertamanya dia memosisikan diri di pihak pemerintah. Risalah-risalah anti-Naqsyabandi-nya membuatnya dihormati di kalangan pejabat penting. Pada 1881 dia menyusun buku panduan yurisprudensi yang ditujukan untuk pengadilan agama yang baru. Tentu saja sudah ada buku panduan yang dicetak sebelumnya, dari Tuhfanya Taco Roorda hingga Minhaj-nya van den Berg, yang diremehkan oleh Snouck karena dia memberikan dukungan kepada tujuan Sayyid ‘Utsman. Snouck dan ‘Utsman bagaikan dua sisi mata uang. Penulis biografi ‘Utsman melihat sang cendekiawan Arab ini jelas menganggap posisi barunya sebagai mufti semiresmi adalah analog dengan seorang “Penasihat” Barat, dan kita bisa mengandaikan bahwa Snouck menerima sebutan muslim.1 Sejumlah besar surat yang dikirimkan kepada Snouck selama jabatannya di Batavia menuturkan kisah tersebut. Pada Oktober 1893 Imam Tanjung Beringin, di Deli, mengajukan permohonan fatwa pada “kantor paduka yang mulia, guru kami yang agung, Syekh Islam”, yang menunjuk dua orang syekh yaitu ‘Utsman dan ‘Abd al-Ghaffar. Pada Maret 1898 Pangeran ‘Abd al-Majid menyapanya sebagai “Mufti Negeri Hindia Belanda”, sementara sekelompok orang Arab dari Cirebon menyanjungnya sebagai “syekh Islam yang mulia untuk Jawi, Haji ‘Abd al-Ghaffar”.2 Snouck jelas disebut sebagai mufti, baik bersama maupun tanpa Sayyid ‘Utsman, oleh beraneka ragam pihak di seluruh kawasan. Tetapi, tampaknya dia tidak pernah menganggapnya demikian atau memberikan fatwa kepada para pemohonnya. Sebaliknya, tugas-tugas semacam itu akan jatuh ke tangan